Home / Romansa / MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI / Melawan setelah Bercerai

Share

Melawan setelah Bercerai

last update Last Updated: 2022-09-04 15:12:03

FLASHBACK OFF....

 

***

"Cabe sepuluh ribu," ujar Ibu Mas Ari datar. 

 

Suasana mendadak hening, tidak ada lagi canda tawa para Ibu-ibu yang berbelanja. Mereka seolah mengerti, aku sedang melayani siapa sekarang.

 

"Ini, Bu." Kuserahkan sekantong plastik berisi cabe. Harga cabe sedang naik, wajar saja jika sepuluh ribu hanya dapat segenggam saja.

 

"Kamu mau menipuku?" bentak Ibu Mas Ari dengan lantang. Aku mengerutkan kening. 

 

Menipu?

 

"Maksutnya, Bu?" 

 

"Iya, kamu mau menipuku kan? Mana ada cabe sepuluh ribu cuma dapat seuprit gini!" Dia melempar kantong plastik tepat di depanku.

 

Aku menghela napas kasar. Ibu salah jika ingin bermain-main denganku sekarang. Karena aku bukan Hana yang dulu.

 

"Lalu Ibu maunya segimana? Segini cukup?" Aku mengambil lagi segenggam cabe rawit di tangan dan kutuang ke dalam kantong plastik tadi.

 

Ibu Mas Ari tersenyum penuh kemenangan membuatku semakin bersyukur bisa lepas dari keluarganya.

 

"Sini!" bentaknya lagi. Ibu-ibu yang lain hanya geleng-geleng melihat kelakuannya. 

 

"Tapi ... bukannya Ibu nggak mau belanja di tempatku? Kenapa sekarang tiba-tiba beli cabe, cuma sepuluh ribu lagi. Dikit amat!" cibirku. Ibu membuang muka. Kulihat dia mencebik lalu mencoba merampas kantong kresek berisi cabe dari tanganku.

 

"Eits!" 

 

Dia tersentak kaget saat kutepis tangannya dengan kasar. Matanya menatap tajam ke arahku seolah aku akan takut dengan tatapan itu.

 

"Yu Tikah, coba lihat cabe punya Yu Tikah tadi, sama kan dengan punya Ibu Heni?" Sengaja aku memanggilnya Bu Heni agar dia tau batasan kita sekarang.

 

"Cabe emang lagi mahal, Bu Hen. Ini punya saya, sama-sama beli sepuluh ribu, kayak punya situ," tutur Yu Tikah seraya menunjukkan kantong kresek kecil di depan Bu Heni.

 

Wanita itu mencebik, "Halah ... kalian pasti sudah kena tipu sama wanita kampungan ini. Mau-maunya belanja ke dia, mending ke Kang Tomo."

 

"Asal kalian tau, dia itu selalu jual sayuran dan ikan tidak sesuai dengan harga yang sudah ditetapkan sama Bu Wira. Korupsi!" ujar Bu Heni menggebu-gebu.

 

Aku hanya tersenyum tipis. Lalu menuang kembali cabe ke tempatnya. Melihat tingkahku, Bu Heni semakin melebarkan matanya.

 

"Kalau begitu beli ke yang lain saja, Bu. Saya tidak rugi kok," ujarku tenang.

 

"Sombong sekali kamu, Hana! Baru aja bisa jualan sayur keliling udah berani menyangkal semua ucapanku. Kamu lupa siapa aku, hah?!" Bu Heni berkacak pinggang. Terlihat dengan jelas dadanya naik turun seolah sedang menahan kesal. "Lagipula ini itu usaha Bu Wira, bukan punyamu. Sadar diri dong!"

 

"Emang yang bilang ini usaha saya siapa, Bu? Udah deh, minggir aja kalau emang nggak niat belanja, pelanggan saya ngantri nih!" Aku menyingkirkan tangannya di atas gerobak sayurku. "Dan satu lagi ... saya nggak lupa siapa anda, Bu Heni Wirajaya yang terhormat. Anda mantan mertua saya bukan? Apa perlu saya jabarkan yang lain juga ... atau ... tentang seberapa kurang ajarnya anak Ibu dan menantu tercantik ibu di komplek ini? Atau lagi ... seberapa banyak nafkah yang dia berikan padaku selama kita menjadi suami istri?"

 

Kulihat rahang Bu Heni mengeras. Kedua tangannya terkepal kuat dengan menatap tajam ke arahku.

