“Ahhh!! Pergi!” seru John ketakutan.
“John! Sadarlah itu ilusi! Kamu yang bilang semua itu tidak nyata!” teriak Claire sambil mengguncang tubuhbnya.
“C-Claire?” tanyanya akhirnya.
Tubuh John penuh dengan keringat, napasnya masih tersengal. Wajahnya sangat pucat. Siapapun bisa menjadi gila jika berada di sini terlalu lama.
“John, kamu tidak apa-apa?” tanya Claire.
“Kurasa begitu,” jawabnya pelan. Ia terbatuk-batuk setelahnya.
“Kita harus cari jalan keluar dari sini, Claire. Semakin lama, kurasa kita tidak akan waras lagi. Aku bahkan sudah meragukan kewarasanku,” ujarnya lagi.
“Sudah berapa lama kamu di sini? Apakah kamu sudah mengitari taman?” tanya Claire.
“Aku tidak tahu sudah berapa lama. Aku juga tidak tahu apakah aku sudah mengitari taman ini. Semuanya membingungkan!” serunya.
“Tenanglah. Coba pikirkan hal terakhir a
“Menurutmu, apakah kita bisa menghancurkan dinding ini dan memaksa untuk pindah ke sebelah sana?” tanya Claire.“Aku sudah mencobanya. Tapi di taman ini, kita tidak punya kekuatan apapun,” jawab John.“Ayo kita coba menyusuri dinding ini hingga ke ujungnya. Taman ini tidak mungkin begitu luas. Kita pasti bisa mencapai ke ujungnya,” usul Claire. Ia tidak memiliki usul yang lebih baik daripada itu.“Baiklah. Ayo kita coba,” jawab John.Mereka berdua berlari-lari kecil mencoba menyusuri dinding tanah yang keras itu. Sesekali, Claire mengetuk-ngetuk dinding itu, berharap siapa tahu menemukan celah atau bagian dinding yang rapuh. Tapi sudah beberapa lama mereka berlari, tetap saja, dinding itu kokoh dan tidak tergoyahkan. Claire dan John sudah berlari cukup lama hingga kelelahan.Claire menjatuhkan diri begitu saja di atas tanah saking lelahnya. John juga melakukan hal yang sama. Rasa sakit pada lengan Cla
“Maksudmu, kita menyentuh sesuatu yang tidak nyata?” tanya John.Claire mengerti maksud John. Jika semua ini ilusi, mengapa semua yang mereka sentuh terasa nyata?“John... Teknologi yang mereka ciptakan membuat kita merasakan semuanya seperti asli. Kamu mungkin tidak merasakannya sebab pertama kali masuk ke dalam game ini kamu masuk ke taman ini. Aku dan Leon sudah melewati beberapa level, dan kami mengalami hal-hal tidak terduga yang terlihat seperti nyata,” jawab Claire.“Seharusnya aku tidak main-main dengan game yang aku tidak tahu,” kata John.“Apa maksudmu, John?” tanya Claire.“Aku menemukan game itu di tempat kerjaku. Aku seorang bartender, Claire. Malam itu, sehabis shiftku, aku membereskan barang-barangku di loker. Lalu aku melihat sesuatu menyala kehijauan di dalam gudang. Aku bisa melihat cahayanya dari celah di bawah pintu gudang. Rasa penasaranku membuatku memeriksa apa yang ada di
Claire berteriak sekeras mungkin sambil berlari sekencang-kencangnya untuk mencegah Leon. Pria itu mengangkat batu itu tinggi-tinggi di atas kepalanya. Jelas sekali ia ingin menghantam kepalanya sendiri dengan batu.“Jangan, Leon! Hentikan!” teriak Claire sekuat tenaga.Leon berteriak sambil melepaskan batu yang sudah ia taruh di atas kepalanya.“Diamlah! Diam!” serunya dengan wajah memerah.“Tidak!!!” seru Claire.Tiba-tiba John muncul dari lorong di sebelah kiri Leon. Dengan cepat ia menarik tubuh Leon ke samping sehingga batu besar itu meleset, hanya mengenai kaki Leon.“Ahh!” seru Leon saat batu itu melukai kakinya.“Leon! Leon!! Ini aku Claire! Sadarlah! Semua ini ilusi!” seru Claire sambil mengguncangkan bahu Leon dengan kencang.John berjongkok di samping Leon sambil memperhatikan.“C-Claire?” tanyanya.“Iya, Leon. Ini aku Claire!
