MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (48)Aira tersenyum bahagia saat akhirnya pengerjaan rumah miliknya itu telah selesai juga dikerjakan. Sekarang rumah impian itu sudah bisa ditempati.Dengan menggunakan roda dua, dia membawa dan memindahkan tas pakaian miliknya dan Dino serta Dini dari penginapan.Karena baru saja jadi, dia belum punya perabotan rumah tangga. Tapi dengan memesan belanjaan secara online, akhirnya satu persatu barang kebutuhan rumah tangga yang dia perlukan itu pun mulai berdatangan juga dan tinggal dia tata dengan rapi dan apik saja di tempatnya masing masing.Usai menata rumah barunya, Aira pun sejenak meluruskan kakinya, beristirahat. Tapi baru saja duduk, smartphone miliknya yang berada di atas meja di sudut kamarnya bergetar perlahan.Aira pun mengambil benda segi empat itu dan membuka aplikasi hijau miliknya yang tengah menampilkan pesan baru yang ternyata berasal dari Pak Bima itu."Bu Aira, jadi nggak nanti siang kita jalan jalan merayakan kemenangan Dino dan Di
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (49)"A ... apa? Kamu akan menikah dengan laki laki ini? Kamu nggak salah?" tanya Indra dengan nada tak percaya sambil menatap penuh rasa tak suka pada Pak Bima yang tengah menggandeng tangan Dino dan Dini dengan penuh perlindungan.Sementara Aira tersenyum lebar saat Pak Bima menanggapi ucapannya barusan."Salah? Apanya yang salah, Mas? Aku kan sudah lama bercerai dari kamu. Pak Bima juga sudah lama kehilangan istrinya yang sudah meninggal dunia. Anak anak pun juga sudah setuju.""Lantas apanya yang salah? Nggak ada kan? Yang salah itu kalau kita punya pasangan, tapi tak mau menafkahi lalu menjalin hubungan lagi dengan orang lain tanpa ingat pada anak dan istrinya.""Giliran istrinya bangkit dan sukses, dia kelimpungan dan pengen balikan lagi. Itu yang salah kalau menurut aku, Mas!" jawab Aira sengaja menyindir Indra yang dahulu telah melakukan hal seperti yang dia sebutkan tadi pada dirinya.Mendengar jawaban Aira itu, Indra tersenyum masam.Laki lak
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (50)"Indra! Apa yang terjadi sama kamu, Nak? Kenapa kamu bisa jadi begini?" ujar Bu Rahmi dengan suara bergetar dan wajah berurai air mata usai Dahlia menelponnya dan dia datang ke rumah sakit lalu menemukan putrinya itu tengah duduk di depan ruang operasi dengan menelungkupkam kedua telapak tangan di wajahnya.Gadis itu menoleh lalu terlihat lega saat melihat ibunya telah datang. Refleks ibu dan anak itu kemudian saling berangkulan. Sama sama menumpahkan air mata."Bu Dewi, Ma. Dia sudah mencoba melakukan pembunuhan terhadap Mas Indra. Kasihan Mas Indra, Ma. Dia ditusuk sama Bu Dewi tadi," jawab Dahlia sambil sesenggukan.Mendengar jawaban dari putrinya itu, Bu Rahmi mengepalkan tangannya dengan geram. Merasa begitu marah terhadap besannya itu yang sudah tega menganiaya putranya."Kurang ajar! Jadi perempuan itu yang sudah cari gara gara sama kita! Awas saja nanti! Kalau sempat ketemu, Mama akan bikin perhitungan sama dia!""Nggak habis habisnya dia
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (51)Dahlia dan Bu Rahmi, didampingi Aris dan Rudy tersenyum lega setelah mereka berdua selesai melaporkan perbuatan Bu Dewi, mertua Indra yang telah melakukan penusukan pada Indra itu ke kantor polisi.Petugas yang bertugas menerima laporan dari mereka pun berjanji akan segera menindaklanjuti dengan melakukan penangkapan pada Bu Dewi setelah alat alat bukti yang mereka berikan tadi selesai diperiksa dan dinyatakan valid sehingga pihak kepolisian bisa mulai melakukan penyelidikan.Bu Rahmi, Dahlia, Aris dan Rudy pun kembali ke rumah sakit, di mana Indra yang baru saja menjalani operasi menyatukan kulit perut yang koyak akibat penusukan dengan senjata tajam yang dilakukan oleh Bu Dewi, mulai stabil kondisinya usai perawatan.Saat mereka kembali, mereka menemukan Maya dan Inggrid, kedua menantu Bu Rahmi yang merupakan istri dari Aris dan Rudy yang tadi dimintai tolong oleh Bu Rahmi untuk menunggui dan menjaga Indra selama mereka berempat pergi melapor ke
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (52)"Jadi gimana ini? Gimana kita bayar rumah sakit nanti kalau kalian nggak punya uang?" tanya Bu Rahmi akhirnya sambil menghela nafas panjang dan menjatuhkan tubuhnya di sofa.Ke empat anaknya diam tak menjawab. Masing masing juga terlihat sibuk berpikir."Apa Indra nggak punya BPJS ya, Ma? Ndra?" tanya Rudy dengan kening berkerut.Indra dan ibunya serentak menggelengkan kepalanya."Perusahaan Indra kan bukan perusahaan besar yang menyediakan fasilitas kesehatan buat karyawannya, Rud. Makanya Mama pusing dari kemarin mikirin ini," jawab Bu Rahmi mengeluh."Oh. Kalau gitu, gimana kalau kita cari Bu Dewi aja sampai ketemu, Ma. Kita paksa dia supaya tanggung jawab sama perbuatan dia ke Indra?"" ... atau kita satroni aja kediaman mertua Indra itu dan kita ambil apa saja yang bisa diambil untuk bayar biaya rumah sakit, Ma? Enak sekali dia, habis nusuk, terus kabur gitu aja!" jawab Rudy tiba tiba dengan nada tak terima."Iya, Ma. Biar mereka nggak bisa m
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (53)Begitu tiba, polisi yang awalnya hendak melakukan penangkapan terhadap Bu Dewi setelah mendapatkan laporan dari Bu Rahmi dan anak anaknya soal penusukan yang dilakukan terhadap Indra itu, bergerak cepat mengamankan Bu Rahmi yang masih bengong di tempatnya sementara sosok Bu Dewi terlihat tertelungkup di pinggir got dengan luka di belakang kepala yang menyemburkan darah segar.Melihat Bu Rahmi ketakutan dan tampaknya baru saja mencelakakan Bu Dewi tersebut, petugas pun bergerak sigap mengamankan perempuan itu dengan membawanya masuk ke dalam mobil patroli.Sementara sosok Bu Dewi yang terluka langsung dibawa ke rumah sakit untuk ditangani.Dahlia yang mendengar berita dari sambungan telepon petugas kepolisian gegas mendatangi ibunya di kantor polisi dan menemukan Bu Rahmi tengah meringkuk sedih sembari menangis di sudut ruang tahanan.Melihat kedatangan putrinya, Bu Rahmi pun gegas bangun dan menangis sedih di pelukan Dahlia."Lia ... Mama udah bik
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (54/ENDING)Dahlia menghela nafas saat melihat Indra tengah melamun di ruang makan. Sarapan di depannya belum disentuh sama sekali. Tatapan mata laki laki itu terlihat kosong.Sudah dua minggu sejak Bu Rahmi dipenjara, Indra selalu kelihatan sedih dan murung. Indra juga jadi jarang bicara dan menyapanya.Tentu saja keadaan ini membuat Dahlia merasa khawatir. Dia takut kakaknya itu mengalami depresi karena ibu mereka masuk penjara, sementara istri yang harusnya menghibur dan mendampingi malah tak ada.Dahlia menatap layar ponselnya lalu lagi lagi menghembuskan nafasnya.Ingin rasanya dia memberi tahu kalau dia baru saja mendapatkan informasi jika Aira akan menikah esok hari dengan Pak Bima. Tapi melihat keadaan Indra yang kelihatannya masih begitu tertekan oleh keadaan itu, membuat Dahlia jadi ragu sendiri.Namun, setelah berpikir pikir sejenak, akhirnya gadis itu pun membuka suaranya."Mas? Kamu kenapa? Sudah jam tujuh kok belum berangkat ke kantor jug
"Nis, mana kaos kaki dan sepatu? Tolong siapin ya, mas buru-buru soalnya," ucap suamiku sambil merapikan seragam coklat yang dikenakan.Mendengar permintaannya, gegas kuambil kaos kaki dan sepatu hitam yang biasa ia pakai ke kantor dan barusan sudah kusemir mengkilat lalu meletakkan di hadapannya. "Ini, Mas. Mau dipakein?" tanyaku sembari berjongkok di depannya, tetapi Mas Donny menggelengkan kepalanya."Nggak usah, Sayang. Tolong ambilkan saja tas kerja mas, ya di kamar," ujar suamiku lagi."Oke, Mas. Tunggu sebentar ya." Aku mengangguk lalu berjalan kembali menuju ke kamar, mengambil tas kerja berwarna hitam yang biasa digunakan suamiku untuk menyimpan berkas-berkas kerjanya.Tas itu kuambil. Namun, karena buru-buru, sesuatu tampak terjatuh dari resleting yang terbuka dan melayang tepat di kakiku.Meskipun pelan, tapi suara yang berasal dari benda jatuh itu membuatku spontan melihat ke bawah.Kuambil benda itu dan memeriksanya. Sebuah kotak perhiasan ternyata. Karena penasaran, kub
POV DONNYSetelah diperintahkan hakim untuk melakukan mediasi, kami berdua pun akhirnya menghadap hakim mediasi di ruangan kerjanya.Kulihat Nisa menatap garang saat aku berjalan lebih dulu menuju ruangan tersebut. Aku memang berharap hakim mediasi dapat menyatukan kami berdua kembali. "Jadi, Pak Hakim, saya ingin rujuk lagi dengan istri saya ini. Saya memang sudah melakukan kesalahan fatal dengan mengkhianati perkawinan kami, tapi saya sangat menyesali hal itu, Pak Hakim.""Saya juga kasihan sama Nisa, istri saya ini. Kalau dia jadi janda, pasti namanya akan buruk di mata masyarakat. Dia akan jadi bahan gunjingan tetangga. Orang-orang akan takut kalau Nisa merebut suami mereka. Lagi pula, zaman begini banyak laki-laki suka seenaknya saja. Mereka berpikir janda itu perempuan yang mudah digoda dan diajak berbuat yang tidak-tidak.""Makanya saya ingin mengajak Nisa rujuk. Apalagi, Nisa ini hanya ibu rumah tangga biasa. Tidak punya banyak pilihan. Hanya laki-laki yang benar-benar baik s
POV DONNY"Saudari Nisa, Saudari yakin hendak melanjutkan gugatan perceraian pada suami Saudari, yakni Saudara Donny ini? Sudah dipertimbangkan masak-masak? Kami masih memberikan kesempatan bila mana Saudari hendak membatalkannya," ucap salah seorang hakim pada Nisa yang kemudian mengangguk yakin sebagai jawaban."Yakin, Yang Mulia. Sudah saya pertimbangkan masak-masak, saya akan tetap melanjutkan gugatan saya ini," jawab Nisa dengan nada tegas."Baik." Hakim mengangguk-anggukkan kepalanya lalu meneruskan pertanyaan kembali."Apa alasan dan dasar hingga Saudari memutuskan untuk menggugat cerai suami Saudari?" lanjut hakim pula."Karena suami saya sudah menikah lagi tanpa izin dari saya maupun izin atasan tempat ia bekerja sehingga saat ini status kepegawaian suami saya pun terancam dipecat dan berakhir. Bukan itu saja, saat ini suami saya juga sudah memiliki seorang putri dari pernikahan keduanya itu, Yang Mulia dan sebagai seorang istri, rasanya saya tidak bisa menerima dan mentoleri
