MATI KUTU KETIKA ISTRI TKW-KU KEMBALI 19Mobil berjalan pelan membelah jalanan. Lagu Tak selamanya selingkuh itu indah by merpati band mengalun indah. Juned terkekeh melihat ekspresiku.Tak ada lagu lain apa? Misal lagu madu tiga kek, punya Abang Ahmad."Jangan manyun gitu, Bim. Bentar lagi ketemu mantan. ledeknya."Enak aja lu, mantan. Ga bakalan Karina gw jadikan mantan. Dia Ibu dari anakku, lu ingat itu kan. Jadi jangan macam-macam, apalagi sampai kepikiran mau pedekate dengannya."Juned memajukan bibirnya lalu tersenyum penuh hinaan. Aku cuek saja, biar tahu rasa dia. Jangan coba-coba mengambil punyaku.Hampir tiga jam kami diperjalanan. Jalanan yang tak lancar mirip jalan hidupku itu membuat kami lambat sampai disana."Tuh, rumah Karina." Mobil Juned berhenti dipiggir jalan. Dari sini tampak rumah tingkat dua yang sedang tahap renovasi bagian atasnya.Aku berdecak kagum. Rumah ini pasti mewah kalau sudah selesai pengerjaannya."Turun sama samperin mantan terindah lu!" sindirnya s
MATI KUTU KETIKA ISTRI TKW-KU KEMBALI 20POV Karina.Sudah dua minggu Tuan Liu dan Mei berada di sini. Hampir setiap hari kami menghabiskan waktu mendatangi tempat wisata di sekitar Jakarta. Mei begitu sangat senang. Akupun sama. Raffi walau tak mengerti bahasa yang digunakan Mei, tetap menikmati kebersamaan seperti seorang kakak kepada adiknya.Pengurusan dokumen Raffi, Nana dan anaknya sedikit lagi selesai. Rencananya Tuan Liu ingin mengajak kami jalan-jalan ke Taiwan. Nana begitu bahagia, berkali-kali dia mengucapkan terimakasih. Padahal aku lah yang seharusnya mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada Nana, berkat nasehat dan berita yang update dari dia. Aku jadi tahu kelakuan Mas Bima dibelakangku.Perceraian kami pun sudah selesai. Mas Bima menghilang entah kemana. Rumah ibunya juga sudah disita Bank, persis seperti yang Nana perkirakan.Bersyukur aku cepat lepas dari laki-laki itu, kalau tidak, tak akan bersisa sedikit pun harta yang aku kumpulkan diluar negeri.****Pe
MATI KUTU KETIKA ISTRI TKW-KU KEMBALI 21Aduuuuh!" Pekik Bima sambil memegang manuk'e dengan mata menatap langit-langit. Merasakan nikmatnya tendangan yang kuhadiahkan padanya.Aku berhasil melepaskan diri. Ibu dan Nana berhenti saling gelut."Wah, ada apa ini?" seru security yang datang bersama Mbak Narsih pembantuku.Ternyata diam-diam Narsih memanggil security ke depan. Padahal mah, cukup ditendang saja 'itunya' juga keok."Itu Pak, bawa ke kantor polisi saja, Pak. Dia mau mencuri saya dan merampok harta saya!" geramku."Eh, eh enggak Pak. Saya tak mau mencuri Karina. Dia mantan istri saya, saya hanya rindu aja, Pak." bela Mas Bima.Cuih, rindu! rindu duitku kali ah!"Betul Pak, kami hanya datang bertamu sebentar. Anak saya lagi kangen-kangenan sama mantan istrinya." seru Ibu."Hahaha kangen kangenan sama mantan, malu woi. Mantan kamu itu mau menikah sama bos nya yang tajir melintir dari Taiwan. Malu Pak, Bu, bilang mau kangen-kangenan padahal mau minta uang jajan, eh." Nana terkek
