Beranda / Fiksi Remaja / Luka (Yang) Cantik / Bab 3 Siapa Yang Tak Tahu Diri?

Share

Bab 3 Siapa Yang Tak Tahu Diri?

Penulis: Ana De
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bab 3

Bip!

Suara mesin Tap On Bus di dekat sopir bus trans kota.

Renna memandang ke barisan penumpang bus yang tak terlalu banyak untuk jurusan ini—mungkin karena masih jam kerja. Renna berjalan memilih tempatnya duduk. Tak ada yang peduli dengan kehadirannya dan seharusnya memang begitu.

Untuk apa tahu siapa yang menumpang dalam bus lengang ini. Selama mereka menikmati perjalanan yang cukup murah untuk sekali jalan dan sampai tujuan dengan selamat—hanya itu tujuan mereka. Penumpang bus itu sama dengan bertemu orang-orang asing yang berusaha asik. Mereka berkenalan dalam bus lalu setelah keluar maka tak saling bertemu sapa lagi—mungkin memang hukum alam seperti itu.

Renna memilih duduk di kursi paling belakang pada sisi kiri. Dia menyandarkan bahunya—merasa lelah karena berjalan dari gedung tempatnya tinggal ke halte bus membutuhkan banyak tenaga apalagi saat cuaca sedang terik seperti sekarang. Tak banyak pohon di trotoar yang hanya membuat semakin terasa panas dan Renna sudah berkeringat dari balik hoodie hitam yang di pakainya.

Tak lama setelah ia duduk, seseorang mengisi kursi kosong sebelahnya. Bau parfum khas lelaki tercium. Bau tersebut sama dengan lelaki yang memberinya payung. Rennata tak ingin tahu siapa orang di sebelahnya, parfum seperti ini pasti banyak yang memiliki. Toh, bagi Renna tak mungkin lelaki yang menolong berkeliaran di area dekat rumahnya terus. Dia mengalihkan pandangan ke gedung perkotaan melalui jendela.

Perjalanan ke tempat tujuannnya membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit—seperti info dari Lea. Ia tak ingin mengeluarkan banyak tenaga untuk sekarang. Dalam benaknya sudah terancang rapi semua yang ingin diucapkan pada Dion. Makian-makian sudah siap meluncur dari ujung lidahnya.

Bukan meluapkan rasa marah karena putusnya hubungan mereka. Tapi sifat seenaknya dari Dion yang tiba-tiba berhutang dan tak memberitahu pada Renna. Lalu paling parah mengatas namakan dirinya membuat para penagih mengunjunginya. Lelaki itu memang sengaja seperti itu agar hutangnya mau dibayar Renna sedang Dion bebas dari cengkeraman rentenir.

Sialan! Memang lelaki itu tak tahu diri sekali. Setidaknya bisa berbicara pada Renna lebih dulu. Renna sibuk menghitung perkiraan hari lelaki itu hutang kembali ke rentenir. Jika mereka melakukan penagihan sekarang. Maka lelaki itu berhutang sekitar seminggu lalu.

Ah! Pasti rentenir itu memberitahukan pada Dion ketika dia melunasinya minggu kemarin.

Sialan, mereka sama saja.

Renna melihat jam yang ada di atas sopir. Pukul 11 siang. Dia tak yakin Dion masih disana atau tidak. Tapi ini adalah usaha terakhirnya. Meminta penjelasan dan menagih uang. Menanyakan alamat lelaki itu sekarang lalu memindahkan alamat hutang— hal yang ia rencanakan semenjak debt collector memberinya kesempatan.

Renna menghela nafasnya merasa gugup untuk bertemu lagi. Seperti apapun merencanakan pastinya lelaki itu akan berkelit. Dan sepanjang apapun persiapannya untuk memaki, Renna tak yakin mampu mengucapkannya tanpa bergemetar.

Dia menutup matanya, mengumpulkan keberanian yang tak pernah ia miliki—melawan Dion lebih besar dari semalam.

Bus mulai masuk ke area pusat kuliner kota berhenti di salah satu halte. Renna segera keluar dari sana. Ingin mencari lelaki brengsek yang akan dimakinya. Diluar, Lea telah menunggu kedatangan temannya.

Renna menghampiri Lea yang langsung menunjukkan raut cemas.

"Dimana tempatnya?" tanya Renna langsung tanpa basa basi lebih dahulu.

Lea menunjukkan salah satu kafe di seberang halte. "Disana, mereka masih disana."

Renna segera berjalan kesana. Menyeberang jalan tanpa memperhatikan sekitarnya. Membuat beberapa kendaraan saling klakson—terkejut dengan Renna yang mendadak menyeberang.

Dia sudah mengumpulkan energi, amarah serta makian ditambah sedikit keberanian. Renna masuk ke dalam kafe diikuti Lea di belakangnya. Mencari keberadaan Dion dan perempuannya.

"Lelaki sialan!" teriak Renna lebih dahulu telunjuknya menunjuk ke satu arah, setelah berhasil menemukan keberadaan target. Dion bersama perempuannya yang sedang berbincang pada meja dekat jendela.

Semua pengunjung menatap Renna. Pandangan mereka bertanya-tanya. Apakah dia perempuan gila? Mengapa perempuan dengan hoodie hitam dan celana tidur merah itu tiba-tiba berteriak? Apakah ini konten prank?

