Namun, setelah di depan Alarich, dia dibuat terkejut. Plak' Tamparan kuat langsung melayang ke pipi Nadien, membuat perempuan itu terhempas kasar ke lantai. Nadien kehilangan keseimbangan pada tubuhnya, tamparan Alarich sangat kasar dan kuat. "Ahck," ringis Nadien sakit. Pipinya terasa sangat sakit, sepertinya tulang rahang pada wajahnya patah karena tamparan kuat Alarich. "KARL!""KARL SAYANG."Audriana dan Ruqayah berteriak bersamaan, Audriana langsung menghampiri Nadien sedangkan Ruqayah memilih menghampiri Alarich. "Karl, apa yang kamu lakukan, Hah?!" ucap Audriana, melayangkan tatapan tak percaya pada putranya. Sebelum Alarich menjawab, ayahnya dan Bian tiba di sana–mengambil tempat tak jauh dari Alarich, mewanti-wanti jika Alarich kehilangan akal sehatnya. Gavin belum tahu dengan pasti apa masalah yang terjadi, Bian hanya mengatakan jika Aeera sedang tidak baik-baik saja. "Masih bertanya?" Alarich menaikkan sebelah alisnya, menatap remeh pada mamanya. Entah dia akan diseb
Namun, sakit hati Audriana tersebut lebih-lebih sakit, sangat sesak dan menikam saat …-Tes' Bulir kristal bening jatuh dari mata elang Alarich. Itu membuat Audriana terhenyak, tertohok serta sesak secara bersamaan. Putranya me--menangis?Meski bulir kristal jatuh dari pelupuk, tampang wajah Alarich masih berbalut dingin. Rahangnya masih mengatup kencang dan amarah masih terasa pekat menguar dari dirinya. "Anakku belum lahir tetapi sudah menerima kebencian dari neneknya sendiri. Kenapa?" datar Alarich, menatap nyalang ke arah mamanya. "Ti--tidak, Nak. Pasti kamu hanya salah paham. Mama tidak mungkin membenci cucunya sendiri, Karl. Mama menyayangi Aeera dan calon cucunya," ucap Gavin, masih memeluk serta menahan tubuh putranya. "Paa, Ara sampai menangis dan memohon di kakinya supaya dia menarik sumpah itu. Dia--" Alarich mengadu, menjeda sejenak sembari menatap ibunya dengan penuh kekecewaan, "dia mengatakan semoga anakku mati dalam perut Ara," lanjut Alarich, kembali menjatuhkan
"Adek? Acieeeeee … awok awok awok awok … dipanggil Adek. Ahahaha …." Tawa Shila menggema, merasa lucu dengan panggilan pria tampan di sebelahnya pada Aeera. Manis dan terasa romantisnya, tetapi tetap lucu mengingat sahabatnya pernah marah-marah sebab dipanggil 'adek oleh yang dibawah umur mereka. Tawa Shila langsung lenyap, reflek menutup mulut dengan rapat sembari melirik makhluk mengerikan yang berdiri di sebelahnya. Mata Shila membelalak. Astaga! Dia sedang bermain-main dengan kematian, sungguh berani dirinya menertawakan Alarich. Mampus! "Hehehe … aku keluar dulu, Aeera, Tu--tuan Alarich. Papai …." Dengan kikuk dan takut setengah mati, Shila melambaikan tangan ke arah Aeera. Kemudian dia buru-buru keluar dari ruangan tersebut. Aeera mengerjap-erjab, menatap Alarich sekilas lalu menatap Shila yang telah keluar dari tempat tersebut. "Kau ingin bulan madu?" tanya Alarich, mengabaikan sahabat istrinya yang cukup aneh tersebut. Dia memilih menanyakan hal serupa, seperti sebelumnya.
