Max menggamati gerakan tangan Grace yang menghabiskan makanan di piringnya. Pria itu seperti tidak biasa dengan perlakuan Grace yang seperti ini. "Besok kita ke rumah papi," kata Max di sela-sela makan. Grace hanya mengangguk tanpa berkata. "Kau tidak bertanya kenapa?" Lagi, Max merasa ada yang berbeda dengan wanita itu. Grace bahkan sekarang jarang melihat dua bola mata Max. Padahal, biasanya Max bisa melihat getaran cinta dalam mata indah itu. "Tatap aku Grace!" Grace kemudian menengadah wajahnya yang tertunduk. Dua pasang bola mata saling bertatapan dalam. "Puas?!" balas Grace penuh penekanan. Setelah makan malam itu, Grace berpamitan dan kembali ke kamarnya. Sementara Max masih termenung di ruang bar. Pria itu mengambil satu botol minuman beralkohol dan menikmatinya sendiri, sambil mengingat kenangan-kenangan bersama wanita itu dulu. "Apa aku harus mela
Tidak butuh waktu lama setelah perjalanan mobil Max kini tiba di depan rumah mewah milik kedua orang tuanya. Pelayan hendak membantu mengeluarkan koper dari dalam bagasi, tetapi mendapat larangan dari Max. "Tidak usah dikeluarkan, Bi!" tolak Max."Baik, Tuan."Grace melongo. "Loh, kenapa?""Biarkan saja di situ!" tegas Max, kemudian beralih pada istrinya. "Ayo, masuk!"Sang ART pun bingung dengan perintah dua majikan yang berbeda. Lantas ia kembali ke dapur melalui pintu samping.Kedatangan Grace dan Max disambut hangat oleh Felly dan Alexander, begitu pula calon pengantin—Chelsea."Hai, Grace," sapa dua orang tua Max.Grace bergantian memeluk sang mertua. "Kami baik, Mi. Mami dan Papi juga sehat, kan?""Ya, kami sangat sehat, Grace!" seru Alex tampak lebih bugar."Iya, apalagi papimu ini tambah semangat saat mendengar Chelsea mau menikah," sahut Felly."Benarkah?" Max menimpali, kemu
Debaran jantung Max makin cepat. Pria itu takut jika Grace bisa mendengar detak jantungnya. Sebelum melangkah, Max menarik nafas dalam kemudian membuangnya panjang, menormalkan embusan napas yang tidak beraturan.Grace yang sejak tadi menepuk-nepuk kasur kosong di sisinya, menunggu dan merasa bingung. "Apa yang terjadi, Max? Kenapa kau diam? Ayo, sini, tidur di sampingku."Max segera merubah wajahnya menjadi datar, setelahnya melangkah mendekati ranjang itu. "Kenapa kau belum tidur?"Grace tau Max menanyakan itu hanya omong kosong untuk mengisi kecanggungan, Max membuat semuanya tampak biasa. Padahal Grace tau, jika Max sedang kikuk."Sudahlah tidak usah bertanya yang tidak ingin aku jawab, kau pasti sudah tahu jawabannya. Ayo, cepat tidur."Meskipun saat ini keduanya berada di ranjang yang sama, tetapi Grace tidak mengambil kesempatan itu untuk melakukan misinya. Karena ia pun juga melihat situasi yang tidak memungkinkan untuk melakukan hal itu, terlebih di rumah kedua mertuanya. Unt
Pernikahan Chelsea dan Darren diadakan di sebuah gedung megah, dikelilingi taman yang dipenuhi bunga warna-warni. Suasana anggun dan romantis menguar dari ornamen kristal dan lampu-lampu berkilauan yang menghiasi ruangan. Setiap sudut ruangan pun dipenuhi dengan karangan bunga segar, aroma manis yang menyelimuti para tamu.Di sisi ruangan luas itu disulap menjadi tempat pesta yang sangat mewah sebagai altar, tempat adik Max dan suaminya mengikrarkan ikatan suci. Max dan Grace duduk di meja utama sebagai keluarga mempelai. "Chelsea sangat cantik," puji Grace kagum dengan kecantikan adik Max.Max yang mendengarnya pun mendekatkan wajah ke telinga wanita itu, berbisik. "Kau juga cantik."Lagi, kesekian kalinya Max memuji Grace. Sepertinya benteng pertahanan Max mulai retak, bisa jadi setelah ini pertahanan pria itu roboh.Grace tersipu malu, sembari bertepuk tangan saat Chelsea melangkah masuk. Gaun putihnya berkilau di bawah cahaya, m
