Share

Reject

Penulis: Franciarie
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-07 09:58:50

Gia memasukkan mobil ke garasi rumah. Rumahnya memang tidak besar, tapi dia selalu tenang saat akhirnya tiba di rumah.

Penampilan Gia sudah kacau. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai, tapi kusut di beberapa bagian. Tidak ada kerapian sama sekali dalam diri Gia sore ini.  Wajahnya yang lelah sudah kusut dan berminyak. Kemeja merah dengan motif bunga-bunga yang digunakannya sudah acak-acakan di sana-sini. 

Kegiatan kampusnya hari ini terasa lumayan menguras tenaga dan pikiran. Ada tiga mata kuliah hari ini, yang sukses membuat otaknya lumayan panas. Berbeda dengan waktu dia masih duduk di bangku sekolah, Gia hanya perlu duduk dan semua materi pelajaran akan diberikan oleh gurunya. Sekarang, Gia harus memahami segala sesuatunya sendiri. Dosen hanya memberikan sedikit gambaran tentang materi yang diberikan. Sisanya akan ada diskusi antar mahasiswa dan diakhiri dengan tugas-tugas. Jadi, baru mulai kuliah, tetapi tugas Gia sudah menumpuk.

Saat Gia akan masuk ke dalam rumah, mata Gia menatap ke seberang jalan, tepatnya di rumah Restu. Rumah yang bentuknya mirip dengan rumahnya. Rumah dua lantai dengan halaman mungil tanpa pagar pembatas. Bedanya, di rumah Gia halaman mungilnya ada kolam berisi lima ekor ikan emas koi sebesar genggaman tangan orang dewasa, sedangkan rumah Restu tidak ada.

Di teras tetangganya itu, Gia melihat seorang anak lelaki berusia sepuluh tahun memakai celana pendek coklat dan kaus putih bertuliskan 'I love my Dad'. Kalau Gia tidak salah ingat, namanya Gavin. Gavin sedang bermain robot sendirian.

"GAVIN." Gia memanggil Gavin sambil melambaikan tangan. Tidak lupa Gia memasang senyum lebar terbaiknya.

Gavin menghentikan kegiatannya. Tangannya masih menggenggam robot. Dia mencari asal suara. Saat menemukan Gia melambai di seberang jalan, Gavin terdiam. Matanya tajam menatap Gia. Tidak lama, Gavin bangkit dari duduknya. Dengan gerakan cepat dia masuk ke rumah dan membanting pintu. Dia mengabaikan mainannya yang masih berserakan di teras.

Gia kaget dengan respon yang didapatnya. Ini sama sekali tidak ada dalam bayangan Gia. "Lah? Dipanggil sama bidadari kenapa jadi ketakutan? Gue berasa jadi nenek sihir jadinya kalau gini," keluh Gia, lalu masuk ke rumah. Gia lupa kalau penampilannya sekarang berantakan, mirip nenek sihir.

Gia masih heran dengan sikap Gavin. Sejak pertama melihat, saat Restu dan Gavin memperkenalkan diri semalam, Gia merasa ada yang aneh dengan anak lelaki itu.

Tubuh Gavin kurus dan tinggi. Rambutnya pendek dan selalu rapi. Matanya tajam tidak bersahabat, seakan dia selalu melihat orang dari sudut buruknya. Hidungnya mancung dengan bibir tipis yang bergelombang, mirip bibir Restu. Gavin tidak bisa dibilang jelek. Sebaliknya, dia anak yang ganteng. 

Ah, Gia baru sadar kalau belum bertemu mamanya Gavin. Mama Gavin pasti wanita yang cantik karena Gavin pun ganteng.

Gia yang suka dengan anak kecil terpesona dengan kegantengan Gavin. Sayangnya, Gavin menunjukkan sikap enggan berteman sejak awal. Ini membuat Gia penasaran. 