“Sial! Kita seperti tikus yang sengaja akan ditenggelamkan!” seru Claire frustasi.“Tidak mungkin. Tikus percobaan yang sudah berhasil sampai sejauh ini, seharusnya tidak mereka lepaskan begitu saja,” kata Leon.“Mereka mungkin sudah memiliki tikus percobaan lain selain kita,” jawab John.“Tenang dulu. Ayo berpikir,” kata Leon sambil menahan sakit di kakinya. Ia berusaha menggerak-gerakkannya agar tubuhnya tetap mengambang di air, meskipun setiap tendangan di dalam air membuat kakinya terasa sangat sakit.“Leon, kamu baik-baik saja? Berpeganganlah ke pundakku,” kata Claire.“Biar aku saja,” kata John sambil berenang mendekati Leon.Leon membiarkan John membantu menopang tubuhnya.“Terima kasih,” kata Leon sambil memperhatikan John. Ia belum sepenuhnya mempercayai pria itu, tapi saat ini tidak ada bukti. Claire pun sepertinya mempercayai John.
Claire akhirnya berenang membawa tubuh Leon ke dinding. Tidak ada pilihan lain, Claire harus melakukan CPR jika ia tidak ingin kehilangan Leon sekarang. Ia tidak tahu apakah akan berhasil melakukan CPR dengan posisi berdiri seperti ini, bukan telentang seperti biasanya. Namun, ia memutuskan untuk mencobanya. Ia menekan tubuh Leon ke dinding. Dengan sekuat tenaga, ia menekan dada kiri Leon lima kali, lalu kemudian meniup ke dalam bibir Leon. Satu kali, Leon masih tetap tak sadarkan diri. Claire melakukannya lagi dan lagi. Hingga akhirnya, Leon terbatuk-batuk dan memuntahkan banyak air.“Leon! Leon!!” seru Claire.“Syukurlah kamu tidak apa-apa! Leon! Aku pikir aku kehilanganmu!” seru gadis itu lagi sambil memeluk tubuh Leon dengan erat.“Claire... Terima kasih,” katanya.Tiba-tiba, bunyi air terdengar dari tengah ruangan. John muncul ke permukaan dengan wajah sangat bersemangat.“Guys! Aku butuh bantuan kalia
"Dua puluh sembilan ... Dua puluh delapan ... Dua puluh tujuh ..."Hitungan mundur dimulai dengan suara robot wanita yang terdengar dingin. Bunyi bip dan detak jam terdengar membuat mereka semakin panik. Tidak ada lagi waktu untuk berenang mencari napas. Mereka harus membuka kuncinya sekarang.John memutar kunci dengan keras, tetapi masih macet. Tangannya mulai tergores karena berusaha terlalu keras. Dia melepaskan dan menatap Leon dan Claire seolah meminta nasihat. Claire melangkah maju untuk melihat kuncinya, sekilas tidak terlihat ada yang salah."Sepuluh...Sembilan...Delapan..."Akhirnya, Claire menemukan sesuatu. Gembok itu bukan semacam gembok biasa, di bagian bawahnya ada tombol yang harus mereka tekan terlebih dahulu.
