"Sudah selarut ini dan kau belum tidur juga, Zayn?" Suara seorang wanita di belakang pria itu terdengar merdu. Wanita cantik dan dewasa itu pun terlihat anggun dengan gaun selutut berwarna merah menyala, high heels tujuh senti mengangkat sepasang tumitnya menjadi lebih tinggi lagi.
Zayn, pria yang di panggil itu bersikap tak acuh terhadap suara wanita di belakangnya.
Wanita itu pun menaikkan alis tak suka. Walaupun dia sudah tahu temperamen pria muda di depannya yang tergolong dingin dan tanpa perasaan, bagaimana pun juga dia tidak terbiasa.
"Joshua baru saja menghubungi ku, ponsel mu tidak bisa di hubungi, kenapa kau mematikannya?" Wanita itu pun mencoba bersabar. Sikap tunangannya ini benar-benar membuatnya jengkel setengah mati.
Kalau saja dia tahu lebih awal akan diperlakukan dingin begini, dia mungkin mengurungkan niatnya mengajukan pertunangan bersama laki-laki seperti Zayn yang bahkan tidak tahu bagaimana menghargai dia. Namun sayangnya, Nadine sudah jatuh cinta pada pria ini sebelum dia bahkan bisa menghindarinya.
Dan jatuh cinta pada pria bernama Zayn merupakan kesalahan terbesar dalam hidup Nadine. Wanita itu sangat menyesali cintanya yang berlabuh pada pria yang tak tepat. Selain sakit hati akibat cinta tak berbalas, Nadine harus bersikap sabar dengan ke-pasifan Liam padanya selama ini.
"Sampai kapan kau akan bersikap begini? Kalau kau memang keberatan dengan apa yang aku lakukan, bisakah kau katakan padaku dan kita bicarakan ini bersama-sama." Suara wanita itu pun terdengar memohon dan di saat bersamaan mengandung kesedihan teramat dalam.
Zayn tidak berpaling sedikit pun walau suara bergetar dari wanita di belakangnya dia dengar.
"Nadine, ayo kita akhiri saja pertunangan ini." Zayn memunculkan senyum mencela di bibirnya begitu kata-kata ini dia keluarkan.
"Apa?!"
"Lagi pula kita tidak saling mencintai. Dari pada kita saling menyakiti satu sama lain, bukankah lebih baik kita akhiri saja hubungan ini sampai di sini saja." Lanjut Zayn dengan mulut terangkat naik, mencela diri.
Nadine terhenyak. Tangannya terkepal kuat di sisi tubuhnya, begitu kata-kata kejam itu akhirnya dia dengar dari pria ini. Meski ini adalah apa yang selalu dia ingin dengar, tapi saat Zayn mengatakan ini secara langsung, rasa tak mau kehilangan pria ini mendominasi dirinya.
"Aku tahu ini hanya akal-akalan mu saja kan. Kau tahu aku mencintaimu dan kau tetap ingin meninggalkan aku?"
Zayn menatap rokok di jari-jarinya yang terbakar, tanpa berekspresi kesakitan dia mencubit rokok yang masih menyala itu dengan tangannya. Rasa panas langsung menyengat kulit jarinya, meninggalkan luka bakar ringan di sana. Kemudian dia berbalik, sepenuhnya memandang wanita itu dengan matanya yang tak berdasar.
Nadine mengambil langkah mundur, tubuhnya bergetar ketakutan begitu mata Zayn menatapnya dingin.
Zayn berjalan mendekat dengan langkah terhuyung. Dia tahu demamnya kembali naik, namun dia berusaha tidak menunjukkan kondisinya sendiri yang jauh dari kata baik. Terlebih pada wanita ini.
Nadine mengira, Zayn akan memukulnya saat laki-laki itu berjalan mendekat ke arahnya. Tak di sangka, Zayn hanya melewatinya saja.
Zayn mengambil ponselnya yang tergeletak di atas lantai kamar, layarnya pecah akibat dia banting beberapa jam yang lalu.
Beruntung, ponsel itu tetap bisa di nyalakan walau dalam keadaan retak layarnya dan menjadi tak enak di pandang.
Nadine menunggu, dia tidak tahu mengapa tunangannya memegang ponsel tersebut.
Tak!
Bunyi ponsel terlempar yang jatuh di sebelah kakinya, membuat Nadine terkejut.
