Hola MyRe, malam ini segini dulu yah. Lanjutannya besok. Btw, ini konflik terakhir dari Mas dan Adek yah karena kita menuju ke musim baru. Oh iya, siapa nih MyRe yang sudah tak sabar nungguin Cerita Zavier dewasa? IG:@deasta18 (Spoiler bab selanjutnya ada di sana yah)
"Kenan sayang, Tante dan Zavier pulang yah," pamit Aeera pada keponakannya yang lucu tersebut. Kenan menanggukkan kepala, tersenyum lebar sembari melambaikan tangan ke arah Aeera dan Zavier. "Din, Leo, Tante, Paman, aku pamit," ucap Aeera, pamit pada Nadien, Leo dan Tante serta pamannya. "Iya, Ra. Makasih banyak sudah mau datang ke sini. Hati-hati dijalan," ucap Nadien. Perempuan itu berubah jauh dari lima tahun terakhir. Pribadinya lebih positif, dia belajar banyak dari Aeera. Baiknya perempuan itu, Aeera masih menerima maaf darinya dan bahkan membantu Nadien agar diterima oleh keluarga Narespati. Nadien tidak lagi menaruh perasaan pada Alarich, sekarang Alarich di matanya tak lebih dari seorang kakak. Nadien sudah menemukan cinta dan kebahagiaannya, Leo–si brondong tengil yang mampu merebut hatinya dengan cara yang unik. Laki-laki tengil itu awalnya jahat dan cuek padanya, tetapi perlahan dia perhatian pada Nadien. Salutnya, Leo yang saat itu masih kuliah mencari pekerjaan hanya
"Lututnya sakit, Nak?" tanya Aeera pada Zavier. Mereka sudah di rumah dan Aeera sudah merawat luka putranya. Bayang-bayang pria itu melempar putranya ke tanah dengan kasar masih terus mengiang dalam pikiran Aeera. Alih-alih mengingat kejadian buruk yang hampir menimpanya, Aeera lebih memikirkan hal kasar yang putranya terima. Aeera menyesal karena menoleh ajakan menginap di rumah tantennya. Coba saja dia tidak menolak, pasti kejadian di malam itu tak akan pernah menimpa putranya. "Sakit?" tanya Aeera lagi dan lagi dengan nada gemetar. Sebagai seorang ibu, hatinya terluka mengingat perlakuan kasar Jerry pada putranya. Zavier menggelengkan kepala, tersenyum lebar ke arah sang Mommy. "Ini sama sekali tidak sakit, Mommy, dan Za baik-baik saja.""Maafkan Mommy," cicit Aeera pelan, ingin menangis ketika melihat ke arah lutut putranya yang memar akibat kejadian itu. "Harusnya Za yang meminta maaf pada Mommy. Kata Daddy, Za harus bisa menjaga dan melindungi Mommy. Tetapi tadi Zavier gagal
"Kamu yakin ingin sekolah, Sayang?" tanya Aeera, berjongkok di depan putranya–di depan sekolah sangat putra. Sejujurnya Alarich tidak mengizinkan Aeera keluar, tetapi Aeera keukeuh karena ingin memastikan Zavier baik-baik saja. Anaknya tersebut mengotot untuk sekolah. "Aku baik-baik saja, Mommy." Zavier berkata dengan nada terburu-buru, dia mencium pipi Mommynya lalu segera pamit. Zavier berlari cepat, mengejar seorang anak perempuan yang kebetulan baru datang jua. "Za, jangan berlari! Kaki kamu masih sakit!" teriak Aeera, spontan berdiri untuk memperingati putranya. Zavier menoleh padanya, tersenyum tipis lalu kembali berlari untuk menyusul si temannya tersebut. "Sudah bukan?" Alarich turun dari mobil, langsung menarik pergelangan Aeera untuk masuk dalam mobil. "Aku akan mengantarmu pulang. Mama dan Papa akan datang untuk menemanimu," ucap Alarich, mendapat anggukan pasrah dari Aeera. ***"Zavil, itu punya Amanda. Kembalikan!" pekik anak perempuan bernada cadel tersebut. Nam
