“Claire! Claire!” seru Leon sambil menggoncang-goncangkan tubuh Claire malam itu. Saat Claire membuka matanya. Leon sudah memakai celana kain longgar dan kemeja longgar yang entah ia dapatkan dari mana. Ia sudah melepaskan infusnya dan membawa sebuah tas travel yang sepertinya sudah ia isi dengan barang-barang mereka yang dibeli Claire selama mereka ada di rumah sakit.
“Leon? Apa yang kamu lakukan?” tanya Claire.
“Kita harus pergi sekarang,” kata Leon.
“Apa? Kamu belum boleh pulang, Leon!” seru Claire.
“Ssshhh... Kecilkan suaramu, Claire!” seru Leon.
“Ada apa sebenarnya, Leon?” tanya Claire.
“Aku yakin melihat mereka,” jawab Leon.
“Di mana? Kamu tidak turun dari tempat tidur, bukan?” tanya Claire.
“A-aku... Aku memang turun dari tempat tidur, karena aku tidak bisa tidur. Aku harus melatih kakiku, Claire. Meskipun rasanya sangat
Claire menyetir mobilnya dengan gila-gilaan di jalanan yang cukup sibuk hari itu. Kemacetan menanti di hadapannya. Claire melirik ke arah jalur sebaliknya yang terlihat cukup lenggang. Leon melebarkan matanya saat bisa menebak apa yang dipikirkan Claire. Ia tidak bicara apapun, karena percuma saja, jadi ia hanya memegang erat ke jok mobil. Luka bakarnya terasa berdenyut-denyut tapi ia tidak menghiraukannya. Yang ia inginkan hanyalah kabur dari kejaran mobil-mobil hitam itu.Claire membanting setirnya menuju jalur yang berlawanan arah. Mobil-mobil mulai menekan klakson saat melihat mobil Claire melaju cepat melawan arah. Claire tidak peduli, ia membanting setir ke kiri dan kanan menghindari mobil-mobil yang ada di hadapannya. Leon nyaris terjatuh, tapi ia berusaha bertahan sambil memejamkan matanya. Ia tidak ingin mengganggu konsentrasi Claire yang sedang menyetir dengan kecepatan penuh.Mobil-mobil hitam yang mengejar di belakang mereka, mengikuti Claire memasuki jalur
Ketika mereka sampai di apartemen Leon, keadaannya masih sama seperti ketika Leon meninggalkannya terakhir kali. TV-nya bahkan masih menyala. Leon masih membayar biaya maintenancenya secara otomatis dari rekening tabungannya sehingga semuanya masih berfungsi dengan baik. Kunci pintunya masih menggunakan sidik jari Leon.Apartemen mewah dan modern itu terlihat berantakan dengan pakaian yang berserakan di sana sini, komputer dengan layar-layar besar masih menyala di salah satu ruangan yang Claire duga adalah ruangan kerja.“Maafkan aku apartemennya berantakan,” kata Leon agak malu.“Aku akan membereskannya nanti,” jawab Claire.“Aku bisa memanggil jasa cleaning service untuk itu,” sahut Leon.“Tidak perlu. Kita tidak perlu memanggil orang-orang untuk datang kemari. Kita harus lebih hati-hati, Leon,” kata Claire.“Kamu benar,” jawab Leon.Claire berjalan menyusuri ruangan dan me
Bel pintu apartemen Leon berbunyi dan Claire sudah tahu siapa yang datang. Claire membuka pintu dan seorang pria dengan topi merah ada di sana.“Pesanan atas nama Miss. White,” katanya sambil tersenyum.“Ya, itu aku,” jawab Claire.Ia menyodorkan kantung makanan itu ke arah Claire.“Terima kasih,” jawab Claire.Claire kemudian cepat-cepat hendak menutup pintu, tapi tiba-tiba orang tersebut bertanya.“Aku pikir tuan Maxwell sudah tidak akan kembali kesini,” katanya tiba-tiba.“Hmm?” Claire pura-pura tidak mengerti.“Salam untuk tuan Maxwell,” katanya lagi.“Maaf, aku tidak mengenal siapapun dengan nama itu,” jawab Claire.Pengantar makanan itu masih menatap Claire dengan tatapan bertanya-tanya, tapi Claire segera menutup pintu. Sepertinya mereka tidak bisa lama-lama tinggal di apartemen ini. Tapi semua peralatan yang Leon butuhkan a