 

"Jaga mulutmu, Hana!" bentaknya, "Jangan mentang-mentang kamu udah cerai sama Ari lalu bisa memfitnah dia seenaknya."

 

Aku mengibaskan tangan di udara, "Udahlah, Bu Heni. Pergi saja kalau memang tidak niat membeli," usirku.

 

Bu Heni melempar uang sepuluh ribu tepat di depan mukaku, "Nih! Cuma sepuluh ribu aja ngajakin ribut. Mana cabenya?" Bu Heni bersedekap dada. Uang sepuluh ribu darinya terjatuh tepat di depan kakiku.

 

"Maaf, Bu. Saya tidak melayani pembeli yang tidak sopan. Ambil uang anda dan silahkan pergi!" 

 

"Hei, Hana! Masih untung ya aku mau beli di kamu! Udah ambil sendiri, lagipula kamu udah biasa kan mungutin uang di bawah?" 

 

"Wah ... nggak nyangka Ibu ternyata tau selama ini kelakuan Mas Ari." Aku berdecak kagum. Padahal dulu aku pernah mengadu perlakuan mantan suamiku padanya, bukannya membela justru Ibu semakin menghinaku.

 

"Beneran pernah dilempar uang sama Mas Ari, Mbak Han? Wah, parah sih itu," seloroh seseibu yang sedang aku layani.

 

"Nggak menghargai istri banget ya kalau gitu."

 

"Pantes aja Mbak Hana kekeuh minta cerai, ternyata diperlakukan nggak baik."

 

Bu Heni mengambil uang sepuluh ribu di depan kakiku. Dengan sengaja, aku sedikit menaikkan kaki membuat hidung Bu Heni hampir menciumnya. Menyadari perlakuanku, Bu Heni mendelik dan berlalu setelah menghentak-hentakkan kakinya.

 

"Mantan menantu tidak tau diri! Untung saja anakku sudah menceraikan kamu!"

 

Aku menghela napas kasar. Sepertinya akan banyak masalah selagi aku masih berjualan di komplek ini.

 

"Bu....!" teriakku lantang. Bu Heni menghentikan langkahnya dan menoleh ke arahku.

 

"Ini cabenya nggak jadi?" 

 

Dia berbalik dan melangkah lebar menjauhi gerobak sayurku. Beberapa ibu-ibu yang memang memahami karakter Bu Heni hanya terkekeh, ada pula yang justru melayangkan jempolnya di depanku.

 

Dulu kamu boleh menindasku, Bu. Tapi untuk saat ini ... aku bisa lebih kejam jika kamu berani mengusikku!

 

Kulanjutkan aktifitas melayani pembeli. Satu per satu dari mereka meninggalkan tempatnya. Setelah suasana semakin sepi, aku mendorong gerobak sayur menuju ke gang belakang. Kuhela napas panjang, untuk mencapai gang belakang, mau tidak mau aku harus melewati depan rumah Bu Heni. 

 

Tin 

Tin

Tin

 

Suara klakson mobil di belakang membuatku bergegas menepikan gerobak. 

 

Tin

Tin

Tin

 

Aku berhenti. Barangkali si pengendara merasa jalanan terlalu sempit padahal menurutku juga tidak. Jalanan di komplek ini cukup lebar sekalipun ada aku yang berjalan membawa gerobak.

 

Tin

Tin

Tin

 

"Gimana? Nyesel kan udah cerai dariku?" 

 

Aku membuang muka. Jika saja tau siapa pemilik mobil di belakang, tentu aku enggan menghentikan gerobak. Atau bila perlu, aku berjalan di tengah-tengah saja agar mobilnya tidak bisa lewat.

 

Kutarik sudut bibir ke atas, "Nggak penting!" ucapku hendak berlalu.

 

Mas Ari tertawa lebar dari dalam mobilnya. Dia mengendarai mobil bersisian dengan aku yang tengah mendorong gerobak sayur membuatku semakin sulit menghindar.

 

"Ayolah, Han. Mengaku saja! Dengan kamu berjualan sayur begini, itu aja udah jadi bukti kalau kamu menyesal telah bercerai dariku," tutur Mas Ari pongah.

 

"Tidak ada yang perlu disesali. Justru aku bersyukur karena bisa lepas dari lelaki sepertimu. Tinggal menunggu waktu, skandalmu dan Mbak Risa akan terbongkar," sahutku tenang.

 

Ckitt!!!