"Begini kau membuktikan cinta mu padaku selama ini!" Zayn melihat wanita yang berdiri tak jauh darinya dengan ekspresi datar.
Kemudian suara cabul di penuhi desahan serta geraman rendah mengalun di ruangan kamar Zayn. Karena suasana di antara keduanya begitu hening. Suara tak senonoh itu pun menggema dengan nyaring ke seluruh ruangan.
Nadine langsung berubah lemas kakinya, begitu ponsel milik Zayn menampilkan penampilan bugilnya yang di tindih seorang pria.
Bagaimana?
Bagaimana bisa dia tahu hal ini?
"Aku... Aku bisa jelaskan tentang video ini. Aku... Aku di jebak."
"Tutup mulut busuk mu itu, Nadine Atmadja! Sampai kapan kau mau membohongi diriku lagi?!"
Nadine terperanjat mendengar suara bernada keras dari Zayn yang baru pertama kali dia dengar. Air mata mengucur deras mengalir di pipinya. Dadanya berubah sesak. Seperti orang gila, Nadine tertawa terbahak-bahak di sela tangisnya yang pecah.
Matanya merah menatap Zayn berdiri menjulang di atasnya.
"Kalau kau tidak bersikap angkuh dan sedikit saja menghargai ku sebagai tunangan mu. Aku tak akan lakukan hal rendah ini. Apa kau pikir aku tak lelah dengan sikap dingin mu itu?!" Nadine berkata dengan penuh keluhan seakan dia lah korban dari pertunangan ini. Nadine memberitahu Zayn, betapa sakit hatinya dia tidak di pedulikan olehnya selama ini.
"Tapi kau sudah lakukan hal fatal yang tidak bisa aku maafkan, Nadine! Sejak awal kau mengenalku dan meminta pertunangan ini pada keluarga ku, bukankah kau sudah bisa memprediksi sikap ku nantinya padamu?"
Pertunangan ini merupakan pertunangan politik dari keluarga mereka. Zayn tidak mencintai wanita yang menjadi tunangannya ini. Dia sudah mengatakan penolakan pertamanya di awal pada keluarganya sendiri namun pukulan dari ayah angkatnya lah yang dia terima pada akhirnya.
Zayn tidak bisa menolak walau hatinya berjuang mengatakan tidak.
Nyatanya, dia memang tidak pernah salah dalam menilai seseorang. Nadine merupakan wanita dewasa yang tergolong sangat cantik dan juga kaya raya. Walau begitu sikap dan kehidupan sehari-harinya sangat buruk dan kotor untuk ukuran seorang wanita terhormat seperti Nadine.
Ini bukan pertama kalinya bagi Zayn melihat kelakuan tak bermoral yang di lakukan Nadine di belakang punggungnya.
"Aku akan memberitahu keluarga ku perihal pertunangan kita, Nadine."
Nadine berdiri. Wajah cantiknya yang di poles make up tampak berantakan. Buru-buru dia meraih lengan Zayn yang sudah memegang handle pintu kamarnya.
"Tidak... Kumohon, aku tidak mau berpisah dari mu. Beri aku kesempatan lagi, Zayn. Aku berjanji tidak akan mengkhianati mu lagi seperti ini. Tolong.... Kumohon. Aku mencintaimu."
Zayn melepas paksa pelukan erat di perutnya. Dia merasakan sangat jijik dengan pelukan Nadine di tubuhnya.
"Memberimu kesempatan?!" Tanya Zayn meremehkan. Merasa lucu dengan ucapan wanita tak punya otak di belakangnya tersebut.
"Ya... Beri aku kesempatan sekali lagi, Iota. Aku berjanji akan setia padamu. Aku akan lakukan apapun yang kau mau. Kumohon jangan batalkan pertunangan kita."
"Tapi aku jijik padamu. Kau bekas pria lain. Kau pikir aku akan menerimamu dengan tangan terbuka walau kau sudah meminta maaf. Nadine, kau sungguh lucu. Jangan membuatku lebih muak dari pada ini. Melihatmu berkeliaran di sekitar ku selama ini membuat ku ingin muntah!"
Nadine berubah pucat.
Zayn bahkan tidak repot-repot untuk berbicara lebih jauh lagi pada mantan tunangannya tersebut.
Dia keluar dari kamarnya sendiri tanpa berbalik lagi. Meninggalkan Nadine yang kembali meraung sedih di dalam kamar Zayn sendirian.
