Keesokan paginya Sandra yang sudah rapi mengenakan seragam sekolah datang mengetuk-ngetuk pintu kamar kakaknya. "Kakak..., Kak Lara kata Bunda turun yuk buat sarapan. Kak Lara... helow...! Denger aku nggak sih? Apa masih tidur?" Sandra berkali-kali mengetuk pintu kamar Lara namun tidak ada jawaban apapun dari kakaknya. "Apa kakak jangan-jangan masih tidur ya?" Sandra pun akhirnya berhenti mengetuk kamar sang kakak. Ia berpikir jikalau sang kakak masih tidur jadinya ia pun memilih untuk tidak mengganggunya. Saat hendak berbalik badan meninggalkan kamar Lara, Sandra malah dibuat kaget dengan kedatangan bundanya yang tiba-tiba sudah berada berdiri dibelakangnya. "Astaga Bunda, bikin kaget Sandra aja!"
"Habisnya kamu Bunda suruh panggilin Kak Lara turun lama banget, jadinya Bunda ke atas sendiri aja buat mastiin. Terus kok kamu masih disini sih? Kak Lara mana?"
Sandra menolehkan kepalanya ke arah kamar Lara nengisyaratkan kalau kakaknya masih belum keluar. "Tadi udah Sandr
Di sekolah, Chika yang baru saja tiba di kelas langsung meletakan tas di atas mejanya dan berjalan menghampiri Tara yang seperti biasa pagi-pagi sudah sibuk membaca novel. "Tara...!" Pungkas Chika menegur Tara agar tidak fokus ke novelnya terus melainkan fokus padanya. Dan cukup berhasil, Tara akhirnya menutup novelnya dan menghiraukan Chika. "Kenapa si lo Chik? Masih pagi muka lo udah kayak orang nggak semangat gitu.""Emang kelihatannya muka gue gitu ya Tar?"Tara mengangguk mengiyakan. "Emang lagi kenapa sih... Chika si selebgram sekolah kita ini? Cerita sama gue.""Nggak ada apa-apa.""Ck! Yaudah kalo nggak mau cerita. Eh tapi tunggu," Tara mengangkat tangan kanannya dan melihat ke jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. "Bentar lagi bel masuk kelas bunyi, kok gue belum lihat Lara ya?""Eh jadi lo belum tau?" ujar Ch
Di kamarnya Lara yang baru saja pulang dari rumah sakit tampak hanya berselonjor di atas ranjangnya sambil terus memandangi ponselnya yang ada di atas nakas. Sudah sejak kemarin ponsel Lara tidak aktif karena habis baterai, dan sampai saat ini belum juga dicharge. Lara terlihat murung memandangi ponselnya itu. Dirinya tengah berpikir pasti banyak pesan dan panggilan yang masuk. "Huft...!" Lara menghela napas seolah melepaskan beban berat yang ada dipikirannya saat ini. Tapi pada akhirnya Lara pun meraih ponselnya itu. Tak lama kemudian tiba-tiba saja Hani datang membawakan makan siang untuk Lara. "Kak ayok makan dulu, abis itu minum obatnya," ucap sang Bunda yang ditangannya sudah membawa nampan berisi makanan. Lara mengangguk pelan menanggapi perkataan sang ibu. "Kamu mau telepon siapa?" Tanya Bunda melihat Lara mengenggam ponsel. "Oh, enggak kok Bunda, Lara cuma mau nge 
Andra dan kawan-kawannya terlihat bersenang-senang di salah satu bar paling terkenal di kota. Muda mudi itu nampakanya telah berbaur dalam hingar bingar gemerlap pesta dunia malam di kota metropolitan. Menari, minum, hingga bahkan saling bercumbu mesra semua aktifitas itu terekam jelas disana tanpa sekat. Tentu saja Andra sendiri yang malam ini menjadi rajanya disana. Lelaki yang mengenakan jaket hitam kulit itu tampak duduk di depan meja bar menikmati minuman racikan bartender yang sangat disukainya. "Bro!" Ogy menepuk pundak Andra dan ikut duduk disebelahnya. "Gy, lu mau minum apa? Pesen aja sesuka lu bebas!" Ogy pun langsung memesan segelas cocktail pada bartender. Sambil menunggu pesanan minumannya jadi, Ogy yang sejatinya masih penasaran dengan Andra yang terlihat begitu senang hari ini pun kembali bertanya. "Andra, lu sebenernya habis menang apa sih? 