"Tante Audriana, ini semua salahku. Nenek dan Om Gavin … bahkan Karl marah pada Tante, itu semua karena kehadiranku di sini." Audriana menatap keponakannya dengan raut muka sendu. Dia tidak mengatakan apa-apa sebab dia tidak tahu harus berbicara seperti apa pada Nadien. Semuanya hancur! Tetapi … kasihan jika Audriana menyalahkan Nadien untuk semua yang telah terjadi. "Karl bilang ada empat orang suruhannya yang datang untuk membantumu. Benar, Nadien?" tanya Audriana dengan nada datar. Sejenak mimik muka Nadien menjadi pucat, namun dia bisa menguasai diri. Buru-buru rautnya ia rubah, menampilkan ekspresi bingung serta polos. "Aku tidak tahu, Tante. Saat itu aku sangat panik, a--aku takut dan traumaku muncul. Aku ingat orang-orang membantuku, tapi aku tidak tahu dan tidak sempat untuk memastikan. Aku … aku-- aku …-""Hentikan!" Ucap suara tegas, tiba-tiba menyahut dengan lantang dan menyela perkataan Nadien. Gavin berjalan dengan langkah tegap ke tempat istrinya dan perempuan licik
"Kamu?" Mata Nadien melotot lebar ketika melihat siapa pria yang disewa untuk menidurinya. Dia sangat terkejut. "Kenapa? Kaget, Nona Cantik?" Pria itu menyunggingkan smirk tipis. "Sejujurnya aku tidak setuju dengan permintaan bodoh Nenek tengil itu. Tapi … aku sudah lama jatuh cinta pada Aeera. Jadi aku tergiur, tergiur untuk menghancurkan rumah tangga Aeera dan Tuan Karl."Nadien menatap menyelidik ke arah pria itu. Dia ragu! "Bukannya kemarin kamu …-""Nona, katakan padaku? Bagaimana caranya aku menolak perasaan terlarang ini pada Aeera? Dia sangat perhatian padaku, dia perempuan tercantik yang pernah kutemui, dia lembut dan penyayang. Lebih-lebih hampir seumur hidupku diisi oleh kehadirannya. Sama seperti yang menginginkan Kakak sepupumu, aku juga menginginkan Kakak sepupuku. Jadi … mari kita permulus langkah kita untuk mendapatkan masing-masing cinta antara kita," ucap pria itu tersebut dengan nada dingin, terlihat ada ambisius dan semangat yang menggebu-gebu. "Ta--tapi usia kit
"Kau perempuan?" tanya Alarich dengan nada datar dan tanpa dosa sedikitpun pada seorang dokter di depannya, seketika membuat dokter muda itu menganga dan melototkan mata secara horor. Dami menggelengkan kepala, masih menatap nanar ke arah sang Tuan muda Adam yang menakutkan tersebut. "Saya laki-laki tulen, Tu--tuan." Wajah dingin Alarich terlihat lebih nyata. Tatapannya tajam, menghunus ke arah dokter yang akan memeriksa istrinya tersebut. "Jadi kenapa kau yang memeriksa istriku? Direktur rumah sakit ini tidak memberitahumu jika laki-laki dilarang menyentuh istriku?" Dami menunjukkan ekspresi wajah yang kaku, panik serta gugup secara bersamaan. Direktur rumah sakit? Memang, pagi sekali salah satu asisten petinggi rumah sakit ini menginformasikan jika istri dari Karl Alarich Adam sekaligus menantu dari pemilik rumah sakit ini akan berkunjung. Maka diharapkan pada setiap staf memberikan pelayanan terbaik, salah satunya mengharuskan staf wanita lah yang diperbolehkan untuk melayani se
"Mas Alarich, aku ingin keluar sebentar," ucap Aeera, meminta izin pada Alarich untuk keluar rumah. Sudah tiga hari Alarich mendiaminya, pria itu tetap memberi perhatian tetapi sikapnya sangat dingin dan tatapan mata pria itu selalu menghunus tajam ke arah Aeera. Itu cukup mengerikan bagi Aeera, oleh sebab itu Aeera berniat berbelanja bahan untuk membuat cookies favorit suaminya serta kue tambahan untuk membujuk pria ini. Alarich mengangkat pandangan ke arah Aeera, lalu mengedipkan mata sekilas–pertanda boleh atau yah. Kemudian pria dengan raut muka datar tersebut kembali hanyut pada pekerjaannya. Ini minggu, tetapi Alarich memilih menghabiskan waktu di ruang kerja. Ada dua faktor. Pertama karena pekerjaannya banyak, kedua istrinya. Kondisi Aeera! "O--oke." Aeera memasukkan kepala gugup, merasa tertohok sekaligus tak bisa berkata-kata oleh sikap suaminya yang terlampau dingin. Tidak! Aeera berjanji tidak akan membuat Alarich cemburu lagi. Suaminya mode cemburu terlalu menyeramkan!
"Mas …-" gugup Aeera, mendongak ke arah Alarich yang berjalan ke arahnya. Pria tersebut terus melangkah dan mengikis jarak. "Aku sangat lapar," ucap pria itu, mengungkung serta mengunci pergerakan Aeera dalam rengkuhannya. Tubuh Aeera mentok, terjepit antara meja kabinet dapur dan tubuh besar suaminya. Tangan Alarich bertumbuh pada sisi meja, mengunci pergerakan Aeera; membuatnya tidak bisa kemana-mana. Di sisi lain, tubuh Alarich merapat dengan tubuhnya. Alarich mencondongkan kepala ke arah Aeera, membuat Aeera menarik kepala ke belakang; takut serta waspa dengan gerakan suaminya. Seperti ikan pemanah, lambat tetapi sekalinya menyambar nyawa target melayang. "Aku baru saja selesai memasak. Aku berniat akan mengantarnya ke ruangan Mas Alarich," jawab Aeera, berupaya tidak kikuk dan gugup. Walaupun kebenarannya hatinya dag dig dug berhadapan dengan suaminya sendiri. Jatuh cinta setiap saat itu memang indah. Namun resikonya begini, Aeera terus-terusan salah tingkah, mudah gugup dan