Home / Romansa / MENANTU IMPIAN IBU / Bab 70. Aku telah menunggumu.

Share

Bab 70. Aku telah menunggumu.

Author: HaniHadi_LTF
last update Last Updated: 2024-11-24 19:07:57

Terdengar adzan Subuh menggema.

"Udah Subuh, sholat, yuk!' ucap Dini beranjak dari pelukan Dilan dengan wajah memerahnya.

Dilan geleng-geleng. Baru juga ingin itu,.. kok Subuh sudah datang, gumannya.

"Din, nanti kita ulang lagi ya?" teriak Dilan menunggu Dini ke kamar mandi.

"Apanya?" Dini pura-pura tak mengerti sambil menyimpan senyum di bibirnya.

"Yang tadi."

"Yang mana?"

"Ih, kamu sok ghak ngerti ya." Gemes Dilan dengan menjitak Dini pelan

"Ghak janji ya, habis sholat aku mau lihat tanamanku."

"Dini,...!"

Dini terkekeh. Dia bahkan segera pergi setelah mencium punggung tangan Dilan selesai sholat Subuh. Dilan yang merasa keinginannya di ubun-ubun masih bisa menahannya saat dilihatnya Dini sudah asik dengan bunga-bunganya. Melihatmu bahagia, aku juga merasakan kebahagiaan itu, Din. Hanya hal sepele saja, aku bahkan berbulan bisa menahannya. Kenapa sekarang tidak?

Waktu seperti cepat berlalu, Dilan hanya senang berayun di taman, menggulir handphon-nya dengan sesekali menjepret wajah D
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 71. Ternyata Dilan janjian.

    Gadis itu mendekat. "Hai, Dilan, bagaimana khabarmu?" sapanya dengan senyum ramah dan menggoda. Dini merasakan tenggorokannya kering seketika.Dilan tersenyum, "Baik. Maaf Minggu lalu aku tidak bisa datang," ucap Dilan akhirnya, sebuah ucapan yang membuat Dini tertegun.Dini mengamati keduanya. Jadi benar, mereka janjian ketemu minggu lalu? Bisa-bisanya Dilan masih mengejarku sementara dia sudah janjian bertemu dengan gadis lain? bathin Dini berkecamuk."Iya, aku sampai menelponmu, tapi telponmu ghak aktif. Aku pikir kamu matikan, tapi lama aku telpon balik juga masih ghak aktif. Akhirnya aku ke sini saja. Ketemu Tante giani. Di sini pun kamu ghak ada. Akhirnya aku diajak Tante pergi.""Aku lagi pergi. Di sana sulit sinyal." Ucapan Dilan membuat Dini ingat, Dilan memang mengejar dia ke rumahnya."O, pantes." Gadis itu menyibakkan poninya dengan sesekali melihat Dini yang masih diam di sisi Dilan dengan wajah ditekuk. Sisil juga merasa heran dnegan gamis mewah yang dikenakan Dini yang

    Last Updated : 2024-11-25
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 72. Supir taxi yang mencurigakan.

    Dini memandangi jalanan yang dilalui taxi dengan tatapan kosong. Pikirannya kalut setelah meninggalkan rumah Dilan. Hati dan pikirannya bercampur aduk, membuatnya tidak memperhatikan supir taxi yang terus mencuri pandang ke arahnya. Sesekali, lelaki itu melirik ke kaca spion, memperhatikan wajah Dini yang tertutup cadar."Pak, ke kanan saja," ucap Dini dengan suara pelan namun tegas, mengarahkan tujuan perjalanannya."Baik, Mbak," jawab supir taxi itu, melirik sekilas melalui kaca spion. Tangan kirinya memegang kemudi, sementara tangan kanannya bergerak pelan untuk menyentuh layar ponselnya yang terpasang di dashboard.Dini mendengar lelaki itu berbicara, meskipun dengan suara pelan, seperti memberi kode pada seseorang melalui panggilan telepon. Kata-kata yang diucapkan terasa janggal di telinga Dini, namun ia terlalu lelah untuk memikirkannya lebih jauh. Hatinya masih diliputi rasa suntuk dan kecewa. Pikirannya sibuk memikirkan apa yang terjadi di rumah Dilan.Ketika taxi berhenti di

    Last Updated : 2024-11-26
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 73. Seandainya,..

