Ibu Tutik berlari tergopoh-gopoh kerumah Fatimah yang pagi tadi sudah menjanjikannya akan di make up ketika hendak berangkat kondangan nanti. Baju baru yang sejak esok hari di pakainya sudah tergantikan dengan gaun kebesaran kaum hawa, daster. Jarak rumah Fatimah dengan rumahnya hanya terpaut empat rumah. Hal itu membuatnya tergesa-gesa ingin segera bertemu sang empu rumah. Sesampainya di depan rumah Fatimah, ibu Tutik langsung duduk berselonjor sembari mengipaskan tangannya di sekitar wajahnya. Nafasnya naik turun tak beraturan. Badannya yang gemuk membuat ibu Tutik merasa cepat lelah ketika harus berlari. "Loh ibu Tutik, ku kira siapa tadi. Mari masuk Bu, katanya mau di rias sama Fatimah. Anaknya masih di dapur," ujar ibunya Fatimah. "Aku cuma mau bilang ke Fatimah, Budhe. Kata Rudi, nanti kita berangkatnya habis Maghrib." Ucap itu Tutik tersengal-sengal. "Ini, minum dulu."Glek glek glek"Alhamdulillah, makasih Budhe. Kata Rudi, nanti dia bawa MUA untuk merias aku, Maisya sama
Sah sah sahPernikahan Diajeng dan Ayman kembali di ulang sesuai peraturan negara. Jika kemarin mereka menikah sesuai agama saja, kali ini mereka sudah sah di mata keduanya. Tak banyak orang yang mengikutinya. Hanya keluarga inti, kiai Dahlan juga para petugas KUA karena acara akan di laksanakan pada jam 7 malam nanti. Setelah prosesi akad nikah, dilanjutkan dengan foto keluarga. Tak ada acara apapun lagi selain itu. Selesai foto bersama, pengantin bisa kembali istirahat dan akan sambung lagi di sore hari. Diajeng juga Ayman langsung kembali ke kamar mereka, setelah mereka ikut menyambut keluarga dari kiai Dahlan. Selain mereka, keluarga kiai Dahlan juga sudah di pesankan kamar agar bisa beristirahat sampai acara nanti malam di selenggarakan. Diajeng dengan balutan gaun mewah berwarna putih itu sangat terlihat cantik elegan. Laura langsung memesan gaun tersebut dari sebuah galery terbaik yang terkenal di indonesia. Gaun dengan lambang kebaikan, murah Rizki dan penuh hoki tersebut s
Acara resepsi berjalan dengan lancar sesuai rencana. Para tamu undangan pun sedang menikmati makanan yang terhidang di meja prasmanan. Diajeng di tuntun oleh sang MUA untuk berganti gaun. Di ikuti Ayman yang berada di belakangnya, Diajeng sembari menyapa para tamu yang di temuinya di sepanjang karpet merah. Mulai dari tetangganya, teman pesantrennya, teman bisnis ayahnya juga para tamu yang tak di kenalnya. Diajeng tetap menyapanya meski tak saling kenal. Tak jauh berbeda dengan Ayman, walaipun tak ikut menyapa satu persatu, Ayman tetap tersenyum ketika bersitatap dengan para tamu. "Selamat menikmati semuanya," ujar Diajeng. "Lavyu Mbak Ajeng, kita dah bawa kresek banyak kog," Bisik Riri."Iya silahkan, bawakan temanmu yang di pondok juga." Jawab Diajeng tak kalah lirihnya. "Woooo ya siap kalau itu." Di lain sisi, Bu Tutik juga menikmati semua makanan yang tersedia di sana. Satu persatu menu di cobanya lalu akan berakhir di kantong plastik dengan cantik. Ibu Dini yang melihatnya
