Kedatangan tim Marco-Polo disambut baik oleh kelompok wanita itu. Bahkan Chen dan kawan-kawannya langsung digandrungi oleh para wanita yang tergabung dari berbagai ras tersebut. Para pria itu terlihat malu karena sudah lama tak dekat dengan wanita.
"Kalian berdua, ikut aku," ajak wanita berambut tosca menunjuk si kembar.
Irina terlihat canggung karena ia seperti diabaikan. Namun, wanita berambut merah mengajaknya ke suatu tempat. Irina ikut dengannya.
"Apakah ada anggota lain di luar sana?" tanya wanita itu menatap Irina lekat. Irina mengangguk. "Ajak mereka kemari. Di luar tidak aman."
Irina dengan sigap menghubungi kawan-kawannya yang menjaga helikopter. Namun, radio miliknya tak tersambung dengan crew yang berada di sana. Irina mulai cemas.
"Tentu saja. Kami memiliki pemblokir sinyal. Di mana tempatnya. Kau ingat? Kita jemput mereka saja," ajak wanita berambut merah. Irina setuju dengan usulan tersebut.
Irina pamit kepada kawan-kawa
Jangan lupa vote gemsnya ya. Semoga gak ada tipo. Tengkiyuw lele padamu^^
Polo dan Marco panik seketika. Galina terlihat santai dan kembali merokok di kursinya tak ikut bermain. Dua wanita tak dikenal mendekati dua pria tampan itu dengan pakaian dalam yang membuat tubuh mereka begitu menggiurkan dan sangat disayangkan jika tak disantap.Namun, si kembar merasa jika hal ini tidak benar. Marco yang memiliki kemampuan lebih, dengan sigap menyelinap ke samping seorang wanita yang akan memeluknya.CEKLEK!"Polo!" teriak Marco yang berhasil membuka pintu dan kini berada di luar.Namun Polo yang tak siap, tak bisa kabur dari dua wanita yang berdiri menghalanginya."Marco!" teriak Polo panik saat dirinya dipegangi kuat oleh dua wanita perkasa tersebut. Tubuhnya langsung terhempas di atas sofa panjang dan pinggulnya dengan cepat diduduki oleh salah satu wanita tersebut."Bagaimana dia melakukannya?" guman Galina heran karena tak melihat pergerakan Marco yang cepat itu."A-aku akan cari bantuan!" teriaknya p
Di ruang kerja Galina. Polo menandatangani sebuah kontrak kerjasama dengan Red Skull yang berisi 3 poin penting. Poin pertama menyebutkan, jika para wanita Red Skull hamil, maka pria yang menghamilinya dibebaskan dengan catatan membuat pengakuan jika bayi yang dikandungnya adalah anak darinya. Pria itu diizinkan memberikan nama dan menemui sang anak ketika lahir nanti. Polo merasa, kawan-kawannya berhak untuk mendapatkan kesempatan berkeluarga meski dengan cara yang salah. Poin kedua. Jika selama 1 bulan mereka menetap di sana, dan wanita yang sudah berhubungan dengan pria tersebut tak hamil, pria itu harus melakukannya dengan wanita lainnya dan akan terus seperti itu sampai wanita yang ditidurinya mengandung. Polo tertekan, tapi hati kecilnya mengatakan jika cara yang ditempuh oleh Galina untuk mengembalikan populasi ada benarnya. Polo kembali membubuhkan tanda tangannya di poin tersebut. Poin terakhir. Polo dan tim
Di ruang kerja Galina Red Skull. "Kau yakin dengan keputusanmu, Polo? Apa kau yakin jika bisa melakukannya? Apa kau tak menghitung jumlah wanita di tempat ini? Sebegitu tangguhnya 'kah dirimu?" tanya Galina terkesan menyindir. "Intinya, biarkan kawan-kawanku pergi setelah satu bulan di sini. Sebagai jaminannya, aku, Bruno, dan Robin menetap di sini sampai poin satu dan dua terlaksana," tegas Polo menatap Galina tajam. Galina yang diapit dua wanita Red Skull di sisi kiri kanannya saling melirik seraya menunjukkan senyum tipis. "Deal," jawab Galina sembari menjentikkan jari. Wanita berambut merah segera membuat ketikan kesepakatan baru yang diajukan oleh Polo. Di kamar yang di tempati oleh Irina. Terlihat para pria itu seperti merasa bersalah kepada Polo, Bruno dan Robin karena rela menyerahkan diri demi kebebasan mereka. "Mereka datang!" pekik Irina yang duduk di bingkai pintu, menekuk kedua lutut dan