--24 Tahun kemudian--"Nenek hanya akan mau berobat jika Zavier menikah," ucap seorang wanita tua dengan nada getir dan letih, menatap sayu pada satu objek yang berada tepat berdiri di hadapannya. Sosok yang ia pandang tersebut berdiri di ujung kaki ranjang, terlihat dingin dengan memasang raut muka flat. Zavier Kingsley Adam, cicitnya yang telah dewasa. Semakin hari dia merasa cicitnya tersebut semakin dingin serta tak acuh pada siapapun. Zavier hanya sibuk pada karier dan pekerjaan. Zavier telah resmi menggantikan ayahnya untuk memegang perusahaan. Mungkin karena terlalu sering berinteraksi dengan pekerjaan, Zavier berubah menjadi kaku. Daddynya--Karl Alarich--dahulu juga begitu. Namun Alarich bisa jauh lebih baik setelah dia menemukan Aeera. Ini yang Ruqayah maksud, sengaja meminta Zavier menikah karena berpikir cicitnya juga akan sembuh dengan bantuan belahan jiwanya. Nenek tua ini mungkin terlalu kuno dalam berpikir, tetapi dia sudah lelah mencari cara untuk mencairkan es dala
Setelah berbicara dengan orang tuanya serta calon mertuanya, Zavier segera menemui dua sahabatnya. Dia baru pulang dari luar negeri dan Sereya memintanya untuk bertemu. Sedangkan Kenan, dia selalu ikut kemanapun Zavier pergi, dia bekerja sebagai sekretaris sekaligus kepercayaan Zavier. "Hai, Zavier," sapa Sereya dengan hangat. Mereka bertemu di sebuah cafe kekinian yang diminati banyak kalangan. Zavier hanya menaikkan sebelah alis untuk menjawab sapaan sahabatnya tersebut. "Hais, semakin beku saja," ucap Sereya, memperhatikan Zavier dan Kenan bergantian. Zavier duduk di depannya sedangkan Kenan duduk di sebelahnya. "Kalian tidak lupa kan oleh-oleh untukku?" Sereya menyengir lebar ke arah kedua sahabatnya tersebut. "Ada di mobil," jawab Zavier singkat. "Aku sudah mengirimkannya ke rumahmu sebenarnya," jawab Kenan ramah. Sereya menganggukkan kepala. Setelah memesan makanan, mereka menunggu sembari mengobrol. Tiga persen Zavier menimbung, sembilan puluh enam persen pria itu diam
"Kak, aku mau duduk di situ," pinta Nara, saking takutnya dia dengan sentuhan Zavier. Sereya mengangkat pandangan, menatap adiknya dengan sebelah alis yang naik. "Kamu duduk di situ, diam! Jangan kayak cacing kepanasan," galak Sereya, melototkan mata untuk memperingati Nara agar tidak pindah tempat. "Cik." Nara berdecak pelan, diam kikuk dengan tubuh panas dingin. Sekarang tangan pria itu sudah berada di atas pahanya. Sial! Nara tidak suka Zavier, pria itu mesum padanya dan sudah beberapa kali melecehkannya. Kenapa Nara tidak pernah mengadukan tindakan Zavier pada keluarganya? Sebab Nara takut. Sampai sekarang Nara bertanya-tanya, kenapa korban pelecehan selalu takut untuk bersuara, kenapa si korban kebanyakan memilih bungkam? Jika dipikir-pikir si korban hanya mengatakan apa yang dia alami pada keluarganya, sangat mudah. Namun, faktanya Nara tidak bisa. Nara tahu pria ini suka padanya, tetapi secara jelas kapan dan kenapa pria ini bisa suka padanya, Nara tidak tahu. Nara juga mem