Anak kecil mana yang tidak luluh dengan Gia? Sikap ramah dan berisiknya Gia membuat anak-anak menjadi senang berada di dekatnya. Gia punya berbagai ide kreatif untuk mengajak anak-anak bermain. Kadang Gia bahkan mau repot-repot membuat mainan sendiri untuk anak-anak yang diajaknya bermain. Belum lagi Gia pandai bercerita. Tidak hanya dongeng terkenal, macam si kancil atau Cinderella saja yang dihapalnya, Gia bahkan sering mengarang ceritanya sendiri. Cinderella memelihara kancil jadi cerita yang paling sering Gia bacakan. Sampai Gavin hadir, belum ada anak kecil yang menolak pesona Gia.

"Eh, udah pulang, Gi," sapa Bunda yang sedang asyik membaca buku di ruang keluarga.

"Halo, Kanjeng Ratu. Sendirian aja? Pak Bos mana?" sapa Gia, lalu merebahkan tubuh di samping Bunda.

"Ayah belum pulang. Ada meeting dulu katanya, jadi telat pulangnya," jawab Bunda menutup buku masakan yang dibacanya, lalu meletakkannya di meja.

"Sibuk mulu, berasa orang penting aja," komentar Gia. "Bunda udah ketemu tetangga baru belum?"

"Belum ketemu, cuma baru lihat doang," jawab Bunda. Dia memandang anak gadis kesayangannya penuh curiga. "Kenapa?"

"Anaknya aneh, deh. Masa Gia, yang mirip bidadari gini, manggil, eh, dia malah takut. Dikira Mak lampir apa, ya?" sungut Gia. Bibirnya manyun sampai menyerupai paruh burung pelatuk.

Bunda tertawa.

"Ih, kok malah ketawa, sih?" Gia makin cemberut.

"Baru sekali ditolak cowok, ya? Nyesek banget pasti rasanya," ejek Bunda masih terus menertawakan Gia.

"Eh, iya juga. Ternyata sakit ya ditolak cowok, tuh. Gia bisa depresi, nih," sahut Gia. Dia memegang dadanya, pura-pura kesakitan.

"Kejar terus. Nanti dia juga luluh sendiri." Bunda memberikan saran.

Gia mengangguk mantap. "Bunda tau sendiri, Gia ini nggak gampang nyerah. Gia pasti bakal dapetin hatinya Gavin." Gia mengiakan saran Bunda dengan penuh percaya diri.

"Kalau udah anaknya, baru deh bapaknya," celetuk Bunda sambil mengedipkan mata kirinya.

"Eh, maksudnya gimana, nih? Masa Gia disuruh deketin suami orang? Bisa jadi pelakor, dong, nanti. Gia bisa dilabrak istri sahnya terus heboh masuk akun I* lambe-lambean. Abis itu Gia dihujat netijen sejagat raya. Bisa jadi suram masa depan Gia, dong. Bunda mau?" Gia panik membayangkan hujatan pedas dari netizen yang sering kelewat batas.

Bunda menggeleng melihat tingkah Gia. "Katanya mau punya pacar lima langkah?" Bunda mengingatkan keinginan Gia beberapa hari lalu.

"Tapi, kan, nggak gini juga kali, Bun. Gia masih punya hati nurani. Nggak mungkinlah Gia nyakitin hati sesama wanita. Gia juga ogah kalau suami Gia digodain cewek lain. Bakal Gia kasih sambel itu matanya. Pedes pedes, deh, tuh. Suruh siapa godain suami Gia?" protes Gia panjang lebar.

"Suami yang mana? Nikah dulu baru punya suami," sindir Bunda.

"Oh, iya. Boro-boro suami, pacar aja nggak punya. Nasib, deh, jadi jomlo bahagia." Gia pura-pura sedih.

"Lho senior galak kemarin gimana? Siapa sih namanya? Kok, Bunda belum pernah denger namanya. Masa panggilannya senior galak terus?" Bunda bertanya tentang Hugo.