    Saat pintu terbuka, pemuda itu menyunggingkan senyumnya. Firdaus menelisik setiap jengkal pemuda yang kini tengah berdiri di hadapannya. Rambutnya yang lurus penuh model dengan tertata nyentrik hampir menutup alisnya yang sebelah. Tubuh tinggi proporsionalnya masih tampak seperti seorang anak masih kuliahan dengan wajah tampan mirip artis Korea. Sepertinya bukan orang jahat, pikir Firdaus. Tapi bagaimana bisa melihat orang jahat dan tidak? Sekarang saja preman tidak pasti berewokan dan garang seperti duluh. Tampang kece dan tak berdosa bisa menjadi senjata mereka menjadi preman, bahkan pembunuh bayaran."Assalamualaikum, Tante!" Sapa pemuda itu dengan sopannya. Matanya yang agak sipit, menyisir ke dalam. Mencari gadis yang dia buntuti tadi.Ini bahkan memberi salam, guman Firdaus. Ah, bukankah orang penculik juga kadang menyembunyikan identitas mereka dengan berhijab? Lagi-lagi Firdaus berasumsi. Sementara Dini yang ngumpet di belakang dapur tak jauh dari ruang tamu, lamat mendengark

    Last Updated : 2024-11-27
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 74. Kambing guling.

    Rupanya Haidar yang datang. Dia lalu menuju meja makan sambil tersenyum pada Dilan dan Dini. Pria tinggi besar itu menaruh bawaannya di dalam kulkas, dan menyalami Dilan. Mereka memang sudah pernah bertemu sebelumnya."Maaf, ya, ulahku kapan hari ke kamu," ucap Haidar yang ikut duduk di meja makan, di dekat umminya."Ghak apa, santai saja. Aku bahkan yang harus berterimakasih kepadamu karena selama ini kamu telah menjaga Diniku."Mendengar kata Diniku, sedikit rasa sakit di hati Haidar, apalagi saat melihat Dilan menatap Dini. Dia dapat merasakan besar cinta lelaki itu pada gadis yang selintas hadir di kehidupan keluarganya."Kamu pasti sudah makan kan?" Firdaus mengalihkan perhatian Haidar. Dia tau betul, ada yang aneh dalam diri Haidar yang melihat Dilan begitu mesra menatap Dini."Sudah Ummi. Sama warga lain di masjid.""Dibilangi ghak usah bawa ke rumah, kok, dagingnya.""Ghak enak juga, Ummi. Dikirain kita sombong ghak mau daging qurban. Itu juga sudah aku kasihkan ke orang yang

    Last Updated : 2024-11-28
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 75. pergi.

    Dilan dan Dini yang sudah masuk ke rumah, disongsong oleh Bi Ima. Dini masih tengok-tengok ke depan rumahnya. Menengok barangkali mobil yang mengikuti mereka masih mengintai."Cari siapa, Den?" tanya Bi Ima.Dini menggeleng. "Hanya khawatir saja, Bu. Tadi seperti ada yang mengikuti kami.""Jangan terlalu khawatir, nanti hidup kamu ghak tenang.""Iya juga si, Bu.""Daging yang dari rumah besar, saya taruh freser, Den, demikian juga dengan daging dari kelurahan sini. Itu ada masakan kambing gule sama sate dari rumah besar, barangkali mau makan.""Iya, Bu. Makasih. Ibu sudah makan?" tanya Dini."Sudah, Den.""Bu, aku kan panggil Ibu ya, bisakah Ibu panggil saja saya Dini? Ghak usah, Den. Ini bukan di rumah besar, Bu. Ini di rumah kita."Wanita setengah tua itu matanya mengaca, lalu memeluk erat Dini. Dini balas memeluknya dan menepuk punggungnya pelan."Anakku saja tidak semulia hatimu, Dhuk," ucapnya dengan isak.Dini masih menepuk punggungnya. Dia ingin keluarga ini benar akan menjadi

    Last Updated : 2024-11-29
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 76. Kesepakatan.