"Nara, kamu dan Kak Zavier sebentar lagi akan menikah." Uhuk uhuk uhuk Nara yang sedang minum tersebut seketika terbatuk-batuk. Dia dan keluarganya sedang makan malam. 'Harusnya aku curiga kenapa Mama tiba-tiba masak semua makanan kesukaanku.' batin Nara, sudah menatap cengang ke arah Mamanya. "Nenek buyut Kak Zavier sedang sakit, dan beliau meminta Kak Zavier untuk secepatnya menikah," jelas Shila pada putrinya. "Karena Kak Zavier tidak punya kekasih, jadi Kak Zavier memilihmu untuk dinikahi.""No!" tolak Nara dengan cepat. 'Terkabul sih. Tapi kenapa aku, Ya Allah?' batin Nara, menampilkan raut muka terancam, ketar-ketir karena rencana orang tuanya. "Aku tidak mau menikah. Apalagi dengan Kak Zavier," tambah Nara. "Loh, kenapa? Kak Zavier tampan, super tampan, tampan paket komplit, tampan diatas kata tampan. Dia juga punya banyak uang, diatas kata mapan. Orang juga tidak neko-neko. Duh, itu mantu idaman Mama banget!" "Yaudah nikahin dengan Kak Sereya saja. Kenapa ke Nara?!" prot
"Kamu ngajuin magang ke mana?" tanya Karina, mendapat tatapan aneh dari Nara. "Bukannya yang menentukan tempat magang itu dari pihak kampus yah?" tanya balik Nara. Karina dan Lex, sahabat Nara tersebut saling bersitatap. Sekarang mereka bisa menebak jika Nara tidak mengisi formulir pendaftaran magang dengan benar. "Nara, jangan bilang kamu tidak mengisi bagian tempat magang yang diinginkan mahasiswa." Karina berhenti melangkah, sejenak menatap Nara dengan tatapan nanar dan muram. Nara menganggukan kepala secara enteng, tersenyum manis pada Karina lalu kembali sibuk dengan ponselnya. "Ngapain diisi kalau ujung-ujungnya pihak fakultas yang menentukan kita magang ke mana? Sayang tinta pulpenku," jawabnya santai. Saat ini Nara berada di kampus. Setelah melakukan pembayaran biaya untuk magang, Nara dan dua sahabatnya ini bergegas mengisi formulir pendaftaran magang. Tentunya juga melengkapi syarat untuk magang, seperti menyiapkan formulir pendukung lainnya. Sekarang mereka berniat pul
"Sungguh kau tak ingin ku antar, Tuan?" tanya Bian. Alarich menganggukkan kepala kemudian segera masuk dalam mobil. Bian hanya menghela napas, mengacungkan pundak karena sudah tahu apa yang akan Alarich lakukan. Tentu saja mengikuti Aeera pulang. Ini sudah menjadi rutinitas Alarich semenjak Aeera bekerja di sini. Dan benar! Sekarang Alarich sedang memantau Aeera. Mobilnya tak jauh dari tempat Aeera menunggu taksi. "Sangat cantik," gumam Alarich, terus memandang gasdinya. Saat taksi datang dan Aeera masuk, Alarich langsung bersiap-siap untuk mengikuti. Tibanya di sebuah gang, Aeera turun. Begitu juga dengan Alarich. Biasanya Alarich hanya mengantar hingga gang ini karena mobilnya tak bisa masuk ke dalam. Bisa saja, tetapi gangnya cukup sempit dan Alarich tak suka ribet. Kali ini Alarich memutuskan turun, mengikuti Aeera dengan berjalan tak jauh dari belakang perempuan itu. Alarich perlu tahu seperti apa lingkungan pujaan hatinya tinggal dan seperti apa rumah yang Aeera tempati.
