Akhirnya update lagi. Maaf lama. Semoga gak ada tipo. Doakan novel ini bisa segera tamat dengan baik ya. Amin. Jangan lupa vote gemsnya. Lele padamu.
Polo dan kawan-kawannya terkejut karena kedatangan segerombolan monster yang mencoba menerobos gerbang kediaman Kim Han Bong. "Polo! Ke Pusat Komando! Cepat!" perintah Sakura dari atas helikopter yang masih melayang di sekitar halaman mansion Han. Polo segera berlari menyelamatkan diri bersama kawan-kawannya. Anak-anak ketakutan dan saling berpelukan di dalam helikopter. Dengan sigap, Sakura mengarahkan CamGun mini ke arah para monster dewasa itu. Seketika .... DODODODOOR!! "Bunuh mereka semua, Fabio, Lucas!" perintah Sakura mengarahkan kemudinya agar senjata tersebut terfokus pada para monster. Suara erangan kesakitan dari para manusia yang terkena serum tersebut bersahut-sahutan. Ternyata, keributan itu malah mendatangkan lebih banyak monster ke kediaman Han. "Lucas! Giring mereka menjauh dari mansion! Ayo!" perintah Sakura dari sambungan radio. Segera, Lucas mengarahkan helikopternya menjauh dari kediaman Han dengan tujuan utama tetap ke Utara. Sakura berharap para monster me
Polo semakin curiga jika selama ini mereka diawasi. Hingga keseriusannya buyar ketika para anggota timnya berseru lantang saat mereka berhasil melumpuhkan para monster dan helikopter berhasil terbang dengan selamat. Polo melihat keadaan di permukaan sepanjang helikopter melintas, tak ditemukan manusia atau monster. Namun, Polo yakin jika banyak manusia masih bertahan dan memilih untuk bersembunyi. "Edward, setelah ini kita singgah di mana?" tanya Polo menatap Edward yang memegang tablet dengan rute dan titik telah ditandai. "Aku ragu kita bisa melintasi Samudra Atlantik Utara, Polo. Kondisi helikopter kita tak menjanjikan. Mungkin ... kita sebaiknya menggunakan kapal ketika tiba di Newfoundland. Kita cari kapal untuk menyeberang," jawab Edward yang membuat semua orang di kabin terdiam. "Atau mungkin kita bisa mencari helikopter lain? Pasti ada hanggar pesawat terbang yang bisa kita singgahi," sahut Bruno memberikan usulan. "Kenapa, Bruno?" tanya Polo heran. "Aku merasa jika armad
Sedang di tempat Polo dan timnya berada. Setelah penerbangan yang panjang dan melelahkan, akhirnya mereka tiba di Teluk St. Lawrence saat matahari terbit di Pulau tersebut. Ternyata, dugaan Edward benar jika helikopter tak bisa bertahan lebih lama lagi karena kerusakan bertambah dengan kebocoran bahan bakar. Mereka tak bisa menyeberangi Samudera Atlantik Utara untuk tiba di Benua Eropa dengan tujuan Rusia. Saat semua orang dirundung kepanikan, tiba-tiba goncangan hebat terjadi di helikopter. Polo dan anggota timnya semakin cemas. "Sekarang apa lagi?" "Sepertinya ... terjadi kegagalan mesin, Polo," jawab Ritz cepat seraya mengecek seluruh tombol kendali. Namun, suara alarm peringatan dari sistem, membuat ketegangan di dalam helikopter semakin mencekam. "Apakah kita akan jatuh?" tanya Bruno ikut mendekat. "Aku akan berusaha agar kita bisa mendarat di hanggar terdekat. Polo, bisa kau pastikan sekitar kita aman tanpa keberadaan monster?" pinta Edward terlihat tergesa sembari melihat