Mata Gia berbinar. Dia kembali bersemangat. "Bang Hugo, Bun. Namanya Hugo. H U G O. Hugo," jawab Gia. Dalam sekejap perasaannya sudah berubah. Hanya dengan mengingat Hugo, kekecewaan Gia lenyap.

Bunda tersenyum melihat perubahan sikap Gia. "Nggak jadi jatuh cinta sama dia?" Bunda mulai usil.

"Ih, Bunda mau punya menantu yang mulutnya pedes mirip seblak level 10 emang? Bikin perut sama hati panas, lho. Bunda bisa diare seumur hidup nanti," omel Gia. Dia masih merasa kesal saat mengingat perlakuan menyebalkan Hugo padanya.

"Ya, kalau anak Bunda cinta, Bunda bisa apa? Bunda nggak bisa melarang kamu jatuh cinta ke siapa aja, Gi. Kamu yang bisa milih sendiri, bukan Bunda, bukan Ayah."

"Apaan cinta? Dikira cerita FTV kali, baru sehari ketemu bisa jatuh cinta. Receh banget cerita cinta Gia." Gia manyun.

Bunda tertawa mendengar keluhan Gia. "Mandi dulu sana! Bau asem, nih. Abis itu makan sama Bunda. Bunda udah masak acar bandeng, tuh," perintah Bunda mengalihkan pembicaraan.

"Wah, nggak boleh ditolak, nih. Siap laksanakan!" Seketika Gia kembali semangat, lupa beberapa detik sebelumnya dia sebal dengan Bunda. Murah memang untuk merayu Gia, cukup menawarkan makanan enak. Voila! Gia akan lupa segala sesuatu yang membuat suasana hatinya kacau.

Gia bangkit dari duduknya, mencium pipi kiri Bunda sebentar, lalu pergi menuju kamarnya di lantai dua. Bunda hanya menggeleng sambil tersenyum melihat ulah anak gadisnya itu. 

Bab terkait

  • Love by Choice   Oldman

    Gia mengikat rambut coklatnya terlebih dahulu sebelum keluar dari mobil. Mendadak dia merasa lebih nyaman dengan rambut yang diikat. Seperti biasa, Gia hanya mengikat rambutnya asal-asalan. Dia tidak terlalu peduli dengan kerapian, yang penting nyaman dan tidak mengganggu aktivitasnya. Selesai urusan rambut, Gia mengambil tas ransel dari kursi samping lalu keluar dari mobil. Parkiran sudah hampir penuh berbagai macam mobil beraneka bentuk dan warna. Showroom mobil akan minder dengan deretan mobil di parkiran kampus FH. Mulai dari mobil klasik sampai mobil mewah keluaran terbaru ada di sini. Gia memandang sekeliling, siapa tahu ada orang yang dikenalnya. Bisa berjalan bersama seseorang sampai kelas jelas lebih menyenangkan daripada sendirian. Sayangnya, tidak ada wajah yang dikenalnya. Yang ada hanya para senior yang Gia tidak tahu namanya. Gia akhirnya melangkahkan kakinya menuju gedung A sendirian. Tangannya memainkan kunci mobil, hanya untuk kesibukan sesaat. "Sendirian aja, Neng?

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-07
  • Love by Choice   Warm Heart

    Hari Senin jadi hari yang sering dicaci maki oleh sebagian besar orang. Hari ini dianggap sebagai hari menyebalkan. Setelah menikmati akhir pekan yang bisa menenangkan pikiran dari kegiatan rutin, seperti kerja atau sekolah, bertemu dengan hari Senin seperti kembali bertemu monster, yang harus dikalahkan dalam waktu satu minggu ke depan. Ini juga yang dirasakan Gia. Sejak pagi Gia sudah malas untuk berangkat kuliah. Gia merasa hari libur selama dua hari itu kurang. Padahal, yang dilakukan Gia di hari Sabtu dan Minggu hanya hibernasi. Dia tidur sepanjang hari dengan alasan mengisi kembali energi yang terkuras habis. "Bundaaa," panggil Gia manja. Gia menarik kursi makan, lalu duduk. Kedua tangannya dilipat di atas meja, lalu kepalanya direbahkan di atasnya. "Kenapa, Gi? Kusut banget mukanya?" tanya Bunda yang sedang bersiap masak sarapan. "Gia bolos, ya?" rengek Gia masih dengan nada manjanya. Posisinya tidak berubah, malah sekarang matanya terpejam. "Kenapa bolos segala?" tanya Bun

