Pada malam di tengah hujan deras, Edward mengalami kecelakaan. Mobil yang dikendarainya menggelinding ke tebing. Untungnya, meskipun Edward terluka parah, toleransinya terhadap rasa sakit sangatlah kuat. Dia tak peduli dengan lukanya, asalkan dia dapat menyelamatkan nyawanya sendiri, ia takkan menyerah.
Tetes demi tetes darah mengalir di keningnya yang bocor. Meskipun demikian, ia masih memiliki cukup tenaga untuk menghancurkan kaca mobil untuk keluar dari sana. Bau asap mulai tercium, kemudian...DUARRR!!!Mobil milik Edward meledak dan terbakar."Halo. Saya sudah berhasil membunuhnya. Bagaimana dengan yang Anda janjikan?""Kerja bagus. Akan kukirimkan lewat rekeningmu. Setelah ini, pastikan kau segera meninggalkan Negara ini. Jangan pernah kembali."Sekian obrolan yang terhubung antara supir track dengan partnernya.***'Bau obat yang menyengat. Di mana ini?' batin Edward.Perlahan Edward membuka netranya. Entah mengapa, sekujur tubuhnya terasa berat dan kaku untuk digerakkan. Hanya jari jemarinya saja yang bereaksi."Edward, akhirnya kau sadar. Bagaimana perasaanmu sekarang? apakah sakit? apa kau merasa tidak nyaman?" cecar Rachel tatkala menyadari bahwa Edward akhirnya telah sadarkan diri.Orang yang pertama kali dilihatnya saat membuka mata adalah Rachel. Sekitar 2 malam lebih dia setia menunggu di samping Edward hingga akhirnya Edward telah siuman."Kenapa itu kau? di mana aku?" Edward berusaha bangkit. "Arrgghhh." Mengerang sembari memegangi kepalanya yang terasa tak nyaman.Rachel reflek mencegah Edward yang hendak bangun. Kedua tangannya mencengkram bahu Edward, lalu dia memeluknya dengan erat seraya berkata, "Tetap di posisimu. Syukurlah kau sudah sadar," ucapnya sembari menghela napas lega.Kemudian, Rachel membantu agar Edward tetap berbaring di tempat tidur. Sejujurnya, Edward sangat tidak nyaman ketika Rachel terus melakukan kontak fisik kepadanya. Namun, kondisinya saat ini tak mendukung untuk menolaknya. Ia hanya bisa pasrah dan berbaring kembali.Tatapan Edward mengedar ke sekelilingnya. Melihat selang infus terhubung di lengannya, akhirnya Edward menyadari bahwa posisinya saat ini tengah berada di rumah sakit. Di salah satu ruangan VVIP."Apa yang terjadi? kenapa aku bisa ada di sini?" tanyanya."Apa kau tidak mengingat apa pun? Edward, kau baru saja mengalami kecelakaan. Untung saja malam itu aku ... ." Reflek Rachel membungkam mulutnya rapat-rapat sebelum Edward mengetahui bahwa malam itu Rachel diam-diam menguntitnya di belakang dari jarak yang lumayan jauh, bahkan sempat kehilangan jejak mobil milik Edward.Setelah mendengar penuturuan dari Rachel, Edward akhirnya teringat tentang kecelakaan yang menimpanya pada malam hujan deras. Dia mulai berasumsi bahwa kecelakaan itu jelas-jelas kecelakaan yang sengaja direncanakan. Sebuah truck yang berusaha menabraknya pasti disengaja dan seseorang telah mendalanginya.'Siapakah yang ingin membunuhku kali ini?' Edward bertanya-tanya dalam batinnya.Sekiranya, ini pertama kali ada seseorang yang ingin membunuh Edward. Sejak kecil, dia jelas merasa tak memiliki seorang pun musuh dalam hidupnya. Meskipun identitas lainnya adalah seorang Ketua organisasi Mafia terbesar, namun