"Masa lalu bagai sebuah lembaran dari sebuah buku, dia hanya bisa dibaca kembali tapi tak bisa tuk mengulang tentang apa yang sudah terjadi."
_____________________________________________________________________
Fai Mo POV
Aku Faimo, atau nama asliku pemberian kakek adalah Wei Fangying yang memiliki arti cerdasm hangat dan menyenangkan. Sementara nama Wei memiliki arti cerdas atau cerdik. Wei adalah nama keluarga. Kakekku Wei Jun adalah seorang yang gigih dalam membangun masa depannya. Kakek dikenal sebagai seorang dengan keuletan dan rasa optimis yang tinggi. Kakek memulai bisnis property dan retail miliknya mulai dari nol. Mulai dari tak memiliki apa selain semangat dan kemauan hingga sekarang sudah bisa memiliki apa yang di inginkan.
Sepanjang usiaku, aku lebih banyak di asuh oleh kakek dari pada kedua orangtuaku sendiri. Karena aku adalah cucu laki-laki pertama di keluarga besar Wei, sehingga dari usia anak-anak, kakek sudah mempersiapkan aku sebagai pemegang kendali bisnis milik Wei Jun grup yang memiliki pengaruh tidak saja di daratan China tapi juga beberapa negara Asia termasuk Indonesia, negara dimana aku tinggal saat ini.
Aku, Wei Fangying, tapi lebih nyaman jika dipanggil Faimo. Aku lebih suka di panggil mas atau abang, dari pada di panggil gege atau koko. Bukannya aku tak ingin mengakui darah yang mengaliri tubuhku, bukan begitu. Tapi ini hanya sebatas kenyamanan dalam bersosialisasi dengan teman maupun para tetangga.
Aku putra pertama dari pasangan Wei Qio Yue dengan wanita cantik bernama Tong Yuen. Namun di usiaku yang ke delapan tahun tragedi besar menimpa keluargaku. Sebuah kecelakaan mobil berhasil membuat aku kehilangan sosok papa. Ya ... papaku tewas dalam kecelakaan tersebut. Mobil yang dikendarai bersama asisten juga diriku terbakar saat kami sedang dalam perjalanan menuju Bandara Internasional Pudong Shanghai.
Saat itu Mo Xiwen asisten papa melihat asap keluar dari kap mobil bagian depan, dengan cepat papa meminta kepada paman Mo untuk berpindah tempat dan segera membawaku keluar dari mobil. Namun baru saja paman Mo dan aku berhasil keluar, api tiba-tiba menyala dari bagian bawah mobil dan hanya dalam hitungan detik saja suara ledakan keras terdengar dan api yang berkobar menyambar kesegala arah.
"Tuan Wei ... Tuan Wei !" Aku mendengar suara paman Mo berulang-ulang memanggil nama papa, tapi api yang berkobar tak mampu dilewati paman. Akhirnya aku harus menyaksikan Tuhan mengambil nyawa papaku dengan cara seperti ini.
"Tuan muda... tuan muda." Aku merasakan tubuhku diguncang seseorang samar masih bisa kudengar suara seseorang memanggilku, tapi aku tak sanggup untuk menjawabnya. Suara tangisku lebih kuat dari pada suara orang yang berteriak karena panik.
"Jangan ambil, papa ! Fangying mau , papa. Jangan bakar papaku Tuhan." Ratapku saat itu. Sementara api semakin besar melahap mobil mewah milik papa bersama pemiliknya.
Aku berusaha berlari dari cekalan orang-orang yang menjagaku, dengan paksa tubuhku digendong dan dibawa menjauh dari kobaran api yang menggila.
"Tolong papa, paman! Tolong papa, saya. Tuhan padamkan apinya, turunkan hujanmu."
"Tuan muda ... sebaiknya tuan ikut paman pergi kerumah sakit. Anda terluka tuan."
Aku menggeleng, walau apa yang dikatakan pria tersebut benar adanya. Telinga bagian kiriku terasa sangat sakit dan aku tak mendengar apapun disana. Tapi aku tak bisa pergi, tanpa papa. Aku masih terus memanggil papa hingga tenggorokanku terasa sakit dan kedua mataku terasa perih karena kehabisan airmata.
Akhirnya karena rasa sakit yang terlalu kuat yang kurasakan pada telinga kiri juga bahu kiri, aku akirnya diam, pandanganku gelap dan aku tak bisa melihat apa-apa lagi.