Polo dan kawan-kawannya segera berkumpul. Mereka mencoba menyelamatkan semua benda dan perlengkapan dari dalam peti yang mereka terjunkan dari atas helikopter dari teluk. Edward melihat dari GPS jika mereka berada di Gros Morne National Park of Canada. Sayangnya, tempat itu sudah berbeda jauh. Meskipun masih asri dan dipenuhi oleh tumbuhan hijau serta air jernih yang segar, tempat itu begitu sepi karena tak ada manusia di sekitar. Bruno membuat api unggun di tepian sungai. Sedang Robin, mendirikan tenda portabel sebanyak dua buah. Lalu Edward, menyiapkan sarapan untuk kawan-kawannya. Ritz masih duduk terlihat letih. Semua orang membiarkan pilot helikopter mereka untuk istirahat sejenak. Polo berkeliling sekitar kawasan dengan senapan laras panjang dalam genggaman dan pistol di balik pinggang. Polo masih penasaran dengan sosok pria yang dilihatnya di mana ia yakin jika orang tersebut pasti tinggal di dekat mereka berkemah. Polo memutuskan untuk menaiki pohon agar bisa melihat dengan
Praktis, mata Yusuke, Lope dan Lucy melebar seketika. "Kalian ingin ke Rusia? Ke mana tepatnya?" tanya Lope curiga. Polo saling melirik dengan anggota timnya. "Apa ada yang bisa kalian utarakan sebelum kami pergi ke tempat itu?" tanya Polo menatap tiga orang yang baru dikenalnya saksama. Yusuke balas menatap Polo tajam. "Akan kami jelaskan saat di hanggar. Ayo, kita harus segera pergi dari sini. Lucy, kau ikut denganku dan biarkan Lope masuk dalam rombongan tim berikutnya," terang Yusuke dan dua wanita cantik itu mengangguk. Yusuke mengangkut lima buah kotak besar yang dijaga oleh Edward dan Ritz di bagian depan. Sedang Lucy, duduk mendampingi pria Asia tersebut. Speed boat melaju dengan kecepatan sedang meninggalkan lokasi. Robin, Bruno dan Polo kembali berkemas dibantu oleh Lope. Polo mengamati gerak-gerik Lope saksama di mana banyak pertanyaan di kepalanya. "Siapa saja orang dalam jajaran 13 Demon Heads yang kaukenal?" tanya Polo penuh selidik. Lope yang sedang melipat tenda
Polo, Bruno dan Robin terlihat fokus dengan tujuan baru mereka. Speed boat menyusuri sungai hingga akhirnya mereka tiba di lokasi. Terlihat sebuah bangunan seperti telah dipersiapkan layaknya benteng pertahanan. Yusuke merapatkan kapalnya di sebuah dermaga kecil tepi sungai itu. Para penumpang turun satu persatu tanpa muatan. "Kita tak ke hanggar?" tanya Polo heran. "Kita akan pergi besok pagi. Malam ini, kita menginap di sini. Segera turunkan barang. Sebelum gelap, kita harus bersiap," jawab Yusuke seraya menenteng senapan laras panjangnya. "Memang kenapa dengan malam hari?" tanya Bruno curiga. "Akhir-akhir ini, serangan monster sering terjadi. Seperti yang kubilang sebelumnya, orang-orang yang berhasil selamat diawasi. Sebelum kami tiba di sini, aku melihat drone melintas di tempat terakhir kami berada. Tak mungkin 'kan jika monster yang mengendalikannya. Jadi, aku cukup yakin jika itu perbuatan anak buah Hendrik," jawab Lope. Polo dan semua orang tegang seketika. "Seperti kec
Semua orang sudah bersiap dan membidik pintu lift yang masih tertutup rapat. "Satu, dua, tiga!" TING! "Hah!" "Oh! Tahan! Tahan!" teriak Irina saat ia hampir saja melemparkan granat Rainbow Gas dalam genggamannya. Marco segera turun dan berlari mendekat. Irina merapatkan tubuhnya ke sisi Marco saat pria itu mengendusnya. Irina memasukkan kembali granat itu ke dalam saku celananya. "Bagaimana, Marco? Dia manusia atau ... monster?" tanya Irina cemas. "Baunya seperti monster. Namun, jika melihat gelagatnya, ia seperti manusia. Mirip ...." "Seperti saat Bykov ditemukan?" sahut Hugo dan Marco mengangguk membenarkan. Marco memberi kode kepada anggota Red Skull yang bersembunyi jika pria tersebut seperti bukan ancaman. Marco melangkah mendekat perlahan terlihat hati-hati karena pria itu tampak ketakutan. "Hei, apa ... kau baik-baik saja?" tanya Marco penasaran. Tiba-tiba saja, pria itu keluar dari lift dan memeluk Marco. Semua orang terkejut karena pria tua bertubuh gemuk itu menang