BROOM!! Galina dan anak buah Polo berusaha untuk menahan para monster yang berusaha masuk ke dalam basement. Polo bergegas mendatangi Marco dan meminta semua orang untuk keluar dari markas karena Galina akan meledakkan gedung. Tentu saja, kabar itu mengejutkan semua orang. Namun, Marco dan para anggota Red Skull menghargai usaha Galina untuk menyelamatkan mereka. "Cepat! Semua bersiap di motor!" teriak wanita rambut merah mengomandoi, dan para wanita berpenampilan seperti anak punk itu bersiap. Mereka saling berboncengan dengan senapan dalam genggaman. Irina terlihat gugup saat ia diminta berboncengan dengan Polo. "Aku akan baik-baik saja. Aku akan pergi lebih dulu ke helikopter," ucapnya lalu meninggalkan kecupan di pipi sang kekasih, meski terlihat jelas kekhawatiran di matanya. "Hati-hati," pinta Irina terlihat sedih. Marco segera berlari mendatangi mobil dan duduk di bangku sebelah Galina.
Orang-orang yang duduk di bangku segera melepaskan seat belt. Mereka memeriksa seluruh muatan dan bagian dalam helikopter untuk melihat benda apapun yang mencurigakan. Hingga akhirnya, sebuah pekikan dari Lucas mengejutkan semua orang. "Hei! Hei!" panggilnya lantang, dengan tengkurap di lantai helikopter dan kepala menoleh ke bawah dudukan. "Apa yang kautemukan?" tanya Polo mendekat. "Itu apa?" tanyanya cemas menunjuk. Mata Polo melebar. Ia melihat sebuah kotak berkedip dan ia yakin jika benda itu bukan miliknya, apalagi isi muatan yang mereka bawa. Galina ikut mengintip dan matanya menyipit. "Itu ... itu alat pelacak! Lemparkan benda itu keluar dari helikopter! Cepat!" perintahnya lantang, dan Lucas segera mengambil benda tak dikenal itu. Namun, saat Lucas menariknya, tiba-tiba .... KLEK! PIPIPIPI! "Lucas! Lepaskan!" teriak Galina lantang yang masih berjongkok di sampingnya. Benar saja, BL
Siang itu, tim yang telah terbagi menjadi beberapa kelompok, berpencar di sekitar dermaga. Tim Polo beranggotakan si rambut merah muda dengan skin head di sisi kiri dan kanan yang dipanggil Pinky, si rambut pirang panjang bergelombang bernama Rea, si rambut hitam dengan potongan mohawk bernama Zeni, dan terakhir, wanita berkulit hitam dengan potongan rambut bob bernama Amber. Para wanita yang terlihat tangguh itu berkeliling mencari sumber listrik untuk mengisi ulang baterai strum untuk menghidupkan kapal. Polo mengincar sebuah yacht dengan kapasitas hingga 20 orang. Ia berharap kapal itu bisa dihidupkan dan membawa seluruh timnya pergi meninggalkan California menuju Utara. "Hei!" panggil Zeni seraya berlari menuju ke sebuah benda yang ia temukan. "Wow, skateboard. Temuan bagus," sahut Amber saat Zeni meletakkan salah satu kakinya dan ia meluncur dengan lincah. "Kau bisa menggunakan benda itu?" tanya Polo ik