MATI KUTU KETIKA ISTRI TKW-KU KEMBALI 22"Woi, Bima. Karina mau nikah, lu ga diundang, hahahaha." Junedi tertawa memekakkan telinga, tawa penuh ejekan.Aku yang hendak membereskan peralatan terkejut, tapi berusaha biasa saja."Jangan bikin berita hoax, lu!" aku mengacuhkan Junedi dan kembali ke pekerjaanku."Eh, serius. Mana calon suaminya kaya, bos tajir. Dia yang mempunyai proyek yang sekarang gw tangani. Gil*, beda kasta banget sama lu, Bim."Brak!Aku melempar obeng ke arah Junedi, untung dia bisa mengelak. Kalau tidak, bisa cidera tuh otaknya."Cieee, cemburu." ledeknya pedas.Panas di dada makin ketara."Sebelum janur kuning melambai, masih ada harapan untuk merebut hatinya, Bro." lagi-lagi dia terkekeh."Udah, jangan dimasukin ke hati. Move on, bro. Entar gw kenalin sama cewe semlohai seperti yang lu demenin."Aku masih diam bergeming. Tapi, otakku terus berpikir. Bagaimana cara mengagalkan pernikahan mereka."Emang kapan mereka mau nikah, Bro?" tanyaku serius."Denger-denger s
MATI KUTU KETIKA ISTRI TKW-KU KEMBALI 23"Huaaaaaa!" Pekik Doni sambil lompat kedalam pelukanku.Bujugh, udah kayak pengantin baru mau masuk ke peraduan aja nih bocah!Ibu pun sama berteriak histeris."Se-setaaaaan....!Tanpa memikirkan apa-apa lagi, kami lari tunggang-langgang. Doni kuhempaskan ke tanah. "Rese lu, Bang. Katanya ga takut, tapi, lu malah yang lari lebih kencang!" kesal Doni yang berlari sambil terengah-engah."Bod*a ah, gw ga mau mati dicekik hantu. Gw belum kawin." balasku dengan nafas yang juga satu-satu."Hei, Tungguin Ibu!" pekik Ibu, yang ternyata ketinggalan jauh dibelakang.Aku dan Doni berhenti berlari lalu menoleh ke belakang melihat Ibu yang sudah kelelahan."Kita udah jauh berlari, setan itu tak mungkin sampai kesini. Sebentar lagi makin gelap, hayo kita cari tumpangan!" titah Ibu.Tak jauh dari tempat kami berdiri, terlihat lampu rumah warga yang mulai menyala."Bu, gimana kalau mereka minta dibayar?" tanya Doni yang kini sudah mulai stabil nafasnya."Ya b
Foto pernikahan Karina terpampang jelas. Walau pernikahan itu tak semewah yang Juned katakan. Sungguh terlalu Karina, dia menikah disaat anaknya hilang. Gatal, sungguh dia. Sedih, ya Allah...Tangan putih Karina sedang digenggam oleh laki-laki bermata sipit itu. Hati ini terasa panas membara mengalahi panas nya air yang biasa Ibu rebus untuk memasak Indomie.Foto kedua adalah foto mereka bersama polisi-polisi berseragam lengkap. Dan foto ketiga, foto beberapa laki-laki sangar mirip bodyguard yang memamerkan beberapa anjing pelacak yang gedenya melebihi anjing biasa."Bima...Bima Ibu tak mau mati karena dicakar anjing-anjing itu. Pasti suami perempuan sund*l itu kaya raya, sampai mengerahkan semua kekuatan nya mencari kita." ucap Ibu panik.Aku menyugar rambutku kasar."Mati kita, Bu. Apalagi Raffi hilang ditangan kita."Frustasi rasanya, uang tak dapat malah jadi buronan polisi."Tenang aja sih, tempat kita ini kampung terisolasi. Jauh dari mana-mana. Listrik aja masih satu-satu yang
"Iya, aku juga dengar begitu. Harus hati-hati kita dengan orang baru." jawab Ibu yang berbadan besar itu."Awas aja kalau ketemu, kita bikin remuk tulangnya. Bertahun-tahun kampung kita aman, sekarang jadi begini." sela Ibu yang badannya jauh lebih bongsor lagi."Tapi, polisi sedang mencari ke sini lho, bahkan kata si Udin. Ada yang bawa anjing pelacak. Hebat itu, pasti anak yang diculik anak orang kaya." "Kabarnya sih, yang nyulik Bapaknya minta tebusan kepada mantan istrinya yang sudah menikah dengan bos kaya raya dari luar negeri. Bapak macam apa itu, tak tahu malu, ga tahu diri.""Laki-laki sekarang memang banyak yang hanya numpang hidup aja. Parasit, ih malu-maluin aja."Brak!Aku yang sedang nyuri dengar terpeleset menimpa dagangan salah satu pedagang pakaian disana.Ibu-ibu yang sedang ghibah itu, sontak terdiam dan menatapku."Heh! Ga punya mata, ya! Cepat beresin."Aku yang berasa tertangkap basah, kaget dan hendak lari. Namun, naas tanganku ditangkap salah satu ibu-ibu yang