    "Din,.." Dilan mencekal tangan Dini."Ada apa sih, Dilan?""Maksud kamu pergi gimana?""Ya, pergi ke kamar atas lah, mau pergi kemana lagi ayang aku bisa dalam keadaan begini?"Dilan membuang nafasnya elga. Kirain mau ke mana lagi? gumannya dalam hati."Emang kamu pikir mau ke mana?""Enggak, enggak, aku ghak mikir kamu ke mana, kok.""Aku kan harus tinggal di atas. Sesuai kesepakatan kita. Ummi sama Abi sudah pulang sekarang."Diantara lega, Dilan masih tidak terima dengan apa yang dilakukan Dini. "Din, jangan lakuin ini, dong. Aku ghak ingin tidur tanpa kamu di sisiku," ucapnya sapai memohon."Kenapa kamu ghak ajak Sisil saja, dia telah mencoba rebahan di kamar itu dan mengatakan kalian pasti melewati hal indah di sana," bentak Dini dengan menatap tajam Dilan."What?" Dilan hampir tak percaya dengan yang diucapkan Dini. "Dia masuk kamar kita?""Bukannya kamar kalian?" ralat Dini.Dilan menggelengkan kepalanya, "Bisa-bisanya kamar ini dimasuki orang lain, Din. Karena itu kamu sembuny

    Last Updated : 2024-11-30
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 77. Terlalu baik.

    "Memangnya kamu nunggu siapa, sih?" tanya Erka dengan duduk di depan Dilan dan emnatap sahabatnya itu intens."Sisil," jawab Dilan singkat dan tenang. Namun,..."Apa?" Teryata membuat Erka sampai terbelak." Bisa-bisanya kamu janjian sama dia. Kamu kan tau dia itu menyukaimu. Kenapa kamu main api, katamu istrimu sudah ada di sini?" Dilan memang pernah mengirim pesan WA saat sampai di rumah setelah dari desanya Dini yang mengatakan kalau Dini ke sini. Itu saking senangnya Dilan sampai bercerita ke sahabatnya itu."Justru ini aku ngurus sesuatu agar dia gak lagi mengharapkanku," ucap Dlan dengan masih menengok ke arah pintu."Bagaimana kalau Dini tau kalian ketemuan? Menurutmu dia ghak meradang?""Dia ghak akan perduli, Ka." Suara Dilan nampak putus asa. Dia memang merasa suntuk sekali setelah perdebatannya dengan Dini tadi di kamar atas, saat Dini mengatakan bahwa urusannya dengan Dilan hanya sebatas kasus Aziel selesai.'Maksud kamu?" Erka tak habis pikir dengan perkataan Dilan yang

    Last Updated : 2024-12-01
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 78. Menunggu.

    Dilan menatap Sisil. Dia sudah bermaksud mau mempertanyakan keberadaan Sisil di kamarnya, namun melihat apa yang terjadi dengan Sisil sebelum ini, Dilan sulit memulai kata-katanya."Pikirku aku menebus kesalahanku tak datang kapan hari saat aku janji ngajari kamu sholat, la kok kamu datangnya malam, aku jadi ghak enak, kan?" akhirnya kata-kata itu yang terucap oleh Dilan."Oala, itu, toh?" Sisil menyibakkan rambut poninya yang terjuntai di mukanya, "kapan-kapan bisa, santai aja. Kita bisa ketemuan lagi di rumah besar. Atau kalau kamu ghak keberatan, aku bisa ke rumahmu. Ngomong aja sama istrimu, kita perlunya cuma itu, aku yakin dia ghak bakalan cemburu. Lagian kalau aku di sana, dia ghak jadi salah paham sama kamu."Dilan tersenyum masam. Emang dia ghak cemburu, Sil. Karena dia tak ada perasaan apapun padaku, bathin Dilan.Sementara Sisil juga menyimpan senyumnya dengan menatap Dilan penuh kekaguman. Dia menjadi tak ragu untuk tetap mendekati Dilan setelah dia dan maminya memastikan

