"Kamu--" Nara memicingkan mata pada Lex, memperhatikan sahabatnya tersebut dengan curiga. "Kenapa bisa di sini? Bukannya kamu harusnya di tempat magang." "Lagi nenangin diri, Nar." Lex berkata lesu, "pusing kalau di kantor melulu. Team itu nggak jauh-jauh dari masalah pertengkaran, enakan jadi kamu. Kerja sendiri dan tidak harus memikirkan bagaimana nasib team." Untuk hal itu Nara tak membantah. Manfaat dia kerja sendiri, dia bisa mengerjakan apapun oleh hasil pemikiran sendiri, mengurus dirinya sendiri dan tak melibatkan orang lain. Sedangkan team, mungkin enak karena pekerjaan mereka lebih ringan. Akan tetapi di sisi lain, mereka dituntut untuk saling memahami, menurunkan ego dan harus bisa menerima pemikiran orang lain."Kamu bertengkar dengan siapa, Lex?" tanya Nara hati-hati. "Mantanmu," jawab Lex pelan, terkesan malas dan ogah. Dia mendengus pelan, berniat merokok tetapi tidak jadi sebab ada Nara di sebelahnya. Dia perokok tetepi dia menghargai orang disekitarnya. Nara tak m
"Daddy tidak menyangka jika putra kebanggaan Daddy akan se brengsek ini. Menjadikan hubungan sebagai lelucon, Humm?!" Alarich berkata dingin, melayangkan tatapan mengerikan ke arah putranya. Zavier menyentuh pipinya yang dipukul oleh sang Daddy. Sejenak dia menatap ke arah Nara kemudian menatap kembali ke arah daddynya. "Ini hanya kesalahan pahaman saja," ucap Zavier datar. Dia tebak Nara telah mengatakan masalah antara mereka pada orang tua Zavier. "Salah paham? Tanpa alasan yang jelas mempekerjakan perempuan itu tanpa alasan yang jelas dan memberinya tempat sebagai asistenmu. Masih kau bilang salah paham?" marah Alarich, tidak menyangka jika putranya akan melakukan hal bodoh seperti sekarang. Jika memang Zavier mencintai perempuan itu, kenapa dia menikahi Nara? Tak ada dari mereka yang memaksa Zavier memilih Nara, tetapi Zavier sendiri lah yang ingin menikah dengan Nara. Bahkan dia memaksa agar pamannya yang saat ini telah menjadi ayah mertuanya untuk memberikan Nara padanya. Dia
"Aghhh …." Nara mengeluh, meremas perut sendiri karena terasa nyeri dan sakit. Nara sakit perut karena terlalu banyak memakan mangga ketika tadi malam. Ditambah dia sedang gugup dan haid, sakit perut tersebut semakin menjadi-jadi.Nara saat ini dalam toilet, di kantor tetapi sejak tadi dia bertapa di sini. Nara gugup karena dia berencana meminta maaf pada Zavier karena kejadian semalam, dia Nara merasa bersalah sebab membuat suaminya harus mendapat pukulan dari Daddynya sendiri akibat Nara mengadukan masalah pribadi antara keduanya pada mertuanya. Sekarang Nara belajar jika tidak semua isi pikiran dan masalah bisa diumbar, meskipun itu pada orang terdekat. Kadang kala ada saatnya kita menyelesaikan sendiri, tanpa menyeret orang lain dalam masalah tersebut. Kedepannya, Nara berjanji untuk lebih hati-hati lagi. Tadi malam, Zavier mau berbicara padanya. Akan tetapi--Nara tidak tahu sekarang. Nara ditinggal dan Zavier berangkat lebih dulu ke kantor. Apa mungkin Zavier kembali marah? "A
