Mira tidak menjawabnya, dia hanya memandang kedua mata hitam Kaisar di mana kantung mata itu menghitam menunjukkan lelahnya dia. Pandangannya sayu, dia ingin mengelus wajah itu, tapi tangannya terlalu takut untuk meraihnya.
Sebelum tangannya terulur, Kaisar terlebih dulu mengusap puncak kepalanya. "Ada apa, hm?"
"Aku ... aku tidak bisa tidur jika kamu tidak pulang. Lantai seluas itu dengan hanya aku saja ... aku tidak bisa, aku tidak nyaman."
"Aku mengerti. Aku juga tidak bisa meninggalkan dia di sini. Jika bukan aku dan Akbar, tidak ada yang memperhatikan dia nanti."
"Bagaimana denganku?"
"Bersabarlah, dokter mengatakan keadaan seperti ini tidak akan terus terjadi. Ada fase di mana nanti akan mereda dengan sendirinya."
Mira mencoba mengerti, meskipun dia juga tidak bisa menerima sepenuhnya. Memang benar, semalaman dia juga hanya berguling seperti mainan yoyo hingga tubuhnya pun tergulung selimut.
Jarak memang membatasi semua komunikasi mereka. Di saat Anya sedang ingin mendengar suara Regan, pria itu justru baru saja memejamkan matanya. Pada akhirnya, setelah lama berbincang Anya sudah tidak mendengar suara Regan lagi. Bisa dipastikan suaminya itu terlelap sekarang. Akbar meneria ponselnya kembali, Anya mengulurkannya lemah dengan wajah sedikit lemas. "Sudah tidur, Non?" "Sepertinya dia lelah. Tidak apa-apa, sudah bisa mendengar suaranya saja aku sedikit lega." Anya sudah terlihat lebih baik sekarang. Sepertinya anak di dalam rahimnya itu hanya ingin makan sate saja, tidak untuk memakan makanan lainnya. Bahkan susu pun harus secara bertahap agar tidak kembali dimuntahkan. Kaisar sudah mengatakan akan pulang sedikit sore kali ini. Sejak tadi sudah terhitung lima kali dia melakukan panggilan ke nomor Akbar hanya untuk memastikan keadaan Anya, sampai dia lupa ada nomor yang juga sedang menunggu kabarnya. Pint
Saat Kaisar terdiam, Anya pun meghentikan tangannya saat akan memasukkan suapan pertama ke mulutnya. Bisa dipastikan diamnya Kaisar itu tanda kalau apa yang dia pikirkan benar adanya. "Kai," panggilnya sekali lagi. "Aku tidak mau ya, kalau kamu sampai melakukannya. Dia sudah berkeluarga, aku pun sama. Kita hanya akan menjalin hubungan sebagai teman." "Tuan Muda tidak akan suka dengan ini." "Aku tau, tapi aku merasa senang, setidaknya aku masih punya teman seperti mereka. Jika kamu melihat hal aneh-aneh, kamu boleh melakukan apa pun." Kali ini Kaisar juga diam. Dia tidak mengiyakan, atau pun melarangnya. Itu berarti dia masih mempertimbangkanya. Anya tersenyum lebar dia mengerti apa yang diaksudkan oleh pria itu. Lama-kelamaan, dia juga paham dengan bahasa orang seperti Kaisar. Pria irit bicara, sama seperti halnya suaminya. Anya semakin terlihat lebih baik sekarang. Dia tidak sepucat kemarin, setidaknya meskipun h
Anya sudah lebih baik hari ini. Dia sudah tidak seperti mumi yang berkeliaran dengan badan lemas dan pucat. Meskipun hanya satu menu saja yang bisa masuk ke dalam perutnya, setidaknya Anya lebih segar dari pada biasanya.Hari ini juga dia sudah diizinkan pulang oleh dokter. Baik Akbar dan Kaisar, mereka berdua tidak pernah pulang sejak Anya mulai masuk ke rumah sakit. Kaisar sudah berangkat ke kantor sejak pagi tadi, dan sekarang hanya Akbar yang membawanya pulang.Saat dia baru saja tiba di depan gerbang rumah, banyak sekali mobil yang berjejer di sana. Seolah ada sebuah acara yang sedang berlangsung di dalam rumah itu."Siapa?""Saya juga tidak tahu, Nona. Saya tidak mendapat kabar apa pun tadi." Akbar menurunkan kacanya, satpam rumah segera menghampiri dia dengan bergegas. "Ada siapa, Pak?""Itu temannya Nyonya Besar. Mereka sejak kemarin malam berda di sini.""Kemarin malam?" tegas Akbar sekali lagi. D
Akbar kembali ke kamar Anya, dia tidak akan lupa kalau dia sudah mengunci wanita di dalam sana. "Nona?" panggilnya saat memutar kunci tersebut. "Masuk, Akbar!" Anya segera berdiri, bergegas ke arah pintu dan menyambut Akbar di ambang pintu itu. "Aku mendengar teriakan Kaisar tadi, apa dia pulang?" Anya melongokkan kepala, melihat ke belakang tubuh Akbar seolah mencari-cari Kaisar barangkali dia masih berada di belakang tubuh Akbar. Teriakan Kaisar tadi memang sangat kencang, hingga itu seperti suara yang menggema di rumahnya. "Kaisar sudah kembali ke kantor." "Bagaimana dengan Mama?" "Dia-" "Akbar, kemari kau! Kalau kau tidak ke sini, maka aku akan memecatmu!" