"Nak, jangan marah kepada istrimu. Mungkin ini adalah bawaan hamil. Ibu hamil itu gampang berubah-ubah Nak," tutur ibu Dini pada putranya. Rudi terdiam, dia mencerna ucapan ibunya. Memang, selama ini Maisya selalu menjadi istri yang nurut. Namun dia berubah sejak hamil. Entah itu karena Ayman yang menolongnya atau benar-benar bawaan hamil. "Terimakasih Bu, aku pamit pulang ke rumah Maisya lagi." Sesampainya Rudi di rumah Maisya. Maisya masih meraung di depan rumahnya. Banyak anak kecil yang Mempermalukan Maisya, namun dia tak menghiraukan semua itu. Melihat mobil suaminya berhenti, Maisya langsung berdiri di samping mobil.Rudi yang melihat istrinya berpenampilan kacau itu menjadi prihatin sendiri. Dia langsung mengajak Maisya untuk masuk rumah dan beristirahat. Maisya tak membantah, dia pun tak ingin melepaskan genggamannya di lengan suaminya. "Maafkan aku Mas, maafkan aku." Rintih Maisya. ***"Ini rumah kami, ayo masuk." Ajak Ayman dengan bangga. "
Acara pernikahan Diajeng juga Ayman yang sempat akan terselenggarakan di gedung Diponegoro Surakarta pada akhirnya di gagalkan oleh Laura. Laura yang lebih banyak terjun di proses acara Ayman nanti itu banyak menimbang lokasi yang harus di tentukan olehnya. Banyak kolega yang akan hadir dan itu bukan orang sembarangan. Apalagi opanya tidak hanya seorang pendiri perusahaan saja. Dia ingin acara itu terkesan mewah nan elegan. Awalnya Ayman hanya pasrah jika acara bertempat di gedung Diponegoro. Wedding Organizer pilihan Ayman yang awalnya sudah mengatasi semuanya pun di arahkan lagi oleh Laura agar menjadi bagian catering saja. Tidak hanya sendirian, Naura sang kakak akan membantu membereskan masalah yang tak bisa di atasi oleh Laura. Bukan berarti rencana pernikahan Maisya sebelumnya tak mendapatkan restu dari keluarga Ayman. Keluarga Ayman justru selalu menawarkan semua jasa mereka untuk acara pernikahannya. Bahkan Naura selalu melarang Ayman memilih Wedding Organizer sendiri. Namun
Keluarga besar Ayman dan Diajeng akhirnya bertemu juga. Kedua belah pihak memutuskan untuk bermalam di hotel agar bisa memudahkan persiapan prosesi acara esok hari. Diajeng yang langsung bisa mengakrabi keluarga Ayman itu mempunyai nilai tersendiri bagi saudara Ayman. Mereka yang terkenal dari keluarga kaya raya itu selalu di segani banyak orang yang membuat mereka terkadang tak bisa biasa ketika sedang berkumpul bersama. Selain keluarga Diajeng, Sifa pun kembali membuntuti Diajeng. Siapa sangka jika saudara Ayman juga mengenal mendiang mama kandung Sifa. Bicaranya yang ceplas ceplos membuat Sifa gampang berbaur dengan keluarga Ayman. ***"Besok itu hari pernikahannya Ustadz Ayman Ma, masa aku gak bisa menggantikan posisinya Diajeng." "Ini sedikit sulit Nak, kamu harus bersabar. Dia bukan orang sembarangan. Jikapun nanti berhasil, itu akan ada tumbal yang harus di berikan." Antara ibu dan anak tersebut berbicara dengan intens di ruang tamu pesantren