tak ada yang mengetahui siapa pemimpin yang sebenarnya. Organisasi kejahatan yang didirikan oleh Edward sangatlah ketat dan privat. Itulah sebabnya, di dunia permafiaan, ada banyak yang penasaran tentang siapa Ketua Black Devil yang sesungguhnya. Mereka hanya tahu bahwa organisasi Black Devil ada, tetapi mereka tidak tahu di mana dan bagaimana cara melacak informasinya.Sebelum akhirnya, Edward mengungkap identitasnya di hari pengkhianatannya. Selain Rosy, Tesla dan beberapa anak buahnya, tak ada seorang pun yang tahu tentang identitasnya. Tidak mungkin itu Rosy, karena saat ini Rosy telah berada dalam kendalinya.Jadi, mungkinkah itu Tesla?Apa dia yang berusaha membunuh Edward?"Edward, yaampun. Bagaimana bisa kau terluka seperti ini?" Datang lagi sekelompok orang heboh.Siapa lagi jika bukan Nyonya Britsh yang memerankan drama, berpura-pura peduli terhadap kondisi Edward saat ini. Dan dia tidak datang sendiri, melainkan membawa keluarga Edward yang lainnya, yakni Paman dan Bibi, keluarga kandung lainnya yang dimiliki oleh Edward."Kenapa kalian datang?" tanya Edward."Dasar berandal! ucapanmu sangat tidak sopan. Bicaralah yang baik. Paman dan Bibimu ada di sini," tegur Nyonya Britsh. Dia masih menikmati perannya sebagai ibu yang baik.Edward memalingkan bola matanya karena terlalu muak dengan ucapan Nyonya Britsh."Edward, bagaimana lukamu? apa sudah baikan?" tanya paman Edward yang bernama Ronan."Luka seperti ini bukan apa-apa," jawab Edward."Baguslah. Syukurlah kau tidak kenapa-napa." Ronan menghela napas lega.Sikapnya tampak tulus. Namun, itu tak cukup menyentuh hati Edward gang dingin dan sekeras batu. Dalam hatinya telah menebak jika sikap pamannya yang tampak peduli itu hanya karena saat ini Edward masih berguna baginya. Ya, itu karena saat ini pamannya saat ini tengah menjabat menjadi CEO di perusahaan milik Edward. Sayangnya, menjadi CEO tidak cukup membuatnya bisa bersikap semena-mena, sebab pemegang saham terbesar masih dimenangkan oleh nama Edward.Tatapan Edward tetap antusias menatap ke arah pintu, seolah berharap seseorang yang diharapkannya datang saat itu juga."Edward, apa yang kau cari?" tanya Rachel."Tidak, bukan apa-apa." Ucapan Edward terdengar agak kecewa.'Jangan bilang... dia mengharap gadis kasar itu datang. Edward, tidak bisakah kau hanya melihatku saja? aku di sini, di depanmu. Orang yang selalu menunggumu dan berada di sisimu juga aku, bukan dia. Tapi kenapa... kenapa kau hanya memikirkan orang yang baru saja muncul di hidupmu?' Rachel sangat geram dan tidak Terima.Walau Edward tak mengatakannya, namun matanya dapat bicara dengan jelas. Insting seorang wanita memang sangat kuat. Itulah mengapa sekilas saja Rachel dapat menyadari bahwa Edward tengah mengharapkan kedatangan wabita lain."Wanita itu tidak akan datang," ucap Rachel berterus terang."Ada apa ini? Edward, apa kau memiliki wanita lain?" tanya bibi Edward yang bernama Lona.Satu lagi, Edward memiliki seorang bibi bernama Lona. Dia adalah adik kandung perempuan dari ayah Edward. Lona menikah dengan Ronan. Dengan kata lain, saat ini hanya bibinya yang memiliki keterikatan hubungan darah dengan Edward."Benar. Sekarang, aku sudah bertemu