*****
Seminggu setelah pemakaman papa, aku kembali meyaksikan peristiwa yang tak ingin aku saksikan, yaitu pernikahan mama dengan paman Wei Qio Lin yang merupakan adik kandung papa. Pernikahan ini lakukan untuk menjaga nama baik Keluarga Wei, dimana saat itu mama sedang mengandung adikku, alasannya agar aku juga mama ada yang menjaga.
Dan sejak itu aku tinggal bersama kakek di Ghuangzhou hingga selesai kuliah sementara mama dan paman tinggal di Shanghai mengurus bisnis kakek disana.
Pasti ada yang bertanya kenapa aku malah ada di Indonesia dan berusaha dibidang mikro sebagai pembuat dan penjual tempe ? ceritanya sangat panjang nantilah aku ceritakan dilain waktu. Tapi biar tak penasaran aku akan menceritakannya sedikit.
Kenapa aku bisa sampai di Indonesia? jawabannya karena minggat. Bukan minggat sih, tepatnya keluar dari rumah besar keluarga Wei dengan kepala terangkat.
Kejadian yang membuat hatiku terluka sangat parah tapi tak berdarah. Bahkan luka itu masih tetap terasa sakitnya sampai sekarang. Kejadian dimana aku mengetahui kebenaran akan tragedi kecelakaan mobil yang merenggut nyawa papanya.
Tepat saat kakek mengadakan perayaan kelulusanku sebagai Magister Ilmu Ekonomi Universitas Ghuangzhou dengan predikat lulusan terpuji pada sore hari diawal musim panas. hari yang seharusnya bahagia mendadak berubah suram saat paman Tan Ji Han datang dan menyampaikan hasil investigasi yang dilakukannya selama kurun waktu hampir 17 tahun.
"Xiao Fang ... tolong ! jaga emosimu. Kita dengarkan dulu apa yang dikatakan paman Tan secara utuh. Biar informasi yang didapat tidak setengah dan bisa menimbulkan masalah baru lagi." Suara kakek Wei yang serak membuatku mengalah dan kembali duduk di kursiku.
Paman Tan yang juga orang kepercayaan kakek mengangguk dan kembali menyampaikan hasil investigasinya yang teruang dalan laporan setebal diktatku saat kuliah.
"Kecelakaan yang dialami Qio Yue, bukanlah murni karena kerusakan transmisi dan slang bahan bakar mobil, tapi lebih kepada konsfirasi terselubung yang memang menargetkan tuan Wei Qio Yue sebagai sasaran mereka."
Aku jelas merasa bingung, siapa yang memiliki pemikiran jahat terhadap papa. Sementara yang aku tahu, papa adalah sosok yang baik pada semua orang.
"Apakah pelaku atas kematian Qio Yue sudah diketahui?" tanya kakek dengan tatapan penuh harap juga khawatir.
Kulihat paman Tan sedikit menarik nafasnya, terlihat sekali kalau pria bertubuh tambun itu berusaha memenangkan pertarungan batin yang dia alami.
"Paman, dapatkah paman katakan siapa orang itu?" Paman Tan menoleh kearahku dan menatapku dengan tatapan yang sulit aku artikan.
"Jika paman katakan, apa yang akan kamu lakukan? Apa kamu akan membalas dendam."
Aku ganti menatap kedua mata paman Tan dengan tajam,"Sebagai seorang anak. Saya memiliki tugas membalaskan apa yang diterima oleh almarhum ayah saya. Baik itu satu kebaikan ataupun keburukan."
"Inilah yang membuat, paman ragu untuk mengatakannya."
"Tapi paman harus tetap mengatakannya, agar masalah ini benar-benar selesai dan arwah papa bisa tenang disana."
"Katakan saja, tidak usah ragu. Benar apa yang dikatak Xiao Fang, saya juga ingin masalah ini segera selesai. Saya tidak ingin saat saya mati nanti, masih memikirkan hal ini."
"Baiklah ... tolong didengarkan dulu hingga saya selesai." Paman Tan meneguk Chivas yang tersaji di gelas dengan kaki kecil. Chivas menyerupai wisky scotch dan banyak diminati oleh kaum muda termasuk diriku.
