MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (27)"Dini ... maafkan, Papa. Dino juga, maafkan, Papa ya. Papa memang salah sudah membiarkan kalian pergi dari rumah kemarin, tapi percayalah papa sangat menyesal.""Papa sangat sedih setelah kalian pergi. Papa berusaha mencari kalian kemana mana tapi nggak ketemu, Sayang. Tolong maafkan Papa ya. Papa janji mulai sekarang Papa nggak akan meninggalkan kalian lagi. Papa akan menjaga kalian sampai kapan pun juga. Papa nggak akan membiarkan kalian hidup kesulitan lagi. Papa janji, Sayang ...," ujar Indra sambil bersimpuh mendekati kedua buah hatinya, tetapi baik Dini maupun Dino hanya bergeming saja. Mereka justru makin merapatkan badan ke tubuh Aira."Nggak! Dino nggak percaya omongan Papa lagi! Lagi pula siapa bilang kami hidup kesulitan setelah Papa dan nenek usir kami dari rumah? Nggak, Pa! Alhamdulillah kami hidup kecukupan berkat pertolongan Allah dan berkat mama cari uang!""Jadi Papa nggak usah temui kami dan merayu kami lagi, karena sampai kapan
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (28)"Ra, kamu mau kan memaafkan, Mas? Please, Ra. Belum terlambat untuk memperbaiki semuanya. Mas akan menceraikan Selvi lalu kita rujuk lagi ya, Ra?" ujar Indra sambil menatap wajah mantan istrinya dengan pandangan penuh harap.Aira tersenyum tipis lalu menggelengkan kepalanya dengan tegas."Maaf, Mas. Aku nggak bisa! Sejak kamu bawa Selvi ke rumah dan memilih dia dari pada aku dan anak anak, sejak itu aku sudah mengenyahkan kamu dari hati dan pikiranku, Mas!""Sekarang nggak ada lagi tempat buat kamu dalam hidupku! Perkawinan kita sudah berakhir. Kita juga sudah resmi bercerai. Jadi, jalani saja hidup kita masing-masing. Nggak perlu lagi ada yang diurusin! Kamu sudah menikah dengan Selvi. Cita cita kamu untuk menjadi pendamping hidupnya sudah terlaksana. Sekarang apa lagi yang kamu sesali? Toh, dia adalah pilihan kamu sendiri?""Aku sudah pernah memohon, dan kamu menolak, Mas! Jadi sekarang, aku juga akan melakukan hal yang sama, menolak permintaan
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (29)"Jadi sekarang Aira sudah berubah? Sudah sukses? Sudah bisa bangun rumah sendiri? Yang benar, Ndra? Memangnya dia kerja apa? Bikin rumah kan mahal, Ndra? Dapat uang dari mana dia?" Bu Rahmi tak percaya mendengar perkataan putranya barusan.Masa iya, perempuan lemah yang dulu habis ia bully dan maki itu sekarang sudah berhasil dan sukses hidupnya? Dalam waktu yang nggak terlalu lama lagi. Kerja apa memangnya mantan menantunya itu?"Nggak tahu dia kerja apa, Ma. Tapi yang jelas dia sudah sukses sekarang. Anak anak juga kelihatannya baik baik aja. Duh ... kalau tahu begini nggak akan Indra ceraikan dia, Ma. Nyesel Indra jatuhkan talak dan biarkan dia pergi dari rumah ini. Milih Selvi malah jadi begini. Malam pertama, dia ninggalin Indra seenaknya," keluh Indra menjawab pertanyaan ibunya.Mendengar keluhan Indra, Bu Rahmi ikut menghela nafas. Sebagai seorang ibu, dia bisa mengerti dan merasakan kekecewaan Indra pada istri barunya itu.Namun, demi tak
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (30)"Dino! Cepat selesaikan tugas kamu! Teman yang lain sudah selesai, tapi kamu kok belum selesai juga?" ujar guru perempuan yang ada di depan kelas pada Dino yang belum juga selesai mengumpulkan tugas.Tak biasanya Dino terlambat mengerjakan tugas seperti ini karena bocah laki laki itu merupakan murid paling pintar di kelas itu. Namun kali ini tidak. Demi mengulur waktu, Dino memang pura pura kesulitan mengerjakan tugas tersebut sehingga sampai jam pulang sekolah hampir tiba dan murid yang lain sudah sedari tadi mengumpulkan tugas mereka, Dino masih saja sibuk berkutat dengan kertas di tangannya."Ya, Bu. Sebentar. Masih ada beberapa soal lagi yang belum selesai Dino kerjakan, Bu," sahut Dino memberi alasan. Ibu guru pun hanya menganggukkan kepalanya meski dalam hati merasa heran karena tak biasanya Dino seperti ini.Sementara itu, melihat anak laki lakinya tak juga kunjung selesai mengerjakan tugas belajarnya, di luar kelas, Indra berdecak sebal.
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (31)"Dino! Kamu ... !" Indra berteriak tak percaya mendengar jawaban putranya.Sungguh dia tak mengira anaknya itu bisa berkata seperti itu terhadapnya.Ah, apa benar dia dan ibunya sejahat itu terhadap anak anaknya, sehingga membuat darah dagingnya sendiri mampu berucap sedemikian itu terhadapnya?Rasanya dia telah lupa seperti apa perlakuannya pada anak anak dulu sehingga saat ini dia merasa bingung bagaimana bisa anak anaknya menjadi trauma seperti ini terhadap papa kandung dan neneknya sendiri."Mas, Indra! Ngapain kamu ke sini? Kamu mau apa?"Sedang dilanda tanda tanya di dalam hatinya, suara Aira terdengar di telinga Indra.Indra membalikkan tubuhnya lalu tertegun menatap sosok mantan istrinya yang baru saja tiba itu. Di samping Aira, sosok putrinya, Dini tampak sudah bersamanya. Mungkin tadi Aira langsung ke kelas Dini lalu menuju kelas Dino untuk menjemputnya makanya bisa bertemu dia di sini.Laki laki itu merasa kaget bukan saja karena Aira m
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (32)"Sombong kamu ya, Ra! Mentang mentang sudah punya rumah sendiri, kamu pikir kamu bisa berbuat semaunya! Sadar, Ra kamu itu sekarang janda beranak dua. Siapa sih memangnya yang mau nikahin janda anak dua? Nggak ada, Ra! Makanya nggak usah belagu deh! Bersyukur kamu Indra mau ngajak rujuk! Eh, ini bukannya bersyukur dan senang, malah sok sokan menolak!""Yakin kamu mau menolak? Atau sebenarnya kamu cuma gengsi dan malu aja kalau cepat cepat menerima ajakan rujuk kembali dari Indra? Atau ... kamu ragu karena Indra masih terikat perkawinan dengan Selvi? Kalau itu masalahnya, kamu tenang aja. Sebentar lagi biar diurus perceraian Indra dengan dia, biar kamu bisa tenang dan nggak ragu lagi soal hubungan mereka. Oke?" ujar Bu Rahmi dengan nada percaya diri pada Aira.Mendengar perkataan mantan ibu mertuanya itu, Aira menghela nafas. Bu Rahmi tak pernah berubah ternyata. Masih saja menganggap perkawinan adalah sebuah permainan belaka hingga tak mengapa ka
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (33)"Benar, Pak. Dino nggak mau ikut Papa. Tapi Papa terus memaksa, nenek juga!" sergah Dino lagi sambil memandang tak suka ke arah Indra.Yang diingat bocah itu memang hanya kenangan buruk selama tinggal di rumah ayah kandungnya itu. Tak ada kebahagiaan dan ketenangan tinggal bersama orang yang harusnya menyayangi dirinya sepenuh hati itu.Itu sebabnya, dia bersikeras tak mau diajak pulang oleh ayah dan neneknya itu."Tapi Papa sayang sama kamu, Dino! Kalau Papa memang salah, Papa minta maaf. Papa menyesal sudah membuat kamu dan adik kamu pergi dari rumah. Tapi tolong maafkan Papa.""Setiap orang pasti pernah berbuat kesalahan, Dino. Begitu pun Papa, tak luput dari salah dan dosa. Tapi kalau Tuhan saja maha memaafkan, kenapa Dino, Mama dan adik yang hanya manusia biasa tak bisa memaafkan kesalahan dan kekhilafan yang pernah Papa lakukan tanpa sengaja itu?""Dan nenek juga sudah minta maaf sama kalian. Ingin kalian tinggal di rumah Papa dan nenek sepe
