Mata Ratih membulat sempurna. Para karyawan juga menatap penuh tanya. Untuk apa Ratih saya panggil ?Ratih maju ke depan dengan pias wajah yang kesal. Sementara Mas Ridwan ? Ia seolah-olah melotot kepadaku atas apa yang aku lakukan." Kalian pasti bertanya-tanya mengapa saya memanggil rekan kerja kalian. Si Ratih. Jadi begini kalian disini saya gaji atas kerja kalian. Jadi ibaratkan kalian itu menjual jasa, bukan ?". Para karyawan mengangguk setuju." Jadi tolong perbaiki penampilan kalian. Jangan terlalu terbuka dan terlalu ketat seperti Ratih. Ingat kalian disini menjual jasa kan bukan menjual diri ?" lanjutku dengan sindiran tajam.Ekspresi Ratih bukan main. Tatapanya bengis. Seperti harimau yang siap menerkam mangsanya. Sedikit pun aku tidak takut ataupun gentar dengan apa yang menjadi tujuanku.*" Bu Anisa," panggil Ratih saat aku berjalan di lobby. Aku hanya menoleh dengan malas." Iya ada apa ?". Aku paksakan senyum semanis mungkin walau dalam hati tidak ikhlas rasanya." Ibu
" Anisa, jangan cari aku malam ini. Aku tidak pulang ke rumah,"Begitulah yang dikatakan Mas Ridwan. Sebegitu marahnya dia pada diriku ? Sebenarnya aku lumayan senang dengan ketiadaanya. Dengan tidak menatap wajah pengkhianatan itu.Tetapi tidak untuk saat ini. Dia masih suamiku.Belum sempat aku menjawab apa yang ia sampaikan, ia pergi begitu saja meninggalkanku. Kemana dia akan tidur. Apa dia tidur di kediaman Ratih. Ataukah dia tidur di hotel ?Aku tidak kehabisan ide. Aku blokir akses kartu kredit nya. Entahlah ada berapa uang di atm dia. Aku berharap itu tidak banyak.Saat aku mulai keluar dari ruangan, ku lihat Mas Ridwan sudah tidak ada. Aku pejamkan mata. Apakah memang dia menikah denganku hanya karena harta semata ? Setelah ayah meninggal, dimana bisa ku temukan sosok lelaki baik itu ?Aku mulai menaiki mobil. Tapi ada suara yang mengejutkanku." Bagaimana Bu Anisa tawaran saya tadi ?". Suara serak itu jelas aku hafal suara Pak Albert." Maafkan saya Tuan Albert. Tanpa mengura
" Terimakasih ya mbak," kata Anggun menghampiriku." Untuk apa ?"" Sudahlah mbak. Jangan berpura-pura, aku tau mbak yang diam-diam membiayai kuliahku hingga selesai. Dan mbak yang mengirim paket sembako tiap minggu ke rumah,"" Jadi kamu percaya bahwa aku yang melakukanya ?"Anggun duduk di kursi panjang di area parkir. Mengundangku untuk duduk disampingnya juga." Siapa sih mbak orang baik pada keluarga ku selain Mbak Anisa,"" Bukankah wanita yang dibawa Mas Ridwan ke rumahmu juga baik, Nggun ?"" Ah aku tau mana perempuan yang benar-benar baik dan mana yang sok baik, mbak,"" Tetapi bahkan ibu marah kepadaku, Nggun. Begitu juga dengan Mbak Mira. Jujur uang jatah bulanan untuk keluargamu semua telah aku serahkan pada Mas Ridwan. Bahkan aku tidak tau kalau uang itu tidak sampai pada keluargamu,"" Aku mengerti mbak. Aku juga tidak percaya kalau Mbak Anisa akan melarang Mas Ridwan mengirim uang untuk kami. Rasanya itu tidak mungkin. Yang jadi pertanyaanku sekarang, kenapa Mbak Anisa
" Nisa, kamu apa-apan sih menggaji suami hanya segini ? Ini tidak ada seperempat gajiku dulu Nis,"Aku dengan tenang menanggapinya." Memangnya mau berapa sih mas ?" tanyaku sembari merapikan buku di meja kerja." Hargai aku dong Nis. Aku ini suamimu,"" Iya, kalau di rumah. Kalau dikantor seperti ini kita tetap atasan dan bawahan bukan ? Lagipula kebijakan perusahaaan juga sebesar itu kan. Kamu saja yang dulu mengubah itu. Kamu paham atau tidak sih mas tentang strategi bisnis ?"" Jadi kamu anggap aku ini bodoh begitu ?"Aku hanya tertawa kecil. " Sama sekali tidak. Aku hanya mengingatkan."Mas Ridwan pergi dari ruanganku dengan raut kesal. Aku tidak perduli itu. Sekarang jadwal ku meneliti semua laporan keuangan yang masuk.Dan aku merasa aneh, laporan keuangan ini sangat rajin dan rapi. Tetapi saat aku melihat riwayat mutasi rekening, kenapa yang masuk dengan yang dilaporkan itu berbeda Bertanya pada Mas Ridwan ? Ahh rasanya percuma. Pasti dia berkilah sedemikian hebatnya.Aku pe