"Jangan terburu-buru juga kali, Nara. Aku tahu kita semua ingin lebih dekat dengan Sang Pencipta, tapi caranya nggak gini, Nar," ucap Lex berkata setengah berteriak pada Nara yang saat ini memboncengnya. Dia menemani Nara ke rumah sakit. Entah perempuan ini sedang bercanda atau tidak mengenai statusnya, tetapi Nara mengatakan jika suaminya kecelakaan dan saat ini sedang diperiksa di rumah sakit.Mereka ke sana naik motor Karina, sedangkan Karina sendiri kembali ke tempat magang sebab adanya pengawasan dari dosen pembimbing. Karina bertugas untuk mengamankan dirinya dan Lex. Lex menemani Nara sebab dia takut perempuan mengendarai motor secara gila. Sialnya, apa yang dia takutkan terjadi. "Diam atau aku turunin kamu?!" teriak Nara setengah kesal. Faktanya meskipun dia patah hati karena Zavier menghamili Amanda, tetapi Nara sangat menghawatirkan kondisi suaminya. Bagaimana jika kondisi Zavier sangat buruk? Nara membenci Zavier, tetapi dia tidak bisa mencegah dirinya untuk berhenti p
"Bukan kamu yang membonceng?" Nara menatap Sereya dengan raut muka ditekuk. Berapa kali dia harus mengatakan jika dia tidak membonceng Lex dan kecelakaan tersebut bukan salah mereka?! "Yaudah deh, kalau tidak percaya tanya saja Lex. Aku malas bicara sama kamu," ketus Nara, melayangkan tatapan sayu tetapi bercampur kesal pada Kakaknya.Dia satu ruang rawat dengan Lex, dan luka keduanya sudah mendapatkan perawatan dari dokter. Luka pada bagian betis Nara dijahit, lututnya diperban dan diberikan alat khusus agar kakinya tidak banyak bergerak. Pundak Nara yang memar cukup parah juga sudah diobati. Sedangkan Lex, pipinya diperban sebab helem yang dia kenakan ada bagian yang pecah lalu mengenai wajah. Tangannya diperban lalu diberikan alat khusus agar tidak banyak bergerak serta kakinya yang juga sudah mendapat pengobatan. Kedua lutut pemuda tersebut sama-sama memar parah. "Lex, kamu yang membonceng atau Nara. Jawab yang jujur atau lukamu cubit!" ancam Sereya galak, melayangkan tatapan
"tetapi mungkin kearogananmu tak akan ada artinya jika kamu tahu hubungan antara Zavier dengan adikmu sendiri.""Hubungan Zavier dan Nara? Cih, bodoh. Tentu saja aku sangat tahu. Nara adik kesayanganku, apapun yang berhubungan dengannya pasti tidak luput dari pengawasanku. Termasuk pengganggu murahan sepertimu." Sereya mendorong cukup kuat pundak Amanda, "enyah sekarang juga."Amanda mengepalkan tangan, tetapi dia tidak berani melawan sebab melihat seorang pria berwajah dingin dari ruangan Zavier. Amanda memilih beranjak dari sana, melangkah buru-buru karena takut dengan sosok tersebut. Pria itu menatapnya saja, Amanda sudah merinding ketakutan. Karl Alarich Adam, Daddy dari Zavier Kingsley Adam. Rumor mengatakan sang Tuan Karl mudah menghilangkan siapapun yang dibenci atau tidak disukai olehnya. Dan Amanda-- dari tatapan pria mengerikan tersebut, dia tahu jika sang Tuan Karl tidak menyukai dirinya. Oleh sebab itu dia buru-buru pergi. "Siapa wanita tadi, Sereya?" tanya Alarich pada
"Amanda. Dia hamil anak Kak Zavier kan. Acieee … Kak Zavier bakalan jadi Papa. Selamat!"Zavier menaikkan sebelah alis, menatap Nara dengan sorot tak terbaca. Sejenak pria itu diam, hanya memandang wajah imut istrinya. Bibir perempuan ini tersenyum, membentuk sebuah lengkungan yang indah. Akan tetapi matanya berkaca-kaca, seperti ingin menangis dan kentara memancarkan kekesalan. Lalu tangan Nara mengepal kuat, menahan marah ataupun perasaan kalut yang melanda. Zavier menghela napas secara pelan. Satu tangannya terulur untuk menyentuh pucuk kepala Nara, akan tetapi dengan kasar tangannya ditepis oleh Nara. Jelas bukan? Istrinya sedang menahan marah padanya. Senyuman ini hanya palsu, mungkin yang Nara rasakan padanya saat ini adalah ingin membunuhnya. "Jadi kemarin kau kabur dari kantor karena mendengarkan percakapanku dengan Amanda?" tanya Zavier, kembali berusaha untuk menyentuh pucuk kepala Nara. Lagi-lagi Nara menolak, bahkan dia berniat turun dari hospital bed. Namun karena kondi