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-07
  • Love by Choice   Chat Fish

    Matahari mulai tenggelam. Teletubbies berpamitan, sementara Gia baru bangun dari tidur siangnya. Bisa tidur siang di hari Senin itu salah satu surga dunia. Jarang-jarang ada orang yang bisa dengan enaknya tidur di siang hari selama lebih dari tiga jam. Gia sangat bersyukur menjadi orang terpilih yang bisa menikmati surga dunia hari ini. Pagi tadi Gia mendapatkan pesan kalau dua kuliah untuk hari ini ditiadakan. Dosen pertama meminta penggantian jam dengan alasan yang tidak diberitahu. Setelah berdiskusi dengan kordinator tingkat, akhirnya diputuskan kuliah diganti besok Rabu jam tiga sore. Sementara dosen kedua ada acara keluar kota, belum ada perintah penggantian kelas. Gia merasa bagai mendapat lamaran perjaka tampan, mapan, dan kuat iman. Gia bahagia dunia akhirat. Hari liburnya bertambah satu hari lagi. Selesai sarapan, Gia kembali masuk ke kamar. Dia memandang sekeliling kamar. Di meja belajar, beberapa buku kuliah saling tumpang tindih tidak beraturan. Pulpen, pensil, dan pen

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-07
  • Love by Choice   Library

    Gia memandang deretan rak buku kayu yang tinggi menjulang berjejer rapi di depannya. Perpustakaan menjadi tempat yang jarang sekali dikunjungi oleh Gia. Tapi, kali ini dia berdiri di sini, sendirian. Bukan sendirian dalam arti sebenarnya. Ada beberapa mahasiswa lain di sana, sibuk dengan diri mereka sendiri. Mereka larut dalam buku atau terlelap dalam mimpi di sudut perpustakaan yang hening. Gia tidak mengenal satu pun dari mereka. Wajah mereka terlalu asing baginya. Gia yakin mereka adalah mahasiswa semester tua yang sibuk cari referensi bahan skripsi. Gia berjalan menyusuri lorong sambil membaca sepintas judul buku yang ada di sana. Tidak ada buku yang menarik. Semuanya tentang hukum. Sampai akhirnya Gia membaca judul buku yang aneh. "Chicken soup?" tanya Gia bingung. "Ini kan perpustakaan kampus hukum. Gimana ceritanya ada buku resep masakan di sini?" Gia mengambil buku chicken soup dari rak buku. Penasaran, Gia membawa buku itu. Dia mengamati sekeliling perpustakaan. Suasana p

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-07
  • Love by Choice   Big Smile

    Macet. Suara klakson bersautan di antara barisan mobil dan motor di jalanan. Semua orang yang ada di jalan ini lelah dan ingin buru-buru sampai tujuan. Tapi, menekan klakson berkali-kali juga tidak akan mengubah apa pun. Gia yang menyetir di tengah macet dan berisiknya jalanan ini pun mulai emosi. "Ini pada nggak bisa sabar dikit emang? Makanya kalau nggak mau kena macet, tuh, nggak usah sok beli mobil. Cuma mampu kredit doang belagu. Giliran macet emosi sendiri," omel Gia, entah pada siapa. Dia sendirian di mobil. Gia tidak sadar kalau mobilnya sendiri cicilannya juga belum lunas. Ayah masih harus membayar cicilan setidaknya tujuh bulan lagi. Gia merasakan lelah. Seharian di kampus cukup menghabiskan tenaga dan pikirannya. Padahal, Gia hanya perlu menjalankan mobilnya tidak lebih dari seratus meter lagi. Di kiri jalan di depan sana akan terlihat gerbang masuk Diamond Cluster, perumahan Gia berada. Sayangnya, barisan mobil di depan Gia sama sekali tidak bergerak sejak sepuluh menit y