 

Mas Ari mengehentikan mobilnya mendadak. Dia keluar dan satu tangannya mencengkeram tanganku dengan kasar. 

 

"Berani kamu membongkar semuanya, kupastikan Emak dan Bapakmu tau jika kamu menjadi janda!" ancamnya. Memang, Mas Ari tau jika aku begitu khawatir pada Emak dan Bapak di kampung. 

 

"Tenang saja, Pak Ari Subagja. Skandal anda aman di tanganku. Tapi entah kalau ada orang lain yang tau selain aku ...."

 

Mas Ari menghempaskan tanganku kasar. Dia membuang muka dan meremas rambutnya.

 

"Kalau sampai orang-orang disini tau ... kupastikan kamu hidup menderita selamanya!"

 

"Ha ... ha ... ha ...." Aku menjetikkan jari tepat di depan wajahnya. "Kamu pikir siapa dirimu berani-beraninya mengancamku? Bahkan jika kamu mengatakan pada kedua orang tuaku tentang keadaanku disini, aku tidak peduli! Emak dan Bapak pasti memahami keadaanku, mereka hanya salah menerima menantu, kupastikan tidak ada penyesalan di mata mereka nanti," tuturku berusaha setenang mungkin. Jangan sampai Mas Ari menggunakan Emak dan Bapak sebagai kelemahanku. Tidak lagi!

 

"Ari!"

 

Teriakan seorang wanita membuat kami berdua terkesiap. Mbak Risa berdiri di depan rumah Bu Heni dengan kedua tangan berkacak pinggang melihat aku dan mantan suamiku berbicara di balik mobil berwarna merah. Mobil yang Mbak Risa akui sebagai mobilnya tempo hari saat bertemu denganku di jalan.

 

"Ngapain kamu dekat-dekat sama janda miskin itu?" Dia mendekat, lalu mensejajarkan tubuhnya di samping Mas Ari. "Dia lagi godain kamu? Jangan bilang kalau kamu tergoda, Ar!" seloroh Mbak Risa.

 

Aku meludah tepat di kaki Mbak Risa. Wanita itu berteriak jijik dengan mengibas-kibaskan kakinya ke samping. 

 

"Berani ya kamu mengotori kakiku? Najis tau nggak! Janda miskin sepertimu bahkan nggak pantas berdiri di depan kami!"

 

"Memang!" sahutku cepat, "Aku juga ngerasa nggak pantas banget dekat-dekat sama kalian. Dua manusia laknat!" seruku menahan marah. "Minggir!" pekikku tertahan.

 

Mas Ari dan Mbak Risa saling berpandangan. Aku sedikit mundur dan kembali memegang kendali gerobak sayur mengingat hari sudah semakin siang sementara daganganku masih lumayan banyak.

 

"Minggir atau aku teriak?" ancamku membuat keduanya menyingkir tanpa berani berbicara lagi.

 

"Brengsek!"

 

Samar-samar aku mendengar Mas Ari mengumpat. Dengan dada berdebar, aku berjalan semakin menjauh. Rasanya seperti mimpi ketika aku benar-benar berani melawan mereka. Tanpa terasa air mataku mengalir. Bukan karena sedih, melainkan perasaan yang begitu lega karena bisa bangkit setelah berbulan-bulan aku hampir gila karena perlakuan mereka.

 

 

 

Bersambung

 

 

 

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Sartini Cilacap
Hana akhirnya bisa bercerai dari suami zolim
goodnovel comment avatar
Budiarti -
Alhamdulillah Hana sudah berani mengambil sikap tegas.
goodnovel comment avatar
Yana Nur Chasanah
flashback ya sesekali aja kali Thor. jg keseringan. maaf yaa..., cuma saran aja.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Hana bodoh!

    FLASHBACK ON ... *** "Ar ... ada masalah penting. Bisa kita ngobrol berdua?" Mbak Risa datang saat aku dan Mas Ari berseteru. Suamiku menghentikan amarahnya begitu melihat istri kakaknya itu mendekat dengan raut wajah yang tak bisa kujelaskan. Semacam takut ... cemas ... berkali-kali dia mengecek ponsel di genggaman. "Kita ngobrol di depan," pinta Mas Ari. Mbak Risa mengangguk. Dia berjalan lebih dulu menuju teras sementara Mas Ari mewanti-wanti agar aku tidak menguping pembicaraan mereka. "Pergi ke dapur, buatkan Mbak Risa minum. Awas kalau kamu nguping! Kupotong telingamu!" ancam Mas Ari. Aku bangkit. Tanpa banyak bicara lagi berpura-pura melengang menuju dapur. Dengan cekatan aku membuat minuman untuk mereka berdua. Bodoh? Memang! Aku memang bodoh karena tidak bisa berbuat apa-apa melihat Mas Ari dan Mbak Risa terlibat obrolan serius. Mulut mereka sama-sama terkunci saat aku datang menyuguhkan minuman dingin di atas meja. "Tunggu apa lagi, sana pergi!" Mbak Risa berbisi