Pagi-pagi sekali, Leon sudah terbangun dan kembali bekerja di depan komputernya. Claire terbangun lalu langsung melihat Leon sedang bekerja dengan punggung terbuka.“Leon...” katanya sambil mendekat.“Sudah bangun, sayang?” tanya Leon. Ia sudah nampak baik-baik saja. Claire mengangguk lalu mengecup kening Leon.“Aku akan buatkan sarapan, lalu kamu harus minum obat. Setelah itu aku akan mengoleskan obat ke lukamu,” kata Claire. Ia kemudian berjalan keluar dari ruang kerja Leon.“Claire... Kurasa aku tahu bagaimana kejadiannya,” kata Leon.“Kejadian apa?” tanya Claire.“Saat mereka menjebakku dan membuatku berpikir aku punya seorang ibu,” jawab Leon.“Aku akan menceritakannya saat sarapan nanti, sekaligus, aku akan memberitahumu rencanaku dan apa yang sedang kukerjakan,” lanjutnya lagi.“Baiklah,” jawab Claire.Ia kemudian seger
“Masuk kembali ke dalam the Myth? Kamu gila, Leon? Aku tidak mau masuk kembali ke dalam game itu!” seru Claire.“Tenanglah, Claire. Kali ini akan berbeda, kita tidak akan benar-benar masuk ke dalam. Aku sudah membuat modifikasi. Kita hanya akan menggerakkannya dari luar, kita akan punya kesadaran penuh dan bisa berhenti kapan saja kita mau,” jawab Leon sambil tersenyum lebar.“Lalu apa rencanamu dengan game itu?” tanya Claire.Leon hanya tersenyum sambil memakan telurnya.“Leon?” tanya Claire penasaran.“Kamu akan lihat setelah ini,” jawabnya.Claire dan Leon menghabiskan sarapan mereka dengan cepat dan mereka langsung menuju ruang kerja Leon yang kini tampak jauh lebih bersih dan rapi.“Coba pakai ini,” kata Leon sambil memberikan sesuatu yang bentuknya seperti helm dengan banyak kabel di sana-sini.“Aku akan memperbaiki penampilannya nanti,” k
“Jangan buka pintunya,” kata Leon.Dengan jantung berdegup kencang, Leon berjalan perlahan menuju pintu rumah. Ia mencoba melihat di layar monitor, siapa yang datang. Sialnya, kamera tidak menunjukkan apapun, itu tandanya siapapun yang menekan bel sedang bersembunyi di tempat yang tidak terlihat kamera.“Shit! Mereka menemukan kita,” kata Leon dengan suara berbisik.Dengan cepat ia berjalan kembali ke ruang kerjanya. Claire langsung berlari ke kamar mengambil obat-obatan Leon dan barang-barang yang bisa ia jangkau saja dan dimasukkan ke tasnya. Leon mengambil satu buah drive penting dari seluruh rangkaian komputer yang dia miliki. Setelah itu ia menghancurkan sisanya dengan palu.“Ayo, lewat sini!” seru Leon saat bertemu dengan Claire di ruang tengah. Leon mengambil kunci mobil lalu berjalan menuju ke suatu tempat yang Claire tidak memperhatikan sebelumnya. Ternyata apartemen Leon terhubung dengan elevator pribadi langs
Leon kemudian mengajak Claire masuk ke dalam villanya. Pemandangan yang begitu luar biasa membuat Claire tercengang. Bagian dalam vila itu luas dengan banyaknya kaca-kaca sehingga sinar matahari masuk langsung ke bagian dalam rumah. Pemandangan di luar kaca-kaca besar adalah sebuah kolam renang yang indah.“Arghhh...” kata Leon pelan. Ia meringis karena punggungnya terasa amat sakit saat ia berjalan.“Sudah waktunya diobati lagi. Efek obat penghilang rasa sakitnya sudah habis,” kata Claire.“Kamu benar,” kata Leon.Claire membuka tasnya dan mengeluarkan obat dari dokter.“Duduk di sini, punggungmu harus dibersihkan dulu. Di mana aku bisa mendapatkan handuk bersih dan air hangat?” tanya Claire.“Di sebelah sana,” tunjuk Leon ke arah kanan.“Di depannya ada laci, di situ seharusnya ada handuk-handuk bersih,” lanjutnya lagi.Claire segera berjalan ke arah yang