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-07
  • Love by Choice   KUA

    Single bed milik Gia sudah penuh dengan baju. Hampir seluruh isi lemarinya tumpah di sana. Beberapa pakaian bahkan berceceran di lantai dan tersampir di kursi. Pemilik kamar tidak peduli dengan kekacauan yang terjadi. Gia memandang dirinya di depan cermin. Dia berputar ke kanan dan ke kiri, lalu tersenyum melihat dress putih yang digunakannya mengembang. Gia menggunakan midi dress berwarna putih bermotif bunga abu-abu kecil, lehernya berbentuk V, dan lengannya pendek. Salah satu dress terbaik yang dimiliki Gia karena di dalam lemarinya sebagian besar berisi celana jins, kaus dan kemeja. Di dalam sana jarang ada pakaian yang membuatnya terlihat lebih wanita. "Kalau gini, kayaknya gue harus beli dress lagi, nih," keluh Gia setelah melihat semua pakaiannya sudah tersebar ke seluruh penjuru kamar. Ponsel Gia berbunyi. Tanda ada sebuah pesan masuk. Gia mencari sumber suara, tapi ternyata bukan hal yang mudah. Ponselnya entah berada di mana, mungkin tertimbun tumpukan pakaian. Gia memind

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-16
  • Love by Choice   Battle

    Gia sedang asik di dapur sendirian. Dia sibuk memotong-motong wortel menjadi bentuk dadu. Tangannya terampil dan cekatan. Walaupun jarang di dapur, keahlian memasak Gia lumayan. Kalau hanya memasak sup sederhana, dia sudah ahli, tidak perlu diragukan lagi. Sup ayam buatan chef Gia akhirnya jadi. Aroma gurihnya menguar, memenuhi dapur. Perut Gia semakin memberontak. Gia segera memindahkan sup dari panci ke mangkuk. Dibawanya sup buatannya ke meja makan. Hari ini Gia sendirian di rumah. Ayah dan Bunda pergi ke acara family gathering kantor Ayah. Acaranya di puncak selama dua hari semalam. Gia yang merasa sudah dewasa menolak ikut. Dia berniat menghabiskan akhir pekan di rumah atau pergi bersama Jessica nanti. "It's a lazzy time. Hibernasi dua hari semalam tanpa omelan Bunda." Dia berharap saat bangun nanti ada Pangeran Tampan mengajak menikah. Ingatan Gia kembali ke ulah usil Hugo kemarin. Sikap Hugo sukses membuat Gia mirip dispenser, panas dingin. Hugo tanpa beban mengajak anak pe

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-17
  • Love by Choice   The Past

    "Kamu mau minum apa? Saya ada kopi, teh, dan susu." Restu berdiri di samping kulkas. Di tangannya ada toples kopi. Dia baru saja keluar dari kamar Gavin, memastikan anak lelakinya itu sudah benar-benar tertidur. Gavin memaksa Gia ikut ke rumahnya untuk memamerkan robot terbaru miliknya. Baru sebentar mereka bermain, Gavin sudah menguap berkali-kali. Jam baru menunjukkan pukul 8 malam, tapi Gavin sudah lelah. Perang air tadi siang lumayan menguras tenaganya. Gia menoleh ke arah Restu. "Susu cokelat boleh, deh, Om." Gia jelas tidak akan menolak minuman favoritnya. "Panas atau dingin?" tanya Restu sambil melangkah ke rak gelas. "Panas. Soalnya Gia juga hot. Biar kompakan kita," jawab Gia, lalu pindah ke ruang makan. Dia menarik kursi makan dan duduk manis. Dapur Restu cukup minimalis dengan peralatan masak yang tidak terlalu banyak. Restu selesai membuat minuman favorit Gia. Aroma manisnya susu dan pahitnya kopi beradu memenuhi ruangan. Susu cokelat panas untuk Gia, dan kopi hitam t