Semenjak hari pertama dia bertemu dengan Aeera, Alarich selalu mengawasi perempuan itu. Dia rasa dia telah jatuh cinta pada perempuan itu dan tergila-gila pada sosok gadis cantik itu. Tahun berganti dan Alarich semakin terjebak oleh perasaan yang dia miliki. Bukan hanya memiliki tingkah lucu, humoris dan menyenangkan, faktanya perempuan yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta tersebut seorang yang bertanggung jawab pada pekerjaannya. Dia perempuan cerdas, kompeten dan kreatif. Alarich semakin tenggelam! Sialnya sudah jalan dua tahun lebih dia memantau Aeera, akan tetapi dia tak kunjung punya keberanian untuk mengutarakan perasaan. Hell! Mendekati Aeera secara terang-terangan saja dia tak berani. Pecundang! Alarich memang pecundang! Dulu dia pernah ditolak dan itu menghantui Alarich. Ditolak perempuan yang tak dia sukai saja rasanya sangat menjengkelkan. Apalagi jika Alarich ditolak oleh pujaan hatinya. Lebih sialnya, tiga bulan ini dia diluar negeri. Selain untuk mengurus
--Karl Alarich Adam & Aeera Grizella-- "Ck." Suara decakan kesal terdengar di bibir seorang pria yang sedang duduk di balik setir, sedang mengemudi. Pria tersebut begitu mempesona, sangat tampan dan berkarisma. Dia pria setuju pesona dan love dreams bagi banyak kaum hawa. Bukan hanya dianugerahi ketampanan, dia juga seorang yang sangat sukses–pengusaha yang ditakuti serta berasal dari keluarga terpandang. Hidupnya mendekati kata sempurna! Sayangnya, pria tampan ini digosibkan telah menyimpang. Karena diusia yang ke tiga puluh dua tahun, tak ada issue tentang dirinya yang berkencan dengan perempuan. Dia bersih dari gosip apapun mengenai lawan jenis sehingga banyak orang berspekulasi jika dia seorang homo. Sejujurnya dia bukan pria seperti yang digosibkan. Dia hanya tidak punya waktu untuk meladeni kaum hawa, serta-- fakta jika dia pernah ditolak seseorang. Itulah yang membuat pria tampan ini memilih hidup sendiri–tanpa pasangan. Dertttt' Suara handphone berdering, dia menoleh lal
Hari yang ditunggu pun tiba, Nathan dan Zendaya melangsungkan pernikahan dengan meriah. Sekarang, keduanya telah sah menjadi sepasang suami istri. Keluarga besar Nathan–dari sang Mama, terlihat begitu bahagia. Begitu juga dengan keluarga Zendaya yang penuh suka cita serta keharuan. Tristan dan istri keduanya, maupun Angel tak diundang. Sekalipun mereka ingin mengacau, mereka tidak bisa karena pernikahan Nathan dilakukan di sebuah hotel mewah, dijaga ketat oleh banyak penjaga. Mereka diblacklist dari daftar tamu undangan, sesuai permintaan Preya–yang masih memiliki dendam pada suaminya. Preya juga tidak mau hari bahagia putranya rusak oleh kehadiran Erika dan putrinya. Lagipula makhluk gatal seperti mereka, tak pantas menghadiri acara putranya. Sejak tadi, Danzel terus memandang ke arah adiknya–memperhatikannya dengan lekat. Tatapannya begitu sendu, manik berkaca-kaca sebab merasa sedih tanpa sebab. Sewaktu kecil hingga dia besar, adiknya selalu menyusahkannya. Anak itu cerewet dan p
Sedangkan Victoria yang sudah buntu, menatap penuh harap pada Liora. "Liora, apa kamu bersedia menikah dengan adikku? Apapun akan kuberi padamu asal kamu bersedia membantuku untuk menikah dengan Devson." Liora termenung, menundukkan kepala dengan raut muka sedih. Sedangkan Lachi yang memahami perasaan perempuan itu memilih diam, dia takut salah bicara. Namun, mengejutkannya tiba-tiba saja Liora menganggukkan kepala. "Aku bersedia. Tapi … bawa aku pergi dari sini," ucap Liora, menatap Victoria dengan sendu. "Se-sebenarnya aku sedang bersembunyi dari Angel. Kemarin dia menjebak Tuan Danzel dengan sebuah obat terlarang. Aku tidak tahu apa yang terjadi secara lengkap, tetapi Angel sendiri yang berakhir meminum minuman itu. Dia menghubungiku untuk menyelamatkannya dan aku …-Liora terdiam sejenak. Lachi menggaruk pipi tak enak karena sejujurnya dia tahu kenapa Angel lah yang berakhir meminum jebakannya sendiri. Dia bahkan mendengar percakapan Liora dengan Angel, dan dari sana Lachi bisa
