"Mas …-" gugup Aeera, mendongak ke arah Alarich yang berjalan ke arahnya. Pria tersebut terus melangkah dan mengikis jarak. "Aku sangat lapar," ucap pria itu, mengungkung serta mengunci pergerakan Aeera dalam rengkuhannya. Tubuh Aeera mentok, terjepit antara meja kabinet dapur dan tubuh besar suaminya. Tangan Alarich bertumbuh pada sisi meja, mengunci pergerakan Aeera; membuatnya tidak bisa kemana-mana. Di sisi lain, tubuh Alarich merapat dengan tubuhnya. Alarich mencondongkan kepala ke arah Aeera, membuat Aeera menarik kepala ke belakang; takut serta waspa dengan gerakan suaminya. Seperti ikan pemanah, lambat tetapi sekalinya menyambar nyawa target melayang. "Aku baru saja selesai memasak. Aku berniat akan mengantarnya ke ruangan Mas Alarich," jawab Aeera, berupaya tidak kikuk dan gugup. Walaupun kebenarannya hatinya dag dig dug berhadapan dengan suaminya sendiri. Jatuh cinta setiap saat itu memang indah. Namun resikonya begini, Aeera terus-terusan salah tingkah, mudah gugup dan
"Karl Alarich Adam!"Deg deg Mata Aeera melotot horor, panik sekaligus malu secara bersamaan. Sedangkan Alarich, dia melepas bibir Aeera secara berat. Dia lalu berdecak kesal kemudian menoleh ke arah seseorang yang meneriaki namanya. Hell! Padahal dia baru memulai ritual berbuka puasanya, sudah ada pengganggu saja di sini. "Ada apa?" Alarich menurunkan Aeera secara santai dari kabinet, lalu setelahnya kembali menatap malas ke arah papanya. "Kenapa kamu mencium Aeera? Maaf, Aeera, tetapi maksud Papa … tadi itu berlebihan," ucap Gavin tetapi menyempatkan diri untuk meminta maaf pada menantunya. Dia perhatikan menantunya ini sosok yang mudah merasa malu dan canggung, oleh sebab itu dia meminta maaf atas ucapan frontal-nya. "Ara istriku." Alarich menjawab dengan santai. "Tidak sebelum cucuku lahir," galak Gavin. Dia cukup khawatir dan trauma ketika memergoki kelakuan anaknya yang sedikit jaddal ini. Menantunya menolak, meronta dan memukul--bahkan menjambak Alarich. Namun tetapi putr
Dari kejadian tersebut, Nadien tersudutkan dan tak bisa mengelak. Ada sebuah vidio di mana dirinya dalam vidio tersebut memang terlihat menjebak Leo. Dalam vidio tersebut, Nadien membuka pakaian Leo–terkesan terburu-buru dan gelagat aneh. Sedangkan Leo, dia terlihat tak sadarkan diri. Matanya terpejam dan kepalanya beberapa kali sempoyongan. Bodohnya Nadien, dia tidak menyadari jika sejak awal dia sedang dijebak. Leo memaksanya agar dialah yang mengendalikan permainan dan pria itu juga memejamkan mata. Nadien sama sekali tak curiga. "Kamu licik!" seru Nadien, menemui Leo dengan langsung melayangkan tamparan pada pria itu. "Wow." Leo memegang pipinya yang ditampar oleh Nadien, mimik wajahnya licik dan meremehkan. "Licik? Cih, bercermin!"Leo mendekat ke arah Nadien, tiba-tiba mencengkram pundak perempuan itu lalu melayangkan tatapan tajam. "Kau suka menebar keburukan, tetapi ketika kau menerima kejahatan, kau berteriak ke semua orang jika kau yang paling sakit dimuka bumi ini. Jika
"Apa debunya masih terasa di matamu, Adek?" tanya Alarich tiba-tiba. Aeera melotot horor, menatap bingung serta tak paham dengan perkataan suaminya. "Karl," panggil seseorang dari luar, di mana seseorang tersebut langsung berjalan terburu-buru ke dalam kamar; memeriksa apaa yang terjadi pada menantunya. "Kenapa, Paa?" Alarich berdiri tegak, menatap malas ke arah papanya dengan raut muka datar dan dingin. "Kamu sedang apa?" Gavin memicingkan mata ke arah putranya, dia membalas tatapan putranya tak kalah tajam lalu beralih menoleh ke arah Aeera–memeriksa apakah terjadi sesuatu pada menantunya tersebut. "Ada sesuatu di mata Ara." Alarich menjawab datar, "aku memeriksanya," lanjutnya, sengaja menoleh ke arah Aeera untuk memperingati istrinya. Dia melotot galak pada Aeera, lalu menatapnya tajam; isyarat agar Aeera diam. "Benar, Nak?" tanya Gavin. Aeera menatap suaminya dengan kikuk lalu menatap sang mertua. Dia meneguk saliva secara kasar kemudian menganggukkan kepala. 'Kalau aku ja