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-21

Bab terbaru

  • Love by Choice   Endless Love

    Calon mertua itu menyeramkan. Ibu mertua itu musuh paling nyata bagi istri dari anaknya lelakinya. Bapak mertua adalah pria galak yang tidak akan bisa berbicara santai dengan menantunya. Saudara ipar jelas tidak akan pernah membiarkan hidup istri kakaknya hidup tenang. Isi kepala Gia dipenuhi pikiran buruk tentang orang tua Restu. Tangannya dingin, sedangkan kepala dan hatinya panas karena terus membayangkan suasana mencekam yang menantinya. Bibir bawah Gia bahkan sudah berdarah. Tanpa disadari, Gia terus menggigit bibir bawahnya untuk meredakan gugup. "Kamu tidak perlu cemas, Gi. Orang tua saya bukan drakula yang gemar menghisap darah perawan." Berulang kali Restu mencoba menenangkan, tapi tidak berhasil. Gia justru semakin banyak mengomel. "Om ini nggak tahu gimana rasanya jadi Gia. Ya, gila aja Gia harus ketemu calon mertua. Calon mertua lho ini, Om. Ini menyangkut hidup Gia. Gimana kalau ternyata orang tua Om Restu nggak suka sama Gia? Gimana kalau Gia diusir terus harus pulang

  • Love by Choice   Make Over

    Matahari semakin condong ke barat, menyisakan berkas oranye. Daun-daun bergoyang pelan tanpa ada iringan musik. Tukang siomai berhenti di ujung jalan, berharap ada yang mau membeli dagangannya. Gavin memukul samsak dengan sekuat tenaga berkali-kali. Baju yang digunakannya sudah basah dengan keringat. Dia sudah mulai kehabisan napas. Sudah satu jam dia berlatih boxing hari ini. Restu sedang sangat bersemangat sore ini. Sejak menjemput Gavin di sekolah, dia sudah memintanya langsung tidur siang, agar sorenya memiliki cukup tenaga untuk berlatih. Seperti biasa, Gavin selalu menuruti permintaan sang Papa. "Pukul yang keras, Gav! Perhatikan sasarannya," perintah Restu yang berdiri di belakang Gavin. Gavin lalu memukul samsak lebih kencang lagi. Samsak di depannya bergoyang pelan. "Gavin, sudah dulu latihannya, sudah hampir Magrib. Nggak baik di luar rumah mau Magrib gini, bisa diculik wewe gombel. Iya, kalau itu Wewe Gombel bisa jadi ibu yang baik buat Gavin, sih, nggak masalah. Kalau te

  • Love by Choice   Kneeling

    Gia berlari menjauh dari rumah Restu. Matanya seperti pipa PDAM yang bocor, air matanya mengucur deras. Dadanya seperti disengat puluhan lebah, pedih dan bengkak. Bayangan Restu yang nyaris sempurna hancur sekarang. Gia kecewa kepada Restu. Gia marah, marah pada Restu yang ternyata jahat sekaligus marah pada dirinya sendiri yang bodoh sudah memilih Restu. Ternyata seorang Restu yang dikiranya berpikiran dewasa, tidak jauh berbeda dengan Hugo. Lelaki di mana pun sama, selalu lemah lihat wanita seksi. Belum sempat Gia masuk ke dalam rumah, ada yang menarik tangannya. Gia terpaksa berhenti kalau tidak mau tangannya lepas. Dia masih belum siap tangannya diganti dengan tangan robotik. Selain harganya mahal, berburu upil dengan tangan robotik pasti tidak semenyenangkan dengan tangan asli. Restu berdiri di belakang Gia masih bertelanjang dada. Dia terlihat cemas sampai tidak peduli deretan tahu di perutnya terekspos jelas. "Lepasin!" bentak Gia sambil mencoba melepaskan genggaman tangan R