Setelah beberapa hari di rumah sakit, Nara akhirnya dibolehkan kembali. Karena kondisi Nara belum pulih sepenuhnya, dia dibawa pulang ke rumah mertuanya. Dia dan Zavier akan tinggal di sana. Si Oskar--kucing suaminya juga telah kembali ke rumah ini. Kasihan kucingnya, sebab kembali pulang kampung ke rumah ini. "Nara, kamu bisa diam di rumah saja kan, Sayang. Kaki kamu belum sembuh, jalan saja kamu masih kesusahan," tegur Aeera pada Nara yang keukeuh ingin ke kantor hari ini. Aeera tidak masalah menantunya beraktivitas di luar, hanya saja untuk saat ini jangan. Kaki Nara belum sembuh, luka di lutut maupun betis Nara masih perlu perawatan. "Hari ini dosen Nara ada kunjungan ke tempat kerja. Habis itu Nara juga harus ikut ke kampus untuk mengantar laporan, Mah," jawab Nara yang sudah siap ingin berangkat ke kantor. "Tapi kaki kamu belum sembuh, Nara." "Nggak sakit lagi kok, Mah. Aman," jawab Nara sembari tersenyum lebar untuk meyakinkan sang mama mertua jika kakinya baik-baik saja.
"Sungguh kau tak ingin ku antar, Tuan?" tanya Bian. Alarich menganggukkan kepala kemudian segera masuk dalam mobil. Bian hanya menghela napas, mengacungkan pundak karena sudah tahu apa yang akan Alarich lakukan. Tentu saja mengikuti Aeera pulang. Ini sudah menjadi rutinitas Alarich semenjak Aeera bekerja di sini. Dan benar! Sekarang Alarich sedang memantau Aeera. Mobilnya tak jauh dari tempat Aeera menunggu taksi. "Sangat cantik," gumam Alarich, terus memandang gasdinya. Saat taksi datang dan Aeera masuk, Alarich langsung bersiap-siap untuk mengikuti. Tibanya di sebuah gang, Aeera turun. Begitu juga dengan Alarich. Biasanya Alarich hanya mengantar hingga gang ini karena mobilnya tak bisa masuk ke dalam. Bisa saja, tetapi gangnya cukup sempit dan Alarich tak suka ribet. Kali ini Alarich memutuskan turun, mengikuti Aeera dengan berjalan tak jauh dari belakang perempuan itu. Alarich perlu tahu seperti apa lingkungan pujaan hatinya tinggal dan seperti apa rumah yang Aeera tempati.
Semenjak hari pertama dia bertemu dengan Aeera, Alarich selalu mengawasi perempuan itu. Dia rasa dia telah jatuh cinta pada perempuan itu dan tergila-gila pada sosok gadis cantik itu. Tahun berganti dan Alarich semakin terjebak oleh perasaan yang dia miliki. Bukan hanya memiliki tingkah lucu, humoris dan menyenangkan, faktanya perempuan yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta tersebut seorang yang bertanggung jawab pada pekerjaannya. Dia perempuan cerdas, kompeten dan kreatif. Alarich semakin tenggelam! Sialnya sudah jalan dua tahun lebih dia memantau Aeera, akan tetapi dia tak kunjung punya keberanian untuk mengutarakan perasaan. Hell! Mendekati Aeera secara terang-terangan saja dia tak berani. Pecundang! Alarich memang pecundang! Dulu dia pernah ditolak dan itu menghantui Alarich. Ditolak perempuan yang tak dia sukai saja rasanya sangat menjengkelkan. Apalagi jika Alarich ditolak oleh pujaan hatinya. Lebih sialnya, tiga bulan ini dia diluar negeri. Selain untuk mengurus