    Last Updated : 2022-09-05
  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Bertemu Kenan

    FLASHBACK OFF .... *** Hatiku masih berdebar mengingat betapa beraninya aku menentang ucapan Mas Ari dan Mbak Risa tadi. Hana ... Hana yang dulu begitu bodoh dengan semua perlakuan suami dan iparnya kini berubah menjadi wanita yang berani. Ingin rasanya aku menangis. Sejak dulu aku ingin bisa membalas semua ucapan buruk mereka terhadapku, tapi sayang ... baru setelah bercerai aku bisa bersikap demikian. Ya, setidaknya aku bisa melawan mereka, tidak hanya diam seperti yang dulu sering aku lakukan. Sesampainya di halaman rumah Bu Wira, beberapa gerobak sayur terlihat sudah terparkir rapi. Tapi tunggu ... bukankah motor itu tadi yang ... ah, tidak mungkin! Banyak sekali yang punya motor model baru itu sekarang. Siapa tau itu milik anak Bu Wira. Pria kemarin yang ... menggodaku sampai membuatku lari ketakutan. "Setoran kamu kenapa banyak minusnya, Han? Apa ada masalah hari ini?" tanya Bu Wira lembut. Aku menunduk, memainkan sepuluh jemari dengan gelisah. Kebaikan hati Bu Wi

    Last Updated : 2022-09-05
  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Hati yang Mati

    ***Aku terkekeh, "Aku takut? Rasa takut itu bahkan telah menguap bersama dengan luka-luka yang sudah dia ciptakan," ujarku.Bu Wira mengusap lenganku lembut. Setelah sadar, aku menutup mulut dan mengusap sudut mata yang sedikit berair."Duh, maaf, Bu, Mas Kevin. Tadi ... anu ... kelepasan. Malah curhat."Keduanya tertawa melihat kegugupan yang kutunjukkan. Baru kali ini aku melihat Kevin tertawa dan bersikap seperti pria baik-baik, padahal sejauh yang kudengar, dia adalah sosok yang suka bermain perempuan. Entah benar atau tidak, aku tidak peduli."Santai saja, Mbak. Kalau butuh teman curhat, pundakku siap untuk kau jadikan sandaran," ucap Kevin dengan mengedipkan satu matanya.Bu Wira menonjok lengan Kevin dengan keras. Pria itu sampai dibuat meringis dan mengusap-usap lembut bekas tonjokan Sang Ibu."Sana pergi!" usir Bu Wira mendelik.Kevin mendengkus, "Ayolah, Ma. Karyawan cantik kayak dia sepertinya cocok untuk dijadikan menantu di rumah ini."Aku mendongak. Menatap tidak percay

    Last Updated : 2022-09-05
  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Tawaran pekerjaan

    FLASHBACK OFF ....***Sejak pukul lima pagi aku sudah datang di tempat Bu Wira. Ada sekitar tiga karyawan lain yang sudah datang lebih dulu. Mang Husen, Kang Jono, Yu Srina, dan aku. Kita berjualan di komplek yang berbeda."Apa diantara kalian ada yang mau menggantikan Hana berjualan di komplek ini?" tanya Bu Wira pada ketiga karyawan yang lain.Mereka saling pandang, lalu bersamaan menggelengkan kepala. Aku mendesah lirih, sudah kutebak jika salah satu dari mereka tidak akan ada yang mau menggantikan berkeliling di komplek tempatku berjualan. Mereka memilih berkeliling di tempat yang mereka anggap lebih dekat dari tempat tinggal. "Tidak apa-apa, Bu, saya lanjut saja jualannya," sahutku tak enak hati."Emang kenapa mau tukar, Han? Kamu malu ketemu mantan suamimu yang kaya itu?" selidik Yu Srinah.Aku menggelengkan kepala samar. Sejak pertama aku bergabung di rumah sayuran milik Bu Wira, Yu Srinah sudah menunjukkan ketidaksukaannya padaku. Ya. Kami menamai tempat ini dengan rumah say

    Last Updated : 2022-09-05
  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Siapa sebenarnya Kenan?