“Jika memang begitu, kita tidak punya pilihan lain selain masuk bukan?” tanya John. Ia membaringkan dirinya di atas rumput, lalu menyesal sebab matahari sangat silau menusuk-nusuk bola matanya.“John ada benarnya, Leon,” kata Claire.“Tapi aku yakin begitu masuk ke sana kita akan mendapatkan kesulitan yang sangat besar,” jawab Leon.“Tapi di luar sini kita juga mati, Leon!” seru John sedikit emosi.“Hey! Pelankan nada suaramu!” seru Leon tersinggung.“Siapa yang memilihmu sebagai pemimpin di sini, Leon? Aku bukan bawahanmu yang bisa kamu perintah-perintah!” seru John sambil berdiri.Leon juga berdiri bersiap menantang John.“Hey, chill guys! Jangan seperti ini!” seru Claire berusaha menengahi.“Tidak ada pemimpin di sini, John! Hanya ada orang yang berakal dengan yang tidak!” seru Leon.“Oh, jadi menurutmu aku tidak bera
“Hai orang asing. Apakah kalian mencari penginapan dan makanan?” tanya gadis bertudung merah itu lagi.“Gadis ini terlihat seperti orang yang baik,” kata Claire.“Tunggu... tunggu... Rasanya aku tidak percaya padanya,” jawab Leon. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya.“Apa yang kamu bicarakan, Leon?”“Benar... Apa yang kubicarakan?” tanya Leon sambil tertawa.“Kamu tidak tahu apa yang kamu bicarakan!” seru Claire sambil meledak dalam tawanya. Leon ikut tertawa.“Iya, aku tidak tahu apa yang aku bicarakan!”“Ikutlah denganku, semuanya gratis,” kata gadis itu lagi dengan senyuman lebar.“Ayo, Leon. Aku lapar,” ajak Claire pada Leon.Leon tersenyum lalu berjalan mengikuti Claire. Mereka mengikuti gadis itu menuju penginapan yang ia bicarakan. Penginapan itu lebih luas dibandingkan yang Claire bayangkan. Bagian dalamnya n
“Lepaskan aku! Aku ini calon presiden kalian! Lepaskan aku sekarang juga!” seru Boston Hopkins pada para polisi yang memborgol tangannya.“Anda berhak untuk diam. Semuanya bisa Anda jelaskan di pengadilan. Anda juga bisa menyewa pengacara untuk membela Anda,” jawab polisi itu.“Pengawal! Pengawal!” teriak Boston Hopkins dengan panik. Tetapi tidak ada satupun pengawal yang mendekat. Sebab Leon sudah menyuruh mereka pergi sejauh mungkin.Boston Hopkins terpaksa menyerah kepada para polisi. Ia masuk ke dalam mobil polisi dan dibawa pergi. Sepanjang perjalanan, orang-orang melemparinya dengan telur busuk. Polisi harus menertibkan masyarakat agar tidak melempari Boston dengan telur dan benda-benda lainnya. Boston tidak percaya ini benar-benar menimpa dirinya. Padahal selangkah lagi saj
Fox kembali berbaring di sofa meluruskan kakinya yang sakit. Claire membantu Fox dengan mengganjal kakinya dengan bantal agar bengkaknya tidak semakin parah.“Aku bisa membantu Leon,” katanya.“Kamu tidak akan bisa membantu kalau kamu belum sehat. Istirahatlah dulu, kamu membutuhkannya,” jawab Claire.Claire pergi ke dapur dan ia pun memanaskan air untuk membuatkan teh hangat untuk Leon. Masih ada teh yang belum basi di apartemen itu. Ia pun membawakannya untuk Leon. Pria itu bahkan belum beristirahat sejak tadi. Tubuhnya masih basah kuyup.“Terima kasih,” kata Leon sambil tersenyum. Senyuman yang selalu membuat jantung Claire berdegup dua kali lebih cepat.“Apakah kamu tidak bisa ber
Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L
Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L
“Hey bro, kamu sudah lihat berita di televisi?” tanya salah seorang bodyguard yang sedang berjaga di markas tempat Fox menjalani hukumannya.“Sudah. Aku berpikir kita sebaiknya pergi sebelum polisi menangkap kita juga,” jawab bodyguard yang satunya.“Ssst!! Pelankan suaramu. Jika yang lain mendengar kita bisa dibunuh,” jawabnya.“Hey... let me go, please...” kata Fox mengiba pada kedua orang yang sedang berbisik-bisik itu.Dua orang itu berpandang-pandangan lalu melihat ke arah Fox.“Sorry, kid. Kalau kami melepaskanmu, kami pasti akan mati. Sekarang kecilkan suaramu atau kita akan dapat masalah!” seru orang itu dengan suara berbisik.
