Winnie tetap sibuk menata piring dan gelas di atas meja makan. Dia yang mengatur semuanya. Steak, sushi, pizza, ayam goreng dan makanan lainnya dia yang mengatur sedemikian rupa. “Maaf, aku tidak sempat memasak untuk acara besar dan meriah kita malam ini. Maaf juga karena sudah merepotkan kalian berlima.” Winnie sedikit menyesal karena tidak mempersiapkan segalanya dengan matang sehingga agak merepotkan yang lainnya. “Terimakasih lagi karena kalian sudah bawa makanan yang banyak untuk kita semua.”Laura Callister menarik satu piring lalu mengambil tiga potong sushi. “Alasannya karena Alex Luther. Kita berada di sini tentu saja untuk menyambut kedatangan Alex dan sekaligus sebagai bentuk ucapan terimakasih kita karena dia bersedia membantu kesembuhan Kakek Somers.”Neilson menimpali. “Juga karena dia baik pula sama kita semua sekalian. Tentu saja acara ini karena Alex Luther, menantu pria yang begitu kita banggakan.”Semua mata kini tertuju pada Alexander, sang protagonis yang sedari
Sigap, Winnie menuangkan kopi ke cangkir Alexander. “Minumlah juga, Alex.”Namun pandangan Alexander masih tertancap di punggung istrinya yang kian menjauh. Dia ingin menyusul Gabriella dan menyuruh agar segera balik lagi tapi sebelum Alexander melakukannya, Winnie berulang kali memaksa agar Alexander tetap di kursi, dan di saat bersamaan, lima Callister juga meminta agar Alexander tetap di tempat. Harlow mengangkat salah satu alis seraya berkata dengan dingin, “Biarkan dia sendiri. Apa kau lupa bahwa wanita itu ibarat alam semesta? Ya, alam semesta, yang sangat sulit dimengerti. Haha.”Brendon dan lainnya juga ikut tertawa. “Alex, kau lebih suka memahami rumus dan teori sulit selama setahun dari pada memahami wanita hanya waktu satu jam saja,” kelakar Neilson. “Kalau aku, mendingan bergulat seharian daripada satu menit saja berusaha peka terhadap wanita. Haha.”Semua ikut tertawa lagi. Winnie, Shinta, dan Laura cuma cengar-cengir mendengar gurauan itu. Sebagai Hawa, mereka memang
Winnie yang sedang menikmati steak bawaan dari Brendon, lantas sedikit terkejut saat melihat ekspresi tak nyaman di wajah Alexander. “Kenapa, menantuku? Apa ada yang aneh dengan makanan di atas meja kita?”Brendon baru saja mengunyah dan menelan pizza yang sungguh enak. “Alex, ada apa? Cepatan kau makan. Enak lho. Semuanya langsung saja kau coba.” Kemudian dia langsung mengambil sepotong sushi pakai sumpit. “Hu… mantap.”Harlow dan Neilson juga sama, menikmati satu per satu makanan yang ada di sana. “Makan besar kita malam ini.”“Aku akan pesan lagi kalau seandainya kurang.”Ketika semua orang pada sibuk menikmati setiap makanan, Alexander malah bungkam dan terus mengendus-endus. Dia mencermati setiap aroma aneh yang dia rasakan.Winnie mengerutkan bibir dan alisnya. “Ada apa Alex? Apa mungkin kau tidak punya selera makan? Baiklah kalau begitu. Kau mau makan apa? Akan aku pesankan secara online. Paling nunggu tiga puluh menit.”Tapi, Alexander bilang kalau dia tidak mau pesan makan
Semua orang terperanjat! Winnie adalah orang pertama yang protes. “Alex! Jangan buat keributan di sini! Kami sudah capek-capek agar acara ini bisa terlaksana! Kami sudah sangat baik pada mu. Tapi kenapa kau malah bilang kalau di sini ada racun.”Semua Callister terhenyak. Brendon selaku tetua keluarga tidak boleh tinggal diam. Dia berdiri dan berkata dengan tenang. “Racun? Racun apa?”Winnie langsung menyergah karena kesabarannya cepat hilang. Namun, interupsi Winnie langsung dicegat oleh Brendon. “Diam dulu, Winnie! Biarkan Alex bicara terlebih dahulu.”Napas Winnie menderu. Jantungnya bergemuruh cepat. Dia yang sudah berupaya mengubah diri jadi lebih baik, tiba-tiba dikejutkan dengan tingkah Alexander yang sangat biadab. Brendon menyilangkan kedua tangan di dada dan berkata dengan tidak panik. “Racun apa Alex?”Alexander kembali mengendus aroma di sekitar meja. “Sianida. Ada sianida di atas meja makan ini.”Apa? Sianida?! Semua orang kecuali Alexander sudah mencicipi setiap mak
