Keesokan harinya, Marco yang masih dalam keadaan lemah dan dirawat dalam tabung, mulai dipindahkan ke yacht yang dipilih oleh Polo. Kapal tersebut mampu menampung hingga 20 orang.
Anggota Red Skull berambut merah bernama Viona, berhasil mengumpulkan bahan bakar untuk kapal tersebut bersama anggota timnya.
Yacht berhasil dinyalakan dan siap untuk berlayar meninggalkan California menuju Utara dengan bahan bakar terisi penuh.
Di sebuah speed boat yang memiliki atap, tempat Bykov ditempatkan.
"Bykov. Kau akan pergi bersama Polo dan lainnya. Polo anak dari Lopez dan Brian. Kau mengenal mereka 'kan?" tanya Galina menatap Bykov lekat, dan pria itu mengangguk pelan, meski masih terlihat seperti orang bingung. "Ada apa denganmu? Kenapa bisa seperti ini? Fokus, Bykov. Jika kau merasakan sesuatu, jangan sungkan katakan kepada anggota timmu. Mereka akan membantumu, oke?" Bykov mengangguk.
Di helikopter.<
Adeh maaf baru sempet up lagi. Jadwalnya padet gila, tapi terima kasih sudah menunggu. Jangan lupa vote gemsnya ya. terima kasih dan semoga gak ada typo karena ngetiknya di hape
Entah apa yang menggerakkan Ritz dan kekasihnya—Viona—tiba-tiba, suara klakson mobil mengejutkan empat orang yang duduk membelakangi mobil tersebut. "Oh, kalian baik sekali. Oke, masuk," ucap Ritz saat wajahnya melongok keluar dari kaca jendela mobil. Viona terlihat malu dan segera merapikan rambutnya yang berantakan dengan jemari tangannya. Polo mendengkus malas termasuk Edward. Empat orang itu segera mendekati mobil dan naik di bak belakang. Ritz terlihat tak merasa bersalah dan cuek saja di dudukkan kemudi menjadi sopir. BROOM! Mobil pergi meninggalkan Klinik tersebut kembali ke dermaga. Polo dan lainnya disambut oleh para anggota tim karena mereka pergi cukup lama di luar sana. Namun, orang-orang itu kembali dengan muatan penuh. Chen dengan segera membuat cairan infus untuk Marco dibantu oleh kekasihnya—Amy. Polo melihat jika saudara kembarnya mulai berangsur pulih. Hanya saja, Marco tetap dibaringkan di dalam tabung. Galina menda
Polo segera memapah Marco masuk ke dalam rumah singgah. Marco terlihat pucat dan lesu. Polo mendudukkan saudara kembarnya ke sofa perlahan. "Kau basah kuyup. Lepaskan pakaianmu. Ada pakaian ganti di sini," ucap Polo seraya melucuti pakaian saudaranya dan menyisakkan boxer saja untuk ia kenakan. Polo bergegas masuk ke dalam kamar dan mengambilkan pakaian ganti. Marco berbaring dengan pandangan sayu. Bibirnya kering, tubuhnya seperti tak bertenaga. "Kau akan baik-baik saja, Brother. Kau sudah lebih baik sejak terkena dampak gas beracun itu," ucap Polo seraya memakaikan celana kain panjang. "Oh!" kejut Irina, saat ia mendapati Marco tergeletak di dudukkan sofa ditemani Polo di sisinya. Polo menatap Irina gugup, dan keduanya canggung seketika. "Irina?" panggil Marco melirik ke arahnya. Irina segera mendatangi kekasihnya terlihat cemas. "Hei. Kau sudah sadar? Kau kemari sendirian?" tanya Irina yang bersimpuh di lantai sera
Polo terhuyung terkena pukulan Marco. Pria bermanik merah yang terlihat pucat dan tak bertenaga itu ternyata tak seperti yang terlihat. Irina menutup mulutnya dengan kedua tangan terlihat panik karena dua pria yang dicintainya saling berkelahi. Praktis, semua orang yang melihat perkelahian itu berlari mendekat untuk mencari tahu apa yang terjadi. "Hei, hei! Ada apa dengan kalian berdua?" tanya Bruno langsung memegangi tubuh Polo yang membalas pukulan Marco di wajahnya. "Lepaskan! Dia mengambil Irina-ku!" teriak Marco lantang dengan mata melotot lebar ketika tubuhnya dipegangi oleh Robin. "Apa maksudmu?" tanya Hugo bingung. "Polo! Dia memanfaatkan kesempatan ketika aku terbaring sakit dengan menjadi kekasih Irina. Aku melihatnya mencium Irina-ku! Dia pasti melakukan tipu muslihat dan hasutan hingga Irina jatuh ke pelukannya! Dasar baj*ngan!" teriak Marco murka, dan semua orang terkejut seketika. Polo melepaskan dekapan Bruno di tubuhnya