Bykov terlihat seperti orang kebingungan. Galina menatap Bykov tajam dari tempatnya duduk. Irina dan lainnya diminta untuk menemaninya. Galina mengajak Polo untuk bicara serius di luar helikopter."Apakah ... dia salah satu penjaga?" tanya Polo menebak dan Galina mengangguk."Namun, aneh Polo. Penjaga tak diizinkan untuk pergi meninggalkan tempat kecuali tempat itu sudah tak bisa dipertahankan lagi. Tugas kami menjaga markas, dan mempertahankan kota itu. Seperti yang dilakukan Pamungkas dan kedua orang tuamu. Seharusnya aku juga tetap berada di California. Namun, setelah mendengar pernyataanmu, aku rasa memang sudah saatnya kami pergi karena tak ada lagi manusia yang tersisa selama aku menjaga kota itu," jawab Galina serius."Lalu ... Bykov bisa berada di sini. Bagaimana caranya? Krasnodar, bukankah ... itu salah satu kota di Rusia?" Galina mengangguk."Kita akan mencari tahu. Namun, kecurigaanku berpusat pada sosok pria yang kau lihat di gedung sedang me
Keesokan harinya, Marco yang masih dalam keadaan lemah dan dirawat dalam tabung, mulai dipindahkan ke yacht yang dipilih oleh Polo. Kapal tersebut mampu menampung hingga 20 orang. Anggota Red Skull berambut merah bernama Viona, berhasil mengumpulkan bahan bakar untuk kapal tersebut bersama anggota timnya. Yacht berhasil dinyalakan dan siap untuk berlayar meninggalkan California menuju Utara dengan bahan bakar terisi penuh. Di sebuah speed boat yang memiliki atap, tempat Bykov ditempatkan. "Bykov. Kau akan pergi bersama Polo dan lainnya. Polo anak dari Lopez dan Brian. Kau mengenal mereka 'kan?" tanya Galina menatap Bykov lekat, dan pria itu mengangguk pelan, meski masih terlihat seperti orang bingung. "Ada apa denganmu? Kenapa bisa seperti ini? Fokus, Bykov. Jika kau merasakan sesuatu, jangan sungkan katakan kepada anggota timmu. Mereka akan membantumu, oke?" Bykov mengangguk. Di helikopter.
Lazo dan Safa menatap pria bermanik biru di depannya dengan saksama. "Kenapa mereka bisa bangun? Apakah tabung rusak?" tanya Safa menduga, dan semua orang selain pasturi itu mengangguk. "Lalu ... di mana kedua orang tuamu?" tanya seorang pria yang dulunya adalah salah satu pion dari kelompok mafia lain. "Akan kuceritakan sembari kalian bersiap. Ayo," ajak Yusuke. Safa dan Lazo mengangguk pelan. Polo disalami oleh dua orang yang baru saja bangkit itu. Polo tampak sungkan, tapi bisa merasakan jika dua orang itu cukup tangguh karena terlihat dari cara bersikap. "Asal kalian tahu, Lazo seorang pekerja kantoran sebuah perusahaan ternama di Jerman . Namun, itu hanya kedok saja. Ia dan isterinya adalah seorang petarung. Bahkan, saat sudah memilih menjadi warga sipil, keduanya melanjutkan profesi itu," bisik Lucy. "Petarung seperti apa?" tanya Bruno ikut penasaran. "Petarung bayaran. Mereka tak bisa meninggalkan profesi sebagai mafia seutuhnya. Dulunya, Benjamin Lazo dikenal dengan nama
Helikopter Marco terbang menuju ke bandara Seward karena kehabisan bahan bakar. Semua anggota Marco bersiap jikalau ada monster yang datang menyerang seperti kejadian beberapa hari yang lalu. Marco mencari titik pendaratan dekat lokasi bahan bakar. Semua anggota menyiapkan Rainbow Gas tanpa bom untuk melumpuhkan para monster karena mereka harus hemat amunisi. Perlahan, helikopter mendarat dekat sebuah hanggar. Hugo, Fabio dan Chen bersiap jikalau melihat monster mendekati kendaraan terbang mereka. Namun, sampai helikopter itu mendarat sempurna dan mesin dimatikan, tak ada satupun monster terlihat. "Cepat! Cepat!" pinta Lucas selaku co-pilot seraya keluar dari helikopter lalu mengambil dua derigen cadangan di dekat dudukan tempat tiga kawannya duduk. Marco segera keluar dan menggunakan indera penciumannya untuk memeriksa sekitar. Marco memberikan kode kepada kawan-kawannya jika tempat itu aman tak tercium keberadaan monster. Hugo memimpin di depan menuju ke tempat tong-tong bahan ba