Setelah perjalanan yang melelahkan kami sampai dikantor polisi. Karina tanpa ampun membuat dua laporan sekaligus. Laporan atas penculikan anak dan laporan atas pemerasan. Tega, sekali dia!Ibu dan Doni entah dibawa kemana. Yang jelas aku dimasukkan kedalam sebuah sel yang dihuni banyak napi. Ada sepuluh atau dua puluh orang didalam. Penuh, sesak dan menyeramkan. Rasa takut menyusup dalam hati. Isu yang selama ini beredar membuatku ciut. Banyak napi yang babak belur dianiaya oleh teman satu selnya. Semoga saja tak terjadi padaku."Woi, anak baru nih!" seorang laki-laki berkumis dan berbadan besar mendekat."Kasus apa, Lu?" tanyanya dengan nada ketus."Bisu lu, ya?"Aku masih menunduk tak berani menatap. Keringat dingin mengucur. Baru hari pertama sudah begini, bagaimana nanti."Paling habis menca***i anak orang, Bang!" sahut laki-laki berbadan kurus sambil tertawa terbahak-bahak dan diikuti oleh orang-orang yang ada didalamnya.Plak!"Bener lu, habis gituan?" pertanyaannya seperti mele
"Sayang, kamu baik-baik saja." Mas Ahmad jelas tak melihat Jianheeng di bandara.Tapi aku dengan jelas bisa melihatnya. Aneh, kenapa dia bisa ada disini?"Oh, baik, aku baik-baik saja." Kami baru saja sampai di Taiwan."Mas, aku mau ke toilet dulu, ya." Aku pun bergegas berlari tanpa menunggu jawaban Mas Ahmad. Takut jika aku kehilangan jejak.Aku harus mencari tahu mau kemana perempuan itu, dari raut wajahnya terlihat dia sangat terburu-buru dan ketakutan.Dengan perlahan aku mengintip, ternyata dia mau terbang juga. Mau kemana dia?Setelah aku memastikan perempuan itu pergi, aku baru menemui Mas Ahmad. Dan kami pun melanjutkan perjalanan ke rumah Mama. Sekalian mau menjemput Raffi dan Sarah."Wah, pengantin baru sudah pulang?" sambut Papa senang. "Ada kabar bahagia buat kalian." Lanjutnya.Kami saling beradu pandang."Apa, Pa?" tanya Mas Ahmad tak sabar."Jianheeng sudah tak akan pernah menganggu kalian lagi." Kata Papa yakin."Papa yakin?" Tanya Mas Ahmad."Sangat yakin. Dia di us
Aku menatap rumah yang kubangun dengan keringatku itu, kosong. Keputusanku sudah bulat, aku akan mengabdikan hidup pada suami. Walau sebenarnya Mas Ahmad tak keberatan jika aku di Indonesia dan dia disana. Tapi, aku tak mau mengambil resiko. Tak sedikit rumah tangga yang kandas karena hubungan jarak jauh. Aku tak mau itu terjadi untuk kedua kalinya.Mbak Narsih sudah aku pulangkan, tega tak tega. Karena dia begitu rajin dan royal dalam bekerja itu yang sangat aku suka."Sayang, apa tak ada lagi barang yang mau dibawa?" ujar Mas Ahmad setelah menutup tas terakhir berisi semua pakaian dan mainan Raffi.Aku menggeleng, kurasa sudah semua.Surat keterangan pindah dari sekolah lama Raffi pun sudah aku kantongi. Tinggal, bisnis telah dibangun itu yang belum kutemukan solusinya.Sekiranya Nana tak mengkhianati kepercayaanku pasti aku tak seresah ini.[Karin, maafkan aku. Plis, Rin jangan hukum aku, aku mengaku khilaf.]Pesan dari Nana lagi.[Na, temui aku di toko dua puluh menit lagi.]jawab