"Kecelakaan yang menewaskan Tuan Wei Qio Yue dilatar belakangi dengan persaingan bisnis dan sakit hati atas sikap kasar tuan Qio Yue. Tuan Yue selama tiga tahun itu telah banyak melakukan kecurangan terhadap keuntungan bisnis Wei Jun, mengakibatkan perusahaan mengalami penurunan pendapatan dan kesejahteraan pekerja pun ikut terganggu. Wei Qio Lin yang mengetahui halitu berusaha untuk mengambil alih kendali bisnis agar tidak bertambah parah. Namun jalan kearah itu tak semudah perhitungan diatas kertas. Beberapa kali Qio Lin mengalami kejadian buruk yang berurusan dengan kelompok bawah tanah suruhan Qio Yue."
Kini ganti aku yang menghabiskan Chivas digelasku hingga tandas. Aku hampir saja menyela jika saja kakek juga paman Mo Xiwen tak menahanku.
"Tak hanya berbuat licik pada bisnis Wei Jun, Qio Yue juga melakukan kelicikan pada pernikahannya dengan Tong Yuan. Qio Yue menduakan Tong Yuan dan tidak memperdulikannya Bahkan Qio Yue tega tidak memberi hak Tong Yuan demi kekasihnya."
"Maksud paman Tan. Papa memiliki wanita lain?"
"Iya ... Qio Yue bersikap buruk pada Tong Yuen. Dia sering memukuli wanita itu bila Tong Yuen menanyakan prihal kekasihnya atau prihal uang yangseharunya menjadi miliknya. Tong Yuen pernah mengalami geger otak ringan karena pukulan keras dari Qio Yue. Hingga akhirnya Tong Yuan mengadukan hal ini pada Wei Qio Lin. karena Qio Lin juga menyukai kakak iparnya itu, akhirnya mereka memutuskan untuk menjalin hubungan hingga akhirnya Tong Yuan mengandung. Kehamilan Tong Yuan ini diketahui oleh Qio Yue sehingga dia murka dan kembali memukuli Tong Yuan hingga akhirnya Qio Lin gelap mata dan merencanakan kecelakaan maut itu."
"jadi antara aku dan Ju Long bukan saudara satu aya
"Bukan, karena Ju Long anak dari Wei Qio Lin. Sementara saudara satu ayah denganmu meninggal sebelum dilahirkan karena kekasih ayahmu ditemukan tewas over dosis obat tiga hari setelah pemakaman Qio Yue."
Sampai disini aku tak bisa menyela, kepalaku terlalu penuh hingga aku tak bisa mengurainya satu persatu. Yang aku tahu hanya satu, hatiku sakit karena luka yang ditorehkan oleh kedua orangtuaku.
"Dendam yang kau pelihara hanya akan mengerogoti akal sehatmu untuk tetap berpikir waras."__________________________________________________________________________Wei Fangying menatap wajah wanita paruh baya didepannya. Wajah yang masih tetap cantik di usianya yang menginjak 48 tahun. Dia adalah Tong Yuan, ibu kandung dari Wei Fangying. Tong Yuan adalah putri satu-satunya dari seorang Taipan yang sangat terkenal di Ghuangzhou dengan banyaknya proyek hunian yang ditanganinya. Tong Mian Zhu adalah ayah atau kakek Wei Fang ying.Tatapan pemuda itu menyiratkan kekecewaan juga kesedihan yang teramat dalam. Setelah mendengarkan hasil akhir investigasi atas kecelakaan mobil yang dialami ayahnya. Wei Fangying meminta izin pada kakeknya untuk menemui ibu dan pamannya untuk mengklarifikasi semua yang dia dengar."Kenapa mama memiliki pemikiran buruk seperti itu?Apakah cinta dihati mama tak bisa mengalahkan kebenc
"Sakit dalam perjuangan itu hanya sementara. Bisa jadi kamu rasakan semenit, sejam, sehari , atau setahun . Namun jika menyerah, rasa sakit itu akan terasa selamanya." Lance Amstrong.____________________________________________________________________________Wei Fangying menatap negara Tiongkok yang semakin kecil dari ketinggian, airmata pun menetes di ujung matanya saat bayangan akan kenangan masa kecil bermain di pelupuk matanya. Masih sangat jelas dalam ingatannya, bagaimana kakek Wei menghapus diam-diam airmata yang jatuh di pipi tuanya saat dirinya meminta restu untuk hidup sendiri.Masih didengarnya suara tangis adik perempuannya Nuan Nuan yang tak rela ditinggalkan. Begitu juga tatapan sedih dan kecewa di mata adik lelakinya Wei Ju Long yangsempat berbisik akan mencari dan menyusul dirinya dimana pun berada. Tangis kehilangan dari mama, yang sepanjang usiannya lebih banyak menangis untuknya. Dan tatapan bersalah yang ditunjukkan paman Lin yang seakan ingi