“Racunnya ternyata hanya berada di piring kosong milikku.”Semua mata tertuju pada piring kosong di sana. Belum ada satu potong makanan pun yang berada di atas piring tersebut. Tampak bersih dan mengkilat, bahkan seperti tak bekas sentuhan tangan pun di sana. Akan tetapi, Alexander begitu berani mengatakan pada mereka bahwa di sana terdapat sianida. Tentu saja hal itu semakin membuat orang tercengang. Winnie menerbitkan seringai tipis di wajahnya. “Astaga! Alex! Piring itu sangat bersih. Dari mana kau bisa bilang kalau di sana ada racun? Kami rasa, kau sudah terlalu berlebihan mengada-ada. Jika kau masih saja meneruskan apa yang kau tuduhkan, kami sangat menyesal telah melangsungkan acara makan malam ini. Kami kecewa pada mu.”Alexander menjawabnya dengan santai. “Sianida bisa berbentuk padat, cair, dan juga gas. Tidak berwarna, berasa, dan berbau. Tapi aku bisa mendeteksi bahwa di sini jelas ada sianida.”Harlow dan Shinta mengamati piring tersebut secara saksama. Tidak tampak ada
Akses untuk bisa masuk ke laboratorium kampus ternyata tidak sesulit yang diperkirakan. Bahkan Alexander mendapatkan pelayanan yang cukup baik di sana. Karena hanya menguji sianida saja, maka tidak memerlukan waktu yang cukup lama. Ternyata, positif! Di piring tersebut memang mengandung Kalium Sianida yang sangat berbahaya. Alexander segera pulang dengan membawa surat dari hasil pengujian tersebut dan sebelumnya dia sudah menghubungi Somers agar segera juga menuju ke rumah. Somers bersama tim ahli dari militer beberapa orang turut pula hadir. ***Sekitar jam 10 pagi. Rumah Pablo sudah cukup ramai. Winnie dan Gabriella kaget saat melihat kedatangan Kakek Somers yang hadir secara mengejutkan. Meskipun kondisi fisiknya belum sembuh, Somers datang sangat semangat sebab hari ini adalah hari penghakiman. Alexander dan Somers akan mengungkap fakta menarik yang selama ini disimpan oleh seseorang yang ternyata hatinya jauh lebih busuk dari yang diperkirakan. Alexander memperlihatkan ha
Winnie merupakan mantan kekasih Pablo semasa remaja. Meski Pablo sudah punya anak dewasa, dia tetap saja menjalin hubungan dengan Winnie, dan itu berakibat sangat fatal sekali.Winnie tergoda dengan hembusan cinta lama, terlebih begitu dia tahu bahwa Pablo sudah sangat sukses dan kaya, maka segala cara bakal dia tempuh asal bisa kembali hidup bersama. Kejinya, Sarah yang menjadi korban dari tindak tanduk Winnie. Seandainya, Pablo menjaga jarak dari Winnie dan jauh lebih pintar melihat situasi, mana mungkin Winnie punya celah untuk meracuni Sarah. Semua telah terjadi dan Pablo memang layak disalahkan. “Kau goblok, Pablo! Kenapa kau masih saja menjalin hubungan dengan wanita jalang dan pelakor ini?!” umpat Somers menyeringai marah. Alexander segera kembali menyabarkan dan menenangkan Somers. “Kakek, rileks. Kau tidak boleh marah-marah dulu untuk waktu sekarang ini,” ucapnya sambil mengusap-usap dada kiri Somers. Melihat wajah Winnie yang tertekuk lesu, Somers mengeraskan rahang dan
Selama proses hukum terus berlangsung, Pablo tetap mendekam di dalam rumah milik Somers dan tinggal bersama Gabriella dan Alexander. Pablo benar-benar telah melepas kepergian Winnie tanpa menyisakan sedikit pun kasih sayang. Semua barang pemberian darinya ditarik semua. Itu adalah hak Pablo, tidak ada yang bisa mengintervensi. Seiring waktu, rumah tangga antara Alexander dan Gabriella perlahan mulai kembali membaik karena dorongan dari Somers. Kini Somers memegang kendali kembali isi rumah tersebut supaya tidak terjadi lagi hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan kata lain keleluasaan Pablo dalam kontrol isi rumah akan diawasi sekaligus dibatasi. Ketika suasana di rumah perlahan mulai hangat kembali, di waktu bersamaan, Winnie yang pada hari ini telah menerima putusan pidana dari hakim tentang hukumannya, merasa berat hati dan sangat menyesal. Namun, takdir yang dia pilih sendiri telah menggiringnya ke arah ujung waktu dari dunia. Dia akan dihukum mati! Di sebelah Winnie sudah ada b