Saat tim dari Marco berhasil memanen kacang hijau dan terong yang mereka dapat pada sebuah lahan pertanian, sebuah panggilan masuk dari tim Polo. Fabio segera menjawab.
"Yes?"
"Kalian cepatlah kembali. Ada informasi penting yang akan mengejutkan kalian. Bertemu di helipad," jawab Polo yang langsung diteruskan oleh Fabio kepada kawan-kawannya.
"Wah, apa itu? Apakah Polo dan lainnya berhasil menyelamatkan pria itu?" tanya Lucas dengan sebuah karung berisi banyak terong.
"Mungkin. Ayo, kita harus bergegas. Aku bisa mencium bau monster dekat sini," sahut Marco yang tentu saja mengejutkan semua orang.
Mobil yang dikemudikan Irina segera melaju pesat meninggalkan kawasan pertanian menuju ke Mall tempat helikopter mereka mendarat.
Marco bisa melihat atap Mall ketika Chen menyalakan sebuah suar dengan asap berwarna jingga. Irina segera memarkirkan mobil di tempat ia menemukannya.
Marco dan lainnya bergegas masuk melew
Semoga gak ada tipo dan happy weekend^^
Keesokan harinya, kelompok dari Polo sudah bersiap untuk meninggalkan Florida. Namun ternyata, Pamungkas tak ingin meninggalkan kota tersebut. "Kenapa, Paman? Di Utara, kau bisa hidup lebih baik. Di sini kau sendirian," tanya Polo terheran-heran. Pamungkas tersenyum. "Aku ingin memastikan, semua manusia yang tersisa di kota ini berhasil selamat dan menuju Utara. Aku belum menyusuri kawasan dekat perbatasan. Aku yakin, jika masih ada manusia yang bertahan di sana. Biasanya, mereka muncul saat musim dingin, dan aku akan bertahan selama yang aku bisa. Kalian pergilah, tak usah mencemaskanku. Ini sudah pilihanku, dan ini takdirku," ucapnya dengan senyum tipis. "Bullshit! Ucapanmu sungguh tak masuk akal, Pak tua! Kau mengorbankan hidupmu untuk orang-orang yang bahkan tak kau kenal! Kau bahkan rela mati untuk mereka!" pekik Marco kesal dan melotot tajam pada asal Indonesia itu. "Sebelumnya aku juga tak mengenal kalian. Namun, jika aku bisa memastik
Semua orang dalam helikopter dirundung kesedihan. Marco yang sudah ditarik ke atas oleh Bruno dan Robin tak bisa menghentikan isak tangisnya. "Dia sungguh bodoh ... Kenapa dia mengorbankan nyawanya seperti ibu? Kita saja baru semalam bersamanya," ucap Marco dengan suara bergetar dan air mata terus mengalir mewakili rasa penyesalannya. "Sudahlah, Marco. Tangisan kita tak bisa membawanya kembali. Dia sudah tahu konsekuensinya. Pamungkas seorang pemberani, dia penolong. Apa kalian tak dengar ucapan terakhirnya?" tanya Polo menatap wajah Saudaranya lekat yang sudah tergenang oleh air mata. Semua orang terdiam. Pertanyaan itu seakan ditujukan untuk mereka. "Oh! Tentang ia menitipkan salam untuk kawan-kawannya?" sahut Irina menebak. "Ya. Dan kalian ingat jika ia mengatakan bahwa dia salah satu penjaga? Menurutku, banyak orang-orang seperti Pamungkas di luar sana, termasuk ayah dan ibuku," tegas Polo. "Apakah ... Tiap kota besar ada penjagany
Polo beranjak dari tempatnya. Ia memilih kembali ke dalam helikopter dan memastikan semua persediaan bahan bakar yang mereka temukan cukup sampai tujuan berikutnya. "Marco. Aku rasa, cara yang kita lakukan sama dengan yang orang tuamu lakukan. Kau ingat, ketika kita menemukan para monster di dalam gym? Mereka pasti dipancing dan dikurung di sana," sahut Irina mengintip dari balik jendela di mana kepulan asap mulai memudar dan terlihat para monster tenang di dalam sana terkena dampak gas halusinasi. "Ya. Aku setuju denganmu, Irina. Tugas kita berikutnya adalah mencari penawarnya. Kita bisa mengembalikan populasi manusia. Kehidupan kita bisa kembali seperti dulu," jawabnya gembira, dan Irina mengangguk setuju. Irina menandai lokasi hanggar di Chicago tersebut sebagai salah satu tempat kurungan para monster. Ada sekitar 20 monster di dalam sana. "Muatan penuh! Kita berangkat!" teriak Polo dari pintu palka belakang helikopter. Semua orang segera m
