Keluarga besar Ayman dan Diajeng akhirnya bertemu juga. Kedua belah pihak memutuskan untuk bermalam di hotel agar bisa memudahkan persiapan prosesi acara esok hari. Diajeng yang langsung bisa mengakrabi keluarga Ayman itu mempunyai nilai tersendiri bagi saudara Ayman. Mereka yang terkenal dari keluarga kaya raya itu selalu di segani banyak orang yang membuat mereka terkadang tak bisa biasa ketika sedang berkumpul bersama. Selain keluarga Diajeng, Sifa pun kembali membuntuti Diajeng. Siapa sangka jika saudara Ayman juga mengenal mendiang mama kandung Sifa. Bicaranya yang ceplas ceplos membuat Sifa gampang berbaur dengan keluarga Ayman. ***"Besok itu hari pernikahannya Ustadz Ayman Ma, masa aku gak bisa menggantikan posisinya Diajeng." "Ini sedikit sulit Nak, kamu harus bersabar. Dia bukan orang sembarangan. Jikapun nanti berhasil, itu akan ada tumbal yang harus di berikan." Antara ibu dan anak tersebut berbicara dengan intens di ruang tamu pesantren
Ibu Tutik berlari tergopoh-gopoh kerumah Fatimah yang pagi tadi sudah menjanjikannya akan di make up ketika hendak berangkat kondangan nanti. Baju baru yang sejak esok hari di pakainya sudah tergantikan dengan gaun kebesaran kaum hawa, daster. Jarak rumah Fatimah dengan rumahnya hanya terpaut empat rumah. Hal itu membuatnya tergesa-gesa ingin segera bertemu sang empu rumah. Sesampainya di depan rumah Fatimah, ibu Tutik langsung duduk berselonjor sembari mengipaskan tangannya di sekitar wajahnya. Nafasnya naik turun tak beraturan. Badannya yang gemuk membuat ibu Tutik merasa cepat lelah ketika harus berlari. "Loh ibu Tutik, ku kira siapa tadi. Mari masuk Bu, katanya mau di rias sama Fatimah. Anaknya masih di dapur," ujar ibunya Fatimah. "Aku cuma mau bilang ke Fatimah, Budhe. Kata Rudi, nanti kita berangkatnya habis Maghrib." Ucap itu Tutik tersengal-sengal. "Ini, minum dulu."Glek glek glek"Alhamdulillah, makasih Budhe. Kata Rudi, nanti dia bawa MUA untuk merias aku, Maisya sama
Sah sah sahPernikahan Diajeng dan Ayman kembali di ulang sesuai peraturan negara. Jika kemarin mereka menikah sesuai agama saja, kali ini mereka sudah sah di mata keduanya. Tak banyak orang yang mengikutinya. Hanya keluarga inti, kiai Dahlan juga para petugas KUA karena acara akan di laksanakan pada jam 7 malam nanti. Setelah prosesi akad nikah, dilanjutkan dengan foto keluarga. Tak ada acara apapun lagi selain itu. Selesai foto bersama, pengantin bisa kembali istirahat dan akan sambung lagi di sore hari. Diajeng juga Ayman langsung kembali ke kamar mereka, setelah mereka ikut menyambut keluarga dari kiai Dahlan. Selain mereka, keluarga kiai Dahlan juga sudah di pesankan kamar agar bisa beristirahat sampai acara nanti malam di selenggarakan. Diajeng dengan balutan gaun mewah berwarna putih itu sangat terlihat cantik elegan. Laura langsung memesan gaun tersebut dari sebuah galery terbaik yang terkenal di indonesia. Gaun dengan lambang kebaikan, murah Rizki dan penuh hoki tersebut s
Acara resepsi berjalan dengan lancar sesuai rencana. Para tamu undangan pun sedang menikmati makanan yang terhidang di meja prasmanan. Diajeng di tuntun oleh sang MUA untuk berganti gaun. Di ikuti Ayman yang berada di belakangnya, Diajeng sembari menyapa para tamu yang di temuinya di sepanjang karpet merah. Mulai dari tetangganya, teman pesantrennya, teman bisnis ayahnya juga para tamu yang tak di kenalnya. Diajeng tetap menyapanya meski tak saling kenal. Tak jauh berbeda dengan Ayman, walaipun tak ikut menyapa satu persatu, Ayman tetap tersenyum ketika bersitatap dengan para tamu. "Selamat menikmati semuanya," ujar Diajeng. "Lavyu Mbak Ajeng, kita dah bawa kresek banyak kog," Bisik Riri."Iya silahkan, bawakan temanmu yang di pondok juga." Jawab Diajeng tak kalah lirihnya. "Woooo ya siap kalau itu." Di lain sisi, Bu Tutik juga menikmati semua makanan yang tersedia di sana. Satu persatu menu di cobanya lalu akan berakhir di kantong plastik dengan cantik. Ibu Dini yang melihatnya
Ibu Tutik memasuki rumahnya dengan menghentakkan kakinya. Suami dan anak bungsunya hanya melihatnya saja. Menanti ibu Tutik yang akan bercerita sendiri. Maisya yang mengikuti ibu nya dari belakang itu juga tak berniat mengnyapa ayahnya ataupun sekedar berbicara dengan adiknya. Dia langsung memasuki kamarnya dan menguncinya dari dalam. Anak lelaki ibu Tutik, Bagas kembali mengajak ayahnya mengobrol ria di teras depan rumahnya. Segerombolan ibu-ibu yang juga pulang dari pernikahan Diajeng pun lewat. Mereka berbondong-bondong turun dari bus untuk menuju kerumahnya dengan berjalan kaki. Pak Suryo dan Bagas hanya berpandangan ketika mereka mengetahui itu. "Loh, pak Suryo kog masih begadang saja sama Bagas." "Iya Bu, gak sadar kalau sudah larut malam ternyata." Balas pak Suryo ramah. "Mari Pak.""Iya Bu.""Ayo Pak tidur," ajak Bagas. Keduanya beranjak dari duduknya, namun pemandangan di dalam rumah lebih mencekam di bandingkan suasana gelap di depan rumah. Istri pak suryo bersitatap d
Keluarga Ayman mampir di perumahan milik Ayman. Mereka ingin melihat bagaimna kelayakan rumah yang di tempatinya bersama sang istri. Walupun rumah itu adalah pilihan dari sang opa, namun kedua kakak Ayman tetap ingin mengetahui kenyamanannya. Sesampainya di sana, rumah dalam keadaan bersih dan terawat. Tak banyak barang yang ada karena Diajeng merasa belum memerlukannya. Apalagi mereka juga jarang berada di rumah. "Bagus sih, walaupun kecil. Nanti bisa lah jadi kontrakan kalau kalian dah punya rumah lagi," ujar mbak Naura. "Aamiinkan saja."Setelah puas bermain dan mengelilingi rumah Ayman. Keluarganya pun memutuskan untuk istirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanan. Apalagi mereka yang semalam kecapekan dan kurang tidur, di lanjut pagi harinya harus segera beberes karena harus meninggalkan hotel sebelum jam 9 pagi. Selama keluarga suaminya istirahat, Diajeng memasak ditemani suaminya. Kalau biasanya Ayman hanya bisa merecoki istrinya dengan mulutnya yang tak pernah berhent
"Eh kalian dapet mukenah warna apa tadi malam?" Tanya seseorang pada temannya yang berada di depan rumah ibu Tutik sembari belanja sayur."Aku warna marun, bagus banget. Aku langsung cek harga di google, ternyata 350 ribu loh. Kainnya bagus banget, adem." Jawabnya girang."Aku juga dapet warna marun loh, sajadahnya juga bagus poll. Parfumnya MaasyaAllah harumnya, bikin nagih." Sahut yang lainnya. "Iyya, anakku juga bahagia banget loh aku pulang dapat banyak souvenir.""Devinisi kondangan gak rugi.""Apalagi mereka gak menerima kado ataupun amplop apapun. Sudah pasti itu milyaran keluar uangnya.""Beruntung banget ya jadi Diajeng.""La Diajeng juga kaya raya kan.""Iya, gak jomplang. Mana si Ayman ganteng banget lagi.""Semoga anak kita bisa seberuntung Diajeng ya nanti.""Walaupun kaya raya, mereka gak sombong sama sekali.""Eh iyaa, aku kemarin di sapa loh sama keluarganya Ayman. Mana cantik bangeet, type wanita karir berkelas."Ibu Tutik mengintip mereka di balik jendela rumahnya.
Diajeng juga Ayman menjalani aktivitasnya seperti biasa. Diajeng tetap membantu Ning Maya dengan senang hati seperti biasanya. Walaupun sekarang dia sudah sah menjalani seorang istri. Kedatangan Diajeng membuat para santri bersorak gembira. Apalagi disana juga sedang ada Ayman yang melintasi mereka. Semangat para santri pun menjadi pusat perhatian semua orang. Ayman berjalan cuek seperti biasa. Dia bak orang tak mengenal walaupun sekarang sudah berada satu atap bersama. Ayman akan mempertahankan cilik kui "Cieeee…." "Pengantin baruuuu." "Doanyanya Ustadz." Jodoh kamu itu sama Rudi Nak, jadi jangan menyalahkan takdir." "Jika ibu tak memandang uang saja, justru aku kan bisa menikmati uang Ayman dengan leluasa Ibu. Tapi Ibu tak pernah memikirkan sampai kesana. " "Sudah Kak, ayo masuk kamar." "Gantengnya," "Diajeeeeeeeng!" "Diajeng Diajeng." "Happy wedding Ustadz." "Selamat Ustadz." Diajeng pun menanggapi semuanya dengan senyuman. Dia sudah habis berfikir. Un
"Kamu kenapa ingin menjadi maduku?" Tanya Diajeng pada Risma."Siapa sih mbak Ajeng yang gak mau jadi istrinya ustadz Ayman. Perfect dari berbagai sisi, Baik dan pengertian lagi." Diajeng juga Sifa berpandangan. Risma tak pernah tahu bagaimana keadaan rumah tangga seseorang. Apa yang ddi rasakannya saat ini hanyalah sebuah "Misal suamiku itu miskin bagaimana?" "Saya support lagi agar bisa kaya""Sudahlah jeng, jangan dengarkan kaleng berkas seperi dia. Kaleng bekas seperti dia hanya pantasnya di luar sana." ***Maisya hanya memutar bola matanya saja ketika ibu Tutik mengajaknya berbicara. Ibu Tutik yang kerap kali melihat putrinya itu selalu memesan makanan lewat aplikasi ojek. Bahkan Maisya bisa berkali-kali hanya untuk membeli sesuatu yang bisa di capainya tanpa harus menggunakan kendaraan. "Kalau di kasih uang suamimu itu jangan langsung di habiskan nak, ingatkah ketika kamu sedang tak memiliki uang sama sekali.""Berisik banget sih Bu," jawab Mais
Satu Minggu meliburkan diri dari aktivitas pesantren, kini Ayman juga Diajeng kembali pada kegiatan mereka masing-masing. Rumah mereka yang bisa di tempuh dengan berkendara selama 10 menit itu membuat Ayman tak mau lagi bermalam di pesantren. Diajeng pun menyetujui jika setelah kegiatan mereka selesai, akan langsung pulang ke rumah. Kebahagian mereka sebagai pengantin baru masih terasa hangat. Bahkan Ayman sudah terbiasa bermanja-manja dengan sang istri. Hidup berdua dalam satu atap memang rencana Ayman dari dulu ketika berumah tangga. Namun siapa tahu, kalau tulang rusuknya saat ini adalah gadis cerdas yang selalu berada di depannya di setiap kajiannya. Diajeng di sambut Ning Maya dengan penuh drama. Tangis kepalsuannya sukses membuat para santri yang berseliweran di sana ikut terharu. Diajeng tahu dan sudah sangat hafal, Ning Maya hanya ingin membuatnya di baperin banyak orang. Padahal dalam hatinya tertawa karena sudah berhasil mengerjainya. Di lain sisi, Ayman mendapatkan sambu
Diajeng juga Ayman menjalani aktivitasnya seperti biasa. Diajeng tetap membantu Ning Maya dengan senang hati seperti biasanya. Walaupun sekarang dia sudah sah menjalani seorang istri. Kedatangan Diajeng membuat para santri bersorak gembira. Apalagi disana juga sedang ada Ayman yang melintasi mereka. Semangat para santri pun menjadi pusat perhatian semua orang. Ayman berjalan cuek seperti biasa. Dia bak orang tak mengenal walaupun sekarang sudah berada satu atap bersama. Ayman akan mempertahankan cilik kui "Cieeee…." "Pengantin baruuuu." "Doanyanya Ustadz." Jodoh kamu itu sama Rudi Nak, jadi jangan menyalahkan takdir." "Jika ibu tak memandang uang saja, justru aku kan bisa menikmati uang Ayman dengan leluasa Ibu. Tapi Ibu tak pernah memikirkan sampai kesana. " "Sudah Kak, ayo masuk kamar." "Gantengnya," "Diajeeeeeeeng!" "Diajeng Diajeng." "Happy wedding Ustadz." "Selamat Ustadz." Diajeng pun menanggapi semuanya dengan senyuman. Dia sudah habis berfikir. Un
"Eh kalian dapet mukenah warna apa tadi malam?" Tanya seseorang pada temannya yang berada di depan rumah ibu Tutik sembari belanja sayur."Aku warna marun, bagus banget. Aku langsung cek harga di google, ternyata 350 ribu loh. Kainnya bagus banget, adem." Jawabnya girang."Aku juga dapet warna marun loh, sajadahnya juga bagus poll. Parfumnya MaasyaAllah harumnya, bikin nagih." Sahut yang lainnya. "Iyya, anakku juga bahagia banget loh aku pulang dapat banyak souvenir.""Devinisi kondangan gak rugi.""Apalagi mereka gak menerima kado ataupun amplop apapun. Sudah pasti itu milyaran keluar uangnya.""Beruntung banget ya jadi Diajeng.""La Diajeng juga kaya raya kan.""Iya, gak jomplang. Mana si Ayman ganteng banget lagi.""Semoga anak kita bisa seberuntung Diajeng ya nanti.""Walaupun kaya raya, mereka gak sombong sama sekali.""Eh iyaa, aku kemarin di sapa loh sama keluarganya Ayman. Mana cantik bangeet, type wanita karir berkelas."Ibu Tutik mengintip mereka di balik jendela rumahnya.
Keluarga Ayman mampir di perumahan milik Ayman. Mereka ingin melihat bagaimna kelayakan rumah yang di tempatinya bersama sang istri. Walupun rumah itu adalah pilihan dari sang opa, namun kedua kakak Ayman tetap ingin mengetahui kenyamanannya. Sesampainya di sana, rumah dalam keadaan bersih dan terawat. Tak banyak barang yang ada karena Diajeng merasa belum memerlukannya. Apalagi mereka juga jarang berada di rumah. "Bagus sih, walaupun kecil. Nanti bisa lah jadi kontrakan kalau kalian dah punya rumah lagi," ujar mbak Naura. "Aamiinkan saja."Setelah puas bermain dan mengelilingi rumah Ayman. Keluarganya pun memutuskan untuk istirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanan. Apalagi mereka yang semalam kecapekan dan kurang tidur, di lanjut pagi harinya harus segera beberes karena harus meninggalkan hotel sebelum jam 9 pagi. Selama keluarga suaminya istirahat, Diajeng memasak ditemani suaminya. Kalau biasanya Ayman hanya bisa merecoki istrinya dengan mulutnya yang tak pernah berhent
Ibu Tutik memasuki rumahnya dengan menghentakkan kakinya. Suami dan anak bungsunya hanya melihatnya saja. Menanti ibu Tutik yang akan bercerita sendiri. Maisya yang mengikuti ibu nya dari belakang itu juga tak berniat mengnyapa ayahnya ataupun sekedar berbicara dengan adiknya. Dia langsung memasuki kamarnya dan menguncinya dari dalam. Anak lelaki ibu Tutik, Bagas kembali mengajak ayahnya mengobrol ria di teras depan rumahnya. Segerombolan ibu-ibu yang juga pulang dari pernikahan Diajeng pun lewat. Mereka berbondong-bondong turun dari bus untuk menuju kerumahnya dengan berjalan kaki. Pak Suryo dan Bagas hanya berpandangan ketika mereka mengetahui itu. "Loh, pak Suryo kog masih begadang saja sama Bagas." "Iya Bu, gak sadar kalau sudah larut malam ternyata." Balas pak Suryo ramah. "Mari Pak.""Iya Bu.""Ayo Pak tidur," ajak Bagas. Keduanya beranjak dari duduknya, namun pemandangan di dalam rumah lebih mencekam di bandingkan suasana gelap di depan rumah. Istri pak suryo bersitatap d
