'Ngantor lagi.' batin Lachi, yang saat ini sudah di lantai ia ditempatkan. Lachi duduk di kubikel tempatnya kemudian mulai menyalakan komputer. Namun, tiba-tiba saja seorang perempuan datang ke sana sembari menatap sinis ke arah Lachi. "Ini tempatku. Kenapa kamu duduk di sini?" ucap perempuan tersebut dengan nada merajuk dan terkesan manja. Lachi mengerjap beberapa kali, mendongak ke arah si perempuan sembari melayangkan tatapan kaget. "Tempatmu?" beonya, menatap meja kerja nya untuk memeriksa sekitar. "Kayaknya kamu salah deh. Ini tempatku, penaku masih ada di sini." "Memangnya kamu siapa?" tanya perempuan itu. "Staf di sini lah." Lachi menjawab sekenehnya. Perempuan tersebut pergi, tanpa mengatakan apa-apa pada Lachi. Sedangkan Lachi, dia melanjutkan pekerjaan. Tak lama, Kiandra dan Zendaya datang.Setelah basa-basi sejenak, Lachi bertanya mengenai meja kerjanya. Mungkin karena hampir tiga minggu tak berkerja bisa saja anak baru masuk lalu ditempatkan di mejanya. Jika itu terj
"U-untung Pak Danzel datang," ucap Andika, sembari masih menahan sakit dia mendekat ke kaki Danzel. Dia bersimpuh di lantai, seperti pengemis yang sedang memohon. Lachi berdecak pelan, melepas kasar tangan dari rambut perempuan tersebut. "Di-dia Lachi Angguina, Pak. Staf yang baru masuk tetapi sudah berani mengambil cuti cukup lama. Dia juga telah lancang mengaku sebagai istri anda, Pak. Berbohong kepada semua orang di sini dan memanfaatkan status palsu tersebut untuk menindas staf lain, Pak," adu Andika, masih di posisi bersimpuh sebab 'itunya sangat sakit. Bug' Dengan enteng, Danzel menendang pundak Andika–membuat pria tersebut terpental, di mana punggungnya menabrak kuat sudut meja. Andika menjerit tetapi Danzel sama sekali tak peduli, hanya menampilkan raut muka datar. Danzel meraih pergelangan tangan Lachi kemudian menarik perempuan tersebut untuk ikut dengannya. "Makhluk tidak berguna sepertimu tidak layak di kantorku. Kau dipecat," dingin Danzel, sebelum menarik Lachi dari
"Kau suka pada Nathan?" Deg deg deg Jantung Zendaya hampir copot, terasa akan meledak dalam sana. Dengan gugup dan kaku, Zendaya menoleh pada kakaknya. Dia menggelengkan kepala secara cepat. "E-enggak, Kak X. Mana mungkin aku suka, Kak Nathan kan sudah seperti Kakak untukku.""Baguslah." Danzel berucap pelan, "Nathan tidak akan menyukai perempuan tengil sepertimu. Dia juga sudah bertunangan.""Aku tahu, Kak." Suara Zendaya lemah, tertohok oleh ucapan kakaknya sendiri. Tidak bisakah Danzel lembut sedikit saja padanya?! Begini-begini Zendaya adiknya Danzel, punya hati dan mudah sakit hati juga. Dia tahu yang dikatakan oleh Danzel adalah sebuah fakta. Tetapi tetap saja sakit! "Aku pamit," judes Zendaya, berjalan cepat untuk pergi keluar. Akan tetapi lagi-lagi langkahnya terhenti, kali ini oleh Lachi yang tiba-tiba keluar dari ruangan khusus kakaknya. "Zendaya," seru Lachi riang, seperti teletubis Po bertemu dengan teletubis Lala. "Lachi," balas Zendaya tak kalah riang. "Ayo kita ma
"Jadi begini kelakuanmu di belakangku, Mas?" teriak Aeera marah sembari berjalan kesetanan menuju pria yang duduk dengan posisi membelakanginya. Pria tersebut terlihat menikmati makanan mewah bersama seorang perempuan mengenakan gaun biru. Aeera tidak terlalu memperhatikan si perempuan sebab dia hanya fokus menatap pria dengan punggung lebar dan kokoh tersebut. "Aku sangat percaya padamu, Mas. Tapi-- hiks … kenapa kau mengkhianatiku?!" pekik Aeera, berucap pilu dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Pandangan Aeera mengabur, air mata membendung dan menutupi penglihatan. "Kamu bilang minggu depan akan melamarku kan? Tapi apa? Hiks … hiks … disini kamu malah makan romantis dengan perempuan lain. Aku saja tak pernah diajak makan ke tempat mewah seperti ini."Pria tersebut menoleh. Namun, Aeera yang sudah kesal dan marah langsung memukul wajah si pria dengan tasnya. Bug'"Kamu jahat, Mas!" jerit Aeera sembari kembali memukul pria tersebut. Hal tersebut membuat para bodyguard yang berjaga