dengan wanita yang kucintai dan sebentar lagi kami akan menikah," ungkap Edward.Begitu tiba-tiba. Hingga mengejutkan semua orang yang ada di sana."Edward, apa maksudmu? bukankah kau menyukai Rachel?" tanya Lona."Kapan aku pernah mengatakannya? aku dan dia tidak pernah memiliki hubungan apa pun. Ah, bisa dikatakan... Rachel yang selalu mengejarku. Hanya cinta sepihak. Bukankah memalukan? hahaha." Edward sengaja melukai harga diri Rachel dengan kata-kata kejamnya.Rachel tak dapat berkata-kata karena harus menanggung rasa malu tatkala ditolak tegas di depan semua orang. Ia menundukkan kepalanya dengan tangan terkepal. Geram atas ucapan Edward yang baru saja mempermalukannya. Namun, cinta mengalahkan segalanya. Sudah seperti itu, Rachel tak menyalahkan Edward. Justru menyalahkan Rosy, wanita yang telah menerobos masuk ke dalam hati Edward.'Hanya dengan beberapa kata saja, jangan harap kau akan membuatku menyerah. Edward, semakin kau menolak ku, aku semakin ingin mengejarmu mati-matian. Jika aku tidak bisa mendapatkanmu, maka tidak akan ada seorang pun yang akan mendapatkanmu! Aku akan menyingkirkan semua orang yang menghalangi cinta kita!' cetus Rachel dalam batinnya."Sial! apa kau yakin, mayat itu bukan dia?" geram Edward seraya mengepalkan kedua telapak tangannya. "Tuan, Anda tidak pernah ragu dengan hasil penyelidikanku. Mayat itu bukanlah mayat Tesla, melainkan anak buahnya. Saya yakin, dia pasti telah melarikan diri," cetua Kelvin. Markas besar organisasi Black Devil yang tak lain adalah markas perkumpulan Mafia terbesar di London. Tak perlu ditanya siapa pemimpinnya, tentu saja dia adalah Edward Jesyleo. Setelah menjadi mata-mata di markas musuhnya, bahkan menjadi bodyguar seorang Mafia Queeen yakni Zanilia Rosyaliz, akhirnya Edward kembali ke sarangnya dan memimpin kembali setelah sekian lama. Tujuannya telah tercapai. Selama menjadi mata-mata, dia telah berhasil mengumpulkan banyak informasi dari pihak musuh. Tak hanya itu saja, kembali ke tujuan awalnya adalah membalaskan dendam. Edward berhasil membunuh pemimpin Mafia, ayah Rosy yang bernama Jackie Robert. Edward membunuhnya diam-diam tanpa ada yang mengetahuinya, bahkan sampai saat i
"Ayah, siapa wanita ini?" tanya seorang anak perempuan yang termenung dengan wajah murung kala menyaksikan ayahnya membawa wanita lain ke rumahnya setelah sebulan lalu mereka mengadakan acara pemakaman untuk ibu si anak perempuan berusia 8 tahun itu."Rosy, mulai sekarang dia adalah ibumu. Cepat beri salam kepadanya," titah sang Ayah."Ibu? Ibu baru saja meninggal sebulan lalu. Dia bukan ibuku. Aku hanya memiliki satu ibu di dunia ini," ketusnya marah. Tak setuju ketika ayahnya membawa wanita lain untuk dijadikan istrinya, Rosy yang masih berusia 8 tahun gegas pergi meninggalkan rumah."Rosy! mau ke mana kamu?" Ayahnya dengan lantang berniat mencegah Rosy pergi. Namun, kepergian Rosy tak dapat dihentikan kala wanita di sampingnya merangkul lengan ayah Rosy."Biarkan dia menenangkan diri lebih dulu. Mungkin, dia masih belum bisa menerimaku sebagai ibunya. Sepertinya, aku yang kurang baik. Sayang, aku tidak pantas menjadi istrimu," lirihnya sayu sendu."Hussh, siapa yang bilang begitu?
