"Hehehe … ha-hanya sedikit kesalahpahaman kok, Zen. Hehehe …." Zendaya ikut menyengir, tak tahu harus menanggapi seperti apa. Yang jelas, Zendaya kaget kakaknya di sini. Sekarang Zendaya gugup, takut berhadapan dengan Danzel. "Ayo, masuk," ucap Lachi, mendadak kikuk karena Zendaya sudah tahu ada Danzel di sini. Lachi diam-diam merasa tak enak, teman-temannya menyukai Danzel. Dia takut mereka salah paham karena Danzel ada di sini. Setelah masuk ke dalam rumah, mereka disambut hangat oleh orang tua Lachi. Setelah berbincang sedikit, Zendaya dan yang lainnya istirahat. Zendaya sangat bersyukur karena tidak bertemu dengan kakaknya. Sedangkan Lachi, dia menyiapkan makan malam bersama para pembantu. Namun, tiba-tiba saja ayahnya datang. "Lachi, tolong rebus dedaunan ini dan air rebusannya kasih ke calon kamu. Dia sakit perut, kebanyakan makan buah rambutan," titah Adit, memberikan daun berserta ranting dan bunga kecil yang beraroma pahit. "Pak Danzel sakit perut?" beo Lachi, merai
Setelah makan dan berbincang-bincang–di mana orangtua Lachi sudah tahu kalau Zendaya adalah adik Danzel, sekarang Lachi dan yang lainnya sedang menghabiskan waktu bersama di teras balkon belakang rumah. Orangtua Lachi awalnya tak curiga karena Danzel dan Zendaya tak saling bertegur sapa. Akan tetapi ayah Lachi memperhatikan, merasa jika Danzel dan Zendaya punya kemiripan. Dari sana lah ketahuan kalau Zendaya dan Danzel adik kakak. "Lachi, aku meminta maaf untuk perkataan ku selama ini padamu. Aku juga meminta maaf padamu karena telah memfitnahmu." Bela berkata sepenuh hati–dari luar dia terlihat tulus dengan mata yang berkaca-kaca, tetapi dari dalam hatinya terus merutuki Lachi. "Ini-- uang untuk membayar utangku waktu itu padamu," tambah Bela, menyerahkan sejumlah uang pada Lachi. Lachi menerima uang tersebut lalu menghitungnya. Setelah memastikan jumlahnya pas, Lachi langsung memberikan uang itu pada salah satu pembantu. "Mulut itu dijaga. Lain kali
'Jika aku berhasil membujuk Pak Danzel agar Zendaya tetap di sini, Zendaya pasti merasa berkesan padaku dan akan memihakku lagi.' batin Bela, bersiap-siap untuk memulai misi caper pada Danzel. Namun, baru saja membuka mulut, Bela sudah kembali menutup rapat mulutnya. Sial! Lachi lebih dulu bersuara, sepertinya sengaja supaya Bela tidak bisa mencari perhatian pada Danzel. 'Awas saja kamu, Lachi!' batin Bela, mengepalkan tangan kuat sembari menatap Lachi berang. "Pak Danzel, Zendaya bersahabat denganku, dan ini pertama kalinya Zendaya, Kiandra datang kemari. Aku belum mengajak mereka berkeliling desa dan kami belum menghabiskan waktu yang banyak di sini. Jadi-- tolong izinkan Zendaya untuk lebih lama di sini. Orang-orang di sini baik, tak akan ada yang akan mencelakai Zendaya," ucap Lachi, membujuk dan meyakinkan agar Danzel membiarkan Zendaya lebih lama di sini. Awalnya, Lachi sendiri yang ingin Zendaya maupun Kiandra serta Bela pulang dari rumahnya. N