    FLASHBACK ON ....***"Tempe sama tahu terus, Han. Nggak bosen?" ujar Mbak Juli saat melihat tanganku memilih tempe di depannya."Enggak, Mbak. Memang bisanya beli ini," sahutku datar."Duh, Han. Hati-hati Ari berpaling loh. Kamu nggak bisa banget ngatur uang bulanan ya?" selidiknya.Aku menghela napas kasar, "Kenapa sibuk ngurusin saya, Mbak? Emang Mbak Juli tau berapa banyak suami saya ngasih uang belanja. Enggak kan?" ucapku dengan suara bergetar.Mbak Juli mencebik, terlihat dari kejauhan Ibu berjalan bersisian dengan Mbak Risa menuju ke arah dimana kami para ibu-ibu berkerumun di depan gerobak sayur Kang Parmo, karyawan Bu Wira selaku pemasok sayuran di kota ini."Wah, mertua sama menantu yang satu ini emang nggak terpisahkan ya?" sindir Mbak Juli melirik ke arahku."Sudah, Kang. Tolong dihitung ya!""Buru-buru amat, Han. Kamu malu sama Mbak?" Mbak Risa menarik tanganku dengan kasar. Mau tidak mau aku mundur dan berdiri di sampingnya. "Coba lihat, Mbak Jul, aku sama Hana emang ba

    Last Updated : 2022-09-05
  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Tanda Merah di tubuh Risa

    ***"Lama banget! Ayo, udah telat nih!" Aku mengekor di belakang Kenan. Dia masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi kemudi. Aku yang hendak membuka pintu belakang sontak berjingkat saat lelaki dingin itu berbicara, "Emang aku sopir? Duduk depan!" pintanya.Aku menurut, daripada gagal mendapat pekerjaan bagus. Kulihat Bu Wira tersenyum dan melambaikan tangannya pada Kenan sebelum akhirnya mobil yang kami tumpangi benar-benar menjauhi rumah megah mereka.Ckitt ...!!!Jdug ...!!!Keningku terkantuk dasbor mobil saat Kenan menghentikan lajunya dengan tiba-tiba."Hei! Turun kamu, udah tau ini di kawasan komplek tapi bawa mobil nggak hati-hati!" Teriak seorang wanita dengan menggedor kaca mobil Kenan.Lelaki di sebelahku mendesah. Lalu membuka pintu mobil dan keluar menemui ...."Mbak Juli? Astaga ... kenapa harus berurusan dengan Mbak Juli?" Aku turut membuka pintu. Kulihat mulut Mbak Juli menganga saat aku keluar dari mobil mewah milik Kenan."Lain kali jangan biarkan anak kecil menyebe

    Last Updated : 2022-09-05
  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Kebaikan Yu Tikah

    ***"Keterlaluan kamu, Han!" pekik Mbak Risa kesal.Aku mengibaskan tangan. Lalu dengan tenang menunjuk dada Mbak Risa dengan satu telunjuk, "Pasti disana ada banyak tanda merah, iya kan? Apa Bu Heni mau lihat?"Mbak Risa mendelik. Dia menatap Mas Ari dengan tatapan mengiba. Sementara Mbak Juli dan Yu Tikah sejak tadi memilih diam setelah melihat aku berani melawan mereka."Jangan kurang ajar, Hana! Kamu sudah mempermalukan Mbak Risa, sadar kamu?" bentak Mas Ari.Aku mengangguk mantap dan tersenyum tipis di depan mantan suamiku itu."Oh, tentu saja aku sadar. Tapi apa kamu masih punya rasa malu, Mbak?" Wajah Mbak Risa memerah, entah malu, entah marah aku tak tau. Tapi melihat hal itu tentu saja membuatku puas sekali. Teringat saat dia menghinaku dulu hingga membuatku begitu malu jika bertemu dengan para tetangga.FLASHBACK ON ...."Aduh, Hana ... penampilan kamu udah kayak pembokat aja sih," celetuk Mbak Risa ketika aku sedang menyapu halaman rumah. "Aku aja yang suamiku kerja jauh t

    Last Updated : 2022-09-05
  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Rahasia Kenan