--Karl Alarich Adam & Aeera Grizella-- "Ck." Suara decakan kesal terdengar di bibir seorang pria yang sedang duduk di balik setir, sedang mengemudi. Pria tersebut begitu mempesona, sangat tampan dan berkarisma. Dia pria setuju pesona dan love dreams bagi banyak kaum hawa. Bukan hanya dianugerahi ketampanan, dia juga seorang yang sangat sukses–pengusaha yang ditakuti serta berasal dari keluarga terpandang. Hidupnya mendekati kata sempurna! Sayangnya, pria tampan ini digosibkan telah menyimpang. Karena diusia yang ke tiga puluh dua tahun, tak ada issue tentang dirinya yang berkencan dengan perempuan. Dia bersih dari gosip apapun mengenai lawan jenis sehingga banyak orang berspekulasi jika dia seorang homo. Sejujurnya dia bukan pria seperti yang digosibkan. Dia hanya tidak punya waktu untuk meladeni kaum hawa, serta-- fakta jika dia pernah ditolak seseorang. Itulah yang membuat pria tampan ini memilih hidup sendiri–tanpa pasangan. Dertttt' Suara handphone berdering, dia menoleh lal
Hari yang ditunggu pun tiba, Nathan dan Zendaya melangsungkan pernikahan dengan meriah. Sekarang, keduanya telah sah menjadi sepasang suami istri. Keluarga besar Nathan–dari sang Mama, terlihat begitu bahagia. Begitu juga dengan keluarga Zendaya yang penuh suka cita serta keharuan. Tristan dan istri keduanya, maupun Angel tak diundang. Sekalipun mereka ingin mengacau, mereka tidak bisa karena pernikahan Nathan dilakukan di sebuah hotel mewah, dijaga ketat oleh banyak penjaga. Mereka diblacklist dari daftar tamu undangan, sesuai permintaan Preya–yang masih memiliki dendam pada suaminya. Preya juga tidak mau hari bahagia putranya rusak oleh kehadiran Erika dan putrinya. Lagipula makhluk gatal seperti mereka, tak pantas menghadiri acara putranya. Sejak tadi, Danzel terus memandang ke arah adiknya–memperhatikannya dengan lekat. Tatapannya begitu sendu, manik berkaca-kaca sebab merasa sedih tanpa sebab. Sewaktu kecil hingga dia besar, adiknya selalu menyusahkannya. Anak itu cerewet dan p
Sedangkan Victoria yang sudah buntu, menatap penuh harap pada Liora. "Liora, apa kamu bersedia menikah dengan adikku? Apapun akan kuberi padamu asal kamu bersedia membantuku untuk menikah dengan Devson." Liora termenung, menundukkan kepala dengan raut muka sedih. Sedangkan Lachi yang memahami perasaan perempuan itu memilih diam, dia takut salah bicara. Namun, mengejutkannya tiba-tiba saja Liora menganggukkan kepala. "Aku bersedia. Tapi … bawa aku pergi dari sini," ucap Liora, menatap Victoria dengan sendu. "Se-sebenarnya aku sedang bersembunyi dari Angel. Kemarin dia menjebak Tuan Danzel dengan sebuah obat terlarang. Aku tidak tahu apa yang terjadi secara lengkap, tetapi Angel sendiri yang berakhir meminum minuman itu. Dia menghubungiku untuk menyelamatkannya dan aku …-Liora terdiam sejenak. Lachi menggaruk pipi tak enak karena sejujurnya dia tahu kenapa Angel lah yang berakhir meminum jebakannya sendiri. Dia bahkan mendengar percakapan Liora dengan Angel, dan dari sana Lachi bisa
"Karena kebaikan hatinya, Tristan membawa Erika dan putrinya ke rumah. Awal, dia menjadikan Erika sebagai pelayan di rumah kami," cerita Preya pada Nara, mengenai kedatangan Erika dan Angel di keluarga Luis. Nara yang lebih dulu mengungkit Erika, yang ternyata pernah berniat merusak keluarga Nara dan Zavier. Lalu Erika dipecat, diblacklist dari perusahaan manapun serta dari tempat kerja yang berada dinaungan perusahaan Adam. Mendengar itu, Erika tak menyangka. Dia kira Erika yang Nara katakan berbeda dari Erika yang ada di keluarga Luis. Namun, itu Erika yang sama. "Dari awal aku tidak pernah suka pada Erika, sejak Tristan membawanya ke rumah. Katakanlah aku perempuan yang cemburuan. Namun, aku hanya mengikuti feeling sebagai seorang istri dan perempuan yang mencintai suaminya. Benar saja, perempuan itu tidak baik dan dia berhasil menghancurkan rumah tanggaku. Aku tidak menyalahkan dia sepenuhnya, perpisahanku dengan Tristan juga terjadi karena Tristan sendiri. Coba saja dia tegas,