"Hampir saja aku jadi makan malam raja Jin di kamarku," gumam Lachi pelan, mengelus dada sembari menghela napas beberapa kali. Dia sudah berhasil keluar dari kamarnya, dia berhasil meyakinkan Danzel kalau mereka akan menikah setelah ini. "Ya Tuhan! Masa cuma gara-gara becanda sama dia aku berakhir dinikahi begini? Aku cuma becanda minta dilamar, cuma becanda ngajak punya anak sama dia. Ck, malah dianggap serius. Dia tahu nggak sih beda becanda sama serius? Nggak habis thinking aing mah," gerutu Lachi, berjalan ke kamar tamu–kamar tempat Zendaya dan yang lainnya menginap. Setelah sampai di sana, Lachi langsung membaringkan tubuh di sebelah Zendaya. Tiba-tiba saja Zendaya membuka mata, membuat Lachi tergelonjak kaget dan reflek menjerit. "Huaaa! Ngapain kamu buka mata?! Ngagetin tahu!" Zendaya terkekeh pelan, merasa lucu karena melihat ekspresi Lachi. "Kamu habis menemui Kak X yah?"Masih dengan berusaha menormalkan detak jantung, Lachi menganggukkan kepala. "Cuma mengantar obat, di
"Mah, keluarga Pak Danzel ingin datang ke sini hari ini," ucap Lachi pada ibunya, saat ini sedang menyiapkan sarapan–dibantu oleh kedua sahabatnya. Bela? Bagi Lachi dia bukan siapa-siapa lagi. "Humm?" Maisya menoleh pada putrinya, "cepat juga yah Danzel ingin menghalalkan kamu. Tapi lebih cepat itu memang lebih baik. Ya sudah, kamu lanjut masak yah, Sayang. Mama sama mbak-mbak ke pasar dulu, untuk mempersiapkan jamuan ke keluarga Danzel dan Zendaya." "Iya, Mah," jawab Lachi lesu, melanjutkan tugas mamanya untuk menyiapkan sarapan. Setelah semuanya, sarapan juga telah selesai, Lachi dan kedua temannya–Bela ikut tetapi tak dianggap oleh Lachi, mereka berempat bersantai di halaman belakang. "Itu mangga kalian yah?" tanya Kiandra, sejak tadi gagal fokus dengan buah mangga yang sudah kuning kulitnya–menggantung di atas pohon. Pasti rasanya sangat manis dan segar. Atau … jika mangga yang muda, pasti enak untuk dirujak. Bukan hanya mangga yang ada di taman belakang rumah Lachi, tet
Sedangkan Bela, dia malah seperti sengaja untuk terkena lemparan kulit rambutan–supaya nanti dia bisa meringis manja dan mengeluh pada Danzel. Caper!"Pak Danzel!" teriak Lachi frustasi. Lachi sedang berupaya mengambil mangga menggunakan galah, akan tetapi lembaran kulit dari Danzel membuatnya sering kehilangan fokus. "Sekali lagi Pak Danzel melemparku, aku--" Lachi memperingati dengan marah. Namun, dia berakhir bingung. Ancaman seperti apa yang akan dia berikan pada Danzel? "Apa?" seru Danzel dari tempatnya. "Aku--" Lachi rasanya ingin mengacungkan jari tengah ke arah pria itu, akan tetapi dia takut akibatnya sangat fatal–bisa-bisa Danzel mematahkan jarinya. Oleh sebab itu Lachi mengacungkan jari manis. "Wah … kode ingin dipasangkan cintin pernikahan, Brother," seru Naren geli, Karamel dan Nathan tertawa karenanya.Lachi memerah malu, memilih mengabaikan para pria menyebalkan itu dan kembali mengambil mangga dengan galah. "Jangan dibawah terik matahari. Panas! Cepat kemari, Zend
"Pa-Pak Danzel mau ngapain?" panik Lachi dengan nada mencicit dan gagap–Danzel tak menanggapi, terus mendekat dan merapatkan tubuh dengan Lachi. Tiba-tiba saja pria itu memperlihatkan evil smirk, membuat Lachi merinding disko dsn semakin gugup. "Pa-Pak," gugup Lachi, menempelkan telapak tangan di dada bidang Danzel–sengaja untuk menghalangi pria itu yang semakin mengikis jarak dengannya. "A--aku bisa berteriak jika Pak Danzel ma-macam-macam." Cup' Danzel sama sekali tidak peduli ancaman Lachi, dia mendaratkan bibirnya di atas bibir Lachi–berhasil membuat perempuan itu menegang, syok dan kaku. Mata Lachi membelalak lebar, pupil matanya yang membesar terlihat sangat indah. Menakjubkan! Untungnya Danzel hanya menempelkan bibir keduanya, tidak seperti malam itu. Danzel melepas bibir Lachi, kembali menyunggingkan smirk pada perempuan yang masih membeku di tempat. "Silahkan berteriak," ucap Danzel enteng, menjauh dari sana–meninggalkan Lachi yang masih syok di tempat. ***Orangtua Da