Andra mengajak Ogy keluar bar, mereka memilih basement sebagai tempat untuk bicara. "So, sebenernya ada apa?" Tanpa basa-basi Ogy langsungto the pointmenanyakan apa yang ingin ia tanyakan. Andra tampak menarik napas lalu menghembuskannya. Lelaki itu memasukkan kedua tangannya kedalam saku celanannya dan berdiri bersandar pada sisi kap mobil. "Lu bener mau denger?" Tanya Andra memastikan. "Kayak bukan elu banget bertele-tele gitu Ndra!" Andra tersenyum miring. "Oke! Kalau gitu gue tanya sama lu. Lu masih ingetkan sama cewek SMA yang kita lihat di kafe beberapa hari lalu?" "Cewek, di kafe?" Ogy mengerutkan keningnya mencoba mengingat. "Oh... maksud lu cewek yang nyiram lu pake kopi tempo hari? Oke, oke gue inget. Emangnya ada apa sama dia, lu masih dendam sama tuh cewek?"
Rizal akhirnya tiba di depan gerbang sekolah Lara. Setelah yakin telah mengangkut semua buku-buku dan perlengkapan sekolahnya, Lara pun bergegas untuk turun dari mobil. "Ayah, Lara sekolah dulu ya." Lara mengulurkan tangan lalu salim dengan ayahnya. "Uhm, Nak!" "Iya?" Lara yang baru saja mau membuka pintu mobil jadi urung melakukannya. Rizal tiba-tiba saja membelai rambut putrinya itu lalu tersenyum padanya. "Ada apa Yah? Kok tiba-tiba?" Tanya Lara heran. "Nggak ada apa-apa, Ayah cuma mau berpesan aja sama kamu, kalau kamu lagi ada masalah atau apapun itu yang membuat hati serta pikiran kamu nggak tenang, jangan sungkan buat cerita sama Ayah ya!" Mata bening itu langsung tampak berkaca-kaca karena terharu dan seketika Lara memeluk ayahnya. "Makasih ya Ayah, mak
Tiba di kediamannya, Andra yang baru saja kembali setelah dua hari tidak pulang ke rumah, langsung memarkirkan mobil porsche mewah miliknya itu di halaman rumahnya yang cukup luas. Keluarga Alvarez memang keluarga yang sangat terpandang, yang mana keluarganya adalah memilik dari Adante Group, sebuah perusahaan yang bergerak dibidang perhotelan, dan tempat hiburan. Andra yang dengan santainya memasuki pintu rumah, tiba-tiba langsung dikejutkan oleh suara keras seorang lelaki yakni Amran Alvarez, lelaki yang kini menduduki jabatan sebagai CEO di Adante Group sekaligus ayah kandung Andra. "Andra!" Andra pun berhenti dan menoleh singkat ke arahsang ayah yang kini tengah berjalan menghampirinya. Raut wajah laki-laki 22 tahun itu tampak datar, ia seolah tidak peduli dengan apa yang akan Amran lakukan padanya. Sang ayah sudah berdiri di sebelah Andra, dari tempatnya itu Amran dapat menghidu dengan
Jam sekolah telah usai, Lara yang bersiap pulang tiba-tiba langsung menanyakan pada Chika apakah dirinya bisa pulang bersamanya hari ini? Tentu saja dengan senang hati Chika mengiyakan sekaligus heran. "Tunggu, tumben banget lo mau bareng sama gue Ra, biasanya kan lo pulang bareng Gilang?" "Iya Ra, biasanya lo bucin banget maunya dianter pulang sama Gilang, sekarang kok tiba-tiba minta bareng pulang sama Chika?" Timpal Tara yang juga penasaran. "Soal itu..." Lara tampak bingung memikirkan bagaimana cara menjelaskan pada kedua sahabatnya itu. Selang beberapa saat datanglah Gilang dengan tergesa-gesa ke kelas Lara untuk mengajaknya pulang. Chika dan Tara yang ada disana seketika dibuat merasa kikuk melihat Lara dan Gilang yang sepertinya butuh bicara berdua saja. Akhirnya kedua sahabat Lara itu pun sepakat untuk memberikan waktu Lara dan Gilang untuk bicara berdua.