"Karena kebaikan hatinya, Tristan membawa Erika dan putrinya ke rumah. Awal, dia menjadikan Erika sebagai pelayan di rumah kami," cerita Preya pada Nara, mengenai kedatangan Erika dan Angel di keluarga Luis. Nara yang lebih dulu mengungkit Erika, yang ternyata pernah berniat merusak keluarga Nara dan Zavier. Lalu Erika dipecat, diblacklist dari perusahaan manapun serta dari tempat kerja yang berada dinaungan perusahaan Adam. Mendengar itu, Erika tak menyangka. Dia kira Erika yang Nara katakan berbeda dari Erika yang ada di keluarga Luis. Namun, itu Erika yang sama. "Dari awal aku tidak pernah suka pada Erika, sejak Tristan membawanya ke rumah. Katakanlah aku perempuan yang cemburuan. Namun, aku hanya mengikuti feeling sebagai seorang istri dan perempuan yang mencintai suaminya. Benar saja, perempuan itu tidak baik dan dia berhasil menghancurkan rumah tanggaku. Aku tidak menyalahkan dia sepenuhnya, perpisahanku dengan Tristan juga terjadi karena Tristan sendiri. Coba saja dia tegas,
"Dalam rangka apa kau memberiku bunga, Mochi?" tanya Danzel, mengecup kening Lachi. Setelah sebelumnya sang istri menyalam tangannya. "Dalam rangka mencintai Habibi," jawab Lachi dengan nada jelas, nyengir setelahnya karena dia malu-malu. Sial. Padahal dia sudah berlatih berjam-jam di depan cermin. Hanya agar terkesan anggun, tak malu-malu serta tak gugup sedikitpun ketika memberikan hadiah berupa buket bunga primrose ini pada sang suami. Namun nyatanya dia tetap gugup dan malu. "Hum?" Danzel menaikkan sebelah alis, langsung menggendong istrinya secara bridal style–membawa istrinya ke kamar. Ah, masa bodo jika Lachi bermaksud menciptakan adegan romantis. Sungguh, persetan! Toh, di mata Danzel, istrinya tetap terlihat tengah menggodanya. Yah, ini godaan yang manis! Danzel meletakkan bunga pemberian Lachi di atas nakas kemudian membaringkan istrinya di ranjang. "Habibi, tunggu! A-adegan ini tidak ada dalam skenario hayalanku. Harusnya bukan begini. Menjauh dulu," pekik Lachi, meng
"A--aku hanya iseng, tidak ada artinya kok." 'Cinta terpendam.' batin Nathan, terkekeh pelan sembari mengacak pucuk kepala Zendaya secara gemas. Nathan tahu artinya karena salah satu kalung yang dia berikan pada Zendaya–setiap ulang tahunnya, punya bandul bunga mawar putih. Hampir saja dia lupa akan hal itu, dan untuknya dia mengingat. Namun, benarkah Zendaya memberikan kalung ini atas dasar ungkapan cinta terpendam yang perempuan ini rasakan padanya? Atau memang hanya iseng? ***"Nyonya Xavier."Mendengar namanya di panggil, Lachi yang sedang memilih bunga langsung menoleh ke arah seseorang yang memanggilnya. Lachi mengerutkan kening, bingung dan cukup aneh melihat Liora bersama Victoria mendatanginya. "Oh, iya?" ucap Lachi, meletakkan bunga primrose ke tempat semula. Dia menghadap kepada Victoria dan Liora yang telah berada di sebelahnya. "Nyonya sedang membeli bunga untuk Tuan yah?" tanya Liora sembari tersenyum canggung. Lachi membalas dengan senyum tipis, menganggukkan kep
Tangan Donita terangkat ke arah Zendaya, melayang untuk menampar pipi Zendaya. Namun, pergelangan tangannya tertahan. Bahkan dihempas kasar lalu berakhir dirinya yang terkena tamparan. Plak'"Ahck." Donita menoleh kasar ke sebelah, segera memengang pipi yang terkena tamparan. Donita mendongak, menatap seseorang yang telah menampar pipinya dengan sangat kuat–tak punya hati. "Nathan?" pekik Donita tak percaya, menatap sosok pria tinggi yang berada di sebelah Zendaya. Zendaya menoleh ke arah sebelahnya, mendongak untuk melihat Nathan. Pria tersenyum memasang mimik dingin, melayangkan tatapan tajam yang menghunus tepat ke arah Donita. "Kau akan mendapat yang lebih buruk dari ini jika seandainya tanganmu menyentuh kulit wanitaku," ucap Nathan dingin, mengatupkan rahang–menahan gejolak marah karena perempuan ini berniat menyakiti Zendaya.Zendaya yang masih syok karena Donita berniat menamparnya kemudian tiba-tiba ada Nathan di sini yang mengambil peran melindunginya. Kini semakin syok