"Kau masih ingin sakit lagi, Hah? Masih tidak jera calon bayimu didoakan yang tidak-tidak?" marah Alarich, setelah dia dan Aeera dalam mobil. Aeera hanya menatap nanar bercampur tak enak pada suaminya. Wajahnya ditekuk, memperhatikan mimik merah Alarich tang terlihat begitu mengerikan. Tadi-- pria ini sangat manis dan menggemaskan, tetapi sekarang mendadak suaminya berubah mengerikan, hanya persoalan ibu suaminya ingin berbicara dengannya. Aeera ingin menasehati jika membenci ibu itu adalah salah satu dosa terbesar di muka bumi, tetapi …- mungkin tidak saatnya Aeera mengatakan hal tersebut. Tunggu emosi Alarich reda dulu. ***"Mas Gavin." Gavin menoleh ke arah sang istri, memberikan tatapan datar lalu kembali fokus pada sebuah majalah bisnis yang dibaca. Foto putranya terpajang di sana, Gavin salalu bangga melihat anak kesayangannya diberitakan di mana-mana. Banyak berita tentang Alarich, banyak gelar juga yang diberikan pada anaknya tesebut, dan untuk itu semua Gavin sangat bangg
Saat ini Alarich dan Aeera sudah berada di rumah orang tua Leo, di sinilah pesta pernikahan Leo dan Nadien dilaksanakan. Tantenya memilih lokasi pesta dirumah dibandingkan hotel atau gedung pernikahan, agar para kerabat yang diundang merasa lebih nyaman. Jika di rumah mereka bisa istirahat lebih leluasa dibandingkan di hotel atau gedung pernikahan. Setelah menikahkan keduanya secara sederhana, keluarga Narespati–keluarga Aeera, mengadakan pesta di rumah. Sejujurnya Tante Aeera--Indah, tidak setuju jika putranya menikah dengan perempuan yang ia anggap jahat. Bukan hanya sekedar anggapan saja, tetapi memang benar jika Nadien jahat. Dia sudah tahu niatan jahat Nadien yang ingin menghancurkan rumah tangga Aeera. Namun, Indah terpaksa tetap membuat pesta pernikahan se meriah mungkin–bersikap seolah dia menerima Nadien sebagai menantunya–sebab Leo putranya satu-satunya. Leo satu-satunya, sayang rasanya jika pesta pernikahan putranya dibuat tak niat alias tidak meriah. Kembali ke Aeera da
"E'eleh, semua pria mah tampan di mata kamu. Aku rasa kambing tapi cowo juga tampan di mata kamu." Aeera mendengus pelan, menepuk pundak Shila secara pelan. "Ehehehe … tapi kalau kambingnya ganteng, apa salahnya dibilang ganteng." Shila menaik turunkan alis. "Ini namanya mengagumi semua ciptaan Tuhan dengan merata." "Ya, semerdeka kamu saja." Keduanya terus berbisik-bisik, membicarakan siapapun yang lewat dan menurut mereka cocok untuk dijadikan bahan gosipan. Bian dan Alarich hanya bisa pasrah melihat dua wanita tersebut sibuk bergosip ria, kadang mereka diam-diam mendengarkan gosipan aneh Aeera dan Shila, kadang juga memilih untuk tak mendengar. Pembahasan keduanya terlalu random dan … absurd. Keluarga Alarich jua datang, termasuk orang tua Alarich. Bagaimanapun Nadien masih keluarga dan mereka bertanggung jawab untuk perempuan itu. Setidaknya sampai perempuan itu menemukan rumah barunya. Karena suatu hal, Alarich dan Aeera berpisah. Alarich harus menemui keluarganya, begitu ju