"Sudah selarut ini dan kau belum tidur juga, Zayn?" Suara seorang wanita di belakang pria itu terdengar merdu. Wanita cantik dan dewasa itu pun terlihat anggun dengan gaun selutut berwarna merah menyala, high heels tujuh senti mengangkat sepasang tumitnya menjadi lebih tinggi lagi.
Zayn, pria yang di panggil itu bersikap tak acuh terhadap suara wanita di belakangnya.
Wanita itu pun menaikkan alis tak suka. Walaupun dia sudah tahu temperamen pria muda di depannya yang tergolong dingin dan tanpa perasaan, bagaimana pun juga dia tidak terbiasa.
"Joshua baru saja menghubungi ku, ponsel mu tidak bisa di hubungi, kenapa kau mematikannya?" Wanita itu pun mencoba bersabar. Sikap tunangannya ini benar-benar membuatnya jengkel setengah mati.
Kalau saja dia tahu lebih awal akan diperlakukan dingin begini, dia mungkin mengurungkan niatnya mengajukan pertunangan bersama laki-laki seperti Zayn yang bahkan tidak tahu bagaimana menghargai dia. Namun sayangnya, Nadine sudah jatuh cinta pada pria ini sebelum dia bahkan bisa menghindarinya.
Dan jatuh cinta pada pria bernama Zayn merupakan kesalahan terbesar dalam hidup Nadine. Wanita itu sangat menyesali cintanya yang berlabuh pada pria yang tak tepat. Selain sakit hati akibat cinta tak berbalas, Nadine harus bersikap sabar dengan ke-pasifan Liam padanya selama ini.
"Sampai kapan kau akan bersikap begini? Kalau kau memang keberatan dengan apa yang aku lakukan, bisakah kau katakan padaku dan kita bicarakan ini bersama-sama." Suara wanita itu pun terdengar memohon dan di saat bersamaan mengandung kesedihan teramat dalam.
Zayn tidak berpaling sedikit pun walau suara bergetar dari wanita di belakangnya dia dengar.
"Nadine, ayo kita akhiri saja pertunangan ini." Zayn memunculkan senyum mencela di bibirnya begitu kata-kata ini dia keluarkan.
"Apa?!"
"Lagi pula kita tidak saling mencintai. Dari pada kita saling menyakiti satu sama lain, bukankah lebih baik kita akhiri saja hubungan ini sampai di sini saja." Lanjut Zayn dengan mulut terangkat naik, mencela diri.
Nadine terhenyak. Tangannya terkepal kuat di sisi tubuhnya, begitu kata-kata kejam itu akhirnya dia dengar dari pria ini. Meski ini adalah apa yang selalu dia ingin dengar, tapi saat Zayn mengatakan ini secara langsung, rasa tak mau kehilangan pria ini mendominasi dirinya.
"Aku tahu ini hanya akal-akalan mu saja kan. Kau tahu aku mencintaimu dan kau tetap ingin meninggalkan aku?"
Zayn menatap rokok di jari-jarinya yang terbakar, tanpa berekspresi kesakitan dia mencubit rokok yang masih menyala itu dengan tangannya. Rasa panas langsung menyengat kulit jarinya, meninggalkan luka bakar ringan di sana. Kemudian dia berbalik, sepenuhnya memandang wanita itu dengan matanya yang tak berdasar.
Nadine mengambil langkah mundur, tubuhnya bergetar ketakutan begitu mata Zayn menatapnya dingin.
Zayn berjalan mendekat dengan langkah terhuyung. Dia tahu demamnya kembali naik, namun dia berusaha tidak menunjukkan kondisinya sendiri yang jauh dari kata baik. Terlebih pada wanita ini.
Nadine mengira, Zayn akan memukulnya saat laki-laki itu berjalan mendekat ke arahnya. Tak di sangka, Zayn hanya melewatinya saja.
Zayn mengambil ponselnya yang tergeletak di atas lantai kamar, layarnya pecah akibat dia banting beberapa jam yang lalu.
Beruntung, ponsel itu tetap bisa di nyalakan walau dalam keadaan retak layarnya dan menjadi tak enak di pandang.
Nadine menunggu, dia tidak tahu mengapa tunangannya memegang ponsel tersebut.
Tak!
Bunyi ponsel terlempar yang jatuh di sebelah kakinya, membuat Nadine terkejut.