Sepeninggal Max dan Grace, Alex dan Felly sempat mencari pasangan suami istri itu. Namun, supir keluarga Dicaprio mengatakan, jika sang majikan yang dicari sudah pulang lebih dulu.Tiba di rumah, Max dan Grace langsung ke kamar masing-masing. Pasangan suami istri itu tampak terlihat lebih akur. Max naik ke lantai dua, sementara Grace masih menempati di kamar tamu. Sebelum Grace benar-benar masuk ke dalam kamarnya, Max bertanya. "Kau mau makan malam, Sayang?"Grace menoleh kemudian menggeleng. "Tidak, Max. Aku rasa perutku bukan balon," kekehnya."Ya sudah, mandilah," balas Max tersenyum tipis.Pria itu kemudian melanjutkan langkah kakinya, meniti anak tangga menuju kamar sembari melonggarkan dasi, setelah Grace menutup pintu rapat."Hari yang melelahkan," gumam Max yang kemudian melepas jas serta kemejanya.Max sejenak termenung duduk di tepi ranjang, pria itu memikirkan suasana saat di pesta Chelsea. "Mengapa
Max melangkah dengan tatapan semakin menajam, seolah harimau yang siap menerkam mangsa. Kedua tangannya pun terulur menarik kepala Grace, berada di tengkuk belakang wanita itu. Rasa cemburunya mengalahkan rasa takut, hingga membuat Max tidak lagi menghindari tatapan sang istri.Gelombang gairah bergelung dalam pasangan suami istri itu. Ia mengikuti nalurinya, Max menggunakan insting untuk memulai semuanya. Meskipun mereka pernah melakukan malam panas sebelumnya, tetapi masih tercipta rasa malu-malu di antara keduanya."Kau benar-benar sangat cantik," puji Max terdengar mendesis.Grace membalas tersenyum dengan tatapan menggoda.Embusan napas berat Max bisa dirasakan Grace hingga menembus kulit wajahnya. Wanita itu reflek memejamkan mata saat Max semakin mendekatkan muka. Pria tampan itu kemudian mengecup bibir tipis Grace dengan lembut. Ada rasa manis dan mint dalam kecupan hangat itu. Ciuman yang berawal pelan, semakin lama menjadi
Grace yang sedang berpose seksi membuat Max ingin segera menerkamnya. Max merangkak di atas tubuh wanita itu. Kemudian kedua bibir saling berciuman, Max melumat seluruh bibir sang istri hingga bagian terdalam."Oh, Max ..." Desahan lolos begitu saja setelah Max melepasnya ciuman.Puas dengan bagian atas, Max semakin turun hingga perut bagian bawah pun tak luput dari bibir maskulin sang suami."Kau suka ...?" tanya Max di sela-sela gelitikan.Grace hanya bisa merintih nikmat, bukan kesakitan, tapi nikmat tak tertahan.Max mulai menggelitik dengan lidah hingga wanita itu menggeliat, dan terus meliuk. Tak berhenti di situ, Max lantas membuka kedua kaki Grace yang terlihat putih tak tercela. Pria itu menggeleng pelan, mengungkapkan rasa kagumnya."Pantas saja semua pria terpesona padamu, Sayang," ucap Max.Pria itu duduk bertumpu pada kedua kakinya di depan kaki Grace yang terbuka. Ia semakin antusias dengan membungkukk
Setelah beradu peluh hampir semalaman. Max hanya membungkus Grace dan dirinya di bawah selimut, tanpa mengijinkan wanita itu memakai baju tidurnya.Pagi ini, Grace merasakan pegal-pegal di sekujur tubuhnya. "Urgh ..."Wanita itu menggeliat kecil dan baru sadar jika ia tidak tidur sendirian tadi malam. Grace bisa melihat paras tampan sang suami yang masih terpejam menghadapnya.Tanpa sadar, jemari telunjuknya menyentuh dari alis tebal, kemudian mengikuti alur ke hidung hingga turun ke bibir pria itu. "Kenapa dia tampan sekali?" Sungguh, Grace baru menyadari jika ketampanan anaknya ternyata dari Max semua. Mungkin ia hanya menyumbang beberapa persen saja untuk Leon.Sentuhan jemari lentik itu akhirnya membangunkan Max, tetapi ia berpura-pura terpejam, dan juga gumaman Grace membuat Max semakin besar kepala. Rasanya ia ingin membuka mata dan memeluk erat sang wanita."Sudah bangun, hm?" tanya Max pada akhirnya