Ternyata, Irina sungguh tak keluar kamar usai Sakura menginterogasinya. Kecurigaan Sakura dan Maksim semakin menguat karena gadis cantik itu mengurung dirinya di kamar hingga makan siang tiba. Marco dan timnya yang telah selesai mengamankan gedung dengan darah monster hasil kerja keras Maksim, segera masuk ke dalam hotel untuk menikmati makan siang yang telah dipersiapkan oleh para anggota Red Skull. Anak-anak membantu dengan membersihkan ruangan di hotel yang sering digunakan agar tetap rapi dan bersih. Keharmonisan terasa di dalam bangunan bertingkat yang kini dihuni oleh para manusia yang berhasil bertahan dari wabah monster. Para pria masuk ke kamar masing-masing untuk membersihkan diri sebelum berkumpul di ruang makan. Namun, saat Marco akan masuk ke kamar, ia terkejut karena pintu itu dikunci dari dalam. Marco mencoba mengetuk pintu berulang kali, tapi Irina tak kunjung membuka pintu kamar tersebut. Marco mulai panik karena tak ada tanggapan dari dalam kamarnya. "Irina! Irin
Anak-anak yang dikumpulkan di lobi, mendapat sambutan hangat dari anggota Red Skull dan Irina. Sakura sangat berterima kasih meski ia sedih setelah mengetahui jika Galina telah berpulang. Sakura berjanji akan mengunjungi makan Galina bersama Maksim nantinya. Malam itu, anak-anak diberikan kamar untuk mereka tinggal selama di tempat tersebut. Terlihat, anak-anak senang karena fasilitas dari hotel memberikan kenyamanan dan ada banyak orang dewasa di sekitar yang akan melindungi mereka. Namun, Irina malah mengurung diri di kamarnya tak ikut menyambut seperti yang lain. Gadis itu terlihat takut setelah mengetahui jika Sakura mengenal orang-orang yang telah tewas dari pihak 13 Demon Heads saat disebutkan oleh anggota Red Skull. CEKLEK! "Hem, pasti dia lelah," ucap Marco ketika kembali ke kamar dan mendapati Irina sudah tertidur di ranjang. Marco segera melucuti pakaiannya lalu membersihkan diri di kamar mandi yang berada dalam satu ruangan, meski terpisah dinding dengan ruang tidur. Tu
Kelompok Marco bergegas berlari mendatangi kelompok yang baru saja datang untuk mengamankan mereka dari serangan Monster. Kelompok itu terpaksa berpisah karena letak pendaratan helikopter. Marco berlari kencang mendahului kelompoknya karena ia mencium bau monster di sekitar wilayah itu. Marco panik, takut anak-anak itu terluka. Sedang Maksim, Fabio, Lucas dan anak-anak yang ikut bersama mereka terus berlari mendatangi gedung hotel tempat mereka berlindung nantinya. Namun, tiba-tiba saja .... "Horg!" "Serigala monster!" teriak Fabio lantang saat melihat tiga ekor serigala berlari kencang, muncul dari persimpangan jalan. Hewan-hewan itu terlihat beringas. Mata mereka menyala merah dengan air liur menetes dari rahang bergigi tajam tersebut. "AAAAA!" jerit anak-anak histeris. "Terus berlari! Jangan berhenti!" teriak Maksim berusaha sekuat tenaga mengikuti anak-anak itu. Fabio dan Lucas dengan sigap mengarahkan senapan laras panjang mereka untuk menjatuhkan para serigala. "Heaaahhh
Saat Irina tampak gugup karena ditatap tajam oleh kekasihnya—Marco—dan dicurigai oleh Maksim, tiba-tiba terdengar suara mesin gemuruh rendah dari kejauhan. Maksim, Irina dan Marco yang berada di atap gedung langsung menoleh ke asal suara. Mata mereka menyipit saat mendapati dua buah helikopter mendekat dengan sorot lampu menyilaukan menunjukkan posisi mereka di malam gelap. "Itu mereka! Itu pasti Sakura dan timnya!" seru Maksim gembira. Praktis, Marco dan Irina langsung berdiri ikut bahagia. Namun, mereka melihat cahaya berkedip dari dermaga tempat kapal dijaga oleh Chen dan Amy. Kapal mereka menjauh dari dermaga seraya terus menyuarakan klakson kapal. Irina melebarkan mata saat hidung Marco bergerak seperti mengendus. "Monster!" seru Marco lantang menunjuk ke bagian bawah bangunan. Mata Irina dan Maksim terbelalak lebar ketika melihat di jalanan, segerombolan manusia buas itu berlari ke arah mereka. Marco yakin, para monster itu pasti tertarik karena suara dan pergerakan helikopt