"Tolong aku, Shilaaa!" pekik Aeera seraya menggenggam kuat tangan sahabatnya tersebut. Kini Aeera berada di apartemen sang sahabat, beristirahat sejenak di sana dan sekaligus menangkan diri dari kejadian sial tadi. Smirk Alarich-- hell! Masih mengiyang di pikiran Aeera, membuat Aeera semakin takut untuk berjumpa dengan hari esok. "Aku juga dalam bahaya, Aeera. Gara-gara kamu salah sasaran, aku nggak bisa nolak pria itu. Sekarang dia semakin mantap untuk menikahiku. Katanya aku ini lucu." Shila menggembungkan pipi, "lucu dari mana coba?! Ah! Aku takut nikah, Aeera. Aku takut dicoplos. Aaaa … aku nggak bisa bayangin kalau aku jadi istri, Aeera." Shila menjerit di akhir kalimat. "Aelah, kenapa jadi kamu yang curhat? Malah adu nasib lagi." Aeera mendengkus pelan. "Harus kamu tahu yah, Shila Okserila Wijaya, yang aku labrak tadi, itu tak lain adalah Big Bos ku! CEO di perusahaan tempatku kerja, Lala. Bayangin gimana suramnya hariku besok!""Apa? CEO di tempat kamu kerja? Gila!" Shila m
"Silahkan duduk di sofa sana, Nona Aeera." Bulu kuduk Aeera meremang– merinding ketika mendengar suara bariton yang berat tersebut. Bahkan jantungnya melaju lebih kencang, lututnya gemetar dan punggung panas dingin--hanya karena mendengar suara serak, berat dan seksi tersebut. Apa semua pria dewasa yang matang punya suara ini? Aeera tidak nyaman! "Baik, Pak," jawab Aeera pelan, melangkah kaku ke arah sofa abu-abu dalam ruangan luas sang big bos.Setelah sampai di sofa, dia duduk begitu manis–hanya menatap lurus ke depan, tak berani menoleh ke arah manapun. Cukup lama Aeera menunggu, tetapi sang big bos tak kunjung bersuara. Aeera memberanikan diri untuk melirik, ternyata bos-nya tersebut sibuk dengan pekerjaannya–berkutat dengan tumpukan dokumen serta sesekali terlihat fokus pada laptop canggih di depannya. "Berapa lama lagi aku duduk di sini. Pantatku sudah panas," gumam Aeera pelan, berbicara dengan gigi ditekan–mulut tak di buka. Dia takut gestur tubuhnya diperhatikan oleh san
Namun tiba-tiba saja kaca mobil diturunkan, memperlihatkan sosok pria dingin yang memasang ekspresi flat–terlihat tenang, duduk dalam mobil. Deg deg deg' 'Astaga, kenapa dia sih? Tuhan, doanya aku cancel saja yah. Aku nggak mau nikah dengan dia. Amit amit!' batin Aeera, sudah merah pipinya sebab malu dengan apa yang dia lakukan tadi. Dia meneguk ludah susah payah kemudian dengan cepat kabur dari sana. Namun, gerakannya terbaca oleh Alarich. Pria itu dengan sigap meraih pergelangan tangan Aeera, menariknya sekali sentakan– membuat Aeera yang tertarik seperti terdorong dari arah belakang, tubuhnya menjorok ke depan–ke arah Alarich. Cup'Aeera berakhir mencium kening Alarich.Deg'Spontan jantungnya berdebar sangat kencang, kemudian terasa seperti tak berdetak beberapa detik–shock berat! Mata Aeera melebar-- di mana bola matanya terasa akan keluar dari sarang. Bibirnya masih menempel kuat di kening Alarich!Mati!! Setelah ini tak akan ada yang bisa menyelamatkan Aeera dari Alarich.
"Untuk menjemput calon istriku," jawab Alarich santai, tak merasa bersalah sama sekali setelah menerobos masuk dalam rumah Aeera tanpa izin. "Aku sebenarnya sudah punya calon suami, Pak," ucap Aeera sekenanya, terlalu frustasi menghadapi bosnya tersebut. Kesalah pahaman yang dilakuan Aeera kemarin padahal bisa diselesaikan dengan cara baik-baik. Aeera hanya perlu meminta maaf pada ibu pria ini, lalu menjelaskan jika dirinya tak pernah mengandung anak dari Alarich. Sangat simpel! Namun, Alarich memilih keukeh untuk menikah dengannya. "Jangan main-main denganku, Aeera Grizella," ucap Alarich, berdiri dari sofa–melepas tuxedo lalu menghampiri Aeera dengan tangan yang sibuk melonggarkan dasi. "Aku bisa melakukan cara yang salah untuk membuatmu tunduk padaku!" tambahnya, mengikis jarak pada Aeera. Perempuan tersebut menegang kaku, mundur cepat untuk menghindari Alarich. Namun, dia sudah tak bisa–punggungnya telah merapat pada dinding rumah. Jantung Aeera berpacu cepat–takut dengan ap