POV DONNYSetelah dengan terpaksa meninggalkan rumah ibu NIna, aku pun melajukan roda dua menyusuri jalanan kota yang mulai sepi di jam tengah malam seperti ini.Hampir semua rumah penduduk sudah tutup. Hanya warung kopi dan warung pinggir jalan saja yang tampaknya masih buka.Aku pun membelokkan kendaraan ke sebuah warung kopi yang terlihat ramai.Kubiarkan saja tas pakaian berada di jok motor sementara aku duduk di bangku santai yang berjajar di sepanjang pinggir trotoar."Kopi, Mas. Satu," ucapku pada pelayan.Pelayan mengangguk. Aku pun menunggu, tetapi hingga beberapa saat lamanya, pesanan kopiku tak juga kunjung datang.Aku pun memanggil pelayan itu kembali dan dengan tak sabar, meminta pesananku segera dibuatkan.Pelayan tampak grogi. Namun, sesaat kemudian ia membawakan juga pesanan kopi yang kuminta. "Maaf ya, Mas. Kami kurang anggota, jadi pesanan lama nunggu," ujarnya sambil menundukkan kepala, meminta maaf."Kekurangan anggota? Maksudnya kurang pekerja?" tanyaku dengan na
POV DONNY"Nina, apa ini? Keterlaluan kamu! Kamu selingkuh ya! Atau ... jangan-jangan kamu ju*al diri! Kamu gila! Baru saja selesai nifas, sudah berbuat seperti ini! Bukan sama suami, tapi sama orang lain! Dasar perempuan jal*ng!" bentakku kalap saat melihat keadaan Nina yang demikian.Kurenggut kimono yang dikenakan perempuan itu hingga sobek di beberapa bagian.Nina berusaha mempertahankan dan menutup bagian atas tubuhnya yang terbuka dengan telapak tangan, tapi percuma sebab tangan itu pun kurenggut paksa."Percuma kamu tutupi! Aku sudah melihat semuanya, Nina! Kamu selingkuh, kan! Iya, kan!" bentakku lagi dengan kalap.Nina hanya mampu menatapku nanar."Apa kata kamu! Hentikan, Mas! Apa-apaan kamu!" dengkusnya keras."Kamu yang apa-apaan! Kenapa badan kamu merah-merah begini! Kamu habis ngapain! Jelaskan!" bentakku untuk ke sekian kalinya dengan nada penuh curiga dan emosi.Nina hendak membuka mulutnya, tapi urung saat Naura tiba-tiba tersentak bangun dari tidurnya lalu memekik ke
POV DONNY"Bu, memangnya Nina mau ke mana sih? Hari sudah sore, apa nanti nggak kemalaman di jalan?" tanyaku pada ibu mertua saat Nina sudah keluar dari rumah, menggunakan ojek online yang dipesan oleh istriku itu untuk pergi. Entah ke mana."Nina ke mana nggak perlu kamu tanyakan lagi, Don. Biar aja dia pergi. Doakan saja istrimu itu selamat! Yang penting nanti pulang bawa uang. Kamu nggak bisa ngasih istri dan anakmu makan lagi, jadi nggak usah banyak tanya deh!" jawab ibu mertua dengan ketus sambil berlalu ke belakang."Kok ibu ngomong gitu? Sebelum SK pemecatan Donny keluar, Donny kan masih bisa dapat gaji, Bu. Lagi pula gajian kemarin semua uangnya sudah Donny kasih ke Nina, kok dibilang Donny udah nggak bisa ngasih makan Nina dan Naura lagi sih, Bu!" protesku sedikit keras pada beliau sambil membuntuti langkah ibu mertua ke belakang. Namun, beliau mengibaskan tangannya."Iya, bulan ini mungkin masih bisa makan. Tapi itu juga pas-pasan, karena sembako sekarang naik semua. Minyak
POV DONNY"Bu, maaf apa lowongan pekerjaan ini masih ada, Bu?" tanyaku pada ibu pemilik warung yang baru saja mengantarkan teh dingin yang kupesan.Ibu tersebut menganggukkan kepalanya."Masih. Siapa yang butuh pekerjaan? Tapi gajinya kecil ya, cuma lima ratus ribu sebulan. Kerjanya cuci piring sama ngantarin makanan ke meja tamu," sahut sang ibu dengan wajah datar."Lima ratus ribu, Bu? Kecil sekali ya," ucapku tanpa sadar. Membuat sang ibu pemilik warung makan mencebikkan bibirnya tak suka. Hari gini mencari pekerjaan memang susah. Sejak pandemi Corona melanda, hampir semua sektor usaha terdampak. Apalagi rumah makan yang notabene jam operasinya dibatasi sebab pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat."Gajinya kecil? Namanya juga kerja di rumah makan, Mas. Kalau mau gaji besar, situ ngelamar aja jadi menteri apa presiden sekalian. Ya, sudah. Nanti es tehnya nggak usah dibayar! Hitung-hitung saya sedekah sama sampean. Pengangguran aja sok minta digaji besar. Belum tentu juga saya