"Sini, Mas," pintanya kembali. Untungnya kali ini Alarich bersedia, berjalan mendekati Aeera lalu mengambil tempat untuk duduk di sebelah sang istri–memisah antara Aeera dengan pria yang memangku anak tersebut. Andi begitu terkejut saat Aeera mengambil pria berwajah asing tersebut dipanggil mas oleh Aeera. Dia kira dialah yang dipanggil 'mas oleh Aeera, tetapi ternyata pria tinggi ini. 'Aura pria ini berbeda. Ekhm … sedikit angker.' batin Andi, menggeser sedikit tempat duduk untuk menjauh dari pria yang barusan duduk di sebelahnya–antara dia dan Aeera. 'Siapa dia? Aeera memanggilnya Mas. Apa sepupu dari keluarga ibu Aeera? Tapi kalau tidak salah, keluarga ibu Aeera tidak ada yang menikah dengan pria dari negara asing.' Andi terus memperhatikan Alarich. Pria ini sangat asing tetapi entah kenapa tidak terasa asing jua. Sulit Andi jelaskan, intinya pria ini asing tatapan tidak asing. Begitu rumit! "Dekat sini," ucap Aeera, menarik lengan suaminya agar lebih dekat dengannya. Setelah i
"Apa pekerjaannya?" tanya Andi dengan nada ketus, lagi-lagi memberikan tatapan sinis ke arah Alarich. Aeera menoleh ke arah suaminya, menatap Alarich yang terlihat kembali memasang wajah dingin. Aeera tahu suaminya tidak nyaman dengan Andi, dan pria yang akan menjadi ayah dari bayi ini sedang menahan marah. "Suamiku seorang Big Boss ditempat kerjaku. Perusahaan milik Mas merupakan salah satu perusahaan terbesar dan tersukses di Asia. Hehehe … Masku memang hebat, Kak, kalau soal bisnis," jawab Aeera, mengeluarkan nada tegas tetapi riang secara bersamaan–membanggakan suaminya yang merupakan seorang bos di tempatnya bekerja. Aeera tidak ada niat untuk sombong pada sepupunya, tetapi-- bukankah membangga-banggakan pasangan kita di depan orang lain akan memberikan perasaan senang serta bahagia bagi pasangan kita? Lagipula Andi duluan!Seketika itu juga Alarich merubah raut mukanya, tersenyum tipis sembari memperhatikan istrinya secara
"Woi …!" Mendengar teriakan marah dan galak yang sangat sangar, Alarich maupun Bian serta kedua perempuan yang ada di sana langsung menoleh ke arah suara tersebut. Sayangnya, tak ada siapapun di sana. Hanya ada … seseorang yang berlari. Mungkinkan orang itu iseng tetapi melihat siapa yang ia isengi, dia takut kemudian memilih pergi? Alarich terdiam sejenak, mencoba mengenali suara galak dan menantang tersebut. Sepertinya dia tidak asing dengan suara tersebut. Bibirnya tiba-tiba menyunggingkan smirk tipis, melepas kasar tangan Regina dari lengannya lalu segera menyusul seseorang yang berteriak tadi. "Tuan …-"Bian dengan cepat menghalangi Regina. "Jangan mengusik Tuan," tegur Bian, menoleh sejenak ke arah Nadien. Akan tetapi Bian hanya cuek, tidak berbicara sedikitpun pada perempuan tersebut. "Cik, apa-apaan sih kamu, Bian?" Regina bersedekap di dada, "aku perwakilan perusahaan Am.Contruksi, putri dari Direktur Am. Biarkan aku berbicara dengan Tuan Karl Alarich, atau … aku bisa m
"Kau yang berteriak tadi?" tanya Alarich, setelah dia dan Aeera berada dalam kamar. Aeera menggelengkan kepala. Berbohong demi kebaikan harusnya tak masalah, bukan?! "Berteriak seperti apa, Mas?""Humm." Alarich berdehem singkat. "Kau ingin dihukum seperti apa? Kebetulan aku sudah boleh …-""Tidak!" Aeera dengan cepat membantah, menggelengkan kepala kuat sembari menatap gugup ke arah suaminya, "maksudku aku tidak melakukan kesalahan, Mas. Aku datang ke sini untuk mengantarkan file Mas yang tertinggal. Dan …-" Aeera memicingkan mata, menatap menelisik pada suaminya. Jangan-jangan dia dihukum sebab berteriak tadi? Alarich malu dan merasa terganggu? "Kenapa diam?" Aeera menggelengkan kepala, mendadak memasang wajah cemberut. Matanya berubah satu sedangkan pipinya menggembung sedikit. Perempuan tadi terang-terangan menggoda suaminya, jika bukan karena dia berteriak mungkin bukit perempuan itu akan bergesekan dengan dada bidangnya suaminya. Bisa dikatakan Alarich diam saja saat digoda.