Ibu Tutik berlari tergopoh-gopoh kerumah Fatimah yang pagi tadi sudah menjanjikannya akan di make up ketika hendak berangkat kondangan nanti. Baju baru yang sejak esok hari di pakainya sudah tergantikan dengan gaun kebesaran kaum hawa, daster. Jarak rumah Fatimah dengan rumahnya hanya terpaut empat rumah. Hal itu membuatnya tergesa-gesa ingin segera bertemu sang empu rumah. Sesampainya di depan rumah Fatimah, ibu Tutik langsung duduk berselonjor sembari mengipaskan tangannya di sekitar wajahnya. Nafasnya naik turun tak beraturan. Badannya yang gemuk membuat ibu Tutik merasa cepat lelah ketika harus berlari. "Loh ibu Tutik, ku kira siapa tadi. Mari masuk Bu, katanya mau di rias sama Fatimah. Anaknya masih di dapur," ujar ibunya Fatimah. "Aku cuma mau bilang ke Fatimah, Budhe. Kata Rudi, nanti kita berangkatnya habis Maghrib." Ucap itu Tutik tersengal-sengal. "Ini, minum dulu."Glek glek glek"Alhamdulillah, makasih Budhe. Kata Rudi, nanti dia bawa MUA untuk merias aku, Maisya sama
Bersama kiai Dahlan, Ayman datang dengan semangat kerumah calon istrinya. Malam itu pun, Ayman di sambut oleh keluarga besar Maisya. Tak hanya Ayman, Maisya juga terlihat menyembunyikan kebahagiaannya di balik senyum malu-malunya. Dari pihak Ayman, mahar yang akan di berikan sebesar 2 juta. Namun keluarga Maisya juga ternyata sudah membuat keputusan, kalau maharnya harus berupa uang yang jumlahnya 100 juta beserta seserahannya. Ayman juga harus menyanggupi uang bulanan 10 juta dan perawatan untuk Maisya. Ibu Tutik, ibunya Maisya hanya memandang Ayman dengan sinis. Sejak awal kedatangan Ayman, Tutik tak ikut semringah menyambut calon menantunya itu. Padahal dia baru pertama kali bertemu sejak kepulangannya dari merantau di luar negri. "Bukankah dulu Maisya tak mematok banyaknya mahar? Kenapa baru di tentukan sekarang Maisya?" tanya Ayman. "Dulu memang dia tak menentukan tapi sekarang berbeda. Pihak perempuan harus mendapatkan banyak mahar dari lelaki," jawab ibu Tutik sembari menga
Setelah jamaah Ashr di masjid Pesantren, Ayman bergegas ke rumah kiai Dahlan. Rasa gugup, kalut, bahagia dan sedih menyelimuti hati dan pikiran Ayman. Hingga tanpa tersadari, dia menabrak seseorang yang berjalan di depannya. BruaaakkKlontang klontang klontang"Hah, jantungku copot!" jerit santriwati tersebut."Maaf Mbak saya gak sengaja," kata Ayman sembari mengatupkan kedua tangannya di depan dada, "Mbak saya di tunggu pak Kiai. Sekali lagi saya mohon maaf dan permisi." Perempuan yang di tabrak Ayman hanya terdiam dan mengangguk saja. Matanya masih terbelalak memandang seseorang yang ada di depannya. Ingin sekali perempuan tersebut memakinya, namun mulutnya seperti terkunci. Melihat pesona fans berat para santri putri dengan sopannya meminta maaf. ***"Tak ingin memperpanjang permasalahan, saya hanya mau mengatakan kalau pernikahan Maisya denganmu saya batalkan," ucap ibu Tutik santai.Semua orang yang berada dalam pertemuan tersebut kaget. Tak terkecua
Lantunan sholawat nabi terdengar mengudara di seantero pesantren. Semua santri bergotong royong membersihkan area Pesantren. Dari asrama hingga halaman sampai di kamar mandi. Tak ada tempat secuil pun yang luput dari tangan-tangan sejuk mereka. Lantunan sholawat di alunkan dari saund yang berada di depan madrasah, agar para santri lebih semangat dan gak merasa capek.Hari jumat sangatlah di tunggu-tunggu oleh para santri. Hari dimana mereka bebas dari hafalan, pelajaran maupun kajian. Mereka bisa bersantai menghabiskan waktu senggang dengan berbagai olahraga atau ektrakurikuler lainnya yang mereka sukai.Berbeda dengan para santri lainnya, Ayman malah meringkuk dalam selimut. Pikiran suntuk, hati sedih dan badan yang terlalu capek membuatnya masih ingin tertidur pulas. Dinikmatinya surganya seorang santri ketika sudah bertemu dengan bantal dan selimut. Brakk brakk brakk "Ustadz Ayman!""Ustadz Ayman!""Mas Ayman.""Maaas."Brakk brakk brakkTog tog togSejak pagi beberap asatidz ber