" Apakah benar ini rumah dari Bu Anisa Rahmadianti ?" tanya seseorang bertubuh besar berperawakan tinggi berkulit hitam serta memakai jaket kulit dan kacamata hitam." Iya. Saya suaminya. Ada apa ?"" Ini surat perintah penyitaan mobil dari kantor kami ?" Ridwan dengan kasar meraih kertas itu. Lalu diremasnya. Hatinya semakin dongkol tak karuan.*" Anisa, Anisa," teriak Ridwan dari lantai bawah." Ada apa sih mas teriak-teriak seperti aku tidak punya telinga saja," jawabku bersungut marah." Itu mobil kamu disita pihak bank,"Aku masih melanjutkan mewarnai kuku dengan santai. Tanpa terkejut atau apapun itu." Iya, aku tau. Aku tidak punya uang untuk membayar cicilanya. Kamu sebagai suami, harusnya bayarin dong mas. Istrinya terlilit hutang begini,"" Ahh," Ridwan tapak semakin gusar dengan perkataan Anisa." Kamu jangan selalu menyudutkanku. Uang terus yang dibahas .Memangnya topik pembicaraan hanya seputar uang begitu ?"Aku mendongak mendengar perkataanya. Agak geser mungkin otak
" Pak Wira ?" ucapnya bersamaan dengan wajah kaget yang tidak bisa disembunyikan keduanya." Selamat pagi Pak Ridwan, Bu Ratih," sapa Pak Wira dengan sopan.Mereka membalas sapaan Pak Wira dengan kikuk." Selamat datang kembali Pak Wira di kantor ini," ucapku." Ta-tapi bu ada Andini yang memegang kendali manager keuangan," Ratih mencoba melawan." Andini sudah saya pindahkan ke bagian staf admin," jawabku tegas." Tidak bisa begitu Nis. Andini itu lebih kompeten dan berkali-kali ikut pelatihan," Mas Ridwan membela. " Pelatihan apa ? Nanti biar Pak Wira juga ikut," jawabku dingin." Pak Wira kan sudah berumur,"Aku tersenyum menyilangkan tangan di dada." Memangnya kenapa kalau berumur ? Memangnya yang tua tidak bisa dan tidak boleh berkembang ? Justru Pak Wira lebih lama berpengalaman dibidang ini,"" Ta-tapi Bun Andini lulusan S2. Saya kira lebih cocok dia yang menjadi manager bu. Pak Wira kan hanya S1,"" Mau dia S3 sekalipun kalau saya tidak mau ya tidak mau. Kenapa ? Karena An
Benar dugaanku. Mobil Mas Ridwan sudah ada di halaman. Kemungkinan dia menunggu di dalam mobil. Aku melangkah membuka pintu utama tanpa menghiraukan keberadaanya. Tetapi dia justru mengekor di belakangku" Lupa bawa istri mas ? Aku kok ditinggal ?" tanyaku." Istri ? Memang kamu menganggap aku ini suami ?" tanyanya balik.Aku diam. Selalu begitu. Dia menghubungkan dengan masalah kantor. " Harus ya mas selalu dihubungkan dengan masalah di kantor ?"" Ini tentang harga diriku Nis. Kamu seolah-olah menginjak harga diriku. Dan sama sekali tidak menghormatiku,"" Lalu, saat kau merombak kantor, apakah kamu juga izin aku ? Apakah itu juga namanya menghargai ?". Aku mulai tersulut emosi. Sama sekali ia tidak sadar ataupun intropeksi diri atas kelakuanya.Dia diam meninggalkanku naik ke lantai dua. Aku ikuti dia." Apakah etis juga seorang bos dan sekertaris berada di satu ruangan dengan pintu terkunci ? Kucing lapar diberi makan ikan asin pun pasti mau mas. "Emosiku mulai meledak-ledak. Ak
" Kamu penyebab kematian ibu,". Lagi dan lagi Mbak Mira menyerangku.Aku tertawa kecil mendengar sesuatu yang rasanya mustahil untuk aku lakukan. Dengan emosinya yang menggebu-nggebu serta kehadiran Ratih disini, semakin membuatku juga berusaha mati-matian mengontrol emosi." Mbak itu bicara apa ? Bagaimana bisa mbak mengatakan aku penyebab kematian ibu, sedangkan kita tinggal berjauhan,"" Jangan sok bodoh kamu,.Nis. Kamu melarang Ridwan mengirim uang untuk ibu untuk makan kami, sehingga saat ibu sakit, kami tidak bisa membawanya secepat mungkin ke rumah sakit. Dan untuk makan, ibu harus berjuang berjualan walau dalam kondisi badan tidak fit,"Mas Ridwan terperanjat kaget mendengar penuturan kakaknya. Aku meliriknya tajam karena memang dia sendiri lah dalang dari semua ini. " Baik. Kalau memang mbak Mira menuduh hegitu. Saya minta tolong, nanti ketika Anggun sadar, tanya lah. Dia tau faktanya. Dan untuk masalah ibu berjuang berjualan, kenapa mbak yang tidak menggantikan berjualan ?