    Last Updated : 2024-12-02

Latest chapter

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 106

    "Selamat siang, adik-adik!" Dua orang lelaki menghadang sekelompok pemuda dan pemudi yang sedang menunggu bis yang lewat."Selamat siang, Pak! Ada yang bisa kami bantu?" tanya Mashad, ketua kelompok pecinta alam yang terdiri dari beberapa Mahasiswa dan mahasiswi PTN itu."Aku bisa minta sesuatuke kalian? tanya salah seorang diantara mereka yang lebih mendekat."Apa itu, Pak?""Sebelumnya perkenalkan, saya dari pihak terdakwa yang besuk lusa kalian akan menjadi saksinya."Sekelompok pemuda pemudi itu bersitatap. Mereka baru menyadari perkataan Pramono dan pesannya tadi agar mereka berhati-hati. Pramono bahkan menawarkan sebuah tempat tinggal untuk mereka tempati bersama, namun mereka menolak karena kesibukan mereka yang tak memungkinkan untuk diam di satu tempat dengan bersama."Lalu tujuan Bapak mencegat kami, mau apa?""Kami menawarkan sesuatu agar kalian bisa berbuat banyak hal dengan uang yang akan kami beri.""Lalu yang bapak inginkan apa?""Begini," Lelaki itu kemudian mengungka

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 105

    Dini yang menghampiri Danu, segera meneluarkan unek-uneknya. "Aku memaafkanmu, aku pikir kamu udah bener-bener insaf, Kak. Kenyataannya, kamu hanya ingin menjebakku."Danu yang tak menyukai Dilan di samping Dini, sebenar-sebentar menatap pegangan tangan mereka. "Aku tidak menjebakmu, Din. Mulanya aku justru yang ingin mengakuinya dengan ihlas. Namun melihat sikapmu yang sdelah tak perduli dengan perasaanku, aku tak bisa membuatmu melenggang begitu saja, sementara aku yang akan merasakan dinginnya jeruji besi.""Memang itu kesalahanmu, kenapa duluh kamu ghak nyadar kalau itu resikonya?""Aku ghak sengaja, Din. Kamu tau itu. itu hanya karena didorng rasa inginnnya aku memilikimu.""Aku sudah bilang mengenai hal itu kan? Aku tak bisa bersamamu.""Itu bukan alasan, Din. kalau kita bersama, rasa itu akan tumbuh, karena aku tulus mencintaimu."Dini menggelengkan kepalanya."Belum terlambat, Din. Tinggalkan lelaki itu. Aku akan mengakui kesalahanku. Aku mungkin hanya setahun dua tahun di pen

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 104

    Sekelompok pemuda dan pemudi datang. Model mereka yang laki-laki kebanyakan rambutnya panjang, membuat banyak mata memperhatikan. Terlebih cara berpakaian mereka yang nyentrik."Siapa kalian? Semua ada prosedurnya. Ikuti duluh prosedurnya. Dan sidang hari ini ditunda sampai di sini duluh. Dilanjutkan besuk kembali." Pak Hakim Ketua menginstruksikan."Kami hanyalah sekelompok orang yang ingin menegakkan keadilan Pak.""Baiklah, saya hargai usaha kalian. Besuk, kalian bisa kembali ke sini lagi. Sementara itu kalian harus berhati-hati untuk menjaga diri."Seorang gadis mendekat ke Hakim Ketua. "Terimakasih banyak, Pak."Gemuruh pengunjung sidang merasa kecewa karena sidang harus dilanjutkan besuk. Mereka penasaran dengan sekelompok pemuda pemudi yang datang ingin menjadi saksi.Sementara Pramono dan pengacaranya mendekati sekelompok pemuda dan pemudi yang datang hendak menjadi saksi. Kanaya yang selalu di dekat papanya ikut mendekat. Perbincangan pun terjadi diantara mereka."Kalian sia