Ibu Tutik memasuki rumahnya dengan menghentakkan kakinya. Suami dan anak bungsunya hanya melihatnya saja. Menanti ibu Tutik yang akan bercerita sendiri. Maisya yang mengikuti ibu nya dari belakang itu juga tak berniat mengnyapa ayahnya ataupun sekedar berbicara dengan adiknya. Dia langsung memasuki kamarnya dan menguncinya dari dalam. Anak lelaki ibu Tutik, Bagas kembali mengajak ayahnya mengobrol ria di teras depan rumahnya. Segerombolan ibu-ibu yang juga pulang dari pernikahan Diajeng pun lewat. Mereka berbondong-bondong turun dari bus untuk menuju kerumahnya dengan berjalan kaki. Pak Suryo dan Bagas hanya berpandangan ketika mereka mengetahui itu. "Loh, pak Suryo kog masih begadang saja sama Bagas." "Iya Bu, gak sadar kalau sudah larut malam ternyata." Balas pak Suryo ramah. "Mari Pak.""Iya Bu.""Ayo Pak tidur," ajak Bagas. Keduanya beranjak dari duduknya, namun pemandangan di dalam rumah lebih mencekam di bandingkan suasana gelap di depan rumah. Istri pak suryo bersitatap d
Keluarga Ayman mampir di perumahan milik Ayman. Mereka ingin melihat bagaimna kelayakan rumah yang di tempatinya bersama sang istri. Walupun rumah itu adalah pilihan dari sang opa, namun kedua kakak Ayman tetap ingin mengetahui kenyamanannya. Sesampainya di sana, rumah dalam keadaan bersih dan terawat. Tak banyak barang yang ada karena Diajeng merasa belum memerlukannya. Apalagi mereka juga jarang berada di rumah. "Bagus sih, walaupun kecil. Nanti bisa lah jadi kontrakan kalau kalian dah punya rumah lagi," ujar mbak Naura. "Aamiinkan saja."Setelah puas bermain dan mengelilingi rumah Ayman. Keluarganya pun memutuskan untuk istirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanan. Apalagi mereka yang semalam kecapekan dan kurang tidur, di lanjut pagi harinya harus segera beberes karena harus meninggalkan hotel sebelum jam 9 pagi. Selama keluarga suaminya istirahat, Diajeng memasak ditemani suaminya. Kalau biasanya Ayman hanya bisa merecoki istrinya dengan mulutnya yang tak pernah berhent
"Eh kalian dapet mukenah warna apa tadi malam?" Tanya seseorang pada temannya yang berada di depan rumah ibu Tutik sembari belanja sayur."Aku warna marun, bagus banget. Aku langsung cek harga di google, ternyata 350 ribu loh. Kainnya bagus banget, adem." Jawabnya girang."Aku juga dapet warna marun loh, sajadahnya juga bagus poll. Parfumnya MaasyaAllah harumnya, bikin nagih." Sahut yang lainnya. "Iyya, anakku juga bahagia banget loh aku pulang dapat banyak souvenir.""Devinisi kondangan gak rugi.""Apalagi mereka gak menerima kado ataupun amplop apapun. Sudah pasti itu milyaran keluar uangnya.""Beruntung banget ya jadi Diajeng.""La Diajeng juga kaya raya kan.""Iya, gak jomplang. Mana si Ayman ganteng banget lagi.""Semoga anak kita bisa seberuntung Diajeng ya nanti.""Walaupun kaya raya, mereka gak sombong sama sekali.""Eh iyaa, aku kemarin di sapa loh sama keluarganya Ayman. Mana cantik bangeet, type wanita karir berkelas."Ibu Tutik mengintip mereka di balik jendela rumahnya.
