“Claire...” kata Leon sambil memegangi kepalanya. Pedangnya yang masih terhunus ke arah Claire perlahan-lahan diturunkan.
“Leon, kamu sudah sadar?” tanya Claire.
“Maafkan aku,” jawab Leon.
“Leon!” seru Claire sambil memeluk Leon sekarang.
“Aku yang minta maaf, Leon. Aku tahu sekarang mereka menipuku. Aku tidak tahu dimana ibuku sekarang,” jawab Claire sambil menangis di pelukan Leon.
“Aku tidak pernah menyalahkanmu,” kata Leon.
“Claire... Aku melihat sesuatu saat aku berada di angkasa barusan,” kata Leon lagi.
“Apa itu?” tanya Claire sambil melepaskan diri dari pelukan Leon. Matanya yang biru menatap Leon dengan penuh tanda tanya.
“Aku melihat aku ada di sebuah ruangan. Ada selang infus, beberapa orang ada di sana, tidak jelas. Tapi aku yakin tadi aku terbangun hanya untuk sesaat,” jawab Leon.
Di luar sana, Boston
“Shit!” seru Claire.Dengan cepat ia membantu Leon turun dari ranjang. Leon berusaha sekuat tenaga menggerakkan kakinya agar dapat berlari keluar dari ruangan. Namun sialnya satu-satunya pintu yang ada di ruangan tersebut terkunci rapat. Claire dan Leon berusaha mendobraknya namun sia-sia.“Aku bersumpah akan membunuh Boston Hopkins!” seru Leon.“Pantas saja ia menyuruh dua orang tidak berguna ini di sini. Boston ingin membunuh mereka sekalian,” kata Claire menatap tubuh tak bernyawa dua pria bersimbah darah itu di lantai putih ruangan.“Sial!” seru Leon sambil melihat sekeliling. Mencoba mencari jalan keluar lain. Tidak ada jalan lain selain pintu tersebut. Ruangan ini bahkan tidak berjendela.“Kaca besar ini,” kata Claire.Ia lalu mengambil tiang infus dan dengan cepat memukulkannya ke kaca besar itu. Leon segera membantu Claire dengan mengambil satu tiang infus lagi lalu dengan s
“Leon... Leon! Kamu bisa mendengarku?”Suara Claire terdengar samar-samar di telinga Leon. Ia mengira mungkin ia sudah mati, tapi kenapa ia masih bisa mendengar suara Claire. Semakin lama suara Claire semakin terdengar jelas, diiringi bunyi beep yang entah apa itu. Bunyi beep itu mengingatkan Leon akan bom waktu, seketika ia memaksa matanya terbuka, namun kembali menyipit akibat sinar lampu yang terang.“Leon... Syukurlah!” seru Claire yang ada di sampingnya. Gadis itu memeluknya.Leon kemudian mencoba melihat wajah Claire dengan lebih jelas dan mendapati kalau wajahnya sudah berhiaskan luka dan plester dimana-mana. Leon berbaring dalam keadaan telungkup dengan wajah menghadap ke samping.“C-Claire...” suara Leon hampir tidak terdengar, tapi Claire mengangguk-angguk.Leon tiba-tiba melihat ke sekelilingnya. Ia menyadari ia berada di atas ranjang rumah sakit, tubuhnya menegang. Selang infus terpasang di tangannya
Ketika Claire membuka matanya pagi itu, betapa terkejutnya ia saat melihat Leon sudah berusaha untuk duduk. Pria itu duduk berlutut sebab bagian bokongnya juga mengalami luka.“Leon! Kamu seharusnya tidak banyak bergerak!” seru Claire terkejut.“Aku tidak apa-apa, Claire. Kalau tidak digerakkan, aku khawatir hasil fisioterapiku selama ini menjadi gagal. Lagipula aku merasa sangat pegal,” jawab Leon.“Apakah tidak terasa sakit?” tanya Claire sambil mendekati Leon.“Sakit sekali. Tapi saat kamu tidur, suster sudah membantuku sarapan dan makan obatnya. Setelah itu aku merasa lebih baik,” jawab Leon.“Luka bakarnya hanya di derajat dua, untungnya. Ini keajaiban. Jika mendengar ceritamu ada kompor gas yang meledak dan Mr. William berada cukup dekat. Ini sebuah keajaiban.”Dokter Moris tiba-tiba datang membuat Leon dan Claire sedikit terkejut. Mereka benar-benar harus membiasakan memanggi