"Begini kau membuktikan cinta mu padaku selama ini!" Zayn melihat wanita yang berdiri tak jauh darinya dengan ekspresi datar.
Kemudian suara cabul di penuhi desahan serta geraman rendah mengalun di ruangan kamar Zayn. Karena suasana di antara keduanya begitu hening. Suara tak senonoh itu pun menggema dengan nyaring ke seluruh ruangan.
Nadine langsung berubah lemas kakinya, begitu ponsel milik Zayn menampilkan penampilan bugilnya yang di tindih seorang pria.
Bagaimana?
Bagaimana bisa dia tahu hal ini?
"Aku... Aku bisa jelaskan tentang video ini. Aku... Aku di jebak."
"Tutup mulut busuk mu itu, Nadine Atmadja! Sampai kapan kau mau membohongi diriku lagi?!"
Nadine terperanjat mendengar suara bernada keras dari Zayn yang baru pertama kali dia dengar. Air mata mengucur deras mengalir di pipinya. Dadanya berubah sesak. Seperti orang gila, Nadine tertawa terbahak-bahak di sela tangisnya yang pecah.
Matanya merah menatap Zayn berdiri menjulang di atasnya.
"Kalau kau tidak bersikap angkuh dan sedikit saja menghargai ku sebagai tunangan mu. Aku tak akan lakukan hal rendah ini. Apa kau pikir aku tak lelah dengan sikap dingin mu itu?!" Nadine berkata dengan penuh keluhan seakan dia lah korban dari pertunangan ini. Nadine memberitahu Zayn, betapa sakit hatinya dia tidak di pedulikan olehnya selama ini.
"Tapi kau sudah lakukan hal fatal yang tidak bisa aku maafkan, Nadine! Sejak awal kau mengenalku dan meminta pertunangan ini pada keluarga ku, bukankah kau sudah bisa memprediksi sikap ku nantinya padamu?"
Pertunangan ini merupakan pertunangan politik dari keluarga mereka. Zayn tidak mencintai wanita yang menjadi tunangannya ini. Dia sudah mengatakan penolakan pertamanya di awal pada keluarganya sendiri namun pukulan dari ayah angkatnya lah yang dia terima pada akhirnya.
Zayn tidak bisa menolak walau hatinya berjuang mengatakan tidak.
Nyatanya, dia memang tidak pernah salah dalam menilai seseorang. Nadine merupakan wanita dewasa yang tergolong sangat cantik dan juga kaya raya. Walau begitu sikap dan kehidupan sehari-harinya sangat buruk dan kotor untuk ukuran seorang wanita terhormat seperti Nadine.
Ini bukan pertama kalinya bagi Zayn melihat kelakuan tak bermoral yang di lakukan Nadine di belakang punggungnya.
"Aku akan memberitahu keluarga ku perihal pertunangan kita, Nadine."
Nadine berdiri. Wajah cantiknya yang di poles make up tampak berantakan. Buru-buru dia meraih lengan Zayn yang sudah memegang handle pintu kamarnya.
"Tidak... Kumohon, aku tidak mau berpisah dari mu. Beri aku kesempatan lagi, Zayn. Aku berjanji tidak akan mengkhianati mu lagi seperti ini. Tolong.... Kumohon. Aku mencintaimu."
Zayn melepas paksa pelukan erat di perutnya. Dia merasakan sangat jijik dengan pelukan Nadine di tubuhnya.
"Memberimu kesempatan?!" Tanya Zayn meremehkan. Merasa lucu dengan ucapan wanita tak punya otak di belakangnya tersebut.
"Ya... Beri aku kesempatan sekali lagi, Iota. Aku berjanji akan setia padamu. Aku akan lakukan apapun yang kau mau. Kumohon jangan batalkan pertunangan kita."
"Tapi aku jijik padamu. Kau bekas pria lain. Kau pikir aku akan menerimamu dengan tangan terbuka walau kau sudah meminta maaf. Nadine, kau sungguh lucu. Jangan membuatku lebih muak dari pada ini. Melihatmu berkeliaran di sekitar ku selama ini membuat ku ingin muntah!"
Nadine berubah pucat.
Zayn bahkan tidak repot-repot untuk berbicara lebih jauh lagi pada mantan tunangannya tersebut.
Dia keluar dari kamarnya sendiri tanpa berbalik lagi. Meninggalkan Nadine yang kembali meraung sedih di dalam kamar Zayn sendirian.