Pandangan mereka melihat arah kemana Renna berjalan. Dia menuju ke kursi Dion. Menggebrak meja dengan keras. "Hai kau! Bayar hutangmu!"

Perkataan Renna dalam intonasi bentakan keras. Membuat beberapa pengunjung bergidik. Berpikir bahwa Renna adalah debt collector. Bahkan perempuan yang bersama Dion menunjukkan raut bertanya siapa perempuan gila ini?

Dion bangkit dari kursinya. Melihat ke seluruh penjuru kafe yang kini tertarik pada mereka. Dia mendengus kesal dengan bibir yang digigit serta hidung yang kembang kempis seperti semalam—ekspresi kesalnya masih sama.

"Apa maksudmu?" tanya Dion lebih dahulu dengan nada sangat rendah—mencoba untuk menekan emosi.

"Kau! Mengalamatkan hutang pada tempat tinggalku dan menggunakan namaku!" bentak Renna lebih galak. Mukanya memerah dengan tangan yang berkepal disamping— sedikit bergemetar.

Pertarungan dimulai! Wajah keduanya memerah malu dan marah. Dion memberi aba-aba pada perempuan yang bersamanya. Para penonton sudah tahu duduk permasalahannya semakin tertarik untuk curi dengar.

"Tetap disana." ucapnya pada perempuannya lalu mencoba menarik tangan Renna dengan paksa. Namun kali ini Renna telah menyiapkan tenaga untuk melepaskan tarikan tersebut dengan sekali hempasan.

Dion memandang Renna dengan marah. Matanya sudah memerah, jika dibiarkan emosinya bisa meningkat drastis. Mungkin bila ini rumah Renna, barang-barang akan hancur.

"Perempuan gila, apa maumu!" tanyanya dengan nada rendah—seperti mendesis.

Mereka tak bisa bernegoisasi dengan damai. Pengunjung yang menonton hanya melihat, takut untuk mendekat dan melerai keduanya.

"Kau.." tunjuk Renna pada hidung Dion. "Katakan kenapa kau tak bilang jika berhutang dengan alamat dan atas namaku!" lanjut Renna lebih lantang—sengaja agar orang lain mendengarnya.

Beberapa pengunjung yang menonton saling berbisik. Dion melihat tatapan para pengunjung yang menyalahkannya.

"Mungkin kau salah orang, aku tak mengenalmu."

Telak, ucapan Dion membuat Renna semakin marah. Perempuan itu mengayunkan tangannya dan menampar mantan kekasihnya. Kesal yang ia rasakan tak padam dari semalam lalu seenaknya berkata seperti itu.

"Kau. Benar-benar tak tahu malu." Renna hampir menangis karena terlalu emosional. Lelaki yang sering bersamanya mengatakan hal yang sangat keterlaluan baginya.

Baik, jika lelaki itu tak memiliki urusan lain seperti hutang maka Renna akan menerima ucapan tersebut. Tapi sekarang? Lelaki ini berkata tak mengenalnya setelah meninggalkan tanggung jawab.

Renna akan menampar kembali Dion yang masih kaget namun tangannnya dihalangi perempuan yang bersama Dion.

"Jangan tampar pacar saya ya, saya viralin kamu!" ancam perempuan berambut pendek dengan gaun floral.

"Hah? Viralin saya? Kamu tahu tidak lelaki ini sangat brengsek! Kau akan menyesal bersamanya." ucap Rennata menahan kesal. Ingin rasanya memberitahu semua keburukan Dion.

Perempuan tersebut berdecih. Menghempaskan tangan Renna ke udara. "Menyesal? Dia itu baik dan setia sama aku, kamu saja yang sial dapat buruknya."

Rennata benar-benar tak habis pikir. Perempuan gila yang sama naifnya dengan dia dulu. "Baiklah kalo begitu. Tolong bantu pacarmu ini lunasin hutang 20 jutanya."

"Kalian hutangnya bareng bayarnya bareng."

"Tidak, aku sudah melunasi hutang untuk gayanya yang sok mewah ini. Kau pikir darimana dia mendapat uang?" Renna bertanya retoris—menyindir perempuan dan Dion yang ternyata punya sifatnya.

Semua orang sedang menunggu babak selanjutnya. Tapi yang ada ketiga orang itu saling diam dan saling menatap marah. Tak ada yang menjawab pertanyaan Renna.

Dion sudah lama tak bekerja paruh waktu. Lelaki itu juga hanya dikirimi uang yang pas untuk saku dan biaya lainnya oleh orang tua. Makanya berhutang adalah solusinya untuk gaya hidup yang seperti orang kota.

"Sayang, ayo pergi." ajak perempuan itu. Tak ingin semakin malu. Ia menggandeng tangan Dion.

"Kau mau kemana, berikan alamatmu yang baru agar para penagih ke tempat barumu." kata Renna menghentikan Dion dan pacarnya.

Dion berbalik menuju ke arah Renna. Mendorong perempuan itu hingga terpojok ke meja. Ia mencengkeram leher perempuan yang pernah bersamanya. "Aku tak mau tahu, itu urusanmu karena menggunakan namamu."

Renna merasa tekanan di lehernya. Dion mencekik perempuan itu hingga sebuah tangan membantu Renna. Seorang lelaki yang kini mencengkeram tangan Dion hingga merintih kesakitan.

"Brengsek, siapa kau ikut berurusan?" tanya Dion dengan nada galaknya setelah berhasil melepas cengkeraman tersebut.

"Aku Dimas." Lelaki asing itu memperkenalkan diri.

Renna terbatuk setelah cengkeraman tersebut lepas. Sangat sesak tadi, jika tak dibantu mungkin dirinya berada didua pilihan mati atau pingsan.

Tangan dari Dimas—lelaki yang menolongnya itu mengulurkan air mineral yang masih segel pada Renna. Dia menerima tanpa ragu mengambil dan cepat-cepat meminumnya. Ia sangat haus dan kering tenggoroknya.

Renna mengendus bau parfum yang familiar. Dia baru sadar, lelaki ini memiliki aroma parfum yang sama dengan penumpang sebelahnya di bus tadi.

Sedang di sisi lain Dion dan Dimas saling pandang marah. Dimas yang membela Renna dan Dion yang merasa marah karena dihalangi.

"Sialan! Apa maumu?" makian Dion keluar lebih dahulu.

"Saya hanya gak suka cewek dikasarin."

Dion mendekat dan menarik kerah kemeja biru laut yang dikenakan Dimas. "Kau tahu? Perempuan ini gila, dia harus diberi pelajaran."

Dimas hanya memandang Dion yang menggeram. Ia melepaskan cengkeraman Dion dengan mundur selangkah lalu menghempas tangan di kerahnya.

"Apa kau tahu semakin bertindak kau hanya dapat masalah? Kau pikir perempuanmu yang melihat kekasaranmu akan terus menyukaimu juga?" Dimas menunjuk pacar Dion dengan dagunya.

"Kau tak tahu apapun diam saja." Dion menyela kesal.

"Kau pikir usiamu pantas seperti ini. Berhutang dengan nama perempuan dan alamatnya. Menyuruhnya membayar hutang yang jelas ia tak menggunakan uang tersebut." Dimas mengucapkannya dengan nada tenang. "Jikapun dia melaporkanmu, maka kau yang semakin malu."

Ucapan Dimas membuat Dion diam sesaat. Mantan kekasih Rennata menarik tangan pacarnya untuk keluar—dia malu karena kalah telak dengan lelaki asing yang sangat datar itu.

"Kau tahu perempuan yang kau bela tak bedanya dengan perempuan murahan! Kau Rennata perempuan murahan!" ucap Dion dengan nada lantang sebelum kepergiannya.

Renna ingin mengejar Dion tapi dihentikan Dimas yang memegang bahunya. "Jangan dikejar kau akan malu."

Renna melihat lelaki yang baru saja menolongnya.

"Kau! Aku masih ada urusan dengan dia!" teriaknya tepat di wajah orang yang baru saja menolongnya dari cekikan Dion.

Tak mengucapkan terima kasih sama sekali. Renna menyingkirkan tangan Dimas lalu berlari mengejar Dion yang telah nihil keberadaannya—mereka menaiki taksi sesaat sebelum Renna keluar.

Dimas dan Lea yang mengikuti Renna yang berada di depan kafe. Berdiri di pinggir jalan sambil memandang taksi yang melaju meninggalkannya.

"Aku kehilangan jejaknya!" ucap Renna kesal.

Melirik ke arah Dimas yang berada di belakangnya.

"Kauuu...." ucapnya dengan nada kesal. Mata Renna memerah karena kesal. Dia hampir menangis.

***

Renna berjalan menyusuri trotoar menuju tempat tinggalnya sekarang. Dirinya sudah amat lesu dan merasakan sakit kepala. Tenaganya benar-benar sudah habis usai memarahi Dion dan mempermalukan dirinya sendiri di kafe.

Dimas—lelaki yang menolongnya tadi kini terus mengikutinya. Semenjak ia marah dan memilih untuk pulang dengan bus trans kota. Tetap duduk di sebelahnya. Tanpa berkata apapun.

Renna yang mulai agak risih melihat ke belakang—posisi Dimas sekarang. Menatap dengan tatapan kesal karena lelaki di hadapannya telah membuat kesempatan hilang.

"Apaan sih ikutin terus?" tanya Renna pada Dimas.

Dimas hanya menggedikkan bahunya pelan." Agar kamu aman, gimana kalo cowok tadi bawa senjata tajam."

Renna mendengus kesal, hal yang tak mungkin daripada mereka masih terikat dengan hutang. Sebab telah ditulis pada perjanjian mereka jika pihak pertama tiada maka berpindah pada pihak penanggung kedua yang akan melunasinya. Yang secara tak langsung, jika Dion membunuhnya maka ia akan rugi dengan melunasi hutang 20 juta.

"Itu tidak akan."

"Aku mau ambil payungku yang kamu bawa."

Renna mengingat sebuah pesan tadi pagi. "Kamu?"

"Mau aku ambil sekalian." Dimas menunjukkan senyumnya.

Renna memandang lelaki yang telah menolongnya sebanyak dua kali. Dia merasa tak enak sudah marah-marah padanya. Renna menyebar pandangan ke sekitar berhenti pada sebuah warung di persimpangan gang.

"Kau haus? Aku traktir minuman."

Renna menunjuk warung disana dan berjalan lebih dahulu yang diikuti Dimas. Renna mengambil dua botol air mineral dan membayarnya. Membawa ke kursi panjang yang ada di depan warung—yang berada di pinggir jalan kampung yang lengang.