"Teman yang baik bisa menjadi pintu rezeki namun teman yang buruk dia akan menutup rezeki."********Dengan menumpang kapal Wei Fengying bersama Jacky Lee menuju ke Kota Batam untuk mengambil uang sewa kapal milik ayahnya Jacky , Youpan Lee.Fengying mengedarkan pandangannya kesekeliling dermaga Batam yang cukup ramai."Biasanya apa yang dilakukan orang-orang di demaga ini ,Jack ?"Jacky pemuda berusia 20 tahun seorang programer di perusahaan IT ternama di Singapura, itu menoleh ."Kalau orang Singapura yang menyeberang ke Batam itu karena bisnis , seperti kita saat ini. Tapi kalau orang Indonesia ke Singapura sekedar jalan-jalan dan belanja saja."Fangying mengangguk mendengar penjelasan Jacky.Mereka lalu berjalan keluar Pelabuhan Batam Center setelah selesai dari pos imigrasi untuk melakukan pemeriksaan kartu pass keluar masuk baik dari Batam ke Singapura atau sebaliknya.
"Timah akan seperti tanah, kalau berada di tempatnya. Kayu cendana pun hanya akan seperti kayu bakar, bila menetap di tanah." *********** MerantaulahOrang berilmu dan beradab tidak tinggal beristirahat di kampung halaman. Tinggalkan negerimu dan hidup asing di negeri orang. MerantaulahKau akan mendapatkan pengganti dari orang-orang yang ditinggalkan ( kerabat dan kawan )Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang. Aku melihat udara menjadi rusak karena diam terputus Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, akan menggenang menjadi keruh. Singa jika tak keluar dari sarang , tak akan mendapat mangsa.Anak panah jika tak ditinggalkan busur, ta
"Kesuksesan merupakan mengembangkan kekuatan kita, sedangkan kegagalan adalah akumulasi dari kelemahan kita,"****Dalam kehidupan manusia tida ada rasa kepahitan, tidak ada kesakitan yang abadi, tidak ada lubang yang tidak dapat dilangkahi, dan tidak ada kesulitan yang tidak bisa di lewati."Ingat yang perlu di ingat, lupa dengan apa yang harus dilupakan, mengubah apa yang bisa di ubah dan menerima apa yang tidak dapat diubah." Gu Wei Gong berkata denganekspresi wajahnya yang hangat. Gu wei Gong ini adalah seorang pujangga yang kini memilih menjadi seorang biksu. Dia adalah guru spiritual Yupan yang kerab datang ke kedai untuk sekedar mengobrol dan memahami makna dari sebuat arti kehidupan."Apa yang bisa di ubah itu, guru Gu?" Wei Fangying sangat tertarik dengan kiasan yang disampaikan oleh pria bijak ini. Guru Gu tersenyum dan mengangguk."Yang bisa di ubah dalam kehidupan adalah nasib dan yang tak bisa di ubah dalam kehidupan itu adalah takdir.
"Semua mimpimu akan menjadi kenyataan jika kamu punya keberanian untuk mengejarnya."***Jika kamu ingin mengalahkan rasa takut, Jangan duduk di rumah dan berpikir tentang rasa takut itu. Pergilah keluar dan sibukkan dirimu agar rasa takut itu tak lagi bersemayam di pikiranmu.Hari ini Wei Fangying menyibukkan diri dengan menganilisa wilayah. Pemuda itu mulai pukul 6 pagi sudah berkeliling sekitar rumah Tan Sabran Zahirulloh, sahabat guru Gu yang tinggal di Kelana Jaya. Pakcik Tan bekerja sebagai guru besar di salah satu Universitas di Johor Bahru sementara istrinya memiliki balai latihan kecerdasan bagi perempuan. Pakcik Tan memiliki tiga orang anak, mereka sudah menikah dan tinggal di Kuala Lumpur juga di Inggris dan Jepang.Selama tinggal di rumah guru besar itu, Wei Fangying tak ubahnya sedang menjalankan peran sebagai mahasiswa. Karena saat sore hari Pakcik Tan akan membahas hal-hal krusial yang terjadi terutama masalah pertumbuhan ekonomi.