Tak mengenal satu sama lain, Ayman dan Diajeng saling diam. Pernikahan mereka adalah keinginan banyak orang, namun tidak dengan Ayman. Meski sudah tak begitu terfikirkan oleh Maisya, Ayman sebenarnya ingin lebih fokus pada pengiriman peserta perwakilan lomba bulan depan. Namun pada kenyataannya semua hanya keinginan belaka.Ayman tak tahu harus berbuat apa. Banyaknya tamu di kediaman kiai Dahlan membuatnya masih terselamatkan. Entahlah, dia akan seecepatnya membuka hatinya lagi atau malah sebaliknya. Diajeng mengerti, Ayman sangat terpaksa menikah dengannya. Bahkan Ayman seakan enggan duduk bersampingan dengannya. Ayman juga langsung menjauhi Diajeng, ketika penghulu telah berpamitan pulang. Senyum semringah Ayman pun hanya karena ada Omanya yang terlihat bahagia. Diajeng merasa bersalah dan tak ingin berada di posisinya seperti saat ini."Ajak istrimu ke kamar yang tadi Nak," bisik Oma."Gak mau. Ngapain Oma!"gerutu Ayman tak kalah lirihnya.Oma Maimunah tertawa, dia hanya ingin men
Ibu Tutik berlari tergopoh-gopoh kerumah Fatimah yang pagi tadi sudah menjanjikannya akan di make up ketika hendak berangkat kondangan nanti. Baju baru yang sejak esok hari di pakainya sudah tergantikan dengan gaun kebesaran kaum hawa, daster. Jarak rumah Fatimah dengan rumahnya hanya terpaut empat rumah. Hal itu membuatnya tergesa-gesa ingin segera bertemu sang empu rumah. Sesampainya di depan rumah Fatimah, ibu Tutik langsung duduk berselonjor sembari mengipaskan tangannya di sekitar wajahnya. Nafasnya naik turun tak beraturan. Badannya yang gemuk membuat ibu Tutik merasa cepat lelah ketika harus berlari. "Loh ibu Tutik, ku kira siapa tadi. Mari masuk Bu, katanya mau di rias sama Fatimah. Anaknya masih di dapur," ujar ibunya Fatimah. "Aku cuma mau bilang ke Fatimah, Budhe. Kata Rudi, nanti kita berangkatnya habis Maghrib." Ucap itu Tutik tersengal-sengal. "Ini, minum dulu."Glek glek glek"Alhamdulillah, makasih Budhe. Kata Rudi, nanti dia bawa MUA untuk merias aku, Maisya sama
Keluarga besar Ayman dan Diajeng akhirnya bertemu juga. Kedua belah pihak memutuskan untuk bermalam di hotel agar bisa memudahkan persiapan prosesi acara esok hari. Diajeng yang langsung bisa mengakrabi keluarga Ayman itu mempunyai nilai tersendiri bagi saudara Ayman. Mereka yang terkenal dari keluarga kaya raya itu selalu di segani banyak orang yang membuat mereka terkadang tak bisa biasa ketika sedang berkumpul bersama. Selain keluarga Diajeng, Sifa pun kembali membuntuti Diajeng. Siapa sangka jika saudara Ayman juga mengenal mendiang mama kandung Sifa. Bicaranya yang ceplas ceplos membuat Sifa gampang berbaur dengan keluarga Ayman. ***"Besok itu hari pernikahannya Ustadz Ayman Ma, masa aku gak bisa menggantikan posisinya Diajeng." "Ini sedikit sulit Nak, kamu harus bersabar. Dia bukan orang sembarangan. Jikapun nanti berhasil, itu akan ada tumbal yang harus di berikan." Antara ibu dan anak tersebut berbicara dengan intens di ruang tamu pesantren