Setelah dirawat inap selama beberapa hari, akhirnya tiba hari di mana Edward diberi izin untuk pulang. Rasanya hati tak sabar ingin kembali ke rumah. Bukan karena merindukan rumahnya, tetapi merindukan seseorang yang ada di rumahnya. Walaupun sebenarnya ia sama sekali tak memahami bagaimana perasaannya yang sesungguhnya.Cklek … Perlahan Edward membuka pintu kamarnya. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamarnya yang luas, namun tetap tak mendapati sosok yang ia cari.“Tuan … .”“Kaget aku!” Terkejut alami ketika seorang asisten rumah tangga memanggil namanya secara tiba-tiba. “Ah, Bi Mirna,” ucapnya. Dari namanya yang sangat khas, dapat ditebak dengan mudah jika dia berasal dari Indonesia. Benar, Bi Mirna adalah seorang TKW asal Indonesia.“Tuan lagi nyari Nona Rosy, ya?” tanyanya.“Em, eh, itu … ke mana dia?” tanyanya gagap.“Oooh, Nona Rosy baru saja keluar,” jawabnya.“Keluar? Ke mana dia? Sejak kapan?” cecarnya antusias.Tanpa menunggu jawaban dari Bi Mirna terlebih dahulu,
"Sial! dia kabur?" murkanya. Tampaknya, ia tak berniat mengejarnya. Setelah membuat keributan besar, ia berlalu pergi begitu saja. Selang beberapa saat kemudian, dari luar kaca kafe, Rosy tampak melihat Edward yang berlari menuju kafe. Kemudian, Edward tanpa ragu menghampiri Rosy dan reflek menjatuhkannya ke dalam pelukannya. Netra Rosy membola, ia sangat terkejut. Jantungnya berdebar sangat kencang, seolah mengalahkan sirene mobil polisi yang akhirnya datang ke TKP. Edward mencengkram erat kedua bahu Rosy. Tatapan nanar nan tajam itu penuh kekhawatiran. Seraya bertanya, "Apa kau baik-baik saja?" tanyanya. "A-aku baik-baik saja," gagapnya. "Benar?" Edward membutuhkan kepastian. "Oh, benar. Kurasa aku baik-baik saja," jawabnya. Sekali lagi, Edward menjatuhkan Rosy ke dalam pelukannya. Edward mendekap erat tubuh Rosy, seolah tak rela untuk melepaskannya lagi. Sedangkan Rosy masih tercengang dengan perlakuan Edward yang tampak tulus mengkhawatirkan keselamatannya. "Syuk
Tubuh Rosy reflek bangkit dari posisinya. Ia menatap nyalang wajah Edward, seolah menafsirkan makna bahwa ia tak habis pikir dan marah. "Sayang, dengarkan penjelasanku dulu... ." Edward mencoba membujuk Rosy sembari meraih lengan Rosy. Namun, dengan sigap Rosy langsung menepia dengan kasar. "Jangan panggil aku begitu. Sekarang jawab! sebenarnya, siapa aku? apa aku benar-benar tunanganmu. Jika tidak ada yang kau sembunyikan, maka jujurlah padaku dan tatap mataku!" Rosy meninggikan volume suaranya. Edward pun turut bangkit. Dia mencengkram kedua bahu Rosy seraya berucap, "Percaya atau tidak, kau adalah wanita yang paling kucintai. Kita sudah bertunangan dan sebentar lagi acara pernikahan kita akan digelar. Tapi karena kau sempat mengalami kecelakaan, kau melupakan segalanya. Kau juga melupakanku. Meskipun kau telah melupakanku, tapi tidak masalah bagiku. Aku bisa menerimanya. Coba pikirkan saja. Bayangkan jika seseorang yang kaucintai melupakanmu. Kira-kira, bagaimana perasaanmu? Tap
"Good Morning," sapa Edward kala Rosy berjalan menuruni tangga. Di bawah sana tampak Edward yang telah menyiapkan banyak menu sarapan yang sengaja dihidangkan untuk Rosy. Netra Rosy terbelalak tatkala melihat makanan yang dimasak Edward. Ternyata selain tampan, Edward pun memiliki keterampilan memasak yang hebat. "Woah... apa kau yang menyiapkan semua ini?" tanya Rosy. Ia cukup terkesima. "Nah, aaaa... " Edward menyumpit satu hidangan dan meminta Rosy membuka mulutnya untuk mencicipi rasa masakannya. Rosy tersenyum kecil, lalu menyantap makanan yang disuapi oleholeh Edward. Ekspresinya tak biasa tatkala indera pengecapnya merasakan cita rasa yang luar biasa. "Bagaimana?" tanya Edward. "Kau... bagaimana mungkin kau bisa... ini enak sekali! apa sebelumnya kau seorang cheff?" pujinya. "Haha. Biasa saja. Ini hanya satu dari sekian banyak keterampilan yang ku kuasai." Edward merendah sekaligus membanggakan dirinya sendiri. "Benarkah?" Tanpa diminta, Rosy pun mencicipi satu