"Keberhasilan tidak akan mendatangimu, tetapi kamu sendiri yang harus mendatanginya."*****Karena terkendala bahasa terkadang membuat Fangying dan Wong Li Yue merasakan kesulitan. Karena tidak semua orang yang bertemu dengan mereka bisa dan paham berbahasa Inggris atau Mandarin. Apalagi buat Wong Li Yue yang bahasa Inggrisnya masih tidak beraturan, sesuka dia menyebutnya saja.Dan hari ini mereka berencana menghabiskan sabtu sore di Kuala Lumpur, karena hari ini Buntario sedang banyak uang. Upah kerjanya di Kilang di terimanya siang tadi.Mereka naik LRT sama seperti saat tiba sebulan yang lalu. Tujuan mereka kali ini adalah jalan Alor yaitu tempat wisata kuliner Kuala Lumpur yang sangat cocok untuk menyuka kuliner seperti Wong Li Yue. Tapi sebelumnya mereka mengunjungi Batu Caves, Kuil Hindu tempat yang akan dipenuhi banyak orang saat diadakan festifal Thaipusam. Tapi di hari biasa pun pengunjung tak pernah surut untuk berphoto dengan latar belakang pat
"Masalah yang kamu hadapi di masa lalu akan membantumu sukses di masa depan."***Wei Fangying membungkuk hormat di hadapan seorang pria yang sama-sam membungkukkan badannya. Dia adalah paman Chen, orang kepercayaan paman Lin yang juga ayah tirinya."Kenapa paman ada disini? dan bagaimana paman bisa tahu kalau saya terkurung di sini." tatapan curiga jelas diberikan Fangying pada pria yang berprofesi sebagai pengacara keluarga Wei itu."Ini semua adalah tugas dari Tuan besar Wei Jun dan tuan Wei Qio Lin, untuk menjaga tuan muda Wei dari jauh."Tuan Chen buru-buru menambah pernyataannya sebelum Fangying melayangkan protes. "Jangan berprasangka buruk pada kakek juga ayahmu, tuan muda. Mereka menugaskan saya untuk menjaga tuan muda tidak terlibat masalah hukum di negara lain. Status tuan muda di sini adalah warga negara asing yang kedudukannya sangat rentan. Oleh karena itu tuan besar memberi saya perintah untuk mendampingi uisi
Sejak lamarannya di tolak dan sejak dirinya memantapkan diri untuk mengadu nasib di Surabaya. Fai Mo tidak ada terlihat menjalin hubungan dengan seorang wanita. Waktunya di habiskan untuk mencari uang melalui tempe buatannya. Dia ingin memiliki bisnis sendiri tanpa bayang-bayang bisnis keluarga Wei Jun yang sudah membesarkannya selama ini. "Aku titipkan dia. Lanjutkan perjuanganku 'tuknyaBahagiakan dia, kau sayangi dia. Seperti ku menyayanginya." "Kan kuikhlaskan dia. Tak pantas ku bersanding dengannya 'Kan kuterima dengan lapang dada. Aku bukan jodohnya." Suara bariton milik Buntario terdengar di iringi petikan gitar pria itu. Sementara Fai Mo tampak tengah mengobrol melalui sambungan jarak jauh dengan adiknya Wu Nian dengan posisi rebahan di atas tikar dan hanya memakai celana pendek tanpa atasan, karena cuaca hari ini memang cukup terik.