MEMBALAS HINAA SUAMI DAN MERTUA (34)Dalam perjalanan pulang ke penginapan, Aira mencoba mengajak Dino bicara. Ia ingin tahu seberapa jauh kedekatan hubungan antara putra dan putrinya itu pada kepala sekolah mereka tersebut."Jadi, selama ini Dino suka cerita cerita sama Pak Kepala Sekolah ya? Kalau Mama boleh tahu, Dino sama Dini cerita apa aja ke Bapak?" tanya Aira ingin tahu. Sejujurnya da merasa malu dan tak nyaman karena masalah rumah tangganya diketahui oleh kepala sekolah anak anaknya itu. Apalagi Dino sempat mengutarakan keinginan supaya Pak Bima bisa menjadi ayah sambungnya.Meski pun hal itu bisa memukul balik perkataan mantan mertuanya soal statusnya yang sudah janda yang tak akan bisa lagi membuat laki laki jatuh cinta padanya dan ingin meminangnya itu, tetapi dia merasa tak enak hati karena Pak Bima sekarang jadi tahu aib rumah tangga yang tak seharusnya tersebar luas itu."Hmm ... cuma bilang kalau Mama sama Papa sudah nggak satu rumah lagi aja sih. Waktu itu Pak Bima
POV DONNYSetelah diperintahkan hakim untuk melakukan mediasi, kami berdua pun akhirnya menghadap hakim mediasi di ruangan kerjanya.Kulihat Nisa menatap garang saat aku berjalan lebih dulu menuju ruangan tersebut. Aku memang berharap hakim mediasi dapat menyatukan kami berdua kembali. "Jadi, Pak Hakim, saya ingin rujuk lagi dengan istri saya ini. Saya memang sudah melakukan kesalahan fatal dengan mengkhianati perkawinan kami, tapi saya sangat menyesali hal itu, Pak Hakim.""Saya juga kasihan sama Nisa, istri saya ini. Kalau dia jadi janda, pasti namanya akan buruk di mata masyarakat. Dia akan jadi bahan gunjingan tetangga. Orang-orang akan takut kalau Nisa merebut suami mereka. Lagi pula, zaman begini banyak laki-laki suka seenaknya saja. Mereka berpikir janda itu perempuan yang mudah digoda dan diajak berbuat yang tidak-tidak.""Makanya saya ingin mengajak Nisa rujuk. Apalagi, Nisa ini hanya ibu rumah tangga biasa. Tidak punya banyak pilihan. Hanya laki-laki yang benar-benar baik s
POV DONNY"Saudari Nisa, Saudari yakin hendak melanjutkan gugatan perceraian pada suami Saudari, yakni Saudara Donny ini? Sudah dipertimbangkan masak-masak? Kami masih memberikan kesempatan bila mana Saudari hendak membatalkannya," ucap salah seorang hakim pada Nisa yang kemudian mengangguk yakin sebagai jawaban."Yakin, Yang Mulia. Sudah saya pertimbangkan masak-masak, saya akan tetap melanjutkan gugatan saya ini," jawab Nisa dengan nada tegas."Baik." Hakim mengangguk-anggukkan kepalanya lalu meneruskan pertanyaan kembali."Apa alasan dan dasar hingga Saudari memutuskan untuk menggugat cerai suami Saudari?" lanjut hakim pula."Karena suami saya sudah menikah lagi tanpa izin dari saya maupun izin atasan tempat ia bekerja sehingga saat ini status kepegawaian suami saya pun terancam dipecat dan berakhir. Bukan itu saja, saat ini suami saya juga sudah memiliki seorang putri dari pernikahan keduanya itu, Yang Mulia dan sebagai seorang istri, rasanya saya tidak bisa menerima dan mentoleri