    Flashback off ..."Cukup, Hana! Aku nggak terima dipermalukan di depan Ibu, asal kamu tau ... tanda merah ini karena ....""Karena kerokan?" sela-ku terkekeh, "Ayolah, Mbak Risa ... apa kamu pikir kami semua anak kecil?"Mbak Risa gelagapan. Dia mencengkeram lengan Mas Ari dengan menatap tajam ke arahku."Ayo pergi, buang-buang waktu ngeladenin orang seperti mereka."Mas Ari mendorong kasar bahu Kenan. Lelaki itu hanya diam tapi tatapan matanya tidak lepas dari wajah mantan suamiku. Dikibaskan bekas tangan Mas Ari di jas hitam miliknya."Memang kami orang yang seperti apa menurutmu? Jangan mentang-mentang kamu bawa mobil lalu bisa seenaknya menghina kami," seru Mas Ari marah. "Asal kamu tau, aku juga punya mobil, pekerjaan mapan. Dan yang paling menggelikan, kamu jalan sama mantan istriku ... bekasku!" Mas Ari menarik sudut bibirnya."Keputusan yang tepat kamu bisa bercerai dari lelaki gila ini. Ayo kita pergi, aku ada pertemuan dengan klien.""Kurang ajar!" Mas Ari mendekat dan melay

    Last Updated : 2022-09-05

Latest chapter

  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   TAMAT

    ***"Assalamualaikum, Ma?""Waalaikumsalam, Sayang. Apa kabar?" tanya Bu Wira ramah. "Emak sama Bapak sehat, Hana?""Alhamdulillah. Kami semua sehat, Ma, kabar Mama sendiri bagaimana?""Sehat, Nak. Selalu sehat. Tumben telepon Mama, mau kasih kejutan ya?"Hana menggigit bibirnya gusar. "Ma ....""Ya, katakan, Nak!""Dua minggu lagi aku menikah ... dengan Pak Bima," ucap Hana hati-hati. "Mohon doa restunya.""Alhamdulillah ... serius secepat ini, Hana? Masya Allah, Mama bahagia, Nak! Semoga acara kalian berjalan lancar, kabari Mama dimana acara kalian berlangsung nanti.""Mama okey?""Tentu, Hana. Mama okey, apa yang kamu pikirkan, hah?"Hana menghela napas panjang. Beban yang berada di pundaknya hilang sudah. Rasa bersalah dan tidak tau diri yang dia rasakan selama ini menguap begitu saja saat semua keluarga Kenan memberikan restunya."Terima kasih, Ma. Terima kasih banyak." Hana menangis. Terbayang bagaimana wajah sedih Bu Wira di seberang sana. "Jangan pernah lagi merasa bersalah y

  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Menikah?

    ***"Pa ....""Sudah kubilang jangan panggil aku, Pa! Menjijikkan!" hardik Pak Agung. "Mang, bawa mereka berdua keluar, dan jangan pernah biarkan dua wanita mengerikan ini masuk ke dalam rumahku!"Mamang menyeret tangan Melinda dan Nasya secara kasar dan mendorongnya keduanya agar keluar dari dalam rumah dengan sedikit menghempas."Bikin kerjaan aja! Sana pulang!" hardik Mamang. "Gak tau diri banget!"Nasya berkacak pinggang, dadanya membusung dan berteriak lantang. "Kurang aja sekali kamu, hah? Dasar satpam miskin!"Mamang tertawa sumbang. Semakin bersyukur karena Bima tidak jadi menikah dengan wanita seperti Nasya. "Benar kata Pak Agung. Menjijikkan!"Nasya dan Melinda di usir secara tidak hormat. Mang Dadang segera menutup pintu pagar dan meludah tepat di depan Mel dan Nasya untuk melampiaskan rasa kesalnya."Sana pergi! Gak punya malu!"Mel menghentak-hentakkan kakinya sementara Nasya menatap rumah Bima dengan bergumam. "Semua gara-gara Satria, Brengsek! Harusnya aku jadi Nyonya B

  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Siapa Nasya?