"Hasil tidaklah membohongi atas usaha yang di keluarkan. Karena setiap usaha pasti mengharapkan hasil yang baik bukan sebaliknya."***Wei Fang Ying alias Fai Mo bertekad akan memajukan usahanya sendiri. Pria itu tak mengenal kata menyerah. Menempati rumah berlantai dua yang tidak terlalu besar, Fai Mo ditemani Buntario memulai hidupnya di kota Pahlawan Surabaya.Tetap membuat dan menjual tempe, Fai Mo memulai perjalanan hidupnya di kota besar ini. Memiliki tetangga yang sangat baik di kampung biluh membuat Fai Mo kerasan dan bisa membaur dengan mereka."Mas Fai Mo! besok saya pesan tempe yang bundar sepuluh ya!"pesan Bu Sulastri tetangga kampung sebelah yang menjadi pelanggan tetapnya."Wehh ...! lagi banyak pesanan kripik tempenya, ya Bu!"tanya Fai Mo seraya menurunkan tempe pesanan bu Sulastri yang memiliki usaha kripik tempe."Alhamdulillah! lancar, mas. Mereka suka kripik tempenya karena bahan bakunya sendiri juga sudah enak. Sampeyan p
"Tidak ada kesuksesan tanpa kerja keras dan tidak ada kesulitan tanpa adanya kemudahan. Karena Tuhan Maha Tahu akan apa yang terbaik untuk umatnya." ***** Wei Feng Ying alias Fai Mo semakin serius dengan usahanya untuk bisa menadiri dari bisnis di bidang kuliner yaitu membuat tempe. Jenis makanan yang sama sekali janggal ditelinga karena di negara asalnya, makanan ini tidak ada. Yang Fai Mo tahu hanya tauco, yaitu fermentasi kacang kedelai uang di gunakan untuk bahan campuran masakan. Dan Fai Mo yang merasa usianya semakin bertambah, dia pun berkeinginan untuk memiliki kekasih dan menikahinya satu hari nanti. Dan pilihannya jatuh pada Wulansari. Gadis berparas ayu dan berasal dari keluarga yang cukup berada. Pertemuan mereka bermula pada saat Fai Mo mengantar pesanan tempe di salah satu warung makan yang ternyata milik budenya Wulan. Dari hanya saling pandang, dan berkat bantuan Buntario yang ternyata teman sekelas Wulan sewaktu SMP. Fai Mo b
"Bila sudah cinta tak perlu kau bertanya lagi apa alasannya kenapa saling cinta, karena cinta tak butuh sebuah alasan tapi dia butuh sebuah tindakan."******Fai Mo juga Buntario saling berpandangan seolah saling meminta pendapat atas permasalahan teman mereka ini. Sementara Karsan lebih tertarik dengan obrolan bisnis jamur merang dengan salah satu tetangga Sherly dan Wong Li Yue yang sudah bergerilya mengabsen menu jamuan tasyakuran ini."Apa hal ini sudah kamu bicarakan dengan Ardian?""Belum sih, Fai. Aku masih ragu.""Ragu kenapa? Soal status pernikahanmu?"Sherly mengangguk dan kembali berkata dengan lirih,"Iya, itu rasanya kok mengganjal sekali.""Setahu Aku, yo Mbak! Bila seorang pria sudah mencintai seorang wanita, dia tidak perduli dengan status apapun wanita itu. Dan Aku yakin, Ardian sudah memikirkan hal tersebut. Ada baiknya kamu bicarakan ini sama dia, biar enak ke depannya.""Bener itu, Aku setuju dengan pendapat
"Teman sejati itu akan selalu ada di hati bukan saja selalu ada di sisi. Tak pernah pergi walau disuruh pergi, tetap memberi tanpa pernah harap kembali."*******Sabtu ini Fai Mo beserta ketiga temennya berencana mengunjungi Sherly di Sumber Manjing, Malang. Memenuhi undangan wanita itu dalam tasyakuran anaknya yang baru saja di khitan.Dengan meminjam mobil milik kang Tarno kakak iparnya Karsan mereka pun pergi ke Malang dan berencana akan menginap di rumah mas Andri, anak bapak pemilik warung makan di stasiun Kota Baru Malang."Mbak Sherly ini beneran janda, Mo?"tanya Karsan penuh rasa penasaran saat mendengar cerita tentang Sely dari Buntario dan Wong Lu Yue.Fai Mo jelas menggeleng menjawab pertanyaan Karsa sembari tetap fokus menyetir."Saya ndak tahu pastinya, tapi kalau dari ceritanya mbak Sherly sendiri sih statusnya janda anak satu.""Kira-kira, dia mau ndak ya sama saya?"Fai Mo mengangkat kedua bahu