“Claire! Claire!” seru Leon sambil menggoncang-goncangkan tubuh Claire malam itu. Saat Claire membuka matanya. Leon sudah memakai celana kain longgar dan kemeja longgar yang entah ia dapatkan dari mana. Ia sudah melepaskan infusnya dan membawa sebuah tas travel yang sepertinya sudah ia isi dengan barang-barang mereka yang dibeli Claire selama mereka ada di rumah sakit.“Leon? Apa yang kamu lakukan?” tanya Claire.“Kita harus pergi sekarang,” kata Leon.“Apa? Kamu belum boleh pulang, Leon!” seru Claire.“Ssshhh... Kecilkan suaramu, Claire!” seru Leon.“Ada apa sebenarnya, Leon?” tanya Claire.“Aku yakin melihat mereka,” jawab Leon.“Di mana? Kamu tidak turun dari tempat tidur, bukan?” tanya Claire.“A-aku... Aku memang turun dari tempat tidur, karena aku tidak bisa tidur. Aku harus melatih kakiku, Claire. Meskipun rasanya sangat
Claire menyetir mobilnya dengan gila-gilaan di jalanan yang cukup sibuk hari itu. Kemacetan menanti di hadapannya. Claire melirik ke arah jalur sebaliknya yang terlihat cukup lenggang. Leon melebarkan matanya saat bisa menebak apa yang dipikirkan Claire. Ia tidak bicara apapun, karena percuma saja, jadi ia hanya memegang erat ke jok mobil. Luka bakarnya terasa berdenyut-denyut tapi ia tidak menghiraukannya. Yang ia inginkan hanyalah kabur dari kejaran mobil-mobil hitam itu.Claire membanting setirnya menuju jalur yang berlawanan arah. Mobil-mobil mulai menekan klakson saat melihat mobil Claire melaju cepat melawan arah. Claire tidak peduli, ia membanting setir ke kiri dan kanan menghindari mobil-mobil yang ada di hadapannya. Leon nyaris terjatuh, tapi ia berusaha bertahan sambil memejamkan matanya. Ia tidak ingin mengganggu konsentrasi Claire yang sedang menyetir dengan kecepatan penuh.Mobil-mobil hitam yang mengejar di belakang mereka, mengikuti Claire memasuki jalur
Ketika mereka sampai di apartemen Leon, keadaannya masih sama seperti ketika Leon meninggalkannya terakhir kali. TV-nya bahkan masih menyala. Leon masih membayar biaya maintenancenya secara otomatis dari rekening tabungannya sehingga semuanya masih berfungsi dengan baik. Kunci pintunya masih menggunakan sidik jari Leon.Apartemen mewah dan modern itu terlihat berantakan dengan pakaian yang berserakan di sana sini, komputer dengan layar-layar besar masih menyala di salah satu ruangan yang Claire duga adalah ruangan kerja.“Maafkan aku apartemennya berantakan,” kata Leon agak malu.“Aku akan membereskannya nanti,” jawab Claire.“Aku bisa memanggil jasa cleaning service untuk itu,” sahut Leon.“Tidak perlu. Kita tidak perlu memanggil orang-orang untuk datang kemari. Kita harus lebih hati-hati, Leon,” kata Claire.“Kamu benar,” jawab Leon.Claire berjalan menyusuri ruangan dan me
Bel pintu apartemen Leon berbunyi dan Claire sudah tahu siapa yang datang. Claire membuka pintu dan seorang pria dengan topi merah ada di sana.“Pesanan atas nama Miss. White,” katanya sambil tersenyum.“Ya, itu aku,” jawab Claire.Ia menyodorkan kantung makanan itu ke arah Claire.“Terima kasih,” jawab Claire.Claire kemudian cepat-cepat hendak menutup pintu, tapi tiba-tiba orang tersebut bertanya.“Aku pikir tuan Maxwell sudah tidak akan kembali kesini,” katanya tiba-tiba.“Hmm?” Claire pura-pura tidak mengerti.“Salam untuk tuan Maxwell,” katanya lagi.“Maaf, aku tidak mengenal siapapun dengan nama itu,” jawab Claire.Pengantar makanan itu masih menatap Claire dengan tatapan bertanya-tanya, tapi Claire segera menutup pintu. Sepertinya mereka tidak bisa lama-lama tinggal di apartemen ini. Tapi semua peralatan yang Leon butuhkan a