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 103

    Setelah waktu rehat, kembali Dini maju ke depan untuk menghadapi pertanyaan Pembela Danu."Saudari Dini,.. tolong dijawab iya dan tidak saja." Pembela mendekati Dini. Menatapnya dengan tatapan tajam."Apa Anda mengenal saudara Danu?" Dia memulai pertanyaannya."Iya.""Anda mengidolainya kan seperti yang tadi Anda katakan?""Maaf itu duluh. Setelah,..""Dijawab dengan iya atau tidak," bentak Pembela.Dilan yang melihatnya mengepalkan tangannya. Sesak dirasakan pria tinggi itu, demikian juga dengan Astri dan lainnya dari keluarga Dini, selain Giani dan Ajeng."Tidak, sekarang.""Anda plin plan. Tadi mengatakan sendiri mengidolai, sekarang tidak." Pembela itu mencibir. Seringai licik terpancar dari wajahnya."Pertanyaan Anda yang tak bisa hanya dijawab iya dan tidak," bantah Dini dengan hati yang panas."Apakah Anda tau Danu mencintai Anda?""Iya.""Bahkan sangat mencintai Anda?"Dini mendongak dengan sekilas menatap Danu yang juga menatapnya. "Iya!" Dini mulai jengkel dengan menjawab se

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 102

    Di meja makan sederhana itu, suasana tampak tegang meski suara piring dan sendok beradu sesekali mengisi kekosongan. Astri, seorang ibu yang selalu tahu gelagat anaknya, memandang Dini dengan cemas. Dini hanya memutar sendok di atas nasi tanpa benar-benar memakannya. Wajahnya pucat, jelas dia sedang menghadapi beban berat."Makanlah, Dhuk," ujar Astri lembut, mencoba membangkitkan selera makan Dini. Suaranya penuh kasih, seperti ingin menyelimuti hati putrinya yang rapuh.Dini hanya tersenyum tipis, tetapi matanya tetap tertunduk. Sesaat kemudian, Dilan mendekat, membawa ketenangan yang Dini butuhkan. Wajahnya tenang, gerak-geriknya tegas, tetapi kelembutan terlihat dari caranya memperhatikan Dini."Dek, ayo makan." Dilan mengambil sendok, menyendokkan nasi ke piring Dini, lalu menyuapinya. Tatapan matanya penuh cinta, namun kini dibalut kekhawatiran. Dini tidak menolak, tetapi air matanya mulai menetes tanpa bisa ditahan.Melihat itu, Dilan menghentikan gerakannya. Dengan hati-hati,

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 101

    Aziel...Namanya masih terngiang di kepalaku, berputar seperti gema dalam ruangan kosong. Semua terjadi begitu cepat. Suaranya yang menyebut Allah menjadi kalimat terakhir yang kudengar darinya. Seakan dunia berhenti bersuara ketika tubuhnya terkulai. Perawat yang berdiri di sisinya hanya memandangiku dengan sorot mata penuh iba, lalu mengucapkan kalimat itu:"Maaf, Mbak, dia sudah pergi selamanya."Aku tidak bisa merespons. Tubuhku kaku, seperti terikat oleh ribuan tali yang tak terlihat. Seorang mbak di kemah itu yang menemani sejak tadi kini merangkulku, tubuhku gemetar di pelukannya. "Yang sabar, ya, Dik. Dia pasti bahagia di sana. Tolong ikhlaskan."Ikhlaskan? Kata itu seperti pisau yang menusuk pelan, tapi berulang-ulang. Aku mencoba membuka mulut, memanggil namanya, Aziel. Kata itu keluar lirih, disertai air mata yang sudah tak bisa kubendung."Jangan pergi... Kita pasti akan menikah. Kita akan sekolah bersama..." ucapku di antara isak tangis. Tapi kalimatku menggantung. Dunia