"Sudah selarut ini dan kau belum tidur juga, Zayn?" Suara seorang wanita di belakang pria itu terdengar merdu. Wanita cantik dan dewasa itu pun terlihat anggun dengan gaun selutut berwarna merah menyala, high heels tujuh senti mengangkat sepasang tumitnya menjadi lebih tinggi lagi.
Zayn, pria yang di panggil itu bersikap tak acuh terhadap suara wanita di belakangnya.
Wanita itu pun menaikkan alis tak suka. Walaupun dia sudah tahu temperamen pria muda di depannya yang tergolong dingin dan tanpa perasaan, bagaimana pun juga dia tidak terbiasa.
"Joshua baru saja menghubungi ku, ponsel mu tidak bisa di hubungi, kenapa kau mematikannya?" Wanita itu pun mencoba bersabar. Sikap tunangannya ini benar-benar membuatnya jengkel setengah mati.
Kalau saja dia tahu lebih awal akan diperlakukan dingin begini, dia mungkin mengurungkan niatnya mengajukan pertunangan bersama laki-laki seperti Zayn yang bahkan tidak tahu bagaimana menghargai dia. Namun sayangnya, Nadine sudah jatuh cinta pada pria ini sebelum dia bahkan bisa menghindarinya.
Dan jatuh cinta pada pria bernama Zayn merupakan kesalahan terbesar dalam hidup Nadine. Wanita itu sangat menyesali cintanya yang berlabuh pada pria yang tak tepat. Selain sakit hati akibat cinta tak berbalas, Nadine harus bersikap sabar dengan ke-pasifan Liam padanya selama ini.
"Sampai kapan kau akan bersikap begini? Kalau kau memang keberatan dengan apa yang aku lakukan, bisakah kau katakan padaku dan kita bicarakan ini bersama-sama." Suara wanita itu pun terdengar memohon dan di saat bersamaan mengandung kesedihan teramat dalam.
Zayn tidak berpaling sedikit pun walau suara bergetar dari wanita di belakangnya dia dengar.
"Nadine, ayo kita akhiri saja pertunangan ini." Zayn memunculkan senyum mencela di bibirnya begitu kata-kata ini dia keluarkan.
"Apa?!"
"Lagi pula kita tidak saling mencintai. Dari pada kita saling menyakiti satu sama lain, bukankah lebih baik kita akhiri saja hubungan ini sampai di sini saja." Lanjut Zayn dengan mulut terangkat naik, mencela diri.
Nadine terhenyak. Tangannya terkepal kuat di sisi tubuhnya, begitu kata-kata kejam itu akhirnya dia dengar dari pria ini. Meski ini adalah apa yang selalu dia ingin dengar, tapi saat Zayn mengatakan ini secara langsung, rasa tak mau kehilangan pria ini mendominasi dirinya.
"Aku tahu ini hanya akal-akalan mu saja kan. Kau tahu aku mencintaimu dan kau tetap ingin meninggalkan aku?"
Zayn menatap rokok di jari-jarinya yang terbakar, tanpa berekspresi kesakitan dia mencubit rokok yang masih menyala itu dengan tangannya. Rasa panas langsung menyengat kulit jarinya, meninggalkan luka bakar ringan di sana. Kemudian dia berbalik, sepenuhnya memandang wanita itu dengan matanya yang tak berdasar.
Nadine mengambil langkah mundur, tubuhnya bergetar ketakutan begitu mata Zayn menatapnya dingin.
Zayn berjalan mendekat dengan langkah terhuyung. Dia tahu demamnya kembali naik, namun dia berusaha tidak menunjukkan kondisinya sendiri yang jauh dari kata baik. Terlebih pada wanita ini.
Nadine mengira, Zayn akan memukulnya saat laki-laki itu berjalan mendekat ke arahnya. Tak di sangka, Zayn hanya melewatinya saja.
Zayn mengambil ponselnya yang tergeletak di atas lantai kamar, layarnya pecah akibat dia banting beberapa jam yang lalu.
Beruntung, ponsel itu tetap bisa di nyalakan walau dalam keadaan retak layarnya dan menjadi tak enak di pandang.
Nadine menunggu, dia tidak tahu mengapa tunangannya memegang ponsel tersebut.
Tak!
Bunyi ponsel terlempar yang jatuh di sebelah kakinya, membuat Nadine terkejut.