Pagi-pagi sekali, Leon sudah terbangun dan kembali bekerja di depan komputernya. Claire terbangun lalu langsung melihat Leon sedang bekerja dengan punggung terbuka.“Leon...” katanya sambil mendekat.“Sudah bangun, sayang?” tanya Leon. Ia sudah nampak baik-baik saja. Claire mengangguk lalu mengecup kening Leon.“Aku akan buatkan sarapan, lalu kamu harus minum obat. Setelah itu aku akan mengoleskan obat ke lukamu,” kata Claire. Ia kemudian berjalan keluar dari ruang kerja Leon.“Claire... Kurasa aku tahu bagaimana kejadiannya,” kata Leon.“Kejadian apa?” tanya Claire.“Saat mereka menjebakku dan membuatku berpikir aku punya seorang ibu,” jawab Leon.“Aku akan menceritakannya saat sarapan nanti, sekaligus, aku akan memberitahumu rencanaku dan apa yang sedang kukerjakan,” lanjutnya lagi.“Baiklah,” jawab Claire.Ia kemudian seger
“Lepaskan aku! Aku ini calon presiden kalian! Lepaskan aku sekarang juga!” seru Boston Hopkins pada para polisi yang memborgol tangannya.“Anda berhak untuk diam. Semuanya bisa Anda jelaskan di pengadilan. Anda juga bisa menyewa pengacara untuk membela Anda,” jawab polisi itu.“Pengawal! Pengawal!” teriak Boston Hopkins dengan panik. Tetapi tidak ada satupun pengawal yang mendekat. Sebab Leon sudah menyuruh mereka pergi sejauh mungkin.Boston Hopkins terpaksa menyerah kepada para polisi. Ia masuk ke dalam mobil polisi dan dibawa pergi. Sepanjang perjalanan, orang-orang melemparinya dengan telur busuk. Polisi harus menertibkan masyarakat agar tidak melempari Boston dengan telur dan benda-benda lainnya. Boston tidak percaya ini benar-benar menimpa dirinya. Padahal selangkah lagi saj
Fox kembali berbaring di sofa meluruskan kakinya yang sakit. Claire membantu Fox dengan mengganjal kakinya dengan bantal agar bengkaknya tidak semakin parah.“Aku bisa membantu Leon,” katanya.“Kamu tidak akan bisa membantu kalau kamu belum sehat. Istirahatlah dulu, kamu membutuhkannya,” jawab Claire.Claire pergi ke dapur dan ia pun memanaskan air untuk membuatkan teh hangat untuk Leon. Masih ada teh yang belum basi di apartemen itu. Ia pun membawakannya untuk Leon. Pria itu bahkan belum beristirahat sejak tadi. Tubuhnya masih basah kuyup.“Terima kasih,” kata Leon sambil tersenyum. Senyuman yang selalu membuat jantung Claire berdegup dua kali lebih cepat.“Apakah kamu tidak bisa ber
Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L
Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L
“Hey bro, kamu sudah lihat berita di televisi?” tanya salah seorang bodyguard yang sedang berjaga di markas tempat Fox menjalani hukumannya.“Sudah. Aku berpikir kita sebaiknya pergi sebelum polisi menangkap kita juga,” jawab bodyguard yang satunya.“Ssst!! Pelankan suaramu. Jika yang lain mendengar kita bisa dibunuh,” jawabnya.“Hey... let me go, please...” kata Fox mengiba pada kedua orang yang sedang berbisik-bisik itu.Dua orang itu berpandang-pandangan lalu melihat ke arah Fox.“Sorry, kid. Kalau kami melepaskanmu, kami pasti akan mati. Sekarang kecilkan suaramu atau kita akan dapat masalah!” seru orang itu dengan suara berbisik.