"Ini."

Dimas menerima minuman tersebut dan langsung menenggaknya. Renna melihat seksama lelaki itu. Lelaki berambut cepak dengan kemeja warna biru laut dan celana bahan hitam—seperti pekerja kantor. Kulitnya sawo matang.

Renna duduk di sebelah Dimas lalu membuka botol dan meminumnya. Dia juga sama hausnya dengan Dimas. Suasana hatinya panas serta cuaca terik berpadu menciptakan kekeringan dari dalam.

"Kamu kenapa ada disana?" tanya Renna lebih dahulu membuka percakapan.

"Ada urusan di dekat sana. Denger orang ribut, ternyata kamu."

"Terima kasih sudah bantuin aku sebanyak dua kali."

Renna mengucapkannya dengan tulus. Dia memandang lelaki sebelahnya yang terdiam dengan ekspresi datar.

"Sama-sama. Terima kasih buat traktirannya." Dimas menunjukkan botol kosong serta senyuman yang lebar.

"Aku Rennata." Renna mengulurkan tangannya.

Dimas diam sesaat memandang jemari Renna yang lentik. Ia menerima uluran tangan Rennata. "Aku Dimas, aku tahu kamu karyawan kafe."

"Hehe, iya. Kamu dapat nomorku dari siapa?" Rennata hanya penasaran bagaimana lelaki itu mendapat nomor ponselnya padahal temannya di kafe tak ada yang memilikinya.

"Dari boss kamu, dia temen aku."

"Ohhhh.."

Tak ada yang melanjutkan pembicaraan. Keduanya sama-sama diam. Dimas yang melihat ke bekas keunguan di leher Renna akibat cekikan tadi. Sedang Renna memandang langit kota yang sangat terik dengan mata yang menyipit.

"Hidup memang gak adil." Renna memulai percakapan lagi.

"Terkadang kita harus lebih banyak jatuhnya. Aku ngerasa sangat kosong. Hari ini rasanya sangat marah. Lelaki tadi, mantan kekasihku namanya Dion. Brengsek sialan yang menghancurkanku. Maaf sudah membuatmu terlibat." lanjut Renna.

Dimas memandang ke arah langit yang sama dengan Renna. Menimang jawaban yang pas untuk ucapan Renna—agar percakapan mereka mengalir.

"Hidup itu seperti roda. Ada di atas dan bawah. Jika kamu mau di atas maka perlu lebih berusaha sebaik mungkin. Aku gak malu selama itu membantu orang lain."

Renna tersenyum sesaat. Sinar matahari yang terik membuat matanya semakin menyipit. "Masalahnya aku selalu di bawah."

"Kenapa?" tanya Dimas.

"Karena tak ada usaha. Usahaku gagal terus. Aku punya banyak rencana tapi gak bisa wujudin." jawab Renna yang sekarang menunduk. Melihat ke kaki yang ia goyangkan. Kepalanya terasa sangat pening sekarang.

"Kamu, apa yang akan kamu lakuin setelah tadi? Masih ingin memaksa lelaki itu membayarnya?"

Renna melirik ke arah Dimas. "Gara-gara kamu, aku sudah kehilangan jejaknya. Setelah ini jelas dia bersembunyi jauh. Bahkan keluar dari kampus bakal dilakuin."

"Lalu?"

"Aku ingin membalas dendam." ujar Renna. "Dia, lelaki yang kurang ajar."

"Bagaimana jika kau laporkan saja dengan pasal penipuan?"

Renna tertawa dangkal. "Kau pikir ia menipuku? Itu tak akan berhasil. Rentenir memiliki kontrak dan aku ikut menandatanganinya. Dengan sidik jariku." Renna menunujukkan jari jempol kanannya.

Ia baru ingat beberapa hari lalu saat dirinya bangun tidur, jemarinya memiliki bekas ungu tinta. Ternyata Dion memang merencanakannya jauh hari—berhutang tanpa memberitahunya.

Dimas melihatnya dengan tatapan serius. "Mau aku bantu?"

Rennata segera melihat ke arah Dimas. Menerima bantuan balas dendam? Dia pikir ini film? Lelaki yang menolong wanita yang dicintai? Dimas tak ada hubungannya.

Ah, Renna sudah gila dengan pemikirannya lagi.

Renna memandang lelaki itu dengan tatapan sama serius. Wajahnya sudah sangat pucat sekarang. Renna telah menahan sakit kepala dan keburaman dari beberapa waktu lalu.

"Jika kau ingin membantuku, beri aku uang 700 ribu." ucapnya mengalihkan pandangan ke kakinya lagi. Kepalanya benar-benar sudah pening.

"Ah, siapa sekarang yang kurang ajar." lanjutnya dengan intonasi yang semakin samar diakhir kalimat.

Brukkk!!!

Tubuh Rennata ambruk.