Kedatangan tim Marco-Polo disambut baik oleh kelompok wanita itu. Bahkan Chen dan kawan-kawannya langsung digandrungi oleh para wanita yang tergabung dari berbagai ras tersebut. Para pria itu terlihat malu karena sudah lama tak dekat dengan wanita. "Kalian berdua, ikut aku," ajak wanita berambut tosca menunjuk si kembar. Irina terlihat canggung karena ia seperti diabaikan. Namun, wanita berambut merah mengajaknya ke suatu tempat. Irina ikut dengannya. "Apakah ada anggota lain di luar sana?" tanya wanita itu menatap Irina lekat. Irina mengangguk. "Ajak mereka kemari. Di luar tidak aman." Irina dengan sigap menghubungi kawan-kawannya yang menjaga helikopter. Namun, radio miliknya tak tersambung dengan crew yang berada di sana. Irina mulai cemas. "Tentu saja. Kami memiliki pemblokir sinyal. Di mana tempatnya. Kau ingat? Kita jemput mereka saja," ajak wanita berambut merah. Irina setuju dengan usulan tersebut. Irina pamit kepada kawan-kawa
Polo dan Marco panik seketika. Galina terlihat santai dan kembali merokok di kursinya tak ikut bermain. Dua wanita tak dikenal mendekati dua pria tampan itu dengan pakaian dalam yang membuat tubuh mereka begitu menggiurkan dan sangat disayangkan jika tak disantap.Namun, si kembar merasa jika hal ini tidak benar. Marco yang memiliki kemampuan lebih, dengan sigap menyelinap ke samping seorang wanita yang akan memeluknya.CEKLEK!"Polo!" teriak Marco yang berhasil membuka pintu dan kini berada di luar.Namun Polo yang tak siap, tak bisa kabur dari dua wanita yang berdiri menghalanginya."Marco!" teriak Polo panik saat dirinya dipegangi kuat oleh dua wanita perkasa tersebut. Tubuhnya langsung terhempas di atas sofa panjang dan pinggulnya dengan cepat diduduki oleh salah satu wanita tersebut."Bagaimana dia melakukannya?" guman Galina heran karena tak melihat pergerakan Marco yang cepat itu."A-aku akan cari bantuan!" teriaknya p
Di ruang kerja Galina. Polo menandatangani sebuah kontrak kerjasama dengan Red Skull yang berisi 3 poin penting. Poin pertama menyebutkan, jika para wanita Red Skull hamil, maka pria yang menghamilinya dibebaskan dengan catatan membuat pengakuan jika bayi yang dikandungnya adalah anak darinya. Pria itu diizinkan memberikan nama dan menemui sang anak ketika lahir nanti. Polo merasa, kawan-kawannya berhak untuk mendapatkan kesempatan berkeluarga meski dengan cara yang salah. Poin kedua. Jika selama 1 bulan mereka menetap di sana, dan wanita yang sudah berhubungan dengan pria tersebut tak hamil, pria itu harus melakukannya dengan wanita lainnya dan akan terus seperti itu sampai wanita yang ditidurinya mengandung. Polo tertekan, tapi hati kecilnya mengatakan jika cara yang ditempuh oleh Galina untuk mengembalikan populasi ada benarnya. Polo kembali membubuhkan tanda tangannya di poin tersebut. Poin terakhir. Polo dan tim