Tidak butuh waktu lama, Claire dan Leon sudah sampai ke apartemen lama Leon. Mereka berlari menuju ke elevator setelah memarkirkan mobil di garasi pribadi Leon. Elevator pribadi itu langsung mengantarkan mereka ke apartemen Leon yang ditinggal dalam keadaan berantakan. Bekas-bekas peluru masih ada di tembok, kaca jendela yang pecah, bahkan bantal sofa yang berlubang.Leon tidak menunggu waktu lama, ia langsung berlari ke ruang kerja lamanya lalu mengeluarkan laptop milik Claire dan segala peralatan yang ia bawa di dalam tas. Claire langsung menyalakan TV untuk mendengarkan ada berita apa di televisi. Begitu dinyalakan, berita di televisi langsung menayangkan hal yang sudah Claire dan Leon duga sebelumnya.“Sejumlah pejabat negara mendatangi kantor polisi secara tiba-tiba hari ini. Belum ada konfirmasi resmi dari pihak kepolisian tetapi informasi yang bere
Api yang keluar dari mulut Chimera itu kini sudah disemburkan ke arah Claire dan Leon. Air mata Claire meleleh turun ke pipinya. Dengan perlahan dan lembut, ia menyentuhkan bibirnya ke bibir Leon. Mungkin ini ciuman mereka yang terakhir. Tidak ada cukup kata-kata bagi Claire untuk mengungkapkan perasaannya pada Leon, ia memilih untuk mengungkapkannya melalui ciuman terakhir ini.Namun sesaat sebelum api itu membakar tubuh mereka, tiba-tiba Claire dan Leon merasa diri mereka tersedot ke dimensi yang berbeda. Saat mereka membuka mata, mereka kembali ke tempat mereka semula. Ini di apartemen Claire, di depan laptop mereka.“Apakah kita sudah mati sekarang?” tanya Claire.“Kurasa tidak,” jawab Leon.“Apakah ini ilusi?” tanya Claire lagi.
“Kamu akan menyusul mereka secepatnya. Jangan khawatir,” kata Boston sambil melihat ke mana arah pandang Fox.Fox tetap tidak menjawab. Ia tetap menatap Boston tanpa ekspresi. Wajahnya memerah, senada dengan warna rambutnya. Setiap melihat wajah Boston, ia teringat bagaimana Mrs. Andrew meninggal. Kepalanya mengeluarkan darah, bahkan kini masih meninggalkan noda di pakaian Fox. Dalam hati, Fox bersumpah bahwa ia akan menuntut balas. Boston harus mati di tangannya.“Terserah jika kamu ingin tetap membisu seperti itu. Tapi sekarang kamu harus mengirimkan hipnotis pada semua orang di Amerika. Akses ke satelitnya sudah kuberikan padamu,” kata Boston Hopkins lagi.Fox hanya diam saja, menatap Boston tanpa berkata apapun. Boston mulai jengah dengan sikap Fox, ia memberikan kode pada orang yang meno
“Ayo kita lakukan sekarang. Lebih cepat, lebih baik. Kita tidak ingin kehilangan momen ini,” kata Leon lagi. Ia sudah duduk di depan laptopnya bersiap untuk kembali masuk ke dalam The Myth. Matanya menatap ke arah Claire menunggu gadis itu duduk di sebelahnya dan segera memulai misi kali ini.Claire menghela napas panjang, berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Ia kemudian melangkahkan kakinya dan duduk di sebelah Leon. Jantungnya berdebar, perasaannya mengatakan bahwa ada sesuatu yang salah. Namun, ia harus melakukan ini. Seperti kata Leon, ini mungkin kesempatan mereka untuk menghancurkan Boston Hopkins untuk selamanya.“Kamu sudah siap?” tanya Leon.“Iya,” jawab Claire singkat.Ia menatap wajah Leon lalu sesaat kemudian, tanpa