****

Bab terkait

  • Luka (Yang) Cantik   Bab 4 Patah Hati Itu Butuh Energi

    Bab 4 Gelap!Kepalanya terasa pening! Dia membuka mata perlahan, samar-samar melihat lampu berwarna putih terang dengan langit-langit ruangan yang sewarna—cukup menyilaukan. Tercium pula bau obat-obatan. Tangannya terasa kebas. Tak lama setelahnya—ketika dirinya telah sadar sepenuhnya. Dia menyadari sudah tertidur di suatu tempat dengan tirai yang membingkai kanan kiri dan depannya. Tangan kirinya telah terpasang infus. Renna sudah bisa menebak dimana dirinya tanpa bertanya dan diberitahu—rumah sakit. Dia memandang sekitar tempatnya tidur. Tak ada orang yang menunggu. Keadaan diluar tirai begitu ramai orang mengobrol berbanding terbalik dengan tempat yang hanya ada dirinya seorang. Dia mengingat apa yang terjadi hingga berakhir di rumah sakit. Renna hanya ingat bagian ucapan tentang meminta uang 700 ribu pada Dimas dan setelahnya hanya gelap yang diingat. Renna menegok ke bawah selimut yang menutup tubuhnya hingga di bawah dagu. Hoodie yang dipakainya tadi pagi telah terlepas pad

  • Luka (Yang) Cantik   Bab 5 Test Tingkat Stress

    Bab 5Renna memandangi kertas yang baru saja dirinya ambil dari Kantor Administrasi Akademik. Sebuah form panjang untuk pengajuan cuti kuliah selama dua semester. Setelah berkonsultasi pada Kaprodi tentang kondisi kesehatannya yang menurun beberapa hari—dia berbohong agar diizinkan.Semalam dia sudah memikirkan strategi pengajuan cuti ini. Dirinya ingin mengambil beberapa jeda waktu untuk fokus mengumpulkan uang. Banyak hal yang menjadi bahan perenungan sebelum memilih untuk cuti kuliah termasuk kondisi keuangan orang tua dan dirinya sendiri. Krisis sangat terasa sekarang untuk Renna.Tak ada penghasilan pasti ditambah dengan kiriman uang yang mungkin dikurangi hingga beberapa bulan ke depan.Mungkin ini adalah salah satu bentuk karma atas perbuatannya yang mengkhianati kepercayaan kedua orang tua. Tentang kesanggupan menjaga diri padahal nyatanya tidak. Dia merusak diri baik secara fisik dan mentalnya."Ren!" panggilan dari seseorang yang sedang berjalan ke arah Rennata dengan sedikit

  • Luka (Yang) Cantik   Bab 6 Bantuan Balas Dendam?

    Bab 6"Dim, tolong ada yang terluka." Dimas menengok pada temannya— pemilik kafe bernama Darian. Dia melihat ke dalam melalui jendela kaca, sudah ada beberapa orang yang berkerumun pada satu titik dekat panggung band. Matanya mulai menelusuri dimana perempuan yang tadi sempat bersama dengannya— namun nihil.Ia lari ke dalam, mencari siapa orang yang terluka. Dirinya sempat mendengar jika ada pecahan botol ketika Renna diminta masuk. Pikirannya berpendar dan menduga mungkinkah Renna melukai dirinya sendiri."Arrrgghhh!!" jeritan seorang pengunjung memekakkan telinga. Dia berada di kerumunan paling depan.Dimas melihatnya. Disana, Renna duduk jongkok dan menunduk. Perempuan itu seakan tuli pada keadaan sekitar. Tangannya mengepal erat. Darah sudah terlihat menetes dari telapak tangan kanannya. Perempuan ini ada apa? Dimas menebak-nebak diamnya Renna seperti orang linglung. Ia segera menghampirinya. Ingin menyadarkan Renna yang mungkin sedang melamun.Seperti kemarin, perempuan itu mel

  • Luka (Yang) Cantik   BAB 7 Kegamangan Dan Kepercayaan

    Bab 7Renna menatap wajah lelaki di depannya dengan seksama. Terpeta setiap keseriusan yang ada. Tangisnya sudah mulai reda. Sesak yang sempat di rasanya tadi berangsur berkurang.Tatapan hangat yang memancarkan keseriusan itu memudarkan kecemasan yang dia rasa. Isaknya hanya terdengar sesekali. Dimas merapikan rambutnya dan berbisik tentang rencana-rencana hebat dalam balas dendam versi lelaki itu."Jadilah perempuan yang lebih baik, hingga dia menyesal karena meninggalkanmu." bisiknya ringan pada telinga Renna.Membawa hawa merinding di sekujur tubuh Renna. Lelaki ini benar-benar membuatnya merasakan nyaman dalam arti yang berbeda. Tatapan yang lembut menyampaikan keseriusan dan ketegasan secara bersamaan.Renna terpaku sesaat pada tatapan tersebut sebelum akhirnya kesadaran membawanya ke dunia nyata sekarang. "Ayo pulang, aku anterin."Dimas menepuk pundaknya dan membantu Renna berdiri. Perempuan itu menunduk karena rasa malu. Merasa jika tindakannya kali ini telah melewati batas.