Malam itu, tim Polo tiba di Boston. Fabio telah menandai kediaman salah satu anggota Dewan 13 Demon Heads—Kim Han Bong. Polo menggunakan teropong malam untuk melihat pergerakan di sekitar mansion di mana mereka akan mendarat malam itu sebelum melanjutkan penerbangan menyeberangi lautan menuju ke Rusia. "Bagaimana, Capt?" tanya Bruno telah bersiap dengan senapan laras panjang dalam genggaman. "Aku tak melihat adanya pergerakan," jawabnya yakin dari tempatnya berdiri. "Siap mendarat, Capt!" teriak Edward dari bangku co-pilot. "Yes, daratkan. Tim A, bersiap," tegas Polo. Orang-orang yang tergabung dalam tim A yakni Bruno, Robin, dan Polo. Sisanya masuk dalam tim B. Helikopter berhasil mendarat di helipad kediaman Han. Tempat itu bercahaya lampu dan Polo yakin jika ada penghuninya. Polo memberikan kode kepada tim yang akan turun untuk menyusuri tempat tersebut seraya mencari tahu keberad
Tak lama, tim Polo kembali usai mengamankan helikopter mereka. Polo melihat Sakura mengotak-atik layar ponselnya dan terlihat, visual dari kendaraan terbang yang berada di helipad. "Ayo, ikut aku. Helikopter kalian sudah aku amankan dengan CamGun," ajaknya seraya berjalan. "CamGun?" tanya Ritz mengulang. "Ya. Salah satu senjata buatan Boleslav Industries. Galina, Bykov, Pamungkas, adalah orang-orang dalam jajaran Boleslav. Aku jadi penasaran, siapa diantara kami yang masih bisa bertahan," jawab Sakura seraya berjalan tegap menyusuri lorong menuju ke sebuah almari dengan banyak buku tersusun rapi pada rak tersebut. NGEK! "Wow! Jalan rahasia!" pekik Lucas terkejut. Sakura tetap berjalan di depan dengan mantap. Mereka menuruni tangga dengan cahaya redup menyinari dinding lorong tersebut hingga mereka menemukan sebuah ruangan luas di bawah tanah. "Oh! Mereka ...?" tanya Fabio menunjuk dengan mata terbelal
Polo mendekati Sakura yang terlihat serius untuk mencoba mencari keberadaan Galina dari pantauan satelit. Semua anggota tim Polo ikut merapat dan mereka terkejut saat melihat jika semua fungsi alat komunikasi di tempat tersebut masih bekerja dengan baik. "Utara ... hem, mari kita lihat," gumannya yang mengarahkan pencitraan satelit menuju ke Alaska. "Ah! Itu mereka! Itu kapalnya!" pekik Edward menunjuk sebuah layar saat melihat pergerakan sebuah kapal berwarna putih yang berlayar di sepanjang garis pantai. Senyum semua orang merekah karena kapal tersebut tetap bergerak dan terlihat baik-baik saja. "Aku akan mencoba menangkap sinyal radio di kapal tersebut," sambung Sakura terlihat serius saat menggerakkan mouse. Kursor tersebut mengunci kapal yang ditumpangi oleh tim Polo dan Red Skull. Sakura dengan sigap menggunakan headphone untuk menghubungi siapapun yang bisa terhubung di kapal tersebut. "Galina, over. Red Skull, do you hear me? This is Sakura, Boston. Hallo, Guys?" panggil