"Kau masih ingin sakit lagi, Hah? Masih tidak jera calon bayimu didoakan yang tidak-tidak?" marah Alarich, setelah dia dan Aeera dalam mobil. Aeera hanya menatap nanar bercampur tak enak pada suaminya. Wajahnya ditekuk, memperhatikan mimik merah Alarich tang terlihat begitu mengerikan. Tadi-- pria ini sangat manis dan menggemaskan, tetapi sekarang mendadak suaminya berubah mengerikan, hanya persoalan ibu suaminya ingin berbicara dengannya. Aeera ingin menasehati jika membenci ibu itu adalah salah satu dosa terbesar di muka bumi, tetapi …- mungkin tidak saatnya Aeera mengatakan hal tersebut. Tunggu emosi Alarich reda dulu. ***"Mas Gavin." Gavin menoleh ke arah sang istri, memberikan tatapan datar lalu kembali fokus pada sebuah majalah bisnis yang dibaca. Foto putranya terpajang di sana, Gavin salalu bangga melihat anak kesayangannya diberitakan di mana-mana. Banyak berita tentang Alarich, banyak gelar juga yang diberikan pada anaknya tesebut, dan untuk itu semua Gavin sangat bangg
Saat ini Alarich dan Aeera sudah berada di rumah orang tua Leo, di sinilah pesta pernikahan Leo dan Nadien dilaksanakan. Tantenya memilih lokasi pesta dirumah dibandingkan hotel atau gedung pernikahan, agar para kerabat yang diundang merasa lebih nyaman. Jika di rumah mereka bisa istirahat lebih leluasa dibandingkan di hotel atau gedung pernikahan. Setelah menikahkan keduanya secara sederhana, keluarga Narespati–keluarga Aeera, mengadakan pesta di rumah. Sejujurnya Tante Aeera--Indah, tidak setuju jika putranya menikah dengan perempuan yang ia anggap jahat. Bukan hanya sekedar anggapan saja, tetapi memang benar jika Nadien jahat. Dia sudah tahu niatan jahat Nadien yang ingin menghancurkan rumah tangga Aeera. Namun, Indah terpaksa tetap membuat pesta pernikahan se meriah mungkin–bersikap seolah dia menerima Nadien sebagai menantunya–sebab Leo putranya satu-satunya. Leo satu-satunya, sayang rasanya jika pesta pernikahan putranya dibuat tak niat alias tidak meriah. Kembali ke Aeera da
"E'eleh, semua pria mah tampan di mata kamu. Aku rasa kambing tapi cowo juga tampan di mata kamu." Aeera mendengus pelan, menepuk pundak Shila secara pelan. "Ehehehe … tapi kalau kambingnya ganteng, apa salahnya dibilang ganteng." Shila menaik turunkan alis. "Ini namanya mengagumi semua ciptaan Tuhan dengan merata." "Ya, semerdeka kamu saja." Keduanya terus berbisik-bisik, membicarakan siapapun yang lewat dan menurut mereka cocok untuk dijadikan bahan gosipan. Bian dan Alarich hanya bisa pasrah melihat dua wanita tersebut sibuk bergosip ria, kadang mereka diam-diam mendengarkan gosipan aneh Aeera dan Shila, kadang juga memilih untuk tak mendengar. Pembahasan keduanya terlalu random dan … absurd. Keluarga Alarich jua datang, termasuk orang tua Alarich. Bagaimanapun Nadien masih keluarga dan mereka bertanggung jawab untuk perempuan itu. Setidaknya sampai perempuan itu menemukan rumah barunya. Karena suatu hal, Alarich dan Aeera berpisah. Alarich harus menemui keluarganya, begitu ju
"Sini, Mas," pintanya kembali. Untungnya kali ini Alarich bersedia, berjalan mendekati Aeera lalu mengambil tempat untuk duduk di sebelah sang istri–memisah antara Aeera dengan pria yang memangku anak tersebut. Andi begitu terkejut saat Aeera mengambil pria berwajah asing tersebut dipanggil mas oleh Aeera. Dia kira dialah yang dipanggil 'mas oleh Aeera, tetapi ternyata pria tinggi ini. 'Aura pria ini berbeda. Ekhm … sedikit angker.' batin Andi, menggeser sedikit tempat duduk untuk menjauh dari pria yang barusan duduk di sebelahnya–antara dia dan Aeera. 'Siapa dia? Aeera memanggilnya Mas. Apa sepupu dari keluarga ibu Aeera? Tapi kalau tidak salah, keluarga ibu Aeera tidak ada yang menikah dengan pria dari negara asing.' Andi terus memperhatikan Alarich. Pria ini sangat asing tetapi entah kenapa tidak terasa asing jua. Sulit Andi jelaskan, intinya pria ini asing tatapan tidak asing. Begitu rumit! "Dekat sini," ucap Aeera, menarik lengan suaminya agar lebih dekat dengannya. Setelah i