"Dulu … rencananya kita berlibur ke desa setelah punya anak yah." Shila berkata cekikikan pada Aeera, saat ini jalan-jalan di sekitar kebun buah milik keluarga Lachi. "Betul sekali." Aeera tertawa geli, mengingat kembali impian mereka dahulu yang sangat ingin berlibur ke desa bersama-sama. Mereka merencanakannya begitu penuh penghayatan, akan tetapi setelah menua begini barulah impian keduanya tercapai. Kalau bukan karena Lachi yang berasal dari desa, mungkin impian tersebut akan menjadi wacana yang cocok dimusiumkan. Syukurlah cucu menantu mereka gadis dari desa."Memangnya Ibu besar dan Nenek pernah ingin berlibur ke desa tapi nggak kesampean?" tanya Zendaya mengulang, baru tahu jika para neneknya sangat ingin berlibur ke desa. "Hehehe, betul sekali, Cucu kesayangan Nenek." Shila tertawa lagi. "Tapi sayang, tak kesampean karena tuh …-" Shila menatap Aeera, "Bapak bosnya tak membolehkan." "Ck, biasa lah." Aeera menepuk pelan pundak Shila. "Maksudnya Ayah besar Arich yang nggak b
"Sungguh kau tak ingin ku antar, Tuan?" tanya Bian. Alarich menganggukkan kepala kemudian segera masuk dalam mobil. Bian hanya menghela napas, mengacungkan pundak karena sudah tahu apa yang akan Alarich lakukan. Tentu saja mengikuti Aeera pulang. Ini sudah menjadi rutinitas Alarich semenjak Aeera bekerja di sini. Dan benar! Sekarang Alarich sedang memantau Aeera. Mobilnya tak jauh dari tempat Aeera menunggu taksi. "Sangat cantik," gumam Alarich, terus memandang gasdinya. Saat taksi datang dan Aeera masuk, Alarich langsung bersiap-siap untuk mengikuti. Tibanya di sebuah gang, Aeera turun. Begitu juga dengan Alarich. Biasanya Alarich hanya mengantar hingga gang ini karena mobilnya tak bisa masuk ke dalam. Bisa saja, tetapi gangnya cukup sempit dan Alarich tak suka ribet. Kali ini Alarich memutuskan turun, mengikuti Aeera dengan berjalan tak jauh dari belakang perempuan itu. Alarich perlu tahu seperti apa lingkungan pujaan hatinya tinggal dan seperti apa rumah yang Aeera tempati.
Semenjak hari pertama dia bertemu dengan Aeera, Alarich selalu mengawasi perempuan itu. Dia rasa dia telah jatuh cinta pada perempuan itu dan tergila-gila pada sosok gadis cantik itu. Tahun berganti dan Alarich semakin terjebak oleh perasaan yang dia miliki. Bukan hanya memiliki tingkah lucu, humoris dan menyenangkan, faktanya perempuan yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta tersebut seorang yang bertanggung jawab pada pekerjaannya. Dia perempuan cerdas, kompeten dan kreatif. Alarich semakin tenggelam! Sialnya sudah jalan dua tahun lebih dia memantau Aeera, akan tetapi dia tak kunjung punya keberanian untuk mengutarakan perasaan. Hell! Mendekati Aeera secara terang-terangan saja dia tak berani. Pecundang! Alarich memang pecundang! Dulu dia pernah ditolak dan itu menghantui Alarich. Ditolak perempuan yang tak dia sukai saja rasanya sangat menjengkelkan. Apalagi jika Alarich ditolak oleh pujaan hatinya. Lebih sialnya, tiga bulan ini dia diluar negeri. Selain untuk mengurus