Kelvin datang dengan tenang seraya membisikkan sesuatu di telinga Edward. Kemudian, Edward pun menjawab, "Aku mengerti. Lakukan saja seperti biasanya," titahnya.Setelah itu, Edward kembali menyapa para tamu undangan. Pernikahan telah diberlangsungkan dengan lancar. Sementara Rosy kala itu tak tampak di acara, sebab sebelumnya dia berpamitan pergi ke ruang rias untuk mengganti gaun pengantinnya.Tak lama kemudian, Kelvin pun keluar dari mansion. Ia mencari-cari sosok Rachel yang tak tampak di hadapannya. Entah ke mana dia pergi. Yang jelas, di luar tak ada lagi keributan seperti sebelumnya."Aneh. Ke mana perginya wanita gila itu?" gumam Kelvin bertanya-tanya.Karena tak mendapati sosok Rachel, Kelvin pun kembali melanjutkan tugasnya. Beberapa waktu lalu, Rachel berharap bahwa keributan yang dia lakukan pasti akan mengundang paksa Edward untuk keluar melihatnya. Namun, dia tiba-tiba menerima sebuah telephon asing yang membuatnya cukup tertarik. Rachel sangat penasaran dengan topik ya
"Kenapa kau di sini? Sial! apa keamanan di rumahku semakin jelek? siapa yang mengizinkanmu masuk?" bentak Edward seraya mengomel kesal. Entah apa saja yang dikerjakan pada bodyguard di rumah Edward, sampai-sampai mereka meloloskan seorang Rachel. Entah karena para bodyguard, atau mungkin karena Rachel sendiri. Atau karena hal lainnya. Di situasi seperti itu, Rachel masih bisa tersenyum genit dengan santainya. Ia tak merasa takut sedikit pun tatkala Edward membentaknya. Mungkin karena kegembiran hati Rachel telah mengalahkan segalanya. "Kak Edward, apa kau sebahagia itu sampai-sampai kau sendiri lupa kalau kemarin kau yang membubarkan para bodyguard di sini?" celetuk Rachel. Tentang membubarkan bodyguard memang benar adanya. Edward sendiri yang telah meliburkan semua karyawannnya, termasuk para kemanan yang berjaga di rumahnya. Edward sendiri yang memberi cuti kepada mereka sebagai bentuk hadiah atas pernikahannya. Memang terdengar tidak masuk akal, tetapi Edward memang orang yang
"Siapa dia? apa murid baru lagi? kenapa akhir-akhir ini banyak sekali murid pindahan? wajahnya tidak asing.""Sepertinya, aku pernah melihatnya di suatu tempat. Tapi di mana, ya?" "Iya. Aku juga seperti pernah melihatnya. Tapi, di mana ya?"Melihat seorang gadis berpenampilan modis, makeup tipis yang menghiasi wajahnya, serta rambut panjangnya yang tergerai dan terawat, seketika membuat semua siswa terkesima. Mereka kira siapa, tatkala gadis itu duduk di bangku milik Elsa, serentak semua orang dibuat terhenyak karena perubahan penampilan Elsa yang jauh berbeda. Tak hanya penampilannya saja, tetapi aura yang terpancar dalam dirinya dominan kuat."Ada apa dengan anak itu?" Bukan hanya siswa lain saja, termasuk Yena pun merasa ada yang berubah dengan Elsa. Elsa yang biasanya berpenampilan cupu dan rambut kepang dua, serta kacamata yang tak pernah lepas dari wajahnya, kini tiba-tiba mengubah penampilannya menjadi seperti orang lain yang jauh berbeda."Aneh sekali. Apa anak itu sedang pub
Kali ini, sikap Rey benar-benar sangat serius dan terkesan menakutkan, seperti iblis yang tengah dipenuhi dengan dendam kesumatnya terhadap manusia bumi."Rey, aku mohon lepaskan aku! Aku sudah memohon kepadamu seperti ini. Punggungku sangat sakit, aku tidak bisa bernafas. Aku mohon ... ." Ucapan Hana terbata-bata karena nafasnya tak lega.Pada akhirnya, Hana menyerah kepada Rey. Ia merendahkan harga dirinya dan meminta Rey untuk segera melepaskannya. Akan tetapi, permohonan Hana tidak membuat Rey berbelas kasihan sedikit pun."Seorang curut hina sepertimu... ternyata berani memohon pengampunan dari kucing. Aku adalah kucing kelaparan. Pikirkan saja, apakah kucing yang kelaparan akan melepaskan tikus yang sudah ia terkam? Hana, kau tidak bisa lepas dari cengkramanku. Aku bisa menyakitimu, bahkan lebih dari ini," cetus Rey.Rey semakin menekan tubuh Hana di tembok dan membuat Hana semakin merasa kesakitan. Hana tak bisa lagi leluasa bergerak, dan kedua telapak tangannya mengepal. Kali