"Dalam rangka apa kamu mengajak suamiku makan siang bersama?" dingin Aeera–perempuan itu membelalak lebar, terkejut. "Cih." Alarich berdecis geli, memalingkan wajah untuk menyembunyikan tawa pelan. Hell yeah! Istrinya sepertinya cemburu. Ah, adorable!"Su-suami?" Regina menatap perempuan tersebut dengan manik melebar, tak percaya pada Aeera. "Kenapa?" Aeera menaikkan alis, terkesan tak acuh tetapi dalam hati dia geram pada perempuan ini. Semakin terlihat jelas jika wanita dihadapannya tersebut suka pada Alarich. Dia kaget ketika tahu Aeera istri Alarich. Alarich memijat pelipis dengan jari telunjuk. Lagi-lagi bibirnya menyunggingkan senyuman, menatap lekat pada makhluk menggemaskan di pangkuannya. Tangannya sengaja ia turunkan–memeluk pinggang Aeera secara possesive. "Silahkan keluar jika sudah tak ada hal penting yang ingin dibicarakan," ucap Alarich datar, menatap tajam ke arah Regina. Sebelum Regina, ada banyak perempuan yang mendekatinya. Entah mereka suruhan ayahnya atau i
"Sungguh kau tak ingin ku antar, Tuan?" tanya Bian. Alarich menganggukkan kepala kemudian segera masuk dalam mobil. Bian hanya menghela napas, mengacungkan pundak karena sudah tahu apa yang akan Alarich lakukan. Tentu saja mengikuti Aeera pulang. Ini sudah menjadi rutinitas Alarich semenjak Aeera bekerja di sini. Dan benar! Sekarang Alarich sedang memantau Aeera. Mobilnya tak jauh dari tempat Aeera menunggu taksi. "Sangat cantik," gumam Alarich, terus memandang gasdinya. Saat taksi datang dan Aeera masuk, Alarich langsung bersiap-siap untuk mengikuti. Tibanya di sebuah gang, Aeera turun. Begitu juga dengan Alarich. Biasanya Alarich hanya mengantar hingga gang ini karena mobilnya tak bisa masuk ke dalam. Bisa saja, tetapi gangnya cukup sempit dan Alarich tak suka ribet. Kali ini Alarich memutuskan turun, mengikuti Aeera dengan berjalan tak jauh dari belakang perempuan itu. Alarich perlu tahu seperti apa lingkungan pujaan hatinya tinggal dan seperti apa rumah yang Aeera tempati.
Semenjak hari pertama dia bertemu dengan Aeera, Alarich selalu mengawasi perempuan itu. Dia rasa dia telah jatuh cinta pada perempuan itu dan tergila-gila pada sosok gadis cantik itu. Tahun berganti dan Alarich semakin terjebak oleh perasaan yang dia miliki. Bukan hanya memiliki tingkah lucu, humoris dan menyenangkan, faktanya perempuan yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta tersebut seorang yang bertanggung jawab pada pekerjaannya. Dia perempuan cerdas, kompeten dan kreatif. Alarich semakin tenggelam! Sialnya sudah jalan dua tahun lebih dia memantau Aeera, akan tetapi dia tak kunjung punya keberanian untuk mengutarakan perasaan. Hell! Mendekati Aeera secara terang-terangan saja dia tak berani. Pecundang! Alarich memang pecundang! Dulu dia pernah ditolak dan itu menghantui Alarich. Ditolak perempuan yang tak dia sukai saja rasanya sangat menjengkelkan. Apalagi jika Alarich ditolak oleh pujaan hatinya. Lebih sialnya, tiga bulan ini dia diluar negeri. Selain untuk mengurus