--Karl Alarich Adam & Aeera Grizella-- "Ck." Suara decakan kesal terdengar di bibir seorang pria yang sedang duduk di balik setir, sedang mengemudi. Pria tersebut begitu mempesona, sangat tampan dan berkarisma. Dia pria setuju pesona dan love dreams bagi banyak kaum hawa. Bukan hanya dianugerahi ketampanan, dia juga seorang yang sangat sukses–pengusaha yang ditakuti serta berasal dari keluarga terpandang. Hidupnya mendekati kata sempurna! Sayangnya, pria tampan ini digosibkan telah menyimpang. Karena diusia yang ke tiga puluh dua tahun, tak ada issue tentang dirinya yang berkencan dengan perempuan. Dia bersih dari gosip apapun mengenai lawan jenis sehingga banyak orang berspekulasi jika dia seorang homo. Sejujurnya dia bukan pria seperti yang digosibkan. Dia hanya tidak punya waktu untuk meladeni kaum hawa, serta-- fakta jika dia pernah ditolak seseorang. Itulah yang membuat pria tampan ini memilih hidup sendiri–tanpa pasangan. Dertttt' Suara handphone berdering, dia menoleh lal
Hari yang ditunggu pun tiba, Nathan dan Zendaya melangsungkan pernikahan dengan meriah. Sekarang, keduanya telah sah menjadi sepasang suami istri. Keluarga besar Nathan–dari sang Mama, terlihat begitu bahagia. Begitu juga dengan keluarga Zendaya yang penuh suka cita serta keharuan. Tristan dan istri keduanya, maupun Angel tak diundang. Sekalipun mereka ingin mengacau, mereka tidak bisa karena pernikahan Nathan dilakukan di sebuah hotel mewah, dijaga ketat oleh banyak penjaga. Mereka diblacklist dari daftar tamu undangan, sesuai permintaan Preya–yang masih memiliki dendam pada suaminya. Preya juga tidak mau hari bahagia putranya rusak oleh kehadiran Erika dan putrinya. Lagipula makhluk gatal seperti mereka, tak pantas menghadiri acara putranya. Sejak tadi, Danzel terus memandang ke arah adiknya–memperhatikannya dengan lekat. Tatapannya begitu sendu, manik berkaca-kaca sebab merasa sedih tanpa sebab. Sewaktu kecil hingga dia besar, adiknya selalu menyusahkannya. Anak itu cerewet dan p
Sedangkan Victoria yang sudah buntu, menatap penuh harap pada Liora. "Liora, apa kamu bersedia menikah dengan adikku? Apapun akan kuberi padamu asal kamu bersedia membantuku untuk menikah dengan Devson." Liora termenung, menundukkan kepala dengan raut muka sedih. Sedangkan Lachi yang memahami perasaan perempuan itu memilih diam, dia takut salah bicara. Namun, mengejutkannya tiba-tiba saja Liora menganggukkan kepala. "Aku bersedia. Tapi … bawa aku pergi dari sini," ucap Liora, menatap Victoria dengan sendu. "Se-sebenarnya aku sedang bersembunyi dari Angel. Kemarin dia menjebak Tuan Danzel dengan sebuah obat terlarang. Aku tidak tahu apa yang terjadi secara lengkap, tetapi Angel sendiri yang berakhir meminum minuman itu. Dia menghubungiku untuk menyelamatkannya dan aku …-Liora terdiam sejenak. Lachi menggaruk pipi tak enak karena sejujurnya dia tahu kenapa Angel lah yang berakhir meminum jebakannya sendiri. Dia bahkan mendengar percakapan Liora dengan Angel, dan dari sana Lachi bisa
"Karena kebaikan hatinya, Tristan membawa Erika dan putrinya ke rumah. Awal, dia menjadikan Erika sebagai pelayan di rumah kami," cerita Preya pada Nara, mengenai kedatangan Erika dan Angel di keluarga Luis. Nara yang lebih dulu mengungkit Erika, yang ternyata pernah berniat merusak keluarga Nara dan Zavier. Lalu Erika dipecat, diblacklist dari perusahaan manapun serta dari tempat kerja yang berada dinaungan perusahaan Adam. Mendengar itu, Erika tak menyangka. Dia kira Erika yang Nara katakan berbeda dari Erika yang ada di keluarga Luis. Namun, itu Erika yang sama. "Dari awal aku tidak pernah suka pada Erika, sejak Tristan membawanya ke rumah. Katakanlah aku perempuan yang cemburuan. Namun, aku hanya mengikuti feeling sebagai seorang istri dan perempuan yang mencintai suaminya. Benar saja, perempuan itu tidak baik dan dia berhasil menghancurkan rumah tanggaku. Aku tidak menyalahkan dia sepenuhnya, perpisahanku dengan Tristan juga terjadi karena Tristan sendiri. Coba saja dia tegas,