Mendengar perkataan Hana, Rey pun hanya mengernyitkan kedua alisnya dan memikirkan arti dari perkataan Hana."Kalian? Para lelaki?" Rey bertanya-tanya."Ya, kalian. Kalian para lelaki. Tapi aku sama sekali tidak berdebar karenamu. Kau hanyalah Rey, lelaki yang nantinya pasti akan terobsesi denganku," cetus Hana dengan percaya diri."Jangan bilang kau . . . dengan lelaki lain, Ah, benar! Gadis murahan sepertimu, tentu saja sering melakukannya dengan banyak pria. Sudah berapa banyak pria yang kau cicipi?" Rey malah balik menyindir dan menuduh Hana.Hana pun tidak terima dengan perkataan Rey yang terdengar seolah-olah meremehkannya dan menuduhnya secara acak. Hana semakin menatap tajam netra Rey yang juga tak berkedip."Dengar, Rey . . . berhenti merendahkanku! Apa kau pikir kau akan merasa tinggi, setelah terus merendahkanku seperti ini?" Hana semakin geram dan gentar. Kedua telapak tangan Hana pun mulai mengepal."Tentu saja tidak. Kita berbeda, aku tidak sepertimu yang sangat hina. Ak
Hana tidak sengaja melihat Rey yang sedang berada di tempat tongkrongan Rey biasanya. Tujuan Hana yaitu keluar dari halaman kampusnya. Namun, ketika melihat sosok Rey, Hana pun langsung memalingkan wajahnya."Kenapa bocah itu ada di sana? Aish! Merepotkan saja." Merasa dirinya ketimpa kesialan.Hana pun mendapat ide ketika melihat salah satu mahasiswi seumurannya, tengah berlalu melewatinya. Meski tidak mengenalnya, Hana tanpa malu meminta bantuannya."Kamu, siapa . . . tidak! siapa pun kamu, bantu aku dong!" Hana meminta bantuan kepada mahasiswi itu."...?"Mahasiswi itu awalnya merasa heran ketika Hana tiba-tiba menyaut lengannya yang tengah memegang buku. Hana menatap wajah mahasiswi itu dengan memelas, seperti isyarat memohon bantuan darinya.Mahasiswi itu pun tidak terlalu memperdulikannya, lalu ia membiarkan Hana berjalan di sampingnya. Hana melakukan hal itu agar seolah-olah dia adalah teman dekatnya, hanya untuk menghindari Rey.Hana berjalan di samping kirinya dan menutupi tu
"Jadi, kau ingin aku membayar berapa?" tanya Hana sekali lagi. Nada suara Hana terkesan menantang."Tidak seru jika membayarnya dengan uang. Aku adalah orang kaya, aku tidak membutuhkan sepeser pun uang dari orang lain," cetus Johandra dengan bangganya.Mendengar ucapan Johandra yang terkesan angkuh, Hana pun hanya tersenyum kecil. Kemudian, ia pun berkacak sebelah pinggang. Tangan kanannya ditempatkan di pinggangnya."Hufft ... ." Hana menghela nafasnya sekejap, lalu melanjutkan perkataannya, "Lalu? Kau ingin aku membayar kompensasi dengan cara apa? Kau ini pamrih ya? Hanya benturan kecil seperti itu saja kau minta ganti rugi." Hana memprotes tindakan Johandra."Tentu saja, permintaan maaf saja tidak akan cukup. Jika ada orang yang mencuri di rumahmu, lalu kau melepaskannya dan memaafkannya begitu saja, tentu saja pencuri itu akan datang kembali keesokan harinya. Pencuri datang bukan untuk berkunjung dan berganti status menjadi tamu. Pencuri tetaplah pencuri, karena mencuri adalah ke