Diajeng juga Ayman menjalani aktivitasnya seperti biasa. Diajeng tetap membantu Ning Maya dengan senang hati seperti biasanya. Walaupun sekarang dia sudah sah menjalani seorang istri. Kedatangan Diajeng membuat para santri bersorak gembira. Apalagi disana juga sedang ada Ayman yang melintasi mereka. Semangat para santri pun menjadi pusat perhatian semua orang. Ayman berjalan cuek seperti biasa. Dia bak orang tak mengenal walaupun sekarang sudah berada satu atap bersama. Ayman akan mempertahankan cilik kui "Cieeee…." "Pengantin baruuuu." "Doanyanya Ustadz." Jodoh kamu itu sama Rudi Nak, jadi jangan menyalahkan takdir." "Jika ibu tak memandang uang saja, justru aku kan bisa menikmati uang Ayman dengan leluasa Ibu. Tapi Ibu tak pernah memikirkan sampai kesana. " "Sudah Kak, ayo masuk kamar." "Gantengnya," "Diajeeeeeeeng!" "Diajeng Diajeng." "Happy wedding Ustadz." "Selamat Ustadz." Diajeng pun menanggapi semuanya dengan senyuman. Dia sudah habis berfikir. Un
Satu Minggu meliburkan diri dari aktivitas pesantren, kini Ayman juga Diajeng kembali pada kegiatan mereka masing-masing. Rumah mereka yang bisa di tempuh dengan berkendara selama 10 menit itu membuat Ayman tak mau lagi bermalam di pesantren. Diajeng pun menyetujui jika setelah kegiatan mereka selesai, akan langsung pulang ke rumah. Kebahagian mereka sebagai pengantin baru masih terasa hangat. Bahkan Ayman sudah terbiasa bermanja-manja dengan sang istri. Hidup berdua dalam satu atap memang rencana Ayman dari dulu ketika berumah tangga. Namun siapa tahu, kalau tulang rusuknya saat ini adalah gadis cerdas yang selalu berada di depannya di setiap kajiannya. Diajeng di sambut Ning Maya dengan penuh drama. Tangis kepalsuannya sukses membuat para santri yang berseliweran di sana ikut terharu. Diajeng tahu dan sudah sangat hafal, Ning Maya hanya ingin membuatnya di baperin banyak orang. Padahal dalam hatinya tertawa karena sudah berhasil mengerjainya. Di lain sisi, Ayman mendapatkan sambu
Maisya bersama suaminya tengah mengantri untuk cek kandungan di rumah sakit terdekat. Mereka sangat bersemangat karena ingin sekali mengetahui perkembangan sang janin di dalam perut. Banyak sekali perubahan yang di rasakan oleh Maisya, walaupun masih dia masih trimester awal.Dokter yang akan menangani maisya masih belum datang. Walaupun mendapatkan nomor antrian pertama, jam terbang sang dokter molor hingga satu jam lebih. Bahkan maaiya sudah berulangkali mengeluh kecapekan duduk. "Makan dulu," ucap Rudi. Dengan senang hati Maisya membuka mulutnya menerima suapan dari suami tercinta. Pasangan yang menjadi pusat perhatian banyak orang karena sifat maisya yang selalu manja pada suaminya. Bahkan ada yang senyum-senyum malu sendiri melihat kelakuan Maisya. "Manis mas, seperti cintamu yang tak pernah pudar untukku." "Dan kamu adalah obatku agar tak sampai menderita diabet." Maisya tertawa mendengar gombalan Rudi yang garing tanpa ekspresi di dalamnya. Sampai mereka tak menyadari kala
Siska juga Udin berusaha untuk kabur dari ruangan satpam. Mereka baru akan di lepaskan kalau benar-benar sudah menyadari kesalahannya. Berulangkali baik Siska Maupun Udin ingin memukul satpam yang ada di sana. Sesampainya di depan ruang operasi, Siska dan Udin di kagetkan dengan kedatangan budhe Yeni yang merupakan tetangga sebelah rumahnya. Keduanya menjadi salah tingkah dan sungkan kepada orang yang selama ini selalu menolongnya. Budhe Yeni yang tak menyadari kedatangan pasangan suami istri itu masih tetap mengobrol dengan perempuan muda yang pemikirannya sangat luas nan terbuka. Budhe Yeni menoleh ketika Bu Siska memanggilnya. Diajeng dengan cepat langsung mengabari suaminya kalau kedua orang tua Risma sudah berada di sana. Bagaimanapun mereka, kedua pasangan suami istri itu berhak mengetahui keadaan putrinya. "Budhe Yeni ngapain disini?" tanya Siska basa basi. "Hanya ingin membesuk Risma." Jawab budhe Yeni singkat. "Bagaimana keadaan Risma Sifa?" "Kritis.""Kritis? Ya Allah