Praktis, semua orang terkejut mendengar hal yang tak pernah diketahui itu. Maksim memangis terisak terlihat begitu sedih. Hati para pendengar ikut pilu. Pinky dan anggota Red Skull duduk di sekeliling Maksim mencoba menenangkan hatinya yang berduka. "A-aku ... aku sedang dalam perjalanan untuk menyusul Galina karena ia tak bisa kuhubungi. Aku ... ingin memastikan jika Utara memang layak dihuni. Aku ... aku berencana membawanya kemari bersama anggota Red Skull yang masih bertahan, tapi ... hiks, Galina," ucapnya sedih sampai terbata. Tak ada yang bisa memberikan nasehat atau ucapan meneduhkan hati. Marco memeluk Maksim yang terlihat begitu kehilangan sang isteri. Marco melirik Pinky dan wanita itu mengajak Zeni untuk memanggil anggota lainnya. Marco menemani Maksim bersama Irina yang masih berada di lobi hotel. Sedang anggota lainnya, kembali menyusuri bangunan untuk mencari tempat bernaung selama di hotel yang ditinggalkan tersebut. Akhirnya, tangis Maksim reda setelah ia puas melu
Lazo dan Safa menatap pria bermanik biru di depannya dengan saksama. "Kenapa mereka bisa bangun? Apakah tabung rusak?" tanya Safa menduga, dan semua orang selain pasturi itu mengangguk. "Lalu ... di mana kedua orang tuamu?" tanya seorang pria yang dulunya adalah salah satu pion dari kelompok mafia lain. "Akan kuceritakan sembari kalian bersiap. Ayo," ajak Yusuke. Safa dan Lazo mengangguk pelan. Polo disalami oleh dua orang yang baru saja bangkit itu. Polo tampak sungkan, tapi bisa merasakan jika dua orang itu cukup tangguh karena terlihat dari cara bersikap. "Asal kalian tahu, Lazo seorang pekerja kantoran sebuah perusahaan ternama di Jerman . Namun, itu hanya kedok saja. Ia dan isterinya adalah seorang petarung. Bahkan, saat sudah memilih menjadi warga sipil, keduanya melanjutkan profesi itu," bisik Lucy. "Petarung seperti apa?" tanya Bruno ikut penasaran. "Petarung bayaran. Mereka tak bisa meninggalkan profesi sebagai mafia seutuhnya. Dulunya, Benjamin Lazo dikenal dengan nama
Helikopter Marco terbang menuju ke bandara Seward karena kehabisan bahan bakar. Semua anggota Marco bersiap jikalau ada monster yang datang menyerang seperti kejadian beberapa hari yang lalu. Marco mencari titik pendaratan dekat lokasi bahan bakar. Semua anggota menyiapkan Rainbow Gas tanpa bom untuk melumpuhkan para monster karena mereka harus hemat amunisi. Perlahan, helikopter mendarat dekat sebuah hanggar. Hugo, Fabio dan Chen bersiap jikalau melihat monster mendekati kendaraan terbang mereka. Namun, sampai helikopter itu mendarat sempurna dan mesin dimatikan, tak ada satupun monster terlihat. "Cepat! Cepat!" pinta Lucas selaku co-pilot seraya keluar dari helikopter lalu mengambil dua derigen cadangan di dekat dudukan tempat tiga kawannya duduk. Marco segera keluar dan menggunakan indera penciumannya untuk memeriksa sekitar. Marco memberikan kode kepada kawan-kawannya jika tempat itu aman tak tercium keberadaan monster. Hugo memimpin di depan menuju ke tempat tong-tong bahan ba