  • Love by Choice   Moaning

    Kuliah ternyata tidak selalu menyenangkan. Ini sudah hampir di akhir semester pertama Gia. Tumpukan tugas yang harus segera diselesaikan semakin menggunung. Materi pelajaran yang harus dipahami semakin menumpuk. Kepala Gia selalu panas setiap hari. Penjelasan dosen bukannya membuatnya paham, malah semakin membuatnya bertambah pusing. Beruntung, Gia punya Jessica yang dengan sabar, dan bonus sedikit makian, masih mau membagi ilmunya. Walau tidak sempurna, Jessica berhasil membuat Gia sedikit lebih paham dengan pelajaran. Iya, cuma sedikit. Gia terlalu malas belajar, jadi tidak ada perkembangan signifikan dalam nilainya. Hari ini Gia pulang kuliah lebih cepat dari biasanya. Harusnya, dia ada dua mata kuliah lagi. Tapi, dosen pengampu dua mata kuliah itu berhalangan hadir dengan alasan ada tugas ke luar kota. Setelah mendapat kepastian kelas kosong, Gia segera menghubungi Restu. Dia meminta Restu untuk menjemputnya. Siapa tahu hari ini bisa jalan-jalan sebentar, nongkrong di mall atau d

  • Love by Choice   Meaning of Marriage

    Cowok di depan Gia masih berhasil membuatnya salah tingkah. Ada gelitik aneh di dadanya. Rasanya beda dengan debaran yang dulu dia rasakan, waktu masih berharap Hugo bisa membalas cintanya. Rasa ini membuat perasaannya membaik."Ngagetin aja, Bang! Gia kira setan. Kalau jantung Gia copot, gimana? Bang Hugo mau tanggung jawab?" omel Gia mencoba bersikap biasa saja, padahal perasaannya berantakan. Dia sadar sudah salah. Kalau dia terus bersama Hugo, pasti rasa bersalah pada Restu ini akan semakin meningkat."Sebenernya, kalau disuruh tanggungjawab, gue mau aja. Tapi, gue nggak mau ngerebut calon istri orang," sahut Hugo. Dia berkata seperti itu dengan serius. Sengaja dia memberi jeda supaya Gia semakin salah tingkah, lalu tertawa, seakan ini memang hanya ocehan tanpa makna. Nyatanya, Hugo memang berharap menggantikan posisi Restu sebagai calon suami Gia."Bang," panggil Gia pelan, nyaris tidak terdengar Hugo.Hugo memandang Gia sambil tersenyum. "Lo manggil gue?""Ajakin gue ke KUA sekar

  • Love by Choice   Liar

    Matahari sudah tenggelam, saat Gia memasukkan mobil ke dalam garasi rumah. Hari ini tidak seburuk yang Gia bayangkan. Bertemu dengan Hugo setelah beberapa minggu ini dia menghindari Gia, ternyata tidak terlalu buruk. Tadinya, Gia mengira pertemuannya ini akan berakhir dengan kondisi aneh atau bahkan terjadi pertengkaran. Tapi, sebaliknya, Hugo masih tetap Hugo, senior menyebalkan yang berhasil membuat hati Gia berbunga-bunga. Sekarang, Gia sadar bahwa perasaan itu belum sepenuhnya hilang. Hugo masih punya tempat spesial di hati Gia.Baru saja Gia mematikan mesin mobil, ponselnya berbunyi. Ada pesan masuk. Gia mengurungkan niatnya keluar mobil. Dia meraih ponsel yang disimpannya di dalam tas. Sebuah pesan dari Hugo membuat jantungnya malas berdetak dalam beberapa detik.Senior Galak KesayanganMakasih buat hari ini, Gi. Gue seneng ketemu lo.Gia tersenyum lebar membaca pesan dari Hugo. Apa yang dirasakannya ternyata dirasakan juga oleh Hugo. Mereka dua orang yang saling menikmati pertem