Diajeng tengah menjaga Risma di ruang tunggu operasi sendirian. Dr. Mila juga Sifa sedang berganti pakaian dan melaksanakan ibadah. Tiba-tiba seorang perempuan paruh baya datang menghampirinya sambil menangis. "Nak, kamu yang sedang menunggui Risma?" tanya sang ibu. "Saya Ibu Yeni Ibunya Joko Nak, tadi Joko pamit mau membesuk Risma yang mau melahirkan." "Iya Bu, mari silahkan duduk dulu Bu." Diajeng pun mengangsurkan air putih untuk menenangkan Bu Yeni. Terlihat dari penampilannya yang sangat rapi, Bu Yeni bukan dari kalangan biasa. Walaupun Tanpa make up apapun di wajahnya, Bu Yeni masih tampak cantik di usianya yang sudah tak muda lagi."Apakah Joko di dalam Nak?" Diajneg menggeleng dan berkata,"Ibu tenang dulu ya, istirahat dulu disini sama saya." Ibu Yeni sangat cemas akan keadaan sang putra. Bahkan sisa air matanya masih nampak jelas di wajah ayunya. Beberapa kali Bu Yeni menghembuskan nafasnya perlahan dan membaca istighfar. "Bu, kondisi Risma saat ini masih kritis. Dia k
Ayman dan ustadz Faris membawa Joko ke taman rumah sakit. Setelah melaksanakan kewajiban sebagai umat manusia, Ayman juga Faris langsung meluncur ke rumah sakit lagi. Semua keperluan Sifa juga dr Mila telah di siapkan Ning Maya. Di taman hanya ada beberapa orang saja, membuat Ayman juga ustadz Faris merasa lebih nyaman. Bukannya tak tahu kondisi, Ayman juga ustadz Faris langsung menangani kasus Risma hati itu juga. Bagi pengurus pesantren yang sudah hafal dengan peraturan pesantren, melanggar peraturan pesantren sampai hamil dan melahirkan adalah jenis pelanggaran yang paling berat. "Kamu kenapa bisa yakin kalau anak yang di lahirkan oleh Risma itu darah dagingmu?" tanya ustadz Faris mengawali. "Ceritanya sangat panjang Mas," jawab Joko."Kamu ceritakan saja semuanya, karena pengurus pesantren juga merasa di rugikan dengan hal ini." "Maaf Mas, jangan hukum Risma." "Untuk itu kami butuh penjelasannya Joko." Joko menghembuskan nafasnya kasar. Pandangannya lurus ke depan seakan sed
Pak Udin masih di tahan di pos satpam. Emosinya yang masih naik turun itu terkadang ingin memukul satpam yang tengah berjaga. Entah karena apa beliau seperti itu, padahal dulunya beliau adalah lelaki berhati lembut nan dermawan. Namun kedermawanan yang beliau milikilah awal dari semua bencana yang ada dalam hidupnya. Ayman juga Faris telah kembali ke pesantren. Makanan yang di beli oleh ustadz Faris juga telah di serahkan kepada para perempuan yang masih berjaga di rumah sakit. Mereka sebagai santri yang di naungi oleh sosok pak kiai, sudah seyogyanya untuk mengabarkan perihal masalah apapun yang ada di pesantren. Sesampainya di pesantren, mereka langsung menuju ke ndalem pak kiai. Mereka di sambut dengan wajah sendu pak kiai juga ibunyai. Disana juga sudah ada Ning Maya yang ikut menunggu kedatangan perwakilan pesantren. "Bagaimana Nak? Kenapa santri putri itu bisa pendarahan?" tanya ibu nyai."Sebelumnya kami mohon maaf pak kiai, semua itu diluar kendali pengurus. Risma, perempua