Ternyata, Irina sungguh tak keluar kamar usai Sakura menginterogasinya. Kecurigaan Sakura dan Maksim semakin menguat karena gadis cantik itu mengurung dirinya di kamar hingga makan siang tiba. Marco dan timnya yang telah selesai mengamankan gedung dengan darah monster hasil kerja keras Maksim, segera masuk ke dalam hotel untuk menikmati makan siang yang telah dipersiapkan oleh para anggota Red Skull. Anak-anak membantu dengan membersihkan ruangan di hotel yang sering digunakan agar tetap rapi dan bersih. Keharmonisan terasa di dalam bangunan bertingkat yang kini dihuni oleh para manusia yang berhasil bertahan dari wabah monster. Para pria masuk ke kamar masing-masing untuk membersihkan diri sebelum berkumpul di ruang makan. Namun, saat Marco akan masuk ke kamar, ia terkejut karena pintu itu dikunci dari dalam. Marco mencoba mengetuk pintu berulang kali, tapi Irina tak kunjung membuka pintu kamar tersebut. Marco mulai panik karena tak ada tanggapan dari dalam kamarnya. "Irina! Irin
Anak-anak yang dikumpulkan di lobi, mendapat sambutan hangat dari anggota Red Skull dan Irina. Sakura sangat berterima kasih meski ia sedih setelah mengetahui jika Galina telah berpulang. Sakura berjanji akan mengunjungi makan Galina bersama Maksim nantinya. Malam itu, anak-anak diberikan kamar untuk mereka tinggal selama di tempat tersebut. Terlihat, anak-anak senang karena fasilitas dari hotel memberikan kenyamanan dan ada banyak orang dewasa di sekitar yang akan melindungi mereka. Namun, Irina malah mengurung diri di kamarnya tak ikut menyambut seperti yang lain. Gadis itu terlihat takut setelah mengetahui jika Sakura mengenal orang-orang yang telah tewas dari pihak 13 Demon Heads saat disebutkan oleh anggota Red Skull. CEKLEK! "Hem, pasti dia lelah," ucap Marco ketika kembali ke kamar dan mendapati Irina sudah tertidur di ranjang. Marco segera melucuti pakaiannya lalu membersihkan diri di kamar mandi yang berada dalam satu ruangan, meski terpisah dinding dengan ruang tidur. Tu
Kelompok Marco bergegas berlari mendatangi kelompok yang baru saja datang untuk mengamankan mereka dari serangan Monster. Kelompok itu terpaksa berpisah karena letak pendaratan helikopter. Marco berlari kencang mendahului kelompoknya karena ia mencium bau monster di sekitar wilayah itu. Marco panik, takut anak-anak itu terluka. Sedang Maksim, Fabio, Lucas dan anak-anak yang ikut bersama mereka terus berlari mendatangi gedung hotel tempat mereka berlindung nantinya. Namun, tiba-tiba saja .... "Horg!" "Serigala monster!" teriak Fabio lantang saat melihat tiga ekor serigala berlari kencang, muncul dari persimpangan jalan. Hewan-hewan itu terlihat beringas. Mata mereka menyala merah dengan air liur menetes dari rahang bergigi tajam tersebut. "AAAAA!" jerit anak-anak histeris. "Terus berlari! Jangan berhenti!" teriak Maksim berusaha sekuat tenaga mengikuti anak-anak itu. Fabio dan Lucas dengan sigap mengarahkan senapan laras panjang mereka untuk menjatuhkan para serigala. "Heaaahhh
Saat Irina tampak gugup karena ditatap tajam oleh kekasihnya—Marco—dan dicurigai oleh Maksim, tiba-tiba terdengar suara mesin gemuruh rendah dari kejauhan. Maksim, Irina dan Marco yang berada di atap gedung langsung menoleh ke asal suara. Mata mereka menyipit saat mendapati dua buah helikopter mendekat dengan sorot lampu menyilaukan menunjukkan posisi mereka di malam gelap. "Itu mereka! Itu pasti Sakura dan timnya!" seru Maksim gembira. Praktis, Marco dan Irina langsung berdiri ikut bahagia. Namun, mereka melihat cahaya berkedip dari dermaga tempat kapal dijaga oleh Chen dan Amy. Kapal mereka menjauh dari dermaga seraya terus menyuarakan klakson kapal. Irina melebarkan mata saat hidung Marco bergerak seperti mengendus. "Monster!" seru Marco lantang menunjuk ke bagian bawah bangunan. Mata Irina dan Maksim terbelalak lebar ketika melihat di jalanan, segerombolan manusia buas itu berlari ke arah mereka. Marco yakin, para monster itu pasti tertarik karena suara dan pergerakan helikopt