  • Love by Choice   Dating with The Past

    Semenjak Restu nekat memperkenalkan diri sebagai calon suami Gia, Hugo memang terlihat tidak terawat. Rambutnya dibiarkan semakin panjang, bahkan seringkali terlihat acak-acakan. Bajunya beberapa kali nampak kusut. Dari laporan Jessica, Hugo seperti kehilangan semangat. Dia sering mangkir dari jadwal rapat BEM. Hugo bahkan lebih mudah emosi hanya karena hal kecil. Gia pun merasa bersalah. Sayangnya, Hugo tidak pernah memberinya kesempatan untuk berbicara. Dia selalu menghindar. Hugo menolak berada terlalu dekat dengan Gia. "Bang Hugo ngapain di sini?" tanya Gia basa-basi. Gia mencoba tersenyum. Sayang, senyumnya kaku dan malah membuatnya terlihat seperti meremehkan Hugo. "Mau beli buku. Gue kehabisan bahan bacaan," jawab Hugo. "Lo sendirian?" tanya Hugo perlahan. Ada ribuan jarum jahit yang bergerak acak menikam jantungnya. Gia tersenyum lebih tulus. "Iya. Udah mirip anak hilang, ya? Bentar lagi ada yang mau nyulik Gia, nih. Kalau Gia nggak ada kabar besok, laporin polisi, ya, Ban

  • Love by Choice   Ice Cream

    Minggu pagi menjadi waktu yang pas untuk bermalas-malasan. Bangun siang, makan, pipis, eek, dan tidur lagi seharian. Itu yang dilakukan Gia dulu. Gia yang hanya berfikir tentang enaknya sendiri, tidak peduli Bunda sudah mengomel panjang melihat anak gadisnya sudah mirip kain pel bekas—lecek, kucel, kusut, dan bau—tinggal dibuang aja. Gia yang sekarang berbeda. Setelah Restu menunjukkan keikhlasannya melepas Bianca, Gia semakin yakin untuk memperbaiki dirinya. Gia tidak mau Restu menyesal karena dirinya masih sama, tanpa perubahan yang lebih baik. Gia mau Restu juga melihat usahanya. Terlebih lagi, nantinya Gia akan menjadi seorang ibu bagi Gavin. Sebuah tanggungjawab yang jauh lebih besar. Jantungnya selalu berdebar kencang kalau mengingat statusnya akan berubah menjadi istri dan ibu sekaligus, peran baru yang lebih menuntut kedewasaannya. Cahaya matahari mulai masuk dari sela-sela jendela kamar Gia yang masih tertutup gorden. Gia menyibakkan gorden berwarna hijau tua itu. Di seberan

  • Love by Choice   Cemetery

    Jalanan lenggang, tanpa kemacetan yang berarti. Lampu merah memaksa mobil Restu berhenti sejenak. Perjalanan mereka masih butuh beberapa menit lagi sampai tujuan. Tujuan yang sama sekali tidak pernah dibayangkan oleh Gia. Restu terus diam selama perjalanan, sama sekali tidak mencoba mengajak Gia berbicara. Suasana hening di dalam mobil. Tidak ada suara musik yang biasa diputar oleh Gia. Suara deru kendaraan dan sesekali klakson yang saling bersautan di luar cukup membuat Gia merasa semakin resah. Baru pertama kali Gia melihat Restu dalam mode galak begini. Ini bukan Restu yang membuat Gia jatuh hati. Sekarang, Restu terlihat menakutkan. Bukan menakutkan selayaknya genderuwo yang mencari perawan di siang hari. Ya, walaupun antara genderuwo dan Restu sama-sama doyan perawan. Gia merasa yang duduk di sampingnya adalah pria tua yang senang menculik perawan, lalu menjualnya ke pria hidung belang yang berani membayar mahal. Pria-pria seperti ini biasanya sering nekat melakukan kekerasan de

DMCA.com Protection Status