Pak Udin ayahnya Sifa membentak anaknya di depan umum. Lelaki yang sebelumnya pernah mencintai anaknya sepenuh hati itu berubah seperti monster mengerikan. Tanpa rasa sungkan ataupun malu dilihat banyak orang, Udin menjambak kerudung putri sulungnya tanpa kasihan. Sifa tersenyum penuh luka. Ayman berusaha melepaskan tangan Udin dan menenangkannya agar bicara baik-baik. Namun Udin seolah kesetanan lalu menampar kedua pipi putrinya sangat keras. Diajeng yang berada di sebelah Sifa pun langsung memeluk sahabatnya. Sakit dan kecewanya sebagai anak ikut di rasakannya oleh Diajeng. Diajeng sesenggukan menenangkan sang sahabat yang terdzolimi oleh orangtuanya sendiri. Dr Mila dengan sigapnya langsung berlari memanggil satpam. Dua satpam yang baru datang pun langsung meringkus Udin dan membawanya keluar. Mereka kembali menjadi pusat perhatian banyak orang, hingga membuat kegaduhan di lobi rumah sakit. "Dia itu anak saya, jadi terserah saya dan itu hak saya." Kata Udin yang berusaha melep
Hujan deras tetap di terobos oleh Rudi, dalam hati dan otaknya hanya terpusatkan akan kegaduhan istrinya. Maisya yang sejak hamil selalu cemburu padanya itu membuat Rudi semakin mencintai istrinya. Gadis yang mampu separuh mencuri separuh hatinya, sampai dia bisa menjadi pemenang hingga menikahinya. Sesampainya di rumah sang istri, Rudi mendapati Maisya sedang makan rujak di temani kedua orangtuanya. Perempuannya itu langsung menyambut suaminya dengan berhambur memeluknya. Lelah seharian dengan pikiran buntunya itu pada akhirnya berbuah kebahagiaan. Rudi bisa tersenyum lega melihat istrinya bermanja lagi kepadanya. Tanpa rasa malu ataupun sungkan, Rudi menggendong istrinya bak anak kecil yang baru bertemu dengan ibunya. Ayah mertuanya hanya terkekeh sedangkan ibu mertuanya tersenyum bahagia. "Assalamualaikum, widiiih. Bayinya mintak nen," celetuk Bagas tiba-tiba, "Kalau lihat yang tadi dan sekarang, jadi bimbang mau nikah.""Hust, mulutnya." "Sono ke kamar," usir Bagas. "Sewot ba
Sesampainya di rumah sakit terdekat, Diajeng panik sendiri melihat kondisi Risma. Dr Mila belum menjelaskan apapun, Risma yang tampak lemas tak berdaya dan pucat itu membuatnya bingung sendiri. Hanya Sifa saja yang dengan santainya menunggu dokter keluar dari ruang IGD. "Sifa, adik kamu sebenarnya sakit apa? Kog gejalanya seperti orang hamil," celetuk dr Mila."Emang hamil Dok, ya wajar kalau pendarahan. Mungkin mau melahirkan," jawab Sifa."Hamil? Risma hamil? Kamu kog malah membiarkan dia berada di pesantren. Kamu tahu sendiri resiko yang akan di tanggungnya kan," geram dr. Mila."Aku sendiri aja baru tahu pagi tadi dari Diajeng," cicit Sifa."Diajeng," cecar dr. Mila."Ibunya sendiri yang bilang Dok, baru tadi malem. Nanti kita tanyakan dia saja ya Dok," pungkas Diajeng."Saudari Sifa," panggil dokter. "Lah, kenapa harus aku sih Dok." Protes Sifa sambil beranjak dari duduknya. "Maaf Dok, kita perwakilan dari saudari Risma, jadi kalau untuk penjelasannya kita harus tahu semuanya.
Sesampainya di rumah, ibu Tutik di bantu pak supir membawa Maisya yang tengah tidur karena kelelahan. Berulangkali Maisya bergumam ketakutan dalam tidurnya. Ibu Tutik memahami putrinya, hormon seorang ibu hamil yang tak bisa di tebak. Walaupun sedikit kesal dengan tingkah anaknya, namun ibu Tutik juga tak bisa menyalahkannya."Ibuuuu," panggil Maisya. "Kamu sudah bangun," jawab itu Tutik. "Kog sudah di rumah saja Bu, mas Rudi mana? Bu, kalau aku di selingkuhin bagaimana ini huhu," rengek Maisya."Di selingkuhin ya cari laki lain toh Sya. gitu aja dipikirin," sewot ibu Tutik."Tapi Bu…""Kamu mau makan gak? Ibu sudah siapin." ***"Kamu pesan segini banyaknya? Menyala kasirku," gerutu Diajeng."Aku kan pengen nyoba Jeng, kamu gitu banget kalo sama aku. Besok-besok juga kamu gak bakalan khilaf ngebolehin aku pesan sendiri," Sendu Sifa."Ini mah ngrampok namanya," kekeh Diajeng.Sifa memesan 10 menu dan 5 nasi di cafe Diajeng. Tak hanya itu, dia juga memesan