--Karl Alarich Adam & Aeera Grizella-- "Ck." Suara decakan kesal terdengar di bibir seorang pria yang sedang duduk di balik setir, sedang mengemudi. Pria tersebut begitu mempesona, sangat tampan dan berkarisma. Dia pria setuju pesona dan love dreams bagi banyak kaum hawa. Bukan hanya dianugerahi ketampanan, dia juga seorang yang sangat sukses–pengusaha yang ditakuti serta berasal dari keluarga terpandang. Hidupnya mendekati kata sempurna! Sayangnya, pria tampan ini digosibkan telah menyimpang. Karena diusia yang ke tiga puluh dua tahun, tak ada issue tentang dirinya yang berkencan dengan perempuan. Dia bersih dari gosip apapun mengenai lawan jenis sehingga banyak orang berspekulasi jika dia seorang homo. Sejujurnya dia bukan pria seperti yang digosibkan. Dia hanya tidak punya waktu untuk meladeni kaum hawa, serta-- fakta jika dia pernah ditolak seseorang. Itulah yang membuat pria tampan ini memilih hidup sendiri–tanpa pasangan. Dertttt' Suara handphone berdering, dia menoleh lal
Hari yang ditunggu pun tiba, Nathan dan Zendaya melangsungkan pernikahan dengan meriah. Sekarang, keduanya telah sah menjadi sepasang suami istri. Keluarga besar Nathan–dari sang Mama, terlihat begitu bahagia. Begitu juga dengan keluarga Zendaya yang penuh suka cita serta keharuan. Tristan dan istri keduanya, maupun Angel tak diundang. Sekalipun mereka ingin mengacau, mereka tidak bisa karena pernikahan Nathan dilakukan di sebuah hotel mewah, dijaga ketat oleh banyak penjaga. Mereka diblacklist dari daftar tamu undangan, sesuai permintaan Preya–yang masih memiliki dendam pada suaminya. Preya juga tidak mau hari bahagia putranya rusak oleh kehadiran Erika dan putrinya. Lagipula makhluk gatal seperti mereka, tak pantas menghadiri acara putranya. Sejak tadi, Danzel terus memandang ke arah adiknya–memperhatikannya dengan lekat. Tatapannya begitu sendu, manik berkaca-kaca sebab merasa sedih tanpa sebab. Sewaktu kecil hingga dia besar, adiknya selalu menyusahkannya. Anak itu cerewet dan p
Sedangkan Victoria yang sudah buntu, menatap penuh harap pada Liora. "Liora, apa kamu bersedia menikah dengan adikku? Apapun akan kuberi padamu asal kamu bersedia membantuku untuk menikah dengan Devson." Liora termenung, menundukkan kepala dengan raut muka sedih. Sedangkan Lachi yang memahami perasaan perempuan itu memilih diam, dia takut salah bicara. Namun, mengejutkannya tiba-tiba saja Liora menganggukkan kepala. "Aku bersedia. Tapi … bawa aku pergi dari sini," ucap Liora, menatap Victoria dengan sendu. "Se-sebenarnya aku sedang bersembunyi dari Angel. Kemarin dia menjebak Tuan Danzel dengan sebuah obat terlarang. Aku tidak tahu apa yang terjadi secara lengkap, tetapi Angel sendiri yang berakhir meminum minuman itu. Dia menghubungiku untuk menyelamatkannya dan aku …-Liora terdiam sejenak. Lachi menggaruk pipi tak enak karena sejujurnya dia tahu kenapa Angel lah yang berakhir meminum jebakannya sendiri. Dia bahkan mendengar percakapan Liora dengan Angel, dan dari sana Lachi bisa
"Karena kebaikan hatinya, Tristan membawa Erika dan putrinya ke rumah. Awal, dia menjadikan Erika sebagai pelayan di rumah kami," cerita Preya pada Nara, mengenai kedatangan Erika dan Angel di keluarga Luis. Nara yang lebih dulu mengungkit Erika, yang ternyata pernah berniat merusak keluarga Nara dan Zavier. Lalu Erika dipecat, diblacklist dari perusahaan manapun serta dari tempat kerja yang berada dinaungan perusahaan Adam. Mendengar itu, Erika tak menyangka. Dia kira Erika yang Nara katakan berbeda dari Erika yang ada di keluarga Luis. Namun, itu Erika yang sama. "Dari awal aku tidak pernah suka pada Erika, sejak Tristan membawanya ke rumah. Katakanlah aku perempuan yang cemburuan. Namun, aku hanya mengikuti feeling sebagai seorang istri dan perempuan yang mencintai suaminya. Benar saja, perempuan itu tidak baik dan dia berhasil menghancurkan rumah tanggaku. Aku tidak menyalahkan dia sepenuhnya, perpisahanku dengan Tristan juga terjadi karena Tristan sendiri. Coba saja dia tegas,