Acara pernikahan Diajeng juga Ayman yang sempat akan terselenggarakan di gedung Diponegoro Surakarta pada akhirnya di gagalkan oleh Laura. Laura yang lebih banyak terjun di proses acara Ayman nanti itu banyak menimbang lokasi yang harus di tentukan olehnya. Banyak kolega yang akan hadir dan itu bukan orang sembarangan. Apalagi opanya tidak hanya seorang pendiri perusahaan saja. Dia ingin acara itu terkesan mewah nan elegan. Awalnya Ayman hanya pasrah jika acara bertempat di gedung Diponegoro. Wedding Organizer pilihan Ayman yang awalnya sudah mengatasi semuanya pun di arahkan lagi oleh Laura agar menjadi bagian catering saja. Tidak hanya sendirian, Naura sang kakak akan membantu membereskan masalah yang tak bisa di atasi oleh Laura. Bukan berarti rencana pernikahan Maisya sebelumnya tak mendapatkan restu dari keluarga Ayman. Keluarga Ayman justru selalu menawarkan semua jasa mereka untuk acara pernikahannya. Bahkan Naura selalu melarang Ayman memilih Wedding Organizer sendiri. Namun
"Nak, jangan marah kepada istrimu. Mungkin ini adalah bawaan hamil. Ibu hamil itu gampang berubah-ubah Nak," tutur ibu Dini pada putranya. Rudi terdiam, dia mencerna ucapan ibunya. Memang, selama ini Maisya selalu menjadi istri yang nurut. Namun dia berubah sejak hamil. Entah itu karena Ayman yang menolongnya atau benar-benar bawaan hamil. "Terimakasih Bu, aku pamit pulang ke rumah Maisya lagi." Sesampainya Rudi di rumah Maisya. Maisya masih meraung di depan rumahnya. Banyak anak kecil yang Mempermalukan Maisya, namun dia tak menghiraukan semua itu. Melihat mobil suaminya berhenti, Maisya langsung berdiri di samping mobil.Rudi yang melihat istrinya berpenampilan kacau itu menjadi prihatin sendiri. Dia langsung mengajak Maisya untuk masuk rumah dan beristirahat. Maisya tak membantah, dia pun tak ingin melepaskan genggamannya di lengan suaminya. "Maafkan aku Mas, maafkan aku." Rintih Maisya. ***"Ini rumah kami, ayo masuk." Ajak Ayman dengan bangga. "
Sifa memaksa kedua orang tuanya untuk keluar aula. Dia menyadari jika semua temannya itu kelelahan. Meski hatinya hancur, Sifa tetap harus mengajak kedua orangtuanya menjauh dari teman-temannya untuk saat ini. Setelah menarik paksa mama tirinya ke kamar tamu yang sudah di tempati sebelumnya, Sifa pun mengunci mereka dari luar. Sifa menghela nafasnya panjang, lalu kembali ke tempat istirahatnya. Disana, Diajeng sudah menunggu kedatangan Sifa dengan menyiapkan bantal untuknya tidur. "Besok kita lanjut lagi ya, aku ke ndalem dulu." ***"Kenapa kamu meninggalkanku Mas?" Tanya Maisya menangis. Rudi terdiam tak menjawab, mendengar menantunya ibu Dini malah melengos. Ibu Tutik yang baru keluar dari galery tergopoh-gopoh melihat putrinya menangis. Di tak tahu apa kalau putrinya mempermalukan dirinya sendiri di depan umum. "Udah jangan menangis, nanti Ibu belikan." "Memangnya Ibu mampu?""Pantas saja dulu dia gak punya teman. La anak sama emaknya aja sama." G
Suara para santri yang sedang beraktivitas di aula mushola putri itu terdengar bergemuruh. Sembari menunggu kedatangan pak kiai mengisi pengajian di sore hari. Mereka saling memutholaah menyimak satu sama lain kajian kemarin sore. Di ndalem, pak kiai merasa sungkan hendak meninggalkan tamu di depannya. Pengajian yang seharusnya sudah di mulai itu terpaksa harus di liburkan. Ibunyai yang tak mau menemui tamu tersebut malah membiarkan pak kiai mengatasinya sendiri. "Mungkin rombongan Ayman akan tiba esok pagi. Kalau kalian mau bicara langsung, kalian bisa kembali esok." Jelas pak kiai pada mereka. "Tak bisakah kita menelfon mereka agar cepat pulang saja Pak Kiai?" kekeh seorang ibu paruh baya yang hendak menemui Ayman. "Mohon maaf Pak Bu, mereka mempunyai tanggung jawab besar membawa para peserta lomba itu. Jadi kita tunggu saja kepulangannya. Saya tak mau memberikan beban apapun lagi kepada mereka di sana, karena mereka juga sedang berjuang bukan hanya liburan saja." "Baiklah Pak