Aku memijit keningku, Mas Ahmad terus memegang tanganku seolah memberi kekuatan. Aku dilema harus tinggal di Taiwan dan meninggalkan kehidupanku disini. Atau tinggal disini meneruskan usaha, tapi dengan resiko suami digondol kucing garong."Sayang, Jangan terlalu dipikirkan. Jalani saja, mungkin Nana ingin merasakan apa yang kamu rasakan."Aku menghela nafas panjang, bagaimana dia ingin merasakan hasilnya saja. Sementara dia tak merasakan bagaimana perjuanganku untuk mendapatkan semua ini. Memang jika melihat hasilnya siapa yang tak ingin. Tapi, kalau mereka merasakan apa yang aku rasakan selama menjadi TKW di negeri yang bahkan aku tak punya sanak famili satupun, mereka pasti juga enggan.***Selesai makan di sebuah restoran kami kembali kerumah. Rumah sudah sepi. Dan tampak juga rapi."Bu, ini kuncinya tadi Bu Nana menitipkannya." ucap Udin security rumah ini.Aku mengambil kunci itu, setelah mengucapkan terimakasih akupun berlalu.Rumah sudah rapi, dan tak ada lagi barang-barang m
"Wah, kejutan sekali kamu kembali, Rin." sambut Nana senang.Aku tersenyum tipis, rumah yang kutitipkan padanya sekarang seolah-olah menjadi miliknya sendiri. Berantakan, ceceran makanan memenuhi ruangan. Anak Nana yang masih berumur empat tahun itu berlompat-lompatan di atas sofa."Maaf, keadaan rumahmu seperti ini." Nana sepertinya menyadari atas ketidaksukaanku.Bukan aku melupakan kebaikannya. Tapi, dengan dia memperlakukan rumahku seperti rumahnya sendiri seperti ini, apa tidak lancang?Aku hanya menitipkan agar dia sesekali melihat keadaan rumah. Apalagi kami punya usaha bersama, yang sebenarnya itu juga merupakan usahaku yang kuserahkan penanganan sementara kepadanya."Siapa, Dek?" seru laki-laki dari lantai atas, lalu tanpa menyadari kehadiranku dia turun dengan bertelanjang dada."Astaghfirullah..." Lirihku.Nana terlihat tak enak hati."Mas, ada Karina. Kamu pakai baju dan cepat turun." desisnya.Aku membuang pandangan keluar jendela."Eh, Ibu sudah pulang?" Narsih art yang
***Aku sedang berkemas, ketika kulihat Mas Ahmad sedang sibuk dengan ponselnya. Tak biasa dia begitu serius menatap benda pipih itu."Siapa yang siapa mengirim pesan, Mas?" tanyaku.Mas Ahmad terlihat kaget dan menyembunyikan ponselnya dalam kantong celana.Wajahnya memucat, Ada apa sebenarnya dalam ponsel itu kenapa tiba-tiba raut wajahnya berubah? Aku berusaha biasa saja. Tapi, dalam hatiku sedang menaruh curiga. Pasti ada sesuatu yang disembunyikan dariku."Ti-tidak ada apa-apa sayang, hanya Manager Mas yang mengabarkan perkembangan perusahaan." ujarnya nya gugup."Oh ya, sudah kalau gitu Mas sekarang istirahat lah. Besok pagi kita akan segera berangkat. Aku khawatir kamu kecapean. Apalagi kamu kan baru sembuh." ujarku.Mas Ahmad tersenyum lalu menarikku dalam pelukannya."Mas, aku belum selesai nanti kalau aku sudah selesai aku akan menyusulmu, oke?"Perlahan aku melepaskan pelukan Mas Ahmad. Dia membalikkan tubuhku dan mencium keningku sesaat."Jangan lama-lama, ya?" katanya ge
Jianheeng menatapku tajam, aroma ketakutan di wajahnya mulai memudar. Berganti wajah penuh kebencian."Kau baru mengenal Liu, Jangan berharap kau bisa mendapatkannya, dengar itu! Sebelum kau datang Aku sudah lebih dahulu mendapatkan hatinya. Jangan berbangga hati jika kamu sekarang menjadi istrinya. Karena nanti kau akan menangis ditinggalkan olehnya, dasar wanita kampungan!"Jianheeng menghempaskan tanganku dan berlalu dengan meninggalkan tatapan yang penuh kebencian. Namun Aku tak tinggal diam dengan cepat aku menarik tangannya kembali."Jangan pernah mimpi kau kan dapatkan Ahmad wanita murahan!" "Kau tak akan mendapatkan Mas Ahmadku. Persiapkan saja dirimu untuk sebuah kekecewaan!" LanjutkuLalu aku melepaskan tangan wanita itu sehingga dia tersungkur ke lantai. Aku pun meninggalkannya tanpa mempedulikan dia yang meringis kesakitan. Tekat ini sudah bulat aku tidak akan melepaskan atau membiarkan suamiku diambil lagi.Tak lama Mas Ahmad keluar dia sedikit heran melihat wajahku masi