  • Luka (Yang) Cantik   Bab 8 Terang Bulan

    Bab 8'Jika pulang nanti tunggu aku. Aku akan mengantarmu'Pesan dari Dimas baru saja dia baca. Pesan yang selalu dikirim lelaki itu secara rutin belakangan ini untuknya. Dimas selalu berpesan akan mengantarnya dan lelaki itu memang tak pernah absen mengantar Renna pulang.Telah lewat dua minggu setelah kejadian Dion mengancamnya di dekat halte bus kampus dan setelah kejadian tersebut secara tiba-tiba Dimas menjadi lebih waspada dalam menjaganya. Padahal Renna tak pernah menceritakan kejadian pengancaman itu pada Dimas. Dia terlalu takut jika semakin merepotkan sosok penolongnya. Namun siapa sangka jika ternyata lelaki itu memiliki firasat tersendiri.Setiap mengantarnya pulang maka akan beralasan bahwa jalanan ke tempat tinggal Renna sangat sepi dan gelap. Kejahatan bisa mengintai dimana saja.Renna juga merasa resah setiap malam terutama kala pagi menyambut, saat dirinya akan berangkat bekerja sebagai loper koran pada pagi buta. Keresahan yang ia rasa karena takut jika Dion akan mun

  • Luka (Yang) Cantik   Bab 9 Cempaka

    Bab 9Suasana kota pagi ini sangatlah lengang. Masih bisa dikatakan cukup gelap untuk pembukaan hari mereka. Dimas mengemudikan mobilnya dengan tenang tanpa terganggu macet. Mengajak Renna membelah jalanan kota menuju tempat tujuannya pagi ini.Hawa dingin merasuk ke kulit mereka. Renna mengencangkan jaketnya— mengharap hangat. Sabuk pengaman telah melekat pada tubuh kurusnya. Dimas memakai sebuah sweater warna hitam yang dipadukan celana jeans warna sepadan. Sedangkan Renna juga mengenakan pakaian warna senada. Hitam, seperti pesan Dimas tadi pagi.'Pakai warna hitam, biar couple.'Dimas juga mengenakan kacamata hitam, bagi Renna masih terlalu gelap memakainya. Renna memeluk tubuhnya sendiri. AC mobil masih dinyalakan lelaki sebelahnya— sangat tidak peka. Suara radio mobil menggema dari dalam. Meninggalkan jejak musik yang keras di dalam mobil.Ingin Renna bersuara tapi musik dari radio cukuplah keras. Ditambah Dimas yang ikut asyik bersenandung."Dingin!" ucap Renna mendekat pada te

  • Luka (Yang) Cantik   Bab 10 Tragedi

    Bab 10Film telah usai semenjak tadi. Acara nonton mereka cukup lancar sampai akhir, tak ada drama terlambat sampai tempatnya. Bahkan film horor yang diputar tadi tak memecah keheningan mereka yang masih saling membisu.Sudah pernah dikatakan bahwa Renna tak takut pada hantu, dia lebih takut pada pikiran buruknya. Setelah keluar dari bioskop mereka berada disini. Di kafe yang kemarin siang Renna antarkan pesanan belanja.Awalnya Dimas mengajak untuk makan di kafe tempat kerjanya, tapi karena merasa malu Renna menolaknya. Dan oleh sebab itu mereka sampai disini. Kafe ini cukup sepi dibanding kafe milik Darian.Tak ada band kafe seperti kafe Darian yang ada hanya musik dari pengeras suara pada setiap penjuru ruangan untuk mengisi hiburan di tempat ini. Mereka berdua sedang menyantap makan malam sebagai penutup liburan hari ini.Renna menyantap makanannya dengan tenang tanpa tergesa, perutnya tak terlalu lapar karena Dimas terus mengajaknya membeli camilan saat di mall. Sedang lelaki it

  • Luka (Yang) Cantik   Bab 11 Shocked

    Bab 11 "Dar, tolong jemput Renna dan antar dia. Mobilku di kafe dekat toko roti Wangi. Nanti aku kirim pesan untuk menjemputku dimana." pesan Dimas pada Darian melalui via telepon."Baik bro." jawab dari seberang.Dimas mematikan ponselnya dan menaruhnya ke saku celana. Saat ini ia berada dalam ambulans menuju rumah sakit terdekat. Dirinya mengikuti pasien tersebut untuk memastikan pasien itu selamat.Hanya sekali ini akan meninggalkan Renna untuk pulang sendirian, meski dalam benaknya penuh firasat buruk. Dimas mengambil nafasnya dalam. Ada rasa ketakutan jika terjadi apapun pada Renna. Namun perasaan itu ia tepis dengan berpikir positif, Renna akan pulang bersama Darian dan tentunya itu akan lebih baik daripada pulang sendirian."Ayo, pak. Kita sampai." ucap salah seorang petugas menyadarkan dirinya. Ia segera turun disambut beberapa petugas medis disana.Dimas mengikuti setiap langkah para petugas medis. Terus mengikuti mereka hingga sampai ke ruang gawat darurat. Ia hanya bisa m

Bab terbaru

  • Luka (Yang) Cantik   Bab 16 Obrolan Kopi Dan Kentang Patah Hati

    Bab 16Renna berjalan keluar dari gedung lebih pagi. Keadaannya jauh dari kata baik-baik saja. Meski telah mandi, nyatanya wajah sembab masih terpatri pada wajahnya. Rambutnya terikat rapi. Langkahnya cepat dan berharap sampai ke tempat kerjanya lebih pagi.Tapi sepanjang jalan, keadaannya masih sedikit orang. Di salah satu bawah pohon seorang pria tengah berdiri dengan selebaran di tangannya. Renna melangkah lebih cepat melewati orang itu, tapi pria itu menyodorkan sebuah kertas yang berisi kalimat penyemangatnya.'Konsultasikan traumamu kepada kami'Seperti itulah tulisan di dalamnya, dengan tatapan bingung Renna menghadap pria itu, mereka saling berpandangan satu sama lain. Renna menatapnya bingung."Dari rautmu, kamu pasti sedang bersedih."Ucapan pria itu membuat Renna sedikit terkesima. Perempuan itu terdiam dan menatap cukup lama. "Kamu pasti menangis sepanjang malam. Tak apa untuk tak baik-baik saja."Ucapan selanjutnya kian membuat Renna menitikkan air mata. "Apakah terlihat j