Di ruang kerja Galina Red Skull. "Kau yakin dengan keputusanmu, Polo? Apa kau yakin jika bisa melakukannya? Apa kau tak menghitung jumlah wanita di tempat ini? Sebegitu tangguhnya 'kah dirimu?" tanya Galina terkesan menyindir. "Intinya, biarkan kawan-kawanku pergi setelah satu bulan di sini. Sebagai jaminannya, aku, Bruno, dan Robin menetap di sini sampai poin satu dan dua terlaksana," tegas Polo menatap Galina tajam. Galina yang diapit dua wanita Red Skull di sisi kiri kanannya saling melirik seraya menunjukkan senyum tipis. "Deal," jawab Galina sembari menjentikkan jari. Wanita berambut merah segera membuat ketikan kesepakatan baru yang diajukan oleh Polo. Di kamar yang di tempati oleh Irina. Terlihat para pria itu seperti merasa bersalah kepada Polo, Bruno dan Robin karena rela menyerahkan diri demi kebebasan mereka. "Mereka datang!" pekik Irina yang duduk di bingkai pintu, menekuk kedua lutut dan
BROOM!! Galina dan anak buah Polo berusaha untuk menahan para monster yang berusaha masuk ke dalam basement. Polo bergegas mendatangi Marco dan meminta semua orang untuk keluar dari markas karena Galina akan meledakkan gedung. Tentu saja, kabar itu mengejutkan semua orang. Namun, Marco dan para anggota Red Skull menghargai usaha Galina untuk menyelamatkan mereka. "Cepat! Semua bersiap di motor!" teriak wanita rambut merah mengomandoi, dan para wanita berpenampilan seperti anak punk itu bersiap. Mereka saling berboncengan dengan senapan dalam genggaman. Irina terlihat gugup saat ia diminta berboncengan dengan Polo. "Aku akan baik-baik saja. Aku akan pergi lebih dulu ke helikopter," ucapnya lalu meninggalkan kecupan di pipi sang kekasih, meski terlihat jelas kekhawatiran di matanya. "Hati-hati," pinta Irina terlihat sedih. Marco segera berlari mendatangi mobil dan duduk di bangku sebelah Galina.
Lazo dan Safa menatap pria bermanik biru di depannya dengan saksama. "Kenapa mereka bisa bangun? Apakah tabung rusak?" tanya Safa menduga, dan semua orang selain pasturi itu mengangguk. "Lalu ... di mana kedua orang tuamu?" tanya seorang pria yang dulunya adalah salah satu pion dari kelompok mafia lain. "Akan kuceritakan sembari kalian bersiap. Ayo," ajak Yusuke. Safa dan Lazo mengangguk pelan. Polo disalami oleh dua orang yang baru saja bangkit itu. Polo tampak sungkan, tapi bisa merasakan jika dua orang itu cukup tangguh karena terlihat dari cara bersikap. "Asal kalian tahu, Lazo seorang pekerja kantoran sebuah perusahaan ternama di Jerman . Namun, itu hanya kedok saja. Ia dan isterinya adalah seorang petarung. Bahkan, saat sudah memilih menjadi warga sipil, keduanya melanjutkan profesi itu," bisik Lucy. "Petarung seperti apa?" tanya Bruno ikut penasaran. "Petarung bayaran. Mereka tak bisa meninggalkan profesi sebagai mafia seutuhnya. Dulunya, Benjamin Lazo dikenal dengan nama
Helikopter Marco terbang menuju ke bandara Seward karena kehabisan bahan bakar. Semua anggota Marco bersiap jikalau ada monster yang datang menyerang seperti kejadian beberapa hari yang lalu. Marco mencari titik pendaratan dekat lokasi bahan bakar. Semua anggota menyiapkan Rainbow Gas tanpa bom untuk melumpuhkan para monster karena mereka harus hemat amunisi. Perlahan, helikopter mendarat dekat sebuah hanggar. Hugo, Fabio dan Chen bersiap jikalau melihat monster mendekati kendaraan terbang mereka. Namun, sampai helikopter itu mendarat sempurna dan mesin dimatikan, tak ada satupun monster terlihat. "Cepat! Cepat!" pinta Lucas selaku co-pilot seraya keluar dari helikopter lalu mengambil dua derigen cadangan di dekat dudukan tempat tiga kawannya duduk. Marco segera keluar dan menggunakan indera penciumannya untuk memeriksa sekitar. Marco memberikan kode kepada kawan-kawannya jika tempat itu aman tak tercium keberadaan monster. Hugo memimpin di depan menuju ke tempat tong-tong bahan ba