"Tidak ada satu usaha pun yang tak memiliki hasil. Hanya seorang pemalas saja yang mengatakan setiap usaha itu hanya sia-sia karena dia tak pernah mengerjakannya."*********Hidup sederhana di desa, dengan peralatan yang apa adanya dijalani Wei Fangying yang sekarang memiliki nama baru pemberian simbok angkatnya yaitu Fai Mo. Jauh memang dari nama aslinya, tapi Fai Mo sangat menyukai nama pemberian dari orang-orang yang menerimanya dengan tulus. Mereka tak ada yang menanyakan asal usul keluarganya, tak juga bertanya status sosialnya. Mereka menerima Fai Mo dengan mereka yang terbuka lebar.Mengawali kehidupan penuh perjuangan membuat Fai Mo semakin menyadari bahwa selama ini dirinya terlalu terlena dengan kehidupan serba ada ala keluarga Wei yang terkenal sebagai pengusaha sangat sukses.Dan dirinya sangat bersyukur memiliki seorang kakek Wei Jun yang sangat tegas dalam mendidiknya. Sejak kecil sang kakek kerab memintanya untuk men
"Kata sebagian orang, apalah arti sebuah nama.Tapi bagi sebagian lagi nama sangat penting sebagai pengenalan jati diri dari sebuah ambisi. Tanpa nama siapa yang mengenal kita." **** Bangun sebelum muadzin sholat subuh mengumandangkan adzan mulai dijalani Fangying juga Wong Li Yue yang setia mengikutinya. Dengan berboncengan sepeda keduanya pergi ke rumah mbah Wagiyem di desa Bendosari dari rumah ibunya Buntario di desa Bakulan. Suasana pagi yang bersahaja dengan udara yang dingin tak menyurutkan semangat mereka untuk belajar dan menata masa depan. Tak akan surut langkah kebelakang bila sudah ditetapkan untuk kedepan, begitulah tekad Fangying. Dan seperti kata Karsan, mbah Wagiyem sangat telaten juga ramah dan tak pelit berbagi ilmu. Wanita tua itu selain membagi ilmu membuat tempe juga membagi pengalamannya dulu semasa muda. "Anak muda sekarang itu enak. Semua fasilitas ada dan tidak takut kalau mau kemana-mana. Mau s
"Beli tempe di warung bu Mariyah, Tempe di bungkus daun talas.Janganlah suka menyerah, karena sukses bukan milik si pemalas." ****** Fangying juga Wong Li Yue memutuskan untuk menginap di rumah Buntario untuk sementara waktu. Kehidupan yang sangat berbeda dari apa yang dia terima selama ini. Rumah sederhana milik orangtua Buntario memang sangat jauh dengan Rumah besar bak istana milik kakek Wei Jun yang lengkap dan mewah fasilitasnya. Mau mandi tinggal menyalakankran air maka air hangat pun bisa langsung sampai ke kulit. Suhu udara panas tinggal menekan tanda minus pada remote AC maka ruangan seketika menjadi sejuk, makanan berbagai jenis sudah tersedia tanpa harus ikut berkotor-kotor kepasar. Tak perlu menimba air disumur ketika ingin mandi, tak perlu kipas bambu untuk membuat tubuh sejuk. Tapi semua kesederhanaan itu di nikmati Fangying dengan senang hati. Selama tinggal di desa ini Fangying mu
"Ibu doamu bagaikan air di musim kemarau, selimut disaat hujan dan peneduh disaat hari sedang panas."****Ardian menurunkan Fangying dan kedua temannya di depan kantor Polres Kabupaten Malang sementara dirinya langsung menuju ke Kecamatan Sumbermanjing untuk mengantar Sherly. Dan kebetulan sekali hari ini Ardian memang ada tugas ke desa Klepu, Sumbermanjing jadi bisa sekalian.Ketiga pria ini langsung mencari angkutan untuk bisa sampai di kecamatan Talun, kabupaten Blitar dan kebetulan angkutan yang akan mengarah kesana sedang bersiap untuk berangkat. Mereka menaiki bus Bagong rute Malang-Kepanjen-Karangkates-Kesamben-Blitar dengan tarif 15 ribu perorang.Pemandangan hijau dan ramainya pengunjung di kawasan wisata Waduk Karangkates menjadi satu hal yang menarik bagi Fangying."Itu gunung apa, Bun?" Tanya Li Yue sembari menunjuk ke sebelah kanan. Tampak dari kejauhan bentuk gunung dengan di tutupi kabut tipis.Bunta