Acara resepsi berjalan dengan lancar sesuai rencana. Para tamu undangan pun sedang menikmati makanan yang terhidang di meja prasmanan. Diajeng di tuntun oleh sang MUA untuk berganti gaun. Di ikuti Ayman yang berada di belakangnya, Diajeng sembari menyapa para tamu yang di temuinya di sepanjang karpet merah. Mulai dari tetangganya, teman pesantrennya, teman bisnis ayahnya juga para tamu yang tak di kenalnya. Diajeng tetap menyapanya meski tak saling kenal. Tak jauh berbeda dengan Ayman, walaipun tak ikut menyapa satu persatu, Ayman tetap tersenyum ketika bersitatap dengan para tamu. "Selamat menikmati semuanya," ujar Diajeng. "Lavyu Mbak Ajeng, kita dah bawa kresek banyak kog," Bisik Riri."Iya silahkan, bawakan temanmu yang di pondok juga." Jawab Diajeng tak kalah lirihnya. "Woooo ya siap kalau itu." Di lain sisi, Bu Tutik juga menikmati semua makanan yang tersedia di sana. Satu persatu menu di cobanya lalu akan berakhir di kantong plastik dengan cantik. Ibu Dini yang melihatnya
Sah sah sahPernikahan Diajeng dan Ayman kembali di ulang sesuai peraturan negara. Jika kemarin mereka menikah sesuai agama saja, kali ini mereka sudah sah di mata keduanya. Tak banyak orang yang mengikutinya. Hanya keluarga inti, kiai Dahlan juga para petugas KUA karena acara akan di laksanakan pada jam 7 malam nanti. Setelah prosesi akad nikah, dilanjutkan dengan foto keluarga. Tak ada acara apapun lagi selain itu. Selesai foto bersama, pengantin bisa kembali istirahat dan akan sambung lagi di sore hari. Diajeng juga Ayman langsung kembali ke kamar mereka, setelah mereka ikut menyambut keluarga dari kiai Dahlan. Selain mereka, keluarga kiai Dahlan juga sudah di pesankan kamar agar bisa beristirahat sampai acara nanti malam di selenggarakan. Diajeng dengan balutan gaun mewah berwarna putih itu sangat terlihat cantik elegan. Laura langsung memesan gaun tersebut dari sebuah galery terbaik yang terkenal di indonesia. Gaun dengan lambang kebaikan, murah Rizki dan penuh hoki tersebut s
Ibu Tutik berlari tergopoh-gopoh kerumah Fatimah yang pagi tadi sudah menjanjikannya akan di make up ketika hendak berangkat kondangan nanti. Baju baru yang sejak esok hari di pakainya sudah tergantikan dengan gaun kebesaran kaum hawa, daster. Jarak rumah Fatimah dengan rumahnya hanya terpaut empat rumah. Hal itu membuatnya tergesa-gesa ingin segera bertemu sang empu rumah. Sesampainya di depan rumah Fatimah, ibu Tutik langsung duduk berselonjor sembari mengipaskan tangannya di sekitar wajahnya. Nafasnya naik turun tak beraturan. Badannya yang gemuk membuat ibu Tutik merasa cepat lelah ketika harus berlari. "Loh ibu Tutik, ku kira siapa tadi. Mari masuk Bu, katanya mau di rias sama Fatimah. Anaknya masih di dapur," ujar ibunya Fatimah. "Aku cuma mau bilang ke Fatimah, Budhe. Kata Rudi, nanti kita berangkatnya habis Maghrib." Ucap itu Tutik tersengal-sengal. "Ini, minum dulu."Glek glek glek"Alhamdulillah, makasih Budhe. Kata Rudi, nanti dia bawa MUA untuk merias aku, Maisya sama