Tidak butuh waktu lama, Claire dan Leon sudah sampai ke apartemen lama Leon. Mereka berlari menuju ke elevator setelah memarkirkan mobil di garasi pribadi Leon. Elevator pribadi itu langsung mengantarkan mereka ke apartemen Leon yang ditinggal dalam keadaan berantakan. Bekas-bekas peluru masih ada di tembok, kaca jendela yang pecah, bahkan bantal sofa yang berlubang.Leon tidak menunggu waktu lama, ia langsung berlari ke ruang kerja lamanya lalu mengeluarkan laptop milik Claire dan segala peralatan yang ia bawa di dalam tas. Claire langsung menyalakan TV untuk mendengarkan ada berita apa di televisi. Begitu dinyalakan, berita di televisi langsung menayangkan hal yang sudah Claire dan Leon duga sebelumnya.“Sejumlah pejabat negara mendatangi kantor polisi secara tiba-tiba hari ini. Belum ada konfirmasi resmi dari pihak kepolisian tetapi informasi yang bere
Api yang keluar dari mulut Chimera itu kini sudah disemburkan ke arah Claire dan Leon. Air mata Claire meleleh turun ke pipinya. Dengan perlahan dan lembut, ia menyentuhkan bibirnya ke bibir Leon. Mungkin ini ciuman mereka yang terakhir. Tidak ada cukup kata-kata bagi Claire untuk mengungkapkan perasaannya pada Leon, ia memilih untuk mengungkapkannya melalui ciuman terakhir ini.Namun sesaat sebelum api itu membakar tubuh mereka, tiba-tiba Claire dan Leon merasa diri mereka tersedot ke dimensi yang berbeda. Saat mereka membuka mata, mereka kembali ke tempat mereka semula. Ini di apartemen Claire, di depan laptop mereka.“Apakah kita sudah mati sekarang?” tanya Claire.“Kurasa tidak,” jawab Leon.“Apakah ini ilusi?” tanya Claire lagi.
“Kamu akan menyusul mereka secepatnya. Jangan khawatir,” kata Boston sambil melihat ke mana arah pandang Fox.Fox tetap tidak menjawab. Ia tetap menatap Boston tanpa ekspresi. Wajahnya memerah, senada dengan warna rambutnya. Setiap melihat wajah Boston, ia teringat bagaimana Mrs. Andrew meninggal. Kepalanya mengeluarkan darah, bahkan kini masih meninggalkan noda di pakaian Fox. Dalam hati, Fox bersumpah bahwa ia akan menuntut balas. Boston harus mati di tangannya.“Terserah jika kamu ingin tetap membisu seperti itu. Tapi sekarang kamu harus mengirimkan hipnotis pada semua orang di Amerika. Akses ke satelitnya sudah kuberikan padamu,” kata Boston Hopkins lagi.Fox hanya diam saja, menatap Boston tanpa berkata apapun. Boston mulai jengah dengan sikap Fox, ia memberikan kode pada orang yang meno
“Ayo kita lakukan sekarang. Lebih cepat, lebih baik. Kita tidak ingin kehilangan momen ini,” kata Leon lagi. Ia sudah duduk di depan laptopnya bersiap untuk kembali masuk ke dalam The Myth. Matanya menatap ke arah Claire menunggu gadis itu duduk di sebelahnya dan segera memulai misi kali ini.Claire menghela napas panjang, berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Ia kemudian melangkahkan kakinya dan duduk di sebelah Leon. Jantungnya berdebar, perasaannya mengatakan bahwa ada sesuatu yang salah. Namun, ia harus melakukan ini. Seperti kata Leon, ini mungkin kesempatan mereka untuk menghancurkan Boston Hopkins untuk selamanya.“Kamu sudah siap?” tanya Leon.“Iya,” jawab Claire singkat.Ia menatap wajah Leon lalu sesaat kemudian, tanpa