"Dalam rangka apa kau memberiku bunga, Mochi?" tanya Danzel, mengecup kening Lachi. Setelah sebelumnya sang istri menyalam tangannya. "Dalam rangka mencintai Habibi," jawab Lachi dengan nada jelas, nyengir setelahnya karena dia malu-malu. Sial. Padahal dia sudah berlatih berjam-jam di depan cermin. Hanya agar terkesan anggun, tak malu-malu serta tak gugup sedikitpun ketika memberikan hadiah berupa buket bunga primrose ini pada sang suami. Namun nyatanya dia tetap gugup dan malu. "Hum?" Danzel menaikkan sebelah alis, langsung menggendong istrinya secara bridal style–membawa istrinya ke kamar. Ah, masa bodo jika Lachi bermaksud menciptakan adegan romantis. Sungguh, persetan! Toh, di mata Danzel, istrinya tetap terlihat tengah menggodanya. Yah, ini godaan yang manis! Danzel meletakkan bunga pemberian Lachi di atas nakas kemudian membaringkan istrinya di ranjang. "Habibi, tunggu! A-adegan ini tidak ada dalam skenario hayalanku. Harusnya bukan begini. Menjauh dulu," pekik Lachi, meng
"A--aku hanya iseng, tidak ada artinya kok." 'Cinta terpendam.' batin Nathan, terkekeh pelan sembari mengacak pucuk kepala Zendaya secara gemas. Nathan tahu artinya karena salah satu kalung yang dia berikan pada Zendaya–setiap ulang tahunnya, punya bandul bunga mawar putih. Hampir saja dia lupa akan hal itu, dan untuknya dia mengingat. Namun, benarkah Zendaya memberikan kalung ini atas dasar ungkapan cinta terpendam yang perempuan ini rasakan padanya? Atau memang hanya iseng? ***"Nyonya Xavier."Mendengar namanya di panggil, Lachi yang sedang memilih bunga langsung menoleh ke arah seseorang yang memanggilnya. Lachi mengerutkan kening, bingung dan cukup aneh melihat Liora bersama Victoria mendatanginya. "Oh, iya?" ucap Lachi, meletakkan bunga primrose ke tempat semula. Dia menghadap kepada Victoria dan Liora yang telah berada di sebelahnya. "Nyonya sedang membeli bunga untuk Tuan yah?" tanya Liora sembari tersenyum canggung. Lachi membalas dengan senyum tipis, menganggukkan kep
Tangan Donita terangkat ke arah Zendaya, melayang untuk menampar pipi Zendaya. Namun, pergelangan tangannya tertahan. Bahkan dihempas kasar lalu berakhir dirinya yang terkena tamparan. Plak'"Ahck." Donita menoleh kasar ke sebelah, segera memengang pipi yang terkena tamparan. Donita mendongak, menatap seseorang yang telah menampar pipinya dengan sangat kuat–tak punya hati. "Nathan?" pekik Donita tak percaya, menatap sosok pria tinggi yang berada di sebelah Zendaya. Zendaya menoleh ke arah sebelahnya, mendongak untuk melihat Nathan. Pria tersenyum memasang mimik dingin, melayangkan tatapan tajam yang menghunus tepat ke arah Donita. "Kau akan mendapat yang lebih buruk dari ini jika seandainya tanganmu menyentuh kulit wanitaku," ucap Nathan dingin, mengatupkan rahang–menahan gejolak marah karena perempuan ini berniat menyakiti Zendaya.Zendaya yang masih syok karena Donita berniat menamparnya kemudian tiba-tiba ada Nathan di sini yang mengambil peran melindunginya. Kini semakin syok