POV DONNY"Gimana, Don? Sukses usahanya?" tanya Ilham saat aku mampir ke rumah sohibku itu sepulang dari kantor Bu**ti.Aku menggelengkan kepala dengan wajah masam."Gagal, Ham. Pak Bu**ti malah marah-marah. Aku diusir dari ruangan dan malah Pak Ferdy disuruh naikkan berkas pemecatanku secepatnya, supaya bisa diteken segera," sahutku perih sambil menjatuhkan tubuh ke sofa dengan gerakan lunglai.Mendengar jawabanku, Ilham tampak terkejut dan tak percaya."Ya, Tuhan. Kok bisa sih, Don? Gimana ceritanya?" Ilham menatapku prihatin."Entahlah, Ham. Aku juga nggak nyangka. Pak Ferdy ternyata punya rekaman CCTV rumah makan waktu mereka makan bertiga kemarin, jadi gagallah usahaku untuk mempengaruhi Bu**ti supaya memecat Pak Ferdy dari jabatannya. Bukannya dipecat, malah aku yang disuruh secepatnya diberhentikan dari pekerjaan. Nasib!" keluhku penuh penyesalan."Hmm, ya sudahlah, Don. Mau gimana lagi, semua sudah terjadi. Sekarang lebih baik kamu fokus memikirkan masa depan kamu selanjutnya
POV DONNY"Jadi tidak benar kalau anda hanya makan berduaan saja dengan Bu Nisa, Pak Ferdy?" tanya Pak Bu**ti sambil menatap wajah Pak Ferdy.Pak Ferdy menggelengkan kepalanya lalu kembali membuka mulutnya."Rekaman CCTV rumah makan itu buktinya, Pak. Selain itu saya juga masih menyimpan bukti chat pertama kali saya dengan Bu Nisa. Bapak bisa baca ini, tanggalnya tidak lama kemarin" ujar Pak Ferdy lagi sambil menyodorkan ponselnya ke hadapan pimpinan kami itu.Pak Bu**ti membaca pesan whatsapp lelaki itu dengan istriku lalu tiba-tiba mengernyit heran."Tapi di sini Bapak memang mengajak makan siang Bu Nisa. Maksudnya apa?" Beliau bertanya kaget.Aku pun ikut kaget. Benarkah Pak Ferdy memang mengajak makan siang Nisa? Kalau begitu, berarti tak salah dugaanku, Pak Ferdy memang ada hati dengan istriku itu. Dan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja!"Saya mengajak makan siang Bu Nisa sebagai ucapan terima kasih, Pak. Tidak ada maksud lain. Saya memang merasa berterima kasih pada Bu Nisa ka
POV DONNY"Pak Ferdy, ke ruangan saya sebentar bisa, Pak? Ada hal yang mau saya bicarakan," ucap laki-laki berpenampilan berwibawa di depanku sesaat setelah ia memencet tombol di layar ponselnya, kelihatannya sedang menghubungi seseorang.Siapakah yang beliau hubungi itu? Pak Ferdy? Tak apa, aku siap menghadapi laki-laki pecundang itu saat ini juga! Biar dia tahu aku juga tidak bodoh dan mau begitu saja dipecundangi olehnya!"Baik, Pak!" terdengar sahutan di seberang yang tak urung sampai juga ke telingaku.Hmm, bagus! Dengan begitu aku akan bisa menunjukkan siapa diriku sebenarnya.di hadapannya!Beberapa saat kemudian, pintu ruangan ini pun diketuk dari luar."Masuk," ucap Bapak Bu**ti dengan suara berwibawa.Ceklek!Pintu pun dibuka dan dari luar. Sesosok tubuh laki-laki yang beberapa hari ini sebenarnya telah membuatku merasa insecure saat berdiri di sampingnya muncul di sana.Pakaiannya rapi dan terlihat mahal. Jam yang melingkar di pergelangan tangannya yang kekar juga kelihata