POV DONNYSetelah dengan terpaksa meninggalkan rumah ibu NIna, aku pun melajukan roda dua menyusuri jalanan kota yang mulai sepi di jam tengah malam seperti ini.Hampir semua rumah penduduk sudah tutup. Hanya warung kopi dan warung pinggir jalan saja yang tampaknya masih buka.Aku pun membelokkan kendaraan ke sebuah warung kopi yang terlihat ramai.Kubiarkan saja tas pakaian berada di jok motor sementara aku duduk di bangku santai yang berjajar di sepanjang pinggir trotoar."Kopi, Mas. Satu," ucapku pada pelayan.Pelayan mengangguk. Aku pun menunggu, tetapi hingga beberapa saat lamanya, pesanan kopiku tak juga kunjung datang.Aku pun memanggil pelayan itu kembali dan dengan tak sabar, meminta pesananku segera dibuatkan.Pelayan tampak grogi. Namun, sesaat kemudian ia membawakan juga pesanan kopi yang kuminta. "Maaf ya, Mas. Kami kurang anggota, jadi pesanan lama nunggu," ujarnya sambil menundukkan kepala, meminta maaf."Kekurangan anggota? Maksudnya kurang pekerja?" tanyaku dengan na
POV DONNY"Nina, apa ini? Keterlaluan kamu! Kamu selingkuh ya! Atau ... jangan-jangan kamu ju*al diri! Kamu gila! Baru saja selesai nifas, sudah berbuat seperti ini! Bukan sama suami, tapi sama orang lain! Dasar perempuan jal*ng!" bentakku kalap saat melihat keadaan Nina yang demikian.Kurenggut kimono yang dikenakan perempuan itu hingga sobek di beberapa bagian.Nina berusaha mempertahankan dan menutup bagian atas tubuhnya yang terbuka dengan telapak tangan, tapi percuma sebab tangan itu pun kurenggut paksa."Percuma kamu tutupi! Aku sudah melihat semuanya, Nina! Kamu selingkuh, kan! Iya, kan!" bentakku lagi dengan kalap.Nina hanya mampu menatapku nanar."Apa kata kamu! Hentikan, Mas! Apa-apaan kamu!" dengkusnya keras."Kamu yang apa-apaan! Kenapa badan kamu merah-merah begini! Kamu habis ngapain! Jelaskan!" bentakku untuk ke sekian kalinya dengan nada penuh curiga dan emosi.Nina hendak membuka mulutnya, tapi urung saat Naura tiba-tiba tersentak bangun dari tidurnya lalu memekik ke
POV DONNY"Bu, memangnya Nina mau ke mana sih? Hari sudah sore, apa nanti nggak kemalaman di jalan?" tanyaku pada ibu mertua saat Nina sudah keluar dari rumah, menggunakan ojek online yang dipesan oleh istriku itu untuk pergi. Entah ke mana."Nina ke mana nggak perlu kamu tanyakan lagi, Don. Biar aja dia pergi. Doakan saja istrimu itu selamat! Yang penting nanti pulang bawa uang. Kamu nggak bisa ngasih istri dan anakmu makan lagi, jadi nggak usah banyak tanya deh!" jawab ibu mertua dengan ketus sambil berlalu ke belakang."Kok ibu ngomong gitu? Sebelum SK pemecatan Donny keluar, Donny kan masih bisa dapat gaji, Bu. Lagi pula gajian kemarin semua uangnya sudah Donny kasih ke Nina, kok dibilang Donny udah nggak bisa ngasih makan Nina dan Naura lagi sih, Bu!" protesku sedikit keras pada beliau sambil membuntuti langkah ibu mertua ke belakang. Namun, beliau mengibaskan tangannya."Iya, bulan ini mungkin masih bisa makan. Tapi itu juga pas-pasan, karena sembako sekarang naik semua. Minyak
POV DONNY"Bu, maaf apa lowongan pekerjaan ini masih ada, Bu?" tanyaku pada ibu pemilik warung yang baru saja mengantarkan teh dingin yang kupesan.Ibu tersebut menganggukkan kepalanya."Masih. Siapa yang butuh pekerjaan? Tapi gajinya kecil ya, cuma lima ratus ribu sebulan. Kerjanya cuci piring sama ngantarin makanan ke meja tamu," sahut sang ibu dengan wajah datar."Lima ratus ribu, Bu? Kecil sekali ya," ucapku tanpa sadar. Membuat sang ibu pemilik warung makan mencebikkan bibirnya tak suka. Hari gini mencari pekerjaan memang susah. Sejak pandemi Corona melanda, hampir semua sektor usaha terdampak. Apalagi rumah makan yang notabene jam operasinya dibatasi sebab pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat."Gajinya kecil? Namanya juga kerja di rumah makan, Mas. Kalau mau gaji besar, situ ngelamar aja jadi menteri apa presiden sekalian. Ya, sudah. Nanti es tehnya nggak usah dibayar! Hitung-hitung saya sedekah sama sampean. Pengangguran aja sok minta digaji besar. Belum tentu juga saya