Claire dan Leon seketika menoleh ke belakang dan benar saja, di belakang mereka terlihat seekor naga besar berwarna hijau. Geramannya membuat tanah serasa bergetar, diiringi dentuman-dentuman langkah kakinya yang besar.“Itu bukan seekor naga laut, bukan?” tanya Claire dengan mata melebar.“Shit!” seru Leon.Seperti dugaannya, air laut di hadapan mereka mulai bergelombang bagai tsunami. Dari dalamnya keluar kepala seekor naga. Ia mengeluarkan sayapnya dan kemudian mulai terbang di udara. Tanpa menunggu waktu lama, naga itu mulai menyemburkan api dari mulutnya.“Menghindar!” seru Leon saat naga yang berada di belakang mereka juga mulai menyemburkan api. Claire dan Leon berguling untuk menghindari api yang keluar dari mulut naga tersebut.“Itu naga gunung. Semburan apinya lebih kuat dibandingkan naga laut. Tapi dia tidak terlalu senang terbang karena bobotnya yang amat besar. Naga laut bertubuh langsing
“Lepaskan aku! Aku ini calon presiden kalian! Lepaskan aku sekarang juga!” seru Boston Hopkins pada para polisi yang memborgol tangannya.“Anda berhak untuk diam. Semuanya bisa Anda jelaskan di pengadilan. Anda juga bisa menyewa pengacara untuk membela Anda,” jawab polisi itu.“Pengawal! Pengawal!” teriak Boston Hopkins dengan panik. Tetapi tidak ada satupun pengawal yang mendekat. Sebab Leon sudah menyuruh mereka pergi sejauh mungkin.Boston Hopkins terpaksa menyerah kepada para polisi. Ia masuk ke dalam mobil polisi dan dibawa pergi. Sepanjang perjalanan, orang-orang melemparinya dengan telur busuk. Polisi harus menertibkan masyarakat agar tidak melempari Boston dengan telur dan benda-benda lainnya. Boston tidak percaya ini benar-benar menimpa dirinya. Padahal selangkah lagi saj
Fox kembali berbaring di sofa meluruskan kakinya yang sakit. Claire membantu Fox dengan mengganjal kakinya dengan bantal agar bengkaknya tidak semakin parah.“Aku bisa membantu Leon,” katanya.“Kamu tidak akan bisa membantu kalau kamu belum sehat. Istirahatlah dulu, kamu membutuhkannya,” jawab Claire.Claire pergi ke dapur dan ia pun memanaskan air untuk membuatkan teh hangat untuk Leon. Masih ada teh yang belum basi di apartemen itu. Ia pun membawakannya untuk Leon. Pria itu bahkan belum beristirahat sejak tadi. Tubuhnya masih basah kuyup.“Terima kasih,” kata Leon sambil tersenyum. Senyuman yang selalu membuat jantung Claire berdegup dua kali lebih cepat.“Apakah kamu tidak bisa ber
Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L
Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L
“Hey bro, kamu sudah lihat berita di televisi?” tanya salah seorang bodyguard yang sedang berjaga di markas tempat Fox menjalani hukumannya.“Sudah. Aku berpikir kita sebaiknya pergi sebelum polisi menangkap kita juga,” jawab bodyguard yang satunya.“Ssst!! Pelankan suaramu. Jika yang lain mendengar kita bisa dibunuh,” jawabnya.“Hey... let me go, please...” kata Fox mengiba pada kedua orang yang sedang berbisik-bisik itu.Dua orang itu berpandang-pandangan lalu melihat ke arah Fox.“Sorry, kid. Kalau kami melepaskanmu, kami pasti akan mati. Sekarang kecilkan suaramu atau kita akan dapat masalah!” seru orang itu dengan suara berbisik.