Kebahagiaan tengah di rasakan oleh semua santri yang berada di Malang. Mereka bisa menikmati kebebasan memetik buah apel sesukanya. Selain itu, mereka pun di ajak ke beberapa wisata alam yang berada di sana. Para delegasi perwakilan dari pesantren Al-Rahman tersebut belum ada yang pernah bermain di kota Malang. Mereka yang kebanyakan dari kota Jawa Tengah sendiri itu hanya bisa membayangkan betapa indahnya kota Malang. Bahkan mereka sempat ragu ketika di ajaknya memasuki area wisata, takut tiket mahal dan uang mereka tak cukup. Sore harinya, Diajeng mengajak semua temannya satu bus untuk makan di cafe terdekat. Tak hanya mengajak saja, Diajeng bahkan mentraktir teman-temannya itu untuk makan sepuasnya dan sekenyang mereka. Tanpa harus memilih makanan dengan ragu karena harga. Setelah puas bermain, sore itu Diajeng meminta sopir agar mampir di cafe yang mempunyai view indah. Diajeng ingin mentraktir semua temannya. Namun setelah sampai di cafe yang telah di tentukan santri putra dan
Surakarta ke kota Malang bukanlah waktu yang singkat. Apalagi bagi yang hanya mau berwisatawan saja. Jika tidak seperti saat ini, tidak mungkin mereka bisa dengan segera pergi ke Malang. 4 hari berada di kota Malang, sudah saatnya Diajeng dan yang lainnya kembali ke Surakarta. Hari ini adalah hari terakhir di ajang perlombaan nasional se Jawa. Setelah semua beres, Diajeng dan lainnya akan langsung berlibur sehari di kota Malang. Pagi itu Diajeng dan semua santri yang masuk ke babak final sudah berada di tempatnya masing-masing. Tak jauh berbeda dengan sebelumnya, Diajeng mendapatkan nomor urut paling akhir. Dengan sabarnya Ayman pun ikut mendampingi istrinya dengan jarak yang telah di tentukan oleh panitia. ***Maisya, ibu Tutik dan juga ibu Dini sudah berada di dalam mobil. Niat hati, Rudi ingin mengajak mereka ke sebuah butik terkenal di kotanya. Dia ingin semua anggota keluarganya memakai baju yang pantas untuk di pakai ketika pernikahan keluarga bo
Air mata Ayman menetes begitu saja saat mengetahui Diajeng masuk ke babak final. Ingin sekali dia memeluk istrinya saat itu juga, namun di sampingnya ada Faisal yang ikut menyaksikan perlombaan Diajeng. Faisal menahan tawa ketika tatapan Ayman tak di balas oleh Diajeng. Diajeng pun langsung balik ke asrama yang di tempatinya dengan perasaan bahagia. Teman-temannya yang lain juga munyambautnya dengan penuh suka cita. Tak hanya Diajeng, sebagian temannya juga ada yang masuk ke babak final. ***"Assalamualaikum." Teriakan Rudi dari depan membuat Maisya dan ibu Tutik terlonjak kget. "Waalaikumussalam, sudah pulang Mas." Sambut Maisya sambil menyalaminya. "Iya sayang, oh ya kita dapet undangan loh sekeluarga ke resepsi pernikahani keluarga bos aku. Nanti kita berangkat sama-sama ya." "Wahh, boleh tuh. Kapan acaranya mas," pekik Maisya."Tanggal 15 besok.""Oke mas." ***Acara resepsi yang di adakan oleh keluarga Ayman dan Diajeng