"Dalam rangka apa kau memberiku bunga, Mochi?" tanya Danzel, mengecup kening Lachi. Setelah sebelumnya sang istri menyalam tangannya. "Dalam rangka mencintai Habibi," jawab Lachi dengan nada jelas, nyengir setelahnya karena dia malu-malu. Sial. Padahal dia sudah berlatih berjam-jam di depan cermin. Hanya agar terkesan anggun, tak malu-malu serta tak gugup sedikitpun ketika memberikan hadiah berupa buket bunga primrose ini pada sang suami. Namun nyatanya dia tetap gugup dan malu. "Hum?" Danzel menaikkan sebelah alis, langsung menggendong istrinya secara bridal style–membawa istrinya ke kamar. Ah, masa bodo jika Lachi bermaksud menciptakan adegan romantis. Sungguh, persetan! Toh, di mata Danzel, istrinya tetap terlihat tengah menggodanya. Yah, ini godaan yang manis! Danzel meletakkan bunga pemberian Lachi di atas nakas kemudian membaringkan istrinya di ranjang. "Habibi, tunggu! A-adegan ini tidak ada dalam skenario hayalanku. Harusnya bukan begini. Menjauh dulu," pekik Lachi, meng
"A--aku hanya iseng, tidak ada artinya kok." 'Cinta terpendam.' batin Nathan, terkekeh pelan sembari mengacak pucuk kepala Zendaya secara gemas. Nathan tahu artinya karena salah satu kalung yang dia berikan pada Zendaya–setiap ulang tahunnya, punya bandul bunga mawar putih. Hampir saja dia lupa akan hal itu, dan untuknya dia mengingat. Namun, benarkah Zendaya memberikan kalung ini atas dasar ungkapan cinta terpendam yang perempuan ini rasakan padanya? Atau memang hanya iseng? ***"Nyonya Xavier."Mendengar namanya di panggil, Lachi yang sedang memilih bunga langsung menoleh ke arah seseorang yang memanggilnya. Lachi mengerutkan kening, bingung dan cukup aneh melihat Liora bersama Victoria mendatanginya. "Oh, iya?" ucap Lachi, meletakkan bunga primrose ke tempat semula. Dia menghadap kepada Victoria dan Liora yang telah berada di sebelahnya. "Nyonya sedang membeli bunga untuk Tuan yah?" tanya Liora sembari tersenyum canggung. Lachi membalas dengan senyum tipis, menganggukkan kep
Tangan Donita terangkat ke arah Zendaya, melayang untuk menampar pipi Zendaya. Namun, pergelangan tangannya tertahan. Bahkan dihempas kasar lalu berakhir dirinya yang terkena tamparan. Plak'"Ahck." Donita menoleh kasar ke sebelah, segera memengang pipi yang terkena tamparan. Donita mendongak, menatap seseorang yang telah menampar pipinya dengan sangat kuat–tak punya hati. "Nathan?" pekik Donita tak percaya, menatap sosok pria tinggi yang berada di sebelah Zendaya. Zendaya menoleh ke arah sebelahnya, mendongak untuk melihat Nathan. Pria tersenyum memasang mimik dingin, melayangkan tatapan tajam yang menghunus tepat ke arah Donita. "Kau akan mendapat yang lebih buruk dari ini jika seandainya tanganmu menyentuh kulit wanitaku," ucap Nathan dingin, mengatupkan rahang–menahan gejolak marah karena perempuan ini berniat menyakiti Zendaya.Zendaya yang masih syok karena Donita berniat menamparnya kemudian tiba-tiba ada Nathan di sini yang mengambil peran melindunginya. Kini semakin syok