POV DONNY"Gimana, Don? Sukses usahanya?" tanya Ilham saat aku mampir ke rumah sohibku itu sepulang dari kantor Bu**ti.Aku menggelengkan kepala dengan wajah masam."Gagal, Ham. Pak Bu**ti malah marah-marah. Aku diusir dari ruangan dan malah Pak Ferdy disuruh naikkan berkas pemecatanku secepatnya, supaya bisa diteken segera," sahutku perih sambil menjatuhkan tubuh ke sofa dengan gerakan lunglai.Mendengar jawabanku, Ilham tampak terkejut dan tak percaya."Ya, Tuhan. Kok bisa sih, Don? Gimana ceritanya?" Ilham menatapku prihatin."Entahlah, Ham. Aku juga nggak nyangka. Pak Ferdy ternyata punya rekaman CCTV rumah makan waktu mereka makan bertiga kemarin, jadi gagallah usahaku untuk mempengaruhi Bu**ti supaya memecat Pak Ferdy dari jabatannya. Bukannya dipecat, malah aku yang disuruh secepatnya diberhentikan dari pekerjaan. Nasib!" keluhku penuh penyesalan."Hmm, ya sudahlah, Don. Mau gimana lagi, semua sudah terjadi. Sekarang lebih baik kamu fokus memikirkan masa depan kamu selanjutnya
POV DONNY"Jadi tidak benar kalau anda hanya makan berduaan saja dengan Bu Nisa, Pak Ferdy?" tanya Pak Bu**ti sambil menatap wajah Pak Ferdy.Pak Ferdy menggelengkan kepalanya lalu kembali membuka mulutnya."Rekaman CCTV rumah makan itu buktinya, Pak. Selain itu saya juga masih menyimpan bukti chat pertama kali saya dengan Bu Nisa. Bapak bisa baca ini, tanggalnya tidak lama kemarin" ujar Pak Ferdy lagi sambil menyodorkan ponselnya ke hadapan pimpinan kami itu.Pak Bu**ti membaca pesan whatsapp lelaki itu dengan istriku lalu tiba-tiba mengernyit heran."Tapi di sini Bapak memang mengajak makan siang Bu Nisa. Maksudnya apa?" Beliau bertanya kaget.Aku pun ikut kaget. Benarkah Pak Ferdy memang mengajak makan siang Nisa? Kalau begitu, berarti tak salah dugaanku, Pak Ferdy memang ada hati dengan istriku itu. Dan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja!"Saya mengajak makan siang Bu Nisa sebagai ucapan terima kasih, Pak. Tidak ada maksud lain. Saya memang merasa berterima kasih pada Bu Nisa ka
POV DONNY"Pak Ferdy, ke ruangan saya sebentar bisa, Pak? Ada hal yang mau saya bicarakan," ucap laki-laki berpenampilan berwibawa di depanku sesaat setelah ia memencet tombol di layar ponselnya, kelihatannya sedang menghubungi seseorang.Siapakah yang beliau hubungi itu? Pak Ferdy? Tak apa, aku siap menghadapi laki-laki pecundang itu saat ini juga! Biar dia tahu aku juga tidak bodoh dan mau begitu saja dipecundangi olehnya!"Baik, Pak!" terdengar sahutan di seberang yang tak urung sampai juga ke telingaku.Hmm, bagus! Dengan begitu aku akan bisa menunjukkan siapa diriku sebenarnya.di hadapannya!Beberapa saat kemudian, pintu ruangan ini pun diketuk dari luar."Masuk," ucap Bapak Bu**ti dengan suara berwibawa.Ceklek!Pintu pun dibuka dan dari luar. Sesosok tubuh laki-laki yang beberapa hari ini sebenarnya telah membuatku merasa insecure saat berdiri di sampingnya muncul di sana.Pakaiannya rapi dan terlihat mahal. Jam yang melingkar di pergelangan tangannya yang kekar juga kelihata