Ternyata, Irina sungguh tak keluar kamar usai Sakura menginterogasinya. Kecurigaan Sakura dan Maksim semakin menguat karena gadis cantik itu mengurung dirinya di kamar hingga makan siang tiba. Marco dan timnya yang telah selesai mengamankan gedung dengan darah monster hasil kerja keras Maksim, segera masuk ke dalam hotel untuk menikmati makan siang yang telah dipersiapkan oleh para anggota Red Skull. Anak-anak membantu dengan membersihkan ruangan di hotel yang sering digunakan agar tetap rapi dan bersih. Keharmonisan terasa di dalam bangunan bertingkat yang kini dihuni oleh para manusia yang berhasil bertahan dari wabah monster. Para pria masuk ke kamar masing-masing untuk membersihkan diri sebelum berkumpul di ruang makan. Namun, saat Marco akan masuk ke kamar, ia terkejut karena pintu itu dikunci dari dalam. Marco mencoba mengetuk pintu berulang kali, tapi Irina tak kunjung membuka pintu kamar tersebut. Marco mulai panik karena tak ada tanggapan dari dalam kamarnya. "Irina! Irin
Anak-anak yang dikumpulkan di lobi, mendapat sambutan hangat dari anggota Red Skull dan Irina. Sakura sangat berterima kasih meski ia sedih setelah mengetahui jika Galina telah berpulang. Sakura berjanji akan mengunjungi makan Galina bersama Maksim nantinya. Malam itu, anak-anak diberikan kamar untuk mereka tinggal selama di tempat tersebut. Terlihat, anak-anak senang karena fasilitas dari hotel memberikan kenyamanan dan ada banyak orang dewasa di sekitar yang akan melindungi mereka. Namun, Irina malah mengurung diri di kamarnya tak ikut menyambut seperti yang lain. Gadis itu terlihat takut setelah mengetahui jika Sakura mengenal orang-orang yang telah tewas dari pihak 13 Demon Heads saat disebutkan oleh anggota Red Skull. CEKLEK! "Hem, pasti dia lelah," ucap Marco ketika kembali ke kamar dan mendapati Irina sudah tertidur di ranjang. Marco segera melucuti pakaiannya lalu membersihkan diri di kamar mandi yang berada dalam satu ruangan, meski terpisah dinding dengan ruang tidur. Tu
Kelompok Marco bergegas berlari mendatangi kelompok yang baru saja datang untuk mengamankan mereka dari serangan Monster. Kelompok itu terpaksa berpisah karena letak pendaratan helikopter. Marco berlari kencang mendahului kelompoknya karena ia mencium bau monster di sekitar wilayah itu. Marco panik, takut anak-anak itu terluka. Sedang Maksim, Fabio, Lucas dan anak-anak yang ikut bersama mereka terus berlari mendatangi gedung hotel tempat mereka berlindung nantinya. Namun, tiba-tiba saja .... "Horg!" "Serigala monster!" teriak Fabio lantang saat melihat tiga ekor serigala berlari kencang, muncul dari persimpangan jalan. Hewan-hewan itu terlihat beringas. Mata mereka menyala merah dengan air liur menetes dari rahang bergigi tajam tersebut. "AAAAA!" jerit anak-anak histeris. "Terus berlari! Jangan berhenti!" teriak Maksim berusaha sekuat tenaga mengikuti anak-anak itu. Fabio dan Lucas dengan sigap mengarahkan senapan laras panjang mereka untuk menjatuhkan para serigala. "Heaaahhh