Praktis, semua orang terkejut mendengar hal yang tak pernah diketahui itu. Maksim memangis terisak terlihat begitu sedih. Hati para pendengar ikut pilu. Pinky dan anggota Red Skull duduk di sekeliling Maksim mencoba menenangkan hatinya yang berduka. "A-aku ... aku sedang dalam perjalanan untuk menyusul Galina karena ia tak bisa kuhubungi. Aku ... ingin memastikan jika Utara memang layak dihuni. Aku ... aku berencana membawanya kemari bersama anggota Red Skull yang masih bertahan, tapi ... hiks, Galina," ucapnya sedih sampai terbata. Tak ada yang bisa memberikan nasehat atau ucapan meneduhkan hati. Marco memeluk Maksim yang terlihat begitu kehilangan sang isteri. Marco melirik Pinky dan wanita itu mengajak Zeni untuk memanggil anggota lainnya. Marco menemani Maksim bersama Irina yang masih berada di lobi hotel. Sedang anggota lainnya, kembali menyusuri bangunan untuk mencari tempat bernaung selama di hotel yang ditinggalkan tersebut. Akhirnya, tangis Maksim reda setelah ia puas melu
Semua orang sudah bersiap dan membidik pintu lift yang masih tertutup rapat. "Satu, dua, tiga!" TING! "Hah!" "Oh! Tahan! Tahan!" teriak Irina saat ia hampir saja melemparkan granat Rainbow Gas dalam genggamannya. Marco segera turun dan berlari mendekat. Irina merapatkan tubuhnya ke sisi Marco saat pria itu mengendusnya. Irina memasukkan kembali granat itu ke dalam saku celananya. "Bagaimana, Marco? Dia manusia atau ... monster?" tanya Irina cemas. "Baunya seperti monster. Namun, jika melihat gelagatnya, ia seperti manusia. Mirip ...." "Seperti saat Bykov ditemukan?" sahut Hugo dan Marco mengangguk membenarkan. Marco memberi kode kepada anggota Red Skull yang bersembunyi jika pria tersebut seperti bukan ancaman. Marco melangkah mendekat perlahan terlihat hati-hati karena pria itu tampak ketakutan. "Hei, apa ... kau baik-baik saja?" tanya Marco penasaran. Tiba-tiba saja, pria itu keluar dari lift dan memeluk Marco. Semua orang terkejut karena pria tua bertubuh gemuk itu menang
Polo, Bruno dan Robin terlihat fokus dengan tujuan baru mereka. Speed boat menyusuri sungai hingga akhirnya mereka tiba di lokasi. Terlihat sebuah bangunan seperti telah dipersiapkan layaknya benteng pertahanan. Yusuke merapatkan kapalnya di sebuah dermaga kecil tepi sungai itu. Para penumpang turun satu persatu tanpa muatan. "Kita tak ke hanggar?" tanya Polo heran. "Kita akan pergi besok pagi. Malam ini, kita menginap di sini. Segera turunkan barang. Sebelum gelap, kita harus bersiap," jawab Yusuke seraya menenteng senapan laras panjangnya. "Memang kenapa dengan malam hari?" tanya Bruno curiga. "Akhir-akhir ini, serangan monster sering terjadi. Seperti yang kubilang sebelumnya, orang-orang yang berhasil selamat diawasi. Sebelum kami tiba di sini, aku melihat drone melintas di tempat terakhir kami berada. Tak mungkin 'kan jika monster yang mengendalikannya. Jadi, aku cukup yakin jika itu perbuatan anak buah Hendrik," jawab Lope. Polo dan semua orang tegang seketika. "Seperti kec