"Karina, Jianheeng memang dulu kami jodohkan dengan Liu. Berharap Liu bisa melupakan Lian, mendiang istrinya. Tapi, kami tak pernah memaksa Liu. Karena Liu sendiri tak pernah peduli dengan Jianheeng."Papa menarik nafas dalam-dalam. Sepertinya Papa sudah tahu apa yang terjadi. Kami sedang duduk dikursi panjang lorong rumah sakit pagi ini."Papa curiga, Jianheeng memasukkan obat tidur dosis tinggi kepada Liu. Agar bisa merebut Liu dari Karina, dengan cara tak pantas. Papa akan menyelesaikan semua. Papa janji. Tapi, Papa sangat berharap jangan tinggalkan Liu. Papa tak tahu apa yang akan terjadi padanya jika Karina meninggalkan Liu."Papa memijit keningnya, wajah tua itu tampak begitu lelah. Semalam beliau yang menjaga Mas Ahmad sendirian."Karina, Ahmad sangat mencintaimu. Papa bersumpah dengan nama Allah, bahwa anak Papa tulus mencintai Karina. Dia tak akan berani macam-macam. Papa jamin itu, jika dia berbuat yang tidak-tidak, Papa yang akan membuat dia menyesal seumur hidup."Air mata
"Kenapa baru menghubungi saya sekarang!" sesalnya dengan nada tinggi.Tanpa sempat menjelaskan, dokter itu telah menghubungi ambulance agar segera menjemput kesini.Mas Ahmad langsung dilarikan ke rumah sakit. Aku tak bisa berkata apa-apa. Dan akhirnya ikut bersama Mas Ahmad ke rumah sakit.Sesampainya disana, infus segera dipasang. Aku terduduk diluar karena belum diperbolehkan masuk.Hari sudah menjelang sore. Aku teringat Raffi yang dihotel sendirian. Segera aku menghubungi anakku itu, khawatir dia menelepon Mama dan Papa dan masalah makin runyam."Assalamu'alaikum, maaf Bu. Raffi ketiduran." ujar Raffi setelah beberapa kali panggilanku tak dijawab."Wa'alaykumussalam, oh syukurlah. Ibu kira kamu kemana, Nak. Raffi, udah makan?" "Alhamdulillah sudah, Bu. Tinggal sholat ashar yang belum, karena ketiduran." kekehnya."Ya sudah, setelah ini sholat ya. Oh ya, Ibu pulang agak malam. Raffi gapapa kan disana?" tanyaku memastikan."Gapapa, Bu. Aman InsyaAllah."Hatiku terasa lega. Aku bis
Seorang wanita dengan pakaian seksi berjalan angkuh melewatiku. Wangi parfumnya dapat tercium beberapa meter ke belakang. Aku pun meneruskan langkah hingga kami bertemu lagi dalam lift yang sama.Ternyata lantai yang kami tuju pun sama. Perempuan itu berjalan lebih dulu, bunyi high heels nya terdengar lantang beradu dengan lantai.Dia berbelok menuju arah yang sama denganku. Perasaanku mulai tak nyaman. Hingga benar, dia berhenti tepat didepan pintu kamar Mas Ahmad.Aku terpaku, perempuan itu bisa masuk tanpa perlu mengetuk pintu terlebih dahulu. Mas Ahmad tak terlihat, kaki ini terasa menyatu dengan lantai yang kuijak. Tanganku dingin, tapi hatiku begitu panas.Dengan mengucap Bismillah, aku melanjutkan langkahku.Perlahan kubuka knop pintu. Tampak Mas Ahmad berbaring di ranjang dan ada perempuan itu yang membelai rambut kepalanya mesra. Mata suamiku terpejam rapat, apa dia begitu menikmati sentuhan itu.Brak!Pintu terbanting beradu dengan tembok dinding membuat kedua manusia itu te