Saat Irina tampak gugup karena ditatap tajam oleh kekasihnya—Marco—dan dicurigai oleh Maksim, tiba-tiba terdengar suara mesin gemuruh rendah dari kejauhan. Maksim, Irina dan Marco yang berada di atap gedung langsung menoleh ke asal suara. Mata mereka menyipit saat mendapati dua buah helikopter mendekat dengan sorot lampu menyilaukan menunjukkan posisi mereka di malam gelap. "Itu mereka! Itu pasti Sakura dan timnya!" seru Maksim gembira. Praktis, Marco dan Irina langsung berdiri ikut bahagia. Namun, mereka melihat cahaya berkedip dari dermaga tempat kapal dijaga oleh Chen dan Amy. Kapal mereka menjauh dari dermaga seraya terus menyuarakan klakson kapal. Irina melebarkan mata saat hidung Marco bergerak seperti mengendus. "Monster!" seru Marco lantang menunjuk ke bagian bawah bangunan. Mata Irina dan Maksim terbelalak lebar ketika melihat di jalanan, segerombolan manusia buas itu berlari ke arah mereka. Marco yakin, para monster itu pasti tertarik karena suara dan pergerakan helikopt
Praktis, semua orang terkejut mendengar hal yang tak pernah diketahui itu. Maksim memangis terisak terlihat begitu sedih. Hati para pendengar ikut pilu. Pinky dan anggota Red Skull duduk di sekeliling Maksim mencoba menenangkan hatinya yang berduka. "A-aku ... aku sedang dalam perjalanan untuk menyusul Galina karena ia tak bisa kuhubungi. Aku ... ingin memastikan jika Utara memang layak dihuni. Aku ... aku berencana membawanya kemari bersama anggota Red Skull yang masih bertahan, tapi ... hiks, Galina," ucapnya sedih sampai terbata. Tak ada yang bisa memberikan nasehat atau ucapan meneduhkan hati. Marco memeluk Maksim yang terlihat begitu kehilangan sang isteri. Marco melirik Pinky dan wanita itu mengajak Zeni untuk memanggil anggota lainnya. Marco menemani Maksim bersama Irina yang masih berada di lobi hotel. Sedang anggota lainnya, kembali menyusuri bangunan untuk mencari tempat bernaung selama di hotel yang ditinggalkan tersebut. Akhirnya, tangis Maksim reda setelah ia puas melu
Semua orang sudah bersiap dan membidik pintu lift yang masih tertutup rapat. "Satu, dua, tiga!" TING! "Hah!" "Oh! Tahan! Tahan!" teriak Irina saat ia hampir saja melemparkan granat Rainbow Gas dalam genggamannya. Marco segera turun dan berlari mendekat. Irina merapatkan tubuhnya ke sisi Marco saat pria itu mengendusnya. Irina memasukkan kembali granat itu ke dalam saku celananya. "Bagaimana, Marco? Dia manusia atau ... monster?" tanya Irina cemas. "Baunya seperti monster. Namun, jika melihat gelagatnya, ia seperti manusia. Mirip ...." "Seperti saat Bykov ditemukan?" sahut Hugo dan Marco mengangguk membenarkan. Marco memberi kode kepada anggota Red Skull yang bersembunyi jika pria tersebut seperti bukan ancaman. Marco melangkah mendekat perlahan terlihat hati-hati karena pria itu tampak ketakutan. "Hei, apa ... kau baik-baik saja?" tanya Marco penasaran. Tiba-tiba saja, pria itu keluar dari lift dan memeluk Marco. Semua orang terkejut karena pria tua bertubuh gemuk itu menang
Polo, Bruno dan Robin terlihat fokus dengan tujuan baru mereka. Speed boat menyusuri sungai hingga akhirnya mereka tiba di lokasi. Terlihat sebuah bangunan seperti telah dipersiapkan layaknya benteng pertahanan. Yusuke merapatkan kapalnya di sebuah dermaga kecil tepi sungai itu. Para penumpang turun satu persatu tanpa muatan. "Kita tak ke hanggar?" tanya Polo heran. "Kita akan pergi besok pagi. Malam ini, kita menginap di sini. Segera turunkan barang. Sebelum gelap, kita harus bersiap," jawab Yusuke seraya menenteng senapan laras panjangnya. "Memang kenapa dengan malam hari?" tanya Bruno curiga. "Akhir-akhir ini, serangan monster sering terjadi. Seperti yang kubilang sebelumnya, orang-orang yang berhasil selamat diawasi. Sebelum kami tiba di sini, aku melihat drone melintas di tempat terakhir kami berada. Tak mungkin 'kan jika monster yang mengendalikannya. Jadi, aku cukup yakin jika itu perbuatan anak buah Hendrik," jawab Lope. Polo dan semua orang tegang seketika. "Seperti kec