Malam harinya Andra kembali ke rumah dalam keadaan sedikit mabuk. Untungnya kali ini kedua orang tua Andra, sedang tidak berada dirumah karena tengah ke luar kota untuk peresmian proyek sehingga tidak akan memunculkan perdebatan. Andra yang sedikit agak sempoyongan menaiki anak tangga menuju ke kamarnya. Tanpa sengaja Tasya yang tengah membuat segelas susu di dapur lewat dan melihat sang kakak yang jalan gontai. "Kakak!" Seru Tasya kemudian menghampiri Andra. Andra pun menoleh ke arah dimana suara Tasya berasal. "Kakak mabok lagi ya?" Tasya meletakan segelas susunya dimeja lalu melangkah menghampiri Andra yang sudah naik beberapa anak lantai. "Kakak abis darimana sih!" Agaknya Tasya mengkhawatirkan sang kakak namun Andra justru malah memberikan senyum miring dan lanjut naik ke atas menuju kamarnya di lantai dua. "Kakak tadi nyetir sendiri?" Tanya Tasya memastikan. "Yoi!" Ujar Andra singkat.
Lara begitu sedih dan hamcur, tak hentinya ia menyalahkan dirinya sendiri dengan semua yang terjadi. "Gue gagal, gue udah gagal jadi anak, gue udah ngecewain Bunda!" Lara melihat ke arah cermin memandangi dirinya yang tampak menyedihkan. Bahkan kata menyedihkan mungkin belum cukup untuk menggambarkan atas betapa nista nestapa yang ia alami saat ini. "Ini semua gara-gara lo dasar cowok brengsek! Biadab!" Maki Lara kemudian dengan marah melempari cermin itu dengan berbagi botol parfumnya.***Hani yang kini masih duduk diatas ranjang untuk menenangkan diri seolah masih syok dan tak percaya mengetahui kenyataan yang terjadi pada putrinya. Bayi cantik yang ia lahirkan dan ia besarkan dan ia jaga dengan penuh cinta dan kasih sayang, nyatanya malah harus mengalami tragedi menyedihkan itu. "Apa yang harus aku lakuin sekarang? Apa aku harus terus menyembunyikannya. Tapi bagaimanapun hal ini tidak bisa terus disembunyikan." Sejatinya Lar
Lara pun pulang ke rumah, dengan tubuh kelelahan mata agak sembab ia berjalan memasuki gerbang rumahnya. Lara sempat berpikir apa mungkin salah satu temannya atau gurunya menghubungi sang bunda terkait dirinya tidak masuk hari ini? Tapi siapa peduli saat ini Lara hanya ingin segera masuk ke kamarnya untuk menenangkan diri. Setelah melepas sepatu dan cuci tangan Lara langsung menaiki anak tangga menuju kamarnya.Namun saat dirinya ingin masuk kamar ia malah justru dikagetkan dengan penampakan sang Bunda yang berdiri di depan pintu kamarnya dengan memasang wajah serius."Huh? Kok ada Bunda ya apa jangan-jangan Bunda udah tau kalau hari ini aku nggak masuk," ucapnya dalam hati. "Bu- bunda ngapain di depan kamar Lara?"Hani tak menjawab pertanyaan Lara, ia langsung meminta Lara masuk ke kamar bersama dengan dirinya."Ada apa sih Bun? Kok kayaknya muka Bunda serius banget."