    ***"Ternyata benar kata Melinda kalau sekretaris baru kamu itu memang gatel!"Bima berdiri. Napasnya memburu melihat Nasya tiba-tiba masuk ke dalam rumahnya tanpa permisi. "Satpam!" teriak Bima lantang. Mang Dadang berlari tergesa-gesa dan memasuki ruang tamu dengan tatapan bingung. "Loh, Mbak Nasya kok bisa masuk?" "Mamang bagaimana sih, daritadi kemana saja?""Ada Mbak Melinda di depan, dia ngajakin ngobrol, Mas. Saya gak tau kalau ada penyusup ....""Bim, tenang! Duduk!" Pak Agung bangkit. Dia berjalan mendekati Bima dan Nasya yang nampak bersitegang."Silahkan duduk, Nasya," kata Pak Agung formal. Hana dan kedua orang tuanya canggung. Wanita cantik itu merasa jika Nasya adalah orang penting di hidup Bima sebelumnya. Suasana sedang tidak baik-baik saja apalagi wanita di depannya itu sempat menyebut nama Melinda. Tentu saja sekretaris gatal yang dimaksud adalah dirinya. Hana."Kenapa datang-datang marah-marah di rumah kami, Nasya? Ada keperluan apa?""Pa ....""Maaf, saya bukan P

  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Kedatangan Masa Lalu

    ***"Sudah siap?"Hana dan Emak mengangguk berbarengan. "Sudah, Bapak masih di dalam, ganti baju sebentar," sahut Hana malu-malu. Pasalnya Bima sejak tadi tidak membuang pandangan darinya. Bahkan sesekali pria itu tersenyum sambil menatap Hana yang tersipu."Make up-nya terlalu menor ya?"Bima menggeleng. "Sudah pas. Malah makin cantik," puji Bima tulus. "Meskipun tanpa make up juga cantik, tapi kalau begini semakin cantik," imbuhnya.Emak tersenyum simpul. Dia mengusap lengan Hana dan berkata. "Jangan gugup! Kalau mau makan malam sama keluarga pacar memang begini.""Emak apa-apaan sih, pacar ... pacar ... udah tua ini kita," gerutu Hana malu. "Emak lupa kalau aku ini janda, sudah pernah gagal menikah pula.""Itu tidak penting, Hana," sahut Bima menimpali. "Janda, perawan, singel, itu tidak penting. Yang semua orang cari dalam sebuah hubungan adalah kenyamanan dan keterbukaan pada pasangan.""Jangan merasa rendah karena status janda, tidak semua status itu menyandang hal buruk." Emak

  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Salting

    ***"Kenapa buru-buru ngajakin balik, Han?" tanya Emak ketika mobil mereka mulai keluar dari pelataran rumah sakit. "Emak sama Bapak sudah bersiap bawa baju ganti. Eh, gak jadi menginap. Kenapa?""Canggung, Mak," jawab Hana lirih. "Lagian gak enak sama Pak Bima. Sudah diantarkan gratis, masa dia balik sendiri. Kasihan.""Perhatian sekali," puji Bima sambil tersenyum manis. "Terima kasih sudah memikirkan aku."Hana melengos. Bima selalu saja bisa membuat jantungnya berdebar hebat. "Saya hanya merasa tidak tau diri kalau membiarkan Pak Bima pulang sendirian. Setidaknya kalau pulang sama-sama kan saya jadi gak sungkan-sungkan amat."Emak dan Bapak manggut-manggut paham. "Ya sudah, setidaknya tadi sudah menjenguk. Bagaimana baiknya menurut kamu saja, Emak dan Bapak ngikut."Suasana di dalam mobil mulai hening. Emak dan Bapak tertidur sementara Hana bermain-main dengan ponselnya. "Besok makan malam bersama Papa, kamu siap, Han?"Hana meletakkan ponsel ke dalam tas. Dia menoleh sejenak la

  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Titik terang

    ***"Mama habis nangis?" Hana duduk di samping Bu Wira dan bergelayut manja di lengan wanita yang dulu adalah pemilik pemasok sayuran terbesar. Siapa sangka, pertolongan Bu Wira kala itu adalah jalan bertemunya Hana dan Kenan. "Kenapa?"Bu Wira menggeleng. Dia membalas pelukan Hana dari samping dan berbisik. "Dia suka sama kamu ya?"Pipi Hana bersemu. Air muka wanita itu sudah menjelaskan bagaimana perasaannya di depan Bu Wira. Ada sedikit nyeri, namun Bu Wira lagi-lagi berusaha menguasai diri. Kenan dan Hana memang bukan jodoh. Hana berhak melanjutkan hidupnya sementara Kenan berhak melihat kebahagiaan Hana di alam sana. "Kalau Mama lihat, sepertinya lebih dari suka. Sikapnya seperti Kenan."Hana menoleh dengan cepat. "Mama juga merasakan itu?"Bu Wira mengangguk membenarkan. "Caranya mencuri hati kamu persis seperti cara Kenan waktu itu. Iya kan?"Hana bergeming. Lagi-lagi kesedihan merajai hatinya. "Tapi perasaan ini belum tumbuh, Ma. Aku ....""Tidak perlu terburu-buru, Hana. Mam