"Begini kau membuktikan cinta mu padaku selama ini!" Zayn melihat wanita yang berdiri tak jauh darinya dengan ekspresi datar.
Kemudian suara cabul di penuhi desahan serta geraman rendah mengalun di ruangan kamar Zayn. Karena suasana di antara keduanya begitu hening. Suara tak senonoh itu pun menggema dengan nyaring ke seluruh ruangan.
Nadine langsung berubah lemas kakinya, begitu ponsel milik Zayn menampilkan penampilan bugilnya yang di tindih seorang pria.
Bagaimana?
Bagaimana bisa dia tahu hal ini?
"Aku... Aku bisa jelaskan tentang video ini. Aku... Aku di jebak."
"Tutup mulut busuk mu itu, Nadine Atmadja! Sampai kapan kau mau membohongi diriku lagi?!"
Nadine terperanjat mendengar suara bernada keras dari Zayn yang baru pertama kali dia dengar. Air mata mengucur deras mengalir di pipinya. Dadanya berubah sesak. Seperti orang gila, Nadine tertawa terbahak-bahak di sela tangisnya yang pecah.
Matanya merah menatap Zayn berdiri menjulang di atasnya.
"Kalau kau tidak bersikap angkuh dan sedikit saja menghargai ku sebagai tunangan mu. Aku tak akan lakukan hal rendah ini. Apa kau pikir aku tak lelah dengan sikap dingin mu itu?!" Nadine berkata dengan penuh keluhan seakan dia lah korban dari pertunangan ini. Nadine memberitahu Zayn, betapa sakit hatinya dia tidak di pedulikan olehnya selama ini.
"Tapi kau sudah lakukan hal fatal yang tidak bisa aku maafkan, Nadine! Sejak awal kau mengenalku dan meminta pertunangan ini pada keluarga ku, bukankah kau sudah bisa memprediksi sikap ku nantinya padamu?"
Pertunangan ini merupakan pertunangan politik dari keluarga mereka. Zayn tidak mencintai wanita yang menjadi tunangannya ini. Dia sudah mengatakan penolakan pertamanya di awal pada keluarganya sendiri namun pukulan dari ayah angkatnya lah yang dia terima pada akhirnya.
Zayn tidak bisa menolak walau hatinya berjuang mengatakan tidak.
Nyatanya, dia memang tidak pernah salah dalam menilai seseorang. Nadine merupakan wanita dewasa yang tergolong sangat cantik dan juga kaya raya. Walau begitu sikap dan kehidupan sehari-harinya sangat buruk dan kotor untuk ukuran seorang wanita terhormat seperti Nadine.
Ini bukan pertama kalinya bagi Zayn melihat kelakuan tak bermoral yang di lakukan Nadine di belakang punggungnya.
"Aku akan memberitahu keluarga ku perihal pertunangan kita, Nadine."
Nadine berdiri. Wajah cantiknya yang di poles make up tampak berantakan. Buru-buru dia meraih lengan Zayn yang sudah memegang handle pintu kamarnya.
"Tidak... Kumohon, aku tidak mau berpisah dari mu. Beri aku kesempatan lagi, Zayn. Aku berjanji tidak akan mengkhianati mu lagi seperti ini. Tolong.... Kumohon. Aku mencintaimu."
Zayn melepas paksa pelukan erat di perutnya. Dia merasakan sangat jijik dengan pelukan Nadine di tubuhnya.
"Memberimu kesempatan?!" Tanya Zayn meremehkan. Merasa lucu dengan ucapan wanita tak punya otak di belakangnya tersebut.
"Ya... Beri aku kesempatan sekali lagi, Iota. Aku berjanji akan setia padamu. Aku akan lakukan apapun yang kau mau. Kumohon jangan batalkan pertunangan kita."
"Tapi aku jijik padamu. Kau bekas pria lain. Kau pikir aku akan menerimamu dengan tangan terbuka walau kau sudah meminta maaf. Nadine, kau sungguh lucu. Jangan membuatku lebih muak dari pada ini. Melihatmu berkeliaran di sekitar ku selama ini membuat ku ingin muntah!"
Nadine berubah pucat.
Zayn bahkan tidak repot-repot untuk berbicara lebih jauh lagi pada mantan tunangannya tersebut.
Dia keluar dari kamarnya sendiri tanpa berbalik lagi. Meninggalkan Nadine yang kembali meraung sedih di dalam kamar Zayn sendirian.