Di jalan Lara terus kepikiran tentang kenyataan jika dirinya saat ini tengah mengandung. Sungguh hal tak pernah terpikirkan oleh Lara setidaknya dia tidak pernah membayangkan bahwa dirinya akan mengandung di umurnya yang masih tijuh belas tahun."Udah sampe Dek," ucap driver taksi online, namun sepertinya Lara yang masih melamun tak mendengarnya. "Dek, dek udah sampe sekolah.""Eh iya udah sampe, sorry ya Pak saya nggak tau.""Iya Dek nggak apa-apa."Lara pun akhirnya turun dari taksi online tersebut. Ia melihat gerbang sekolah yang membentang di hadapannya, baginya kini memasuki gerbang sekolah terasa mengerikan sekali ribuan pertanyaan menghantui isi kepala Lara. Gimana kalau orang-orang disekolah tau gue hamil? Gimana kalo gue terpaksa dikeluarin dari sekolah karna hamil? Gimana kalo gue nggak bisa lulus karena hamil? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sungguh membuatnya
Setibanya di rumah Lara langsung pergi ke kamarnya dan menguncinya rapat-rapat dari dalam. Gadis itu mengatur napasnya yang tersengal-sengal dan hatinya yang berdetak kencang. Lara mengeluarkan alat tes kehamilan yang dibelinya tadi dari dalam tasnya. Takut! Hal itu yang dirasakan oleh Lara, namun ia tetap harus melakukannya. Dengan tekat yang kuat ia pun bergegas masuk ke kamar mandi. Setelah beberapa saat selesai melakukan test dengan urinnya, Lara masih belum berani untuk melihat hasilnya. Dirinya belum siap jika hasilnya benar-benar positif kalau dirinya hamil. Ya Tuhan aku takut, apa aku bisa kuat nerima kenyataan kalau beneran aku hamil. Sadar tidak bisa terus terkurung dengan rasa penasaran yang semakin memuncak, Lara pada akhirnya memberanikan diri untuk mengetahui hasilnya. Ia mengangkat alat kehamilan tersebut ke hadapan matanya, perlahan Lara membuka matanya. "Du- dua garis?" Seketika tubuhnya lemas dan Lara pun jatuh terkulai diatas lantai sambil ma
Di sekolah Lara terlihat tengah berada di kantin bersama kedua sahabatnya Chika da Tara. Ia terlihat tengah menyantap semangkuk bakso dengan lahapnya, saking lahapnya sampai-sampai kedua temannya itu dibuat menelan ludah. "Lara, lo kelaperan ya?" Ujar Chika yang bahkan sampai merasa sudah merasa kenyang duluan dengan hanya melihat Lara makan."Iya Ra, lo tumben banget deh makan selahap itu, biasanya lo kan yang paling lama makannya diantara kita bertiga," imbuh Tara.Lara kemudian menelan makanan dimulutnya, "Masa sih?""Lah lo emang nggak ngerasa?"Lara hanya menggeleng sambil terus melanjutkan makannya. Lara sepertinya memang tidak sadar kalau akhir-akhir ini nafsu makannya sangat tinggi.Setelah beberapa saat mereka bertiga pun selesai menghabiskan makan siang mereka, dengan Lara yang tanpa sadar hari ini makan dua porsi bakso."Gila lo Ra, hari ini lo mukbang keknya ya?" Ledek Chika mengetahui Lara makan bakso sampai dua mangkuk. Lara pu
"Lara!" Bunda mengetuk dan memanggil Lara dari luar kamarnya. Mendengar sang ibu datang, Lara yang menangis pun segera mengusap air matanya dan membukakan pintu sang ibu."Eh Bunda, kenapa?"Bunda memperhatikan Lara sejenak lalu bertanya, "kamu baik-baik aja kan sayang? Soalnya tadi Bunda lihat muka kamu tiba-tiba pucet terus pergi ke kamar.""Lara baik-baik aja kok Bun," jawab Lara yang tidak ingin sang ibu mengkhawatirkannya.Tapi sayang, sepertinya sang ibu tidak yakin dengan perkataan putrinya itu. Ia justru terlihat memicingkan matanya sambil memperhatikan mata Lara yang nampak sembab. "Kamu habis nangis ya?""Eh- Um— ini aku enggak nangis kok, cuma habis lihat trailer drama yang sedih banget aja makanya nangis deh, hehe...""Yakin kamu?" Bunda meraba kening dan leher Lara memastikan kalau putrinya itu tidak demam atau sejenisnya."Yakin kok Bund, percaya deh sama Lara."Hani menghela napas, sejujurnya ia tidak perca