  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Tidak Rela Hana Berpaling

    ***"Ma, dia bukan supir," kata Kevin membuat langkah kaki Bu Wira terhenti. "Hah, bukan? Lalu ...?" Bu Wira menatap bingung pada Kevin dan semua orang yang ada di ruang tamu."Ini Pak Bima, partner bisnisku," jelas Kevin. "Bos Hana."Sorot mata Bu Wira seketika meredup. Senyumnya langsung memudar ketika Kevin mengatakan jika Bima adalah Bos Hana yang baru. Sontak saja ingatannya beralih pada bagaimana dulu Kenan memperlakukan Hana. Sikapnya sama seperti sikap Bima pada Hana saat ini. "B-- Bos?"Suasana yang hangat seketika membeku. Semua orang di ruang tamu sontak saja saling pandang karena air muka Bu Wira yang berubah tidak ramah seperti semula. "Hana ... bekerja?"Hana paham. Sejak awal dia tidak mengatakan jika dia sudah bekerja di Perusahaan lain sementara Perusahaan Kenan pun bisa kapan saja menerimanya dengan pintu terbuka. Wanita cantik itu melangkah mendekat. Dia memeluk Bu Wira dan berkata. "Maaf, Ma.""Kamu bekerja, Nak?" tanya Bu Wira menyelidik. "Dimana?"Belum sempat

  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Bu Wira bertemu Bima

    ***"Pak Bima?" Hana memekik di depan rumah ketika Bima keluar dari mobilnya yang berbeda lagi dari kemarin malam. "Kan saya sudah bilang kalau ....""Pak, Mak ... sudah siap?"Emak dan Bapak memandang Hana dengan tatapan bingung sementara Hana justru jauh lebih bingung lagi."Kalau sudah siap, ayo! Kita langsung ke Rumah Sakit atau ke rumah Kevin dulu?"Segaris senyum terbit di bibir Bapak dan Emak. Keduanya paham jika keberangkatan mereka kali ini adalah dengan diantar oleh Bima. Sementara Hana cemberut karena Bima datang tanpa memberi kabar."Kami naik Bus, Pak. Pak Bima bisa naik Bus?" tanya Hana tak acuh. "Kalau gak bisa, mending gak usah ikut!""Kamu gak lihat aku bawa mobil?" sahut Bima ketus. "Kalau kamu mau naik Bus, ya silahkan! Tapi Bapak sama Emak ikut aku.""Loh, situ siapa kok ngalah-ngalahin anak sendiri?" Hana berkacak pinggang. "Anaknya Emak sama Bapak itu saya, Pak. Kok Bapak yang ngatur sih?!""Kamu gak tau, ini ... calon mantu," kata Bima sembari memainkan kerah ba

  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Mengambil hati Calon Mertua

    ***"Sudahlah, Pak, jangan bercanda ke arah sana terus. Saya ...."Hana menggantung ucapannya di udara sementara Bima mengangguk paham dan kembali menikmati hidangan di depannya."Jadi besok kamu gak bisa makan malam bersama Papa?""Saya sudah berjanji pada Anita untuk datang, Pak, bisakah acara makan malamnya ditunda minggu depan? Maaf," kata Hana sungkan. "Keterlaluan sekali saya menolak ajakan orang pertama di Perusahaan, tapi ... saya benar-benar sudah berjanji pada istri Kevin, Pak.""Oke, Hana. Aku paham," sahut Bima tenang. "Jangan khawatir, Papa juga pasti paham. Lagipula kita terlalu dadakan membuat acara."Hana berterima kasih dan kembali mengikuti gerakan Bima menghabiskan makanan di atas meja. Siasana puncak yang semakin lama semakin ramai membuat Hana dan Bima semakin enggan untuk beranjak. Dinginnya puncak tidak lantas membuat keduanya jengah menatap keindahan alam dari atas sambil menikmati minuman hangat. "Kita pulang?" Hana mengangguk setuju. "Sudah terlalu larut, s

DMCA.com Protection Status