Praktis, semua orang terkejut mendengar hal yang tak pernah diketahui itu. Maksim memangis terisak terlihat begitu sedih. Hati para pendengar ikut pilu. Pinky dan anggota Red Skull duduk di sekeliling Maksim mencoba menenangkan hatinya yang berduka. "A-aku ... aku sedang dalam perjalanan untuk menyusul Galina karena ia tak bisa kuhubungi. Aku ... ingin memastikan jika Utara memang layak dihuni. Aku ... aku berencana membawanya kemari bersama anggota Red Skull yang masih bertahan, tapi ... hiks, Galina," ucapnya sedih sampai terbata. Tak ada yang bisa memberikan nasehat atau ucapan meneduhkan hati. Marco memeluk Maksim yang terlihat begitu kehilangan sang isteri. Marco melirik Pinky dan wanita itu mengajak Zeni untuk memanggil anggota lainnya. Marco menemani Maksim bersama Irina yang masih berada di lobi hotel. Sedang anggota lainnya, kembali menyusuri bangunan untuk mencari tempat bernaung selama di hotel yang ditinggalkan tersebut. Akhirnya, tangis Maksim reda setelah ia puas melu
Semua orang sudah bersiap dan membidik pintu lift yang masih tertutup rapat. "Satu, dua, tiga!" TING! "Hah!" "Oh! Tahan! Tahan!" teriak Irina saat ia hampir saja melemparkan granat Rainbow Gas dalam genggamannya. Marco segera turun dan berlari mendekat. Irina merapatkan tubuhnya ke sisi Marco saat pria itu mengendusnya. Irina memasukkan kembali granat itu ke dalam saku celananya. "Bagaimana, Marco? Dia manusia atau ... monster?" tanya Irina cemas. "Baunya seperti monster. Namun, jika melihat gelagatnya, ia seperti manusia. Mirip ...." "Seperti saat Bykov ditemukan?" sahut Hugo dan Marco mengangguk membenarkan. Marco memberi kode kepada anggota Red Skull yang bersembunyi jika pria tersebut seperti bukan ancaman. Marco melangkah mendekat perlahan terlihat hati-hati karena pria itu tampak ketakutan. "Hei, apa ... kau baik-baik saja?" tanya Marco penasaran. Tiba-tiba saja, pria itu keluar dari lift dan memeluk Marco. Semua orang terkejut karena pria tua bertubuh gemuk itu menang
Polo, Bruno dan Robin terlihat fokus dengan tujuan baru mereka. Speed boat menyusuri sungai hingga akhirnya mereka tiba di lokasi. Terlihat sebuah bangunan seperti telah dipersiapkan layaknya benteng pertahanan. Yusuke merapatkan kapalnya di sebuah dermaga kecil tepi sungai itu. Para penumpang turun satu persatu tanpa muatan. "Kita tak ke hanggar?" tanya Polo heran. "Kita akan pergi besok pagi. Malam ini, kita menginap di sini. Segera turunkan barang. Sebelum gelap, kita harus bersiap," jawab Yusuke seraya menenteng senapan laras panjangnya. "Memang kenapa dengan malam hari?" tanya Bruno curiga. "Akhir-akhir ini, serangan monster sering terjadi. Seperti yang kubilang sebelumnya, orang-orang yang berhasil selamat diawasi. Sebelum kami tiba di sini, aku melihat drone melintas di tempat terakhir kami berada. Tak mungkin 'kan jika monster yang mengendalikannya. Jadi, aku cukup yakin jika itu perbuatan anak buah Hendrik," jawab Lope. Polo dan semua orang tegang seketika. "Seperti kec