Lara kembali ke rumah dengan keadaan lesu. Ia berjalan menuju ke kamarnya dan tak lama sang bunda muncul lalu menghampirinya. "Loh Kak, kok kamu udah pulang?"Lara melihat ke arah bundanya dan tersenyum kecil. "Lara tiba-tiba masuk angin Bund, makanya Lara pulang.""Tuhkan, kamu sih Bunda bilangin tadi sarapan dulu malah ngeyel, gini kan jadinya. Nggak nurut sih dikasih tau sama orang tua," omel Bunda ikuti rasa cemas."Maaf Bun, yaudah kalo gitu Lara istirahat di kamar dulu ya.""Yaudah, nanti Bunda bawain makanan ke kamar kamu ya."**Selang beberapa saat akhirnya Bunda pun datang ke kamar Lara sambil membawakannya semangkuk bubur.Tok Tok!Lara beranjak lalu membukakan pintu."Nak ini Bunda buatin bubur, kamu makan ya...," pinta sang Bunda pada putrinya itu.Melihat bubur tersebut entah kenapa Lara jadi merasa sangat lapar. Bunda pun meletakan nampan makanan itu diatas nakas, dan meminta Lara agar segera memaka
Waktu terus berjalan, hari-hari pun dilewati Lara pasca dirinya putus dengan Gilang tiga minggu lalu. Sejauh ini berjalan cukup baik, Lara menjalani kehidupan di sekolah dengan normal dan dihabiskan dengan banyak ke perpustakaan dibanding ngobrol bersama sahabatnya. Bahkan saat jam istirahatpun Lara lebih sering ke perpustakaan dibanding kantin. Hingga lama kelamaan kedua sahabatnya Chika dan Tara merasa Lara agak berubah, dia tidak seceria dulu dan lebih sendiri. Akhirnya mereka berdua pun berencana mengajak Lara nongkrong di kafe sepulang sekolah.KRING...! Jam belajar pun usai, guru pengajar pun keluar kelas diikuti murid-murid yang keluar kelas silih berganti. Lara yang masih terlihat membereskan tasnya pun dihampiri oleh Chika. "Ra!""Eh iya kenapa Chik, belom balik lo?" Tanya Lara sambil terus membereskan buku-bukunya ke dalam tas."Um, kita nongki dulu yuk ke kafe biasa sebelum balik? Tara punya voucher potongan harga loh kan lumayan."Sayangnya La
Percakapan Gilang dan Lara berakhir dengan akhir yang tidak baik bagi Gilang, laki-laki itu sungguh masih menyimpan rasa cinta dan harapan untuk bisa kembali dengan Lara, tapi semuanya sudah terlambat, hubungan Lara dan Gilang pada akhirnya harus kandas. Ketika kesedihan menyelimuti Gilang, hal berbeda justru dirasa oleh Cindy yang diam-diam ternyata menguntit percakapan Lara dan Gilang. Cindy yang ditemani sabahatnya Inez tampak senang sekali melihat Gilang yang telah putus dari Lara. Bahkan tak segan ia menampilkan senyum penuh kemenangan."Cin, jadi Gilang beneran udah putus sama Lara?" Tanya Inez yang juga agak belum percaya semua ini."Ya lo bisa lihat sendiri kan?" Cindy terkekeh senang. "Akhirnya, tanpa harus capek-capek cari cara misahin Gilang dari si cewek munafik itu, mereka putus juga.""Tapi Cin, lihat deh tuh... Kayaknya yang sedih banget malah si Gilang." Inez merujuk ekspresi Gilang yang dilihatnya dari jauh."Apaan sih! Lihat aja nanti pa