  • Luka (Yang) Cantik   Bab 15 Setiap Manusia Itu Ada Lukanya

    Bab 15"Ren, Dimas sudah ada di luar." ujar Darian padanya Renna sedang duduk di kursi kasir sambil melamunkan kejadian tadi siang.Renna mengambil tas ransel hitam miliknya yang berada di bawah meja kasir lalu mencantolkannya pada bahu. Dia melangkah keluar dari kafe yang telah sepenuhnya sepi dan gelap. Kafe telah tutup dari jam 10 malam dan tentunya kini para karyawan telah pulang hanya meninggalkan Renna serta Darian sang pemilik kafe di dalamnya karena menunggu sosok bernama Dimas. Semua penungguan lama ini karena lelaki itu terus mengirimi pesan beruntun penuh ancaman yang menggelikan.'Malam ini aku antar, jika kau pergi duluan nanti aku langsung masuk ke kamarmu'Pesan berurutan yang membuat Renna jengah dan geli sendiri. Lelaki tersebut lebih seperti kekasih yang posesif di suatu waktu dan sisanya bak orang asing yang saling mengenal. Renna membuka pintu kaca kafe. Di sana dia mengedarkan pandangan dan matanya langsung disambut oleh sosok Dimas yang berdiri di depannya sambil

  • Luka (Yang) Cantik   Bab 14 Gelas Yang Retak

    Bab 14Pukulan Dimas pada Dion telak membuat lelaki yang menjadi lawannya tersungkur jatuh di lantai. Membuat pekikan para tetangga yang melihatnya diiriingi bisikan mereka tentang betapa kacaunya hari ini. Sedang Renna yang bersembunyi di balik badan Dimas mulai merinding. Dia memejamkan matanya, menerka seberapa hebat nanti pertengkaran ini.Dan setelah ucapan Dimas tadi, semua orang terdiam. Tetangga yang bergunjing menjadi diam dengan ancaman Dimas pada Dion yang penuh titah tak terbantahkan, seolah ia adalah raja disana. Semua mata ikut menelisik, dimana perempuan yang membuat masalah ini. Lebih tepatnya, perempuan sumber pertengkaran tersebut.Dion mengusap ujung bibirnya yang berdarah, pukulan Dimas sangat menyakitkan teruntuk dirinya apalagi ia yang belum siap menerimanya. Atau memang tak akan pernah siap, Dion bukan orang yang pandai berkelahi. Beberapa pasang mata melihat mereka berdua— lelaki yang memukul dan di pukul. Kini wajah Dion kian memerah menahan marah serta malu.H

  • Luka (Yang) Cantik   Bab 13 Pulang

    Bab 13 Tak ada hal yang baik-baik saja setelah mengalami kejadian yang traumatis. Mereka selalu mencoba untuk baik-baik saja dengan harapan akan hilangnya semua ingatan traumatis tersebut atau setidaknya bisa memaafkan.Dan hal itu yang Renna coba selama hampir 10 hari di tempat ini. Dia bak orang yang tengah bersembunyi dari banyaknya manusia di luar sana. Perempuan itu masih terbaring pada ranjang rumah sakit dengan Dimas yang menjaganya sesekali. Lelaki itu memang tak selalu ada untuknya dalam 24 jam tapi akan tetap menjaga dan merawat pada pagi hari serta di malam hari seusai pulang kerja.Luka-luka yang ia dapat dari kejadian itu mengering dan hanya meninggalkan beberapa bekas yang akan sembuh beberapa waktu ke depan, namun hanya luka fisik yang mengering. Tetapi tidak dengan luka pada hati dan memorinya. Semua kenangan itu sesekali seperti kaset rusak yang tiba-tiba hadir dalam lamunannya. Dan ketika kenangan buruk itu muncul, Renna hanya memejamkan matanya dan menahan tangis—

  • Luka (Yang) Cantik   Bab 12 Penyesalan Dimas

    Bab 12 Dimas terus melangkah melalui gang sempit menuju mobilnya yang terparkir di luar area tersebut. Beberapa saat lalu ia bertemu dengan rentenir yang menjerat Renna hingga perempuan itu mengalami hal memilukan— Yang mungkin menjadi trauma terbesarnya.Berurusan dengan debt collector yang menyiksa dan hampir memperkosa perempuan itu.Dimas berjalan dengan tenang. Tak menghiraukan tatapan beberapa orang yang melihatnya dengan tatapan takjub bahkan meremehkan karena baru saja keluar dari tempat rentenir paling kejam di kota ini. Dari semua tempat yang selalu berurusan dengannya, Dimas tak mengerti kenapa sekarang dirinya terlibat lebih jauh hingga ke area semacam ini. Tempat yang sangat jauh dari kata baik-baik saja. Berada pada area kumuh pinggir kota dekat dengan dermaga.Ia memang bukan orang yang bersih hingga tak pernah berurusan dengan sisi gelap. Tapi setidaknya, itu adalah masa lalunya sebelum menjadi dokter. Masa- masa dimana ia rajin berkelahi dengan orang yang meremehkan d