Hana telah berhenti berlari menjauhi Rey. Kini, Hana tengah berjalan dengan santainya. Akan tetapi, Hana tiba-tiba ditabrak oleh seseorang dari arah samping.Orang tersebut menabrak Hana dari arah samping, dari balik samping tembok. Sedangkan Hana saat itu tengah berjalan lurus dengan santainya.Hana yang ditabrak olehnya pun sepontan terjatuh dan berteriak kesakitan. "Aaw!" pekiknya. "Siapa sih yang jalan nggak lihat-lihat?!!" protes Hana dengan lantang.Seketika buku-buku yang dibawa oleh Hana di lengannya pun terjatuh ke atas lantai. Buku-bukunya berantakan. Sedangkan Hana tengah sibuk mengusap lututnya yang terasa nyeri, karena membentur lantai keramik.Seseorang yang menabrak Hana pun membantu membereskan buku-buku milik Hana. Lalu, ia pun bertanya kepada Hana, "Apa kau baik-baik saja?" tanyanya."Baik-baik saja kepalamu! Aku yang ditabrak seperti ini masih ditanya apa aku baik-baik saja. Seharusnya kau tanya, 'apa aku terluka?' Seharusnya begi ... ." Hana sengaja menggantung uca
Setelah Resti menyelesaikan perkataannya, ia pun kembali meninggalkan Johandra. Sedangkan Johandra pribadi tidak menyerah untuk terus membujuk Resti."Resti, dengarkan aku dulu! Hei! Aku bisa membantumu." Resti tetap tidak menggubris Johandra. "Aku memang tidak bisa membantumu mendapatkan Reyhan, tapi aku bisa menargetkan Hana. Bagaimana? Apa kau tertarik?" Ucapan Johandra kali ini membuat Resti menghentikan langkahnya sekali lagi.Resti menghentikan langkahnya, tetapi ia tidak berbalik menatap Johandra yang jauh berada di belakangnya. Resti terhenti, sedangkan Johandra berjalan menghampiri.Johandra kali ini berada tepat di samping Resti. Resti menghembuskan nafasnya, lalu ia pun menoleh ke arah Johandra yang berada di sampingnya. Resti menatap Joahandra dengan tatapan malas, sama seperti sebelumnya."Kenapa? Bagaimana? Apa yang mau kau katakan? Ide apa yang kau punya?" tanya Resti dengan nada malas.Kemudian, Resti pun kembali meluruskan pandangannya ke arah depan, sembari melipat k
Rey tidak bisa tidur semalaman, karena ia terus dihantui oleh bayangan Hana. Karena pagi telah tiba, Rey bangkit dari tempat tidurnya. Rasa kantuk yang dahsyat merajai tubuhnya. Untuk menghilangkan rasa kantuk tersebut, Rey berencana menghilangkannya dengan cara mandi di pagi hari.Rey mulai mengambil handuknya. Namun, sebelum ia menunda niatnya ketika ia melirik sekilas bayangan dirinya di cermin. Wajah Rey kusut, tampak lingkaran hitam seperti mata pada, melingkari kedua matanya."What?!!" Rey histeris. "Kenapa wajahku seperti ini?" gumamnya. "Ini karena Hana sialan itu," sambung Rey.Rey menyalahkan Hana, karena bayang-bayang Hana selalu mengganggu tidurnya. Hal itu yang membuat Rey tidak bisa tidur semalaman.Rey menyentak telapak tangannya ke atas meja. Ia tampak sangat kesal. Kegeramannya itu harus segera ia redakan dengan cara mandi."Yo, lihat siapa ini? Rey, kenapa wajahmu seperti itu?" tanya salah satu teman Rey.Rey berangkat ke kampus lebih awal dan langsung datang mengha
Reyhan akhirnya membuka pintu kamarnya. Rey berdiri di tengah pintu sembari menundukkan wajahnya. Hana yang kala itu berada tepat di hadapan Rey pun berencana ingin merangkul Rey. Namun, sebelum Hana sempat melakukannya, Rey sepontan mendorong tubuh Hana, hingga membuat Hana jatuh tersungkur di hadapannya. "Kau ini apaan? Keras kepala sekali! Sudah kubilang untuk pergi dari sini. Enyah kau!" Rey mengusir Hana. Ucapannya lantang dan perlakuannya kasar. Hana menatap wajah Rey yang tak balas menatap wajahnya. Hana tidak mengerti dengan sikap Rey dan perlakuan yang ia terima. Tidak biasanya Rey bersikap seperti ini kepadanya. Ia tidak mengerti mengapa Rey yang biasanya selalu lembut kepadanya berubah drastis dan menjadi kasar. "Rey... kau kenap—" Ucapan Hana langsung dipotong oleh Rey. "Apa kau tuli? Sudah kubilang pergi! Aku tidak ingin melihat wajahmu," cetus Rey. Hana bangkit kembali. Dia kembali mendekat ke arah Rey. Namun, belum sempat Hana mendekat lebih dekat, Rey melangkah ma