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 100

    Dini mengusap airmata yang tiba-tiba saja mengalir. Ingatan dia pada Aziel membuatnya menangis. Salahkah aku jika aku masih menangisinya, sementara ada suamiku yang begitu menyayangiku? Bathin Dini dengan kembali menitikkan airmata saat dia meras tak adil pada Dilan karena hatinya masih terbagi."Tolong diteruskan," perintah Pak Hakim saat melihat Dini menunduk.Aku dan Aziel menatap ke arah datangnya suara yang ternyata ada di belakang kami. Aziel terperanjak dengan tangan mengepal. Kata-kata tak senonoh itu bahkan tak pantas untuk didengar seekor jangkrik yang kebetulan lewat."Danu?" ucapku spontan manakala seseorang yang di belakang kedua orang itu, menampakkan wajahnya."Kamu pikir kamu bisa dimiliki orang lain, sebelum aku mencicipimu?" ucapnya dengan wajah merah padam. Aku bahkan seolah tak mengenalinya lagi. Sosok yang duluh amat kuhormati bahkan kuidolai, kini bisa mengatakan semua itu."Jaga ucapanmu!" bentak Aziel."Kamu telah menolakku, Dini. Aku datang dengan baik-baik me

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 99

    "Ibu sehat?" tanya Dilan. Lalu mencium punggung tangan wanita di depannya."Sehat, Nak. Lihat, nih," ucap Astri tersenyum."Ibu sudah tidak sabar pingin ketemu Dini, Dilan, sampai pas aku telpon kamu semalam, Ibu pingin ngomong sama Dini."Kapan Mas telpon?" tanya Dini pada Fahmi."Tadi malam," jawab Fahmi. yang segera membuat mata Dini membelalak menatap Dilan yang hanya cengingisan di depannya."Jadi Mas Fahmi yang telpon, Mas? Yang kamu sembunyikan itu?""He,he, he,.. kejutan, Dek.""Ih, bisa-bisanya ya, kamu,.." Dini sudah menimpuk Dilan dengan tas kecil yang dibawanya."Dini,..apa-apaan sih kamu, sama suami kamu ghak sopan begitu?" tegur Astri."Ya, begitu itu, Bu, anak Ibu. Ghak sopan sama suami."Dini makin menggertakkan giginya. Dilan hanya ngakak tertawa."Ibu,..!" Dini segera memeluk Astri. "Aku kangen sekal sama Ibu,""Ibu juga, Nak. Kamu baik-baik saja, kan?"Dini hampir saja bercerita tentang kejadian semalam, tapi Dilan memegang tangannya, "Kami baik-baik saja, Bu. Aku

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 98

    Pria itu mengulurkan air mineral untuk Dini dan Dilan. "Mas, nggak kenapa-napa?" suara beratnya terdengar.Dilan menoleh dan tersenyum kecil. "Nggak apa-apa, Pak. Saya cuma kaget aja.""Maaf, Mas. Saya tadi telat datang karena ada keperluan mendadak," ujar pria itu.Dini memandang pria itu dengan tatapan bingung. "Mas, ini siapa?"Dilan membantu Dini bangkit, kemudian beralih menatap pria tersebut. "Dia? suruan Papa, Din.""Suruan Papa?" Dini mengerutkan dahi, bingung dengan istilah yang baru saja keluar dari mulut suaminya.Dilan tertawa kecil, mencoba menenangkan istrinya. "Maksudnya dia ini yang jaga kita, Din. Nggak usah khawatir. Sekarang kita masuk ke dalam aja, ya."Dini masih ingin bertanya lebih banyak, tapi melihat tatapan serius Dilan, ia memilih untuk menurut. Mereka berjalan menuju kamar resort dengan pria tadi mengikuti di belakang, memastikan semuanya aman."Terimakasih, Pak. Bapak bisa pergi sekarang. Insyaallah ghak ada apa-apa."Setelah masuk ke kamar, Dilan mengun

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status