"Dalam rangka apa kau memberiku bunga, Mochi?" tanya Danzel, mengecup kening Lachi. Setelah sebelumnya sang istri menyalam tangannya. "Dalam rangka mencintai Habibi," jawab Lachi dengan nada jelas, nyengir setelahnya karena dia malu-malu. Sial. Padahal dia sudah berlatih berjam-jam di depan cermin. Hanya agar terkesan anggun, tak malu-malu serta tak gugup sedikitpun ketika memberikan hadiah berupa buket bunga primrose ini pada sang suami. Namun nyatanya dia tetap gugup dan malu. "Hum?" Danzel menaikkan sebelah alis, langsung menggendong istrinya secara bridal style–membawa istrinya ke kamar. Ah, masa bodo jika Lachi bermaksud menciptakan adegan romantis. Sungguh, persetan! Toh, di mata Danzel, istrinya tetap terlihat tengah menggodanya. Yah, ini godaan yang manis! Danzel meletakkan bunga pemberian Lachi di atas nakas kemudian membaringkan istrinya di ranjang. "Habibi, tunggu! A-adegan ini tidak ada dalam skenario hayalanku. Harusnya bukan begini. Menjauh dulu," pekik Lachi, meng
"A--aku hanya iseng, tidak ada artinya kok." 'Cinta terpendam.' batin Nathan, terkekeh pelan sembari mengacak pucuk kepala Zendaya secara gemas. Nathan tahu artinya karena salah satu kalung yang dia berikan pada Zendaya–setiap ulang tahunnya, punya bandul bunga mawar putih. Hampir saja dia lupa akan hal itu, dan untuknya dia mengingat. Namun, benarkah Zendaya memberikan kalung ini atas dasar ungkapan cinta terpendam yang perempuan ini rasakan padanya? Atau memang hanya iseng? ***"Nyonya Xavier."Mendengar namanya di panggil, Lachi yang sedang memilih bunga langsung menoleh ke arah seseorang yang memanggilnya. Lachi mengerutkan kening, bingung dan cukup aneh melihat Liora bersama Victoria mendatanginya. "Oh, iya?" ucap Lachi, meletakkan bunga primrose ke tempat semula. Dia menghadap kepada Victoria dan Liora yang telah berada di sebelahnya. "Nyonya sedang membeli bunga untuk Tuan yah?" tanya Liora sembari tersenyum canggung. Lachi membalas dengan senyum tipis, menganggukkan kep
Tangan Donita terangkat ke arah Zendaya, melayang untuk menampar pipi Zendaya. Namun, pergelangan tangannya tertahan. Bahkan dihempas kasar lalu berakhir dirinya yang terkena tamparan. Plak'"Ahck." Donita menoleh kasar ke sebelah, segera memengang pipi yang terkena tamparan. Donita mendongak, menatap seseorang yang telah menampar pipinya dengan sangat kuat–tak punya hati. "Nathan?" pekik Donita tak percaya, menatap sosok pria tinggi yang berada di sebelah Zendaya. Zendaya menoleh ke arah sebelahnya, mendongak untuk melihat Nathan. Pria tersenyum memasang mimik dingin, melayangkan tatapan tajam yang menghunus tepat ke arah Donita. "Kau akan mendapat yang lebih buruk dari ini jika seandainya tanganmu menyentuh kulit wanitaku," ucap Nathan dingin, mengatupkan rahang–menahan gejolak marah karena perempuan ini berniat menyakiti Zendaya.Zendaya yang masih syok karena Donita berniat menamparnya kemudian tiba-tiba ada Nathan di sini yang mengambil peran melindunginya. Kini semakin syok