  • Luka (Yang) Cantik   Bab 11 Shocked

    Bab 11 "Dar, tolong jemput Renna dan antar dia. Mobilku di kafe dekat toko roti Wangi. Nanti aku kirim pesan untuk menjemputku dimana." pesan Dimas pada Darian melalui via telepon."Baik bro." jawab dari seberang.Dimas mematikan ponselnya dan menaruhnya ke saku celana. Saat ini ia berada dalam ambulans menuju rumah sakit terdekat. Dirinya mengikuti pasien tersebut untuk memastikan pasien itu selamat.Hanya sekali ini akan meninggalkan Renna untuk pulang sendirian, meski dalam benaknya penuh firasat buruk. Dimas mengambil nafasnya dalam. Ada rasa ketakutan jika terjadi apapun pada Renna. Namun perasaan itu ia tepis dengan berpikir positif, Renna akan pulang bersama Darian dan tentunya itu akan lebih baik daripada pulang sendirian."Ayo, pak. Kita sampai." ucap salah seorang petugas menyadarkan dirinya. Ia segera turun disambut beberapa petugas medis disana.Dimas mengikuti setiap langkah para petugas medis. Terus mengikuti mereka hingga sampai ke ruang gawat darurat. Ia hanya bisa m

  • Luka (Yang) Cantik   Bab 10 Tragedi

    Bab 10Film telah usai semenjak tadi. Acara nonton mereka cukup lancar sampai akhir, tak ada drama terlambat sampai tempatnya. Bahkan film horor yang diputar tadi tak memecah keheningan mereka yang masih saling membisu.Sudah pernah dikatakan bahwa Renna tak takut pada hantu, dia lebih takut pada pikiran buruknya. Setelah keluar dari bioskop mereka berada disini. Di kafe yang kemarin siang Renna antarkan pesanan belanja.Awalnya Dimas mengajak untuk makan di kafe tempat kerjanya, tapi karena merasa malu Renna menolaknya. Dan oleh sebab itu mereka sampai disini. Kafe ini cukup sepi dibanding kafe milik Darian.Tak ada band kafe seperti kafe Darian yang ada hanya musik dari pengeras suara pada setiap penjuru ruangan untuk mengisi hiburan di tempat ini. Mereka berdua sedang menyantap makan malam sebagai penutup liburan hari ini.Renna menyantap makanannya dengan tenang tanpa tergesa, perutnya tak terlalu lapar karena Dimas terus mengajaknya membeli camilan saat di mall. Sedang lelaki it

  • Luka (Yang) Cantik   Bab 9 Cempaka

    Bab 9Suasana kota pagi ini sangatlah lengang. Masih bisa dikatakan cukup gelap untuk pembukaan hari mereka. Dimas mengemudikan mobilnya dengan tenang tanpa terganggu macet. Mengajak Renna membelah jalanan kota menuju tempat tujuannya pagi ini.Hawa dingin merasuk ke kulit mereka. Renna mengencangkan jaketnya— mengharap hangat. Sabuk pengaman telah melekat pada tubuh kurusnya. Dimas memakai sebuah sweater warna hitam yang dipadukan celana jeans warna sepadan. Sedangkan Renna juga mengenakan pakaian warna senada. Hitam, seperti pesan Dimas tadi pagi.'Pakai warna hitam, biar couple.'Dimas juga mengenakan kacamata hitam, bagi Renna masih terlalu gelap memakainya. Renna memeluk tubuhnya sendiri. AC mobil masih dinyalakan lelaki sebelahnya— sangat tidak peka. Suara radio mobil menggema dari dalam. Meninggalkan jejak musik yang keras di dalam mobil.Ingin Renna bersuara tapi musik dari radio cukuplah keras. Ditambah Dimas yang ikut asyik bersenandung."Dingin!" ucap Renna mendekat pada te

  • Luka (Yang) Cantik   Bab 8 Terang Bulan

    Bab 8'Jika pulang nanti tunggu aku. Aku akan mengantarmu'Pesan dari Dimas baru saja dia baca. Pesan yang selalu dikirim lelaki itu secara rutin belakangan ini untuknya. Dimas selalu berpesan akan mengantarnya dan lelaki itu memang tak pernah absen mengantar Renna pulang.Telah lewat dua minggu setelah kejadian Dion mengancamnya di dekat halte bus kampus dan setelah kejadian tersebut secara tiba-tiba Dimas menjadi lebih waspada dalam menjaganya. Padahal Renna tak pernah menceritakan kejadian pengancaman itu pada Dimas. Dia terlalu takut jika semakin merepotkan sosok penolongnya. Namun siapa sangka jika ternyata lelaki itu memiliki firasat tersendiri.Setiap mengantarnya pulang maka akan beralasan bahwa jalanan ke tempat tinggal Renna sangat sepi dan gelap. Kejahatan bisa mengintai dimana saja.Renna juga merasa resah setiap malam terutama kala pagi menyambut, saat dirinya akan berangkat bekerja sebagai loper koran pada pagi buta. Keresahan yang ia rasa karena takut jika Dion akan mun

DMCA.com Protection Status