Tidak butuh waktu lama, Claire dan Leon sudah sampai ke apartemen lama Leon. Mereka berlari menuju ke elevator setelah memarkirkan mobil di garasi pribadi Leon. Elevator pribadi itu langsung mengantarkan mereka ke apartemen Leon yang ditinggal dalam keadaan berantakan. Bekas-bekas peluru masih ada di tembok, kaca jendela yang pecah, bahkan bantal sofa yang berlubang.Leon tidak menunggu waktu lama, ia langsung berlari ke ruang kerja lamanya lalu mengeluarkan laptop milik Claire dan segala peralatan yang ia bawa di dalam tas. Claire langsung menyalakan TV untuk mendengarkan ada berita apa di televisi. Begitu dinyalakan, berita di televisi langsung menayangkan hal yang sudah Claire dan Leon duga sebelumnya.“Sejumlah pejabat negara mendatangi kantor polisi secara tiba-tiba hari ini. Belum ada konfirmasi resmi dari pihak kepolisian tetapi informasi yang bere
Api yang keluar dari mulut Chimera itu kini sudah disemburkan ke arah Claire dan Leon. Air mata Claire meleleh turun ke pipinya. Dengan perlahan dan lembut, ia menyentuhkan bibirnya ke bibir Leon. Mungkin ini ciuman mereka yang terakhir. Tidak ada cukup kata-kata bagi Claire untuk mengungkapkan perasaannya pada Leon, ia memilih untuk mengungkapkannya melalui ciuman terakhir ini.Namun sesaat sebelum api itu membakar tubuh mereka, tiba-tiba Claire dan Leon merasa diri mereka tersedot ke dimensi yang berbeda. Saat mereka membuka mata, mereka kembali ke tempat mereka semula. Ini di apartemen Claire, di depan laptop mereka.“Apakah kita sudah mati sekarang?” tanya Claire.“Kurasa tidak,” jawab Leon.“Apakah ini ilusi?” tanya Claire lagi.
“Kamu akan menyusul mereka secepatnya. Jangan khawatir,” kata Boston sambil melihat ke mana arah pandang Fox.Fox tetap tidak menjawab. Ia tetap menatap Boston tanpa ekspresi. Wajahnya memerah, senada dengan warna rambutnya. Setiap melihat wajah Boston, ia teringat bagaimana Mrs. Andrew meninggal. Kepalanya mengeluarkan darah, bahkan kini masih meninggalkan noda di pakaian Fox. Dalam hati, Fox bersumpah bahwa ia akan menuntut balas. Boston harus mati di tangannya.“Terserah jika kamu ingin tetap membisu seperti itu. Tapi sekarang kamu harus mengirimkan hipnotis pada semua orang di Amerika. Akses ke satelitnya sudah kuberikan padamu,” kata Boston Hopkins lagi.Fox hanya diam saja, menatap Boston tanpa berkata apapun. Boston mulai jengah dengan sikap Fox, ia memberikan kode pada orang yang meno
“Ayo kita lakukan sekarang. Lebih cepat, lebih baik. Kita tidak ingin kehilangan momen ini,” kata Leon lagi. Ia sudah duduk di depan laptopnya bersiap untuk kembali masuk ke dalam The Myth. Matanya menatap ke arah Claire menunggu gadis itu duduk di sebelahnya dan segera memulai misi kali ini.Claire menghela napas panjang, berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Ia kemudian melangkahkan kakinya dan duduk di sebelah Leon. Jantungnya berdebar, perasaannya mengatakan bahwa ada sesuatu yang salah. Namun, ia harus melakukan ini. Seperti kata Leon, ini mungkin kesempatan mereka untuk menghancurkan Boston Hopkins untuk selamanya.“Kamu sudah siap?” tanya Leon.“Iya,” jawab Claire singkat.Ia menatap wajah Leon lalu sesaat kemudian, tanpa