Duka mendalam menyelimuti hati semua orang. Sakura tak bisa menahan tangisannya saat sang suami tercinta pergi untuk selama-lamanya. Secara perlahan, Polo melepaskan genggaman tangan Alex di tangannya. Sakura memeluk sang suami yang terbaring lemah tak bernyawa. Anak-anak yang berada di ruang bawah tanah mendatangi kamar Alex karena mendengar suara tangisan wanita yang selama ini mengayomi mereka. Mitha bahkan tak bisa membendung kesedihannya karena ikut merasakan kehilangan yang sama. Anak-anak menangis, dan kawan-kawan Polo berusaha menenangkan mereka. "Kita akan memakamkan Tuan Alex sebagai ucapan terima kasih karena telah mengizinkan kalian tinggal di sini bersamanya," ucap Polo mendatangi anak-anak yang bersedih itu. Mita dan lainnya mengangguk. Bruno dan kawan-kawannya pergi bersama anak-anak ke halaman belakang untuk menyiapkan pemakaman. Mitha menunjukkan tempat di mana para penjaga sebelumnya telah meninggal dan dimakamkan di tempat tersebut. "Kuburan-kuburan ini ...," uca
Polo dan kawan-kawannya terkejut karena kedatangan segerombolan monster yang mencoba menerobos gerbang kediaman Kim Han Bong. "Polo! Ke Pusat Komando! Cepat!" perintah Sakura dari atas helikopter yang masih melayang di sekitar halaman mansion Han. Polo segera berlari menyelamatkan diri bersama kawan-kawannya. Anak-anak ketakutan dan saling berpelukan di dalam helikopter. Dengan sigap, Sakura mengarahkan CamGun mini ke arah para monster dewasa itu. Seketika .... DODODODOOR!! "Bunuh mereka semua, Fabio, Lucas!" perintah Sakura mengarahkan kemudinya agar senjata tersebut terfokus pada para monster. Suara erangan kesakitan dari para manusia yang terkena serum tersebut bersahut-sahutan. Ternyata, keributan itu malah mendatangkan lebih banyak monster ke kediaman Han. "Lucas! Giring mereka menjauh dari mansion! Ayo!" perintah Sakura dari sambungan radio. Segera, Lucas mengarahkan helikopternya menjauh dari kediaman Han dengan tujuan utama tetap ke Utara. Sakura berharap para monster me
Lazo dan Safa menatap pria bermanik biru di depannya dengan saksama. "Kenapa mereka bisa bangun? Apakah tabung rusak?" tanya Safa menduga, dan semua orang selain pasturi itu mengangguk. "Lalu ... di mana kedua orang tuamu?" tanya seorang pria yang dulunya adalah salah satu pion dari kelompok mafia lain. "Akan kuceritakan sembari kalian bersiap. Ayo," ajak Yusuke. Safa dan Lazo mengangguk pelan. Polo disalami oleh dua orang yang baru saja bangkit itu. Polo tampak sungkan, tapi bisa merasakan jika dua orang itu cukup tangguh karena terlihat dari cara bersikap. "Asal kalian tahu, Lazo seorang pekerja kantoran sebuah perusahaan ternama di Jerman . Namun, itu hanya kedok saja. Ia dan isterinya adalah seorang petarung. Bahkan, saat sudah memilih menjadi warga sipil, keduanya melanjutkan profesi itu," bisik Lucy. "Petarung seperti apa?" tanya Bruno ikut penasaran. "Petarung bayaran. Mereka tak bisa meninggalkan profesi sebagai mafia seutuhnya. Dulunya, Benjamin Lazo dikenal dengan nama
Helikopter Marco terbang menuju ke bandara Seward karena kehabisan bahan bakar. Semua anggota Marco bersiap jikalau ada monster yang datang menyerang seperti kejadian beberapa hari yang lalu. Marco mencari titik pendaratan dekat lokasi bahan bakar. Semua anggota menyiapkan Rainbow Gas tanpa bom untuk melumpuhkan para monster karena mereka harus hemat amunisi. Perlahan, helikopter mendarat dekat sebuah hanggar. Hugo, Fabio dan Chen bersiap jikalau melihat monster mendekati kendaraan terbang mereka. Namun, sampai helikopter itu mendarat sempurna dan mesin dimatikan, tak ada satupun monster terlihat. "Cepat! Cepat!" pinta Lucas selaku co-pilot seraya keluar dari helikopter lalu mengambil dua derigen cadangan di dekat dudukan tempat tiga kawannya duduk. Marco segera keluar dan menggunakan indera penciumannya untuk memeriksa sekitar. Marco memberikan kode kepada kawan-kawannya jika tempat itu aman tak tercium keberadaan monster. Hugo memimpin di depan menuju ke tempat tong-tong bahan ba
Ternyata, Irina sungguh tak keluar kamar usai Sakura menginterogasinya. Kecurigaan Sakura dan Maksim semakin menguat karena gadis cantik itu mengurung dirinya di kamar hingga makan siang tiba. Marco dan timnya yang telah selesai mengamankan gedung dengan darah monster hasil kerja keras Maksim, segera masuk ke dalam hotel untuk menikmati makan siang yang telah dipersiapkan oleh para anggota Red Skull. Anak-anak membantu dengan membersihkan ruangan di hotel yang sering digunakan agar tetap rapi dan bersih. Keharmonisan terasa di dalam bangunan bertingkat yang kini dihuni oleh para manusia yang berhasil bertahan dari wabah monster. Para pria masuk ke kamar masing-masing untuk membersihkan diri sebelum berkumpul di ruang makan. Namun, saat Marco akan masuk ke kamar, ia terkejut karena pintu itu dikunci dari dalam. Marco mencoba mengetuk pintu berulang kali, tapi Irina tak kunjung membuka pintu kamar tersebut. Marco mulai panik karena tak ada tanggapan dari dalam kamarnya. "Irina! Irin
Anak-anak yang dikumpulkan di lobi, mendapat sambutan hangat dari anggota Red Skull dan Irina. Sakura sangat berterima kasih meski ia sedih setelah mengetahui jika Galina telah berpulang. Sakura berjanji akan mengunjungi makan Galina bersama Maksim nantinya. Malam itu, anak-anak diberikan kamar untuk mereka tinggal selama di tempat tersebut. Terlihat, anak-anak senang karena fasilitas dari hotel memberikan kenyamanan dan ada banyak orang dewasa di sekitar yang akan melindungi mereka. Namun, Irina malah mengurung diri di kamarnya tak ikut menyambut seperti yang lain. Gadis itu terlihat takut setelah mengetahui jika Sakura mengenal orang-orang yang telah tewas dari pihak 13 Demon Heads saat disebutkan oleh anggota Red Skull. CEKLEK! "Hem, pasti dia lelah," ucap Marco ketika kembali ke kamar dan mendapati Irina sudah tertidur di ranjang. Marco segera melucuti pakaiannya lalu membersihkan diri di kamar mandi yang berada dalam satu ruangan, meski terpisah dinding dengan ruang tidur. Tu
Kelompok Marco bergegas berlari mendatangi kelompok yang baru saja datang untuk mengamankan mereka dari serangan Monster. Kelompok itu terpaksa berpisah karena letak pendaratan helikopter. Marco berlari kencang mendahului kelompoknya karena ia mencium bau monster di sekitar wilayah itu. Marco panik, takut anak-anak itu terluka. Sedang Maksim, Fabio, Lucas dan anak-anak yang ikut bersama mereka terus berlari mendatangi gedung hotel tempat mereka berlindung nantinya. Namun, tiba-tiba saja .... "Horg!" "Serigala monster!" teriak Fabio lantang saat melihat tiga ekor serigala berlari kencang, muncul dari persimpangan jalan. Hewan-hewan itu terlihat beringas. Mata mereka menyala merah dengan air liur menetes dari rahang bergigi tajam tersebut. "AAAAA!" jerit anak-anak histeris. "Terus berlari! Jangan berhenti!" teriak Maksim berusaha sekuat tenaga mengikuti anak-anak itu. Fabio dan Lucas dengan sigap mengarahkan senapan laras panjang mereka untuk menjatuhkan para serigala. "Heaaahhh
Saat Irina tampak gugup karena ditatap tajam oleh kekasihnya—Marco—dan dicurigai oleh Maksim, tiba-tiba terdengar suara mesin gemuruh rendah dari kejauhan. Maksim, Irina dan Marco yang berada di atap gedung langsung menoleh ke asal suara. Mata mereka menyipit saat mendapati dua buah helikopter mendekat dengan sorot lampu menyilaukan menunjukkan posisi mereka di malam gelap. "Itu mereka! Itu pasti Sakura dan timnya!" seru Maksim gembira. Praktis, Marco dan Irina langsung berdiri ikut bahagia. Namun, mereka melihat cahaya berkedip dari dermaga tempat kapal dijaga oleh Chen dan Amy. Kapal mereka menjauh dari dermaga seraya terus menyuarakan klakson kapal. Irina melebarkan mata saat hidung Marco bergerak seperti mengendus. "Monster!" seru Marco lantang menunjuk ke bagian bawah bangunan. Mata Irina dan Maksim terbelalak lebar ketika melihat di jalanan, segerombolan manusia buas itu berlari ke arah mereka. Marco yakin, para monster itu pasti tertarik karena suara dan pergerakan helikopt
Praktis, semua orang terkejut mendengar hal yang tak pernah diketahui itu. Maksim memangis terisak terlihat begitu sedih. Hati para pendengar ikut pilu. Pinky dan anggota Red Skull duduk di sekeliling Maksim mencoba menenangkan hatinya yang berduka. "A-aku ... aku sedang dalam perjalanan untuk menyusul Galina karena ia tak bisa kuhubungi. Aku ... ingin memastikan jika Utara memang layak dihuni. Aku ... aku berencana membawanya kemari bersama anggota Red Skull yang masih bertahan, tapi ... hiks, Galina," ucapnya sedih sampai terbata. Tak ada yang bisa memberikan nasehat atau ucapan meneduhkan hati. Marco memeluk Maksim yang terlihat begitu kehilangan sang isteri. Marco melirik Pinky dan wanita itu mengajak Zeni untuk memanggil anggota lainnya. Marco menemani Maksim bersama Irina yang masih berada di lobi hotel. Sedang anggota lainnya, kembali menyusuri bangunan untuk mencari tempat bernaung selama di hotel yang ditinggalkan tersebut. Akhirnya, tangis Maksim reda setelah ia puas melu
Semua orang sudah bersiap dan membidik pintu lift yang masih tertutup rapat. "Satu, dua, tiga!" TING! "Hah!" "Oh! Tahan! Tahan!" teriak Irina saat ia hampir saja melemparkan granat Rainbow Gas dalam genggamannya. Marco segera turun dan berlari mendekat. Irina merapatkan tubuhnya ke sisi Marco saat pria itu mengendusnya. Irina memasukkan kembali granat itu ke dalam saku celananya. "Bagaimana, Marco? Dia manusia atau ... monster?" tanya Irina cemas. "Baunya seperti monster. Namun, jika melihat gelagatnya, ia seperti manusia. Mirip ...." "Seperti saat Bykov ditemukan?" sahut Hugo dan Marco mengangguk membenarkan. Marco memberi kode kepada anggota Red Skull yang bersembunyi jika pria tersebut seperti bukan ancaman. Marco melangkah mendekat perlahan terlihat hati-hati karena pria itu tampak ketakutan. "Hei, apa ... kau baik-baik saja?" tanya Marco penasaran. Tiba-tiba saja, pria itu keluar dari lift dan memeluk Marco. Semua orang terkejut karena pria tua bertubuh gemuk itu menang
Polo, Bruno dan Robin terlihat fokus dengan tujuan baru mereka. Speed boat menyusuri sungai hingga akhirnya mereka tiba di lokasi. Terlihat sebuah bangunan seperti telah dipersiapkan layaknya benteng pertahanan. Yusuke merapatkan kapalnya di sebuah dermaga kecil tepi sungai itu. Para penumpang turun satu persatu tanpa muatan. "Kita tak ke hanggar?" tanya Polo heran. "Kita akan pergi besok pagi. Malam ini, kita menginap di sini. Segera turunkan barang. Sebelum gelap, kita harus bersiap," jawab Yusuke seraya menenteng senapan laras panjangnya. "Memang kenapa dengan malam hari?" tanya Bruno curiga. "Akhir-akhir ini, serangan monster sering terjadi. Seperti yang kubilang sebelumnya, orang-orang yang berhasil selamat diawasi. Sebelum kami tiba di sini, aku melihat drone melintas di tempat terakhir kami berada. Tak mungkin 'kan jika monster yang mengendalikannya. Jadi, aku cukup yakin jika itu perbuatan anak buah Hendrik," jawab Lope. Polo dan semua orang tegang seketika. "Seperti kec