"Tampan?" Aeera memicingkan mata, dengan ragu dan sedikit gugup dia menganggukkan kepala. "I--iya. Zavier kita tampan seperti …-" Aeera meneguk saliva, entah kapan terakhir dia memuji visual suaminya secara langsung tetapi dia sangat gugup sekarang, "seperti Daddynya. Tampan," lanjut Aeera, menyengir lebar ke arah suaminya. Alarich menampilkan raut muka dingin, menatap nyalang ke arah Aeera. Faktanya bayi ini baru lahir tetapi sudah mendapat pujian langsung dari istrinya. Sedangkan Alarich, seingatnya Aeera memujinya tampan ketika Aeera dahulu kabur–saat sebelum mereka menikah. Apakah ini adil? "Siapa yang lebih tampan, aku atau dia?" Alarich melirik datar ke arah bayi di gendongan Aeera. Setelah itu melayangkan tatapan tajam pada istrinya tersebut–mengancam supaya istrinya ini menjawab jika dia lah yang paling tampan. "Ma--Mas tentunya," jawab Aeera pelan, "anak kita tampan juga karena Mas. Ke--ketampanan Mas diwariskan pada Zavier. Lihat kan? Zavier kita tampan dan menggemaskan
---Lima tahun kemudian---Seorang perempuan mengepalkan tangan, menatap sebuah majalah bisnis yang memperlihatkan foto pria yang ia inginkan. "Argkkk!" Perempuan itu menjerit kencang, meraih majalah lalu melemparnya dengan keadaan sangat marah. "Lima tahun lebih aku berupaya melupakanmu, Tuan Karl Alarich. Tetapi … aku tidak berdaya, aku masih sama dengan terakhir kali saat pertama bertemu denganmu. Aku masing menginginkanmu, aku ingin! Sangat!" ucapnya bermonolog sendiri, kali ini menatap foto Alarich yang ada ponselnya. Foto di mana pria itu menggendong seorang anak laki-laki yang ditutupi wajahnya. Kabarnya Alarich tidak mem-publish wajah anak dan istrinya. Paparazi sering mendapati Alarich keluar dengan istri dan anaknya, bahkan tiga bulan yang lalu sang CEO dari perusahaan DeRoyal Hotel&Resort tersebut diberitakan sedang berlibur dengan istri dan anaknya ke negara Paman Sam. Ada banyak foto yang beredar, tetapi tidak satupun yang memperlihatkan wajah istri dan anaknya. "Kamu s
"Mas!" Aeera saat ini berbicara dengan suaminya, melalui sambungan telepon. Aeera sedang mengeluhkan kelakuan putranya pada sang Alarich. 'Kenapa, Dek?' tanya seseorang di seberang sana, nadanya lembut tetapi serak dan basah. Terkesan seksi serta menggoda di pendengaran Aeera. Sayangnya, Aeera sedang bete dengan putranya. Jadi suara seksi Alarich tak bisa mempengaruhinya. "Lihat Zavier!" adu Aeera dengan nada manja, menyugut dengan alis menekuk tajam–campuran kesal dan bad mood. Di seberang sana, Alarich berdecis geli--suka dan gemas dengan nada merajuk istinya. Namun, kali ini apalagi ulah putranya?! 'Za melakukan apa padamu? Dia nakal?'"Iya. Zavier mengunciku dalam kamar, Mas. Dan … semua maid maupun bodyguard diancam untuk tidak membuka pintu. Anakmu berjaga di depan pintu!" Alarich mengerutkan kening. 'Kenapa Za menguncimu? Bukannya Za sangat suka menghabiskan waktu denganmu, Dek?'"Aku ingin menemui Mas ke kantor. Aku sudah mengajak Zavier, tetapi Zavier yang tidak mau. Pa
"Mommy hanya mencintai Daddy. Za keluar dari rumah!"Alarich terkekeh pelan, menatap wajah dongkol putranya yang ingin menangis. Sangat lucu! Meskipun favorit Alarich tetap Aeera. "Bagus jika kau pergi dari rumah ini, Son. Tak ada lagi yang mengganggu Daddy dan Mommy saat kami berduaan. Kau memang sudah sepatutnya pergi. Belajar hidup mandiri di luaran sana," ucap Alarich dengan nada bercanda. Zavier menoleh ke arah daddynya, terdiam sejenak dengan ekspresi berpikir berat. Benar juga! Jika Zavier keluar dari rumah ini otomatis Daddynya menguasai Mommynya. Sepanjang hari Daddynya akan bersama sang Mommy, sedangkan dia di luaran sana hidup sebarang kara. "Kalau kamu keluar dari rumah ini, otomatis Daddy tidak bisa menjadi ATM berjalan Zavier lagi. Kapal selammu batal dong," ucap Aeera. Zavier menoleh cepat ke arah Mommynya. Yang Mommynya ucapkan juga benar! Jika dia keluar dari rumah ini, sumber jajannya akan hilang. Daddynya tak akan membelinya kapal selam lagi. "Za tidak jadi per
"Masih ingat denganku, Tuan Alarich?" Alarich menoleh sejenak pada perempuan tersebut, wajahnya flat dengan tatapan malas. "Kupikir ini pertama kalinya aku dan kau bertemu, Nona Regina," ucap Alarich, berkata santai sembari kembali melanjutkan aktivitasnya–membaca sebuah file yang berisi tentang proyek baru antara perusahaannya dengan Am.Kontruksi. Alarich beberapa kali bekerja sama dengan perusahaan tersebut, sebab pembangunannya yang rapi dan tidak memakan waktu yang banyak. Alasan lain dia sering memilih perusahaan Am untuk bekerja sama adalah karena dia sudah mempercayai sang Presdir dari perusahaan tersebut. Kebetulan Aram Wijaya dekat dengan Papanya dan dapat dipercaya. Pria itu jujur dan sangat bertanggung jawab pada pekerjaan. Masih banyak perusahaan kontruksi yang jauh lebih baik daripada perusahaan Am. Namun karena sikap jujur dan tanggung jawab yang dimiliki oleh pemilik perusahaan tersebut, Alarich memilih untuk percaya pada mereka. Sayangnya, Aram Wijaya telah wafat pa
"Selamat siang, Pak Alarich sayang."Alarich langsung bangkit dari sofa, menyunggingkan smirk tipis sembari berjalan menghampiri perempuan cantik yang jua melangkah ke arahnya. Langkanya panjang, ada ketenangan tetapi kepastian di setiap langkahnya. Semakin dia dekat dengan perempuan tersebut, semakin nyata smirk di bibirnya. Srett'Ketika perempuan itu berada dekat di depannya, Alarich langsung menarik pinggangnya. Dia melilitkan tangan pada lengkungan seksi pinggang ramping tersebut, merapatkan tubuhnya dengan wanita cantik yang saat ini mendongak sembari tersenyum manis ke arahnya. Cup'Alarich mengecup lembut bibir Aeera, kembali tersenyum sebab perasaan gembira istrinya ada di sini. "Siang, Nyonya Alarich Adam," balas Alarich, mendekatkan wajah ke arah Aeera kemudian kembali mengecup bibir ranum nan menggoda tersebut. "Kau sangat cantik," ucapnya serak, berhasil membuat Aeera senyum salah tingkah–menundukkan kepala sembari melirik malu-malu ke arah Alarich. Pipi Aeera memanas
"Bekal Za kenapa masih banyak? Dia tidak makan yah?" tanya Aeera ketika mendapati kotak bekal putranya yang masih berisi penuh tersebut. "Makan." Zavier menjawab cepat, "Za makan bekal Yaya dan Nana.""Loh, Zavier kan punya bekal sendiri?" Aeera menatap tak habis pikir pada putranya. Apa jangan-jangan karena masakannya tak enak oleh sebab itu Zavier lebih memilih makan bekal dari temannya? Zavier meraih kotak bekal miliknya dari tangan sang Mommy, lalu mendengus pelan ketika melihat kelakuan Daddynya. Makan siang yang Mommynya bawa sudah ditaruh semua di depan Daddynya. Yang meletakkannya tentunya Daddynya, tujuannya agar semua menjadi milik Daddynya. "Lihat suami Mommy," ucap Zavier kemudian dengan nada malas, tetapi lebih ke arah cemberut karena lagi-lagi dia tidak kebagian makan siang yang disiapkan sang Mommy. Untung dia tahu jika dia dan Mommynya akan kemari, jadi bisa mempersiapkan diri dengan tidak memakan bekalnya sendiri. "Astaga, Mas," kaget Aeera, melongo menatap tak pe
Alarich dan Aeera pulang bersama ke rumah. Setelah sampai di rumah, Aeera membersihkan diri kemudian memilih beristirahat. Sedangkan putranya dan sang suami sedang menonton televisi–dalam kamar. Hebatnya Alarich adalah dia selalu menyempatkan diri untuk menemani Zavier bermain atau sekedar menemani menonton. Ting'Aeera yang sedang belajar merajut, menoleh sejenak ke arah benda pipih ajaib miliknya yang berbunyi. Aeera mengerutkan kening saat sebuah nomor baru mengirim pesan padanya. 'Hi, Rara.' Aeera yang membaca pesan tersebut mengerutkan kening. "Rara?" gumamnya pelan, memilih mengacungkan pundak kemudian memilih memblokir nomor tersebut. Seseorang tersebut mungkin salah orang, dan Aeera arti ribet. Daripada meladeninya, lebih baik dia memblokirnya.Aeera kembali sibuk dengan aktivitasnya, duduk di lantai beralaskan karpet tebal. Namun tiba-tiba saja, HP-nya berbunyi. Seseorang menelponnya. Itu nomor baru lagi! "Halo …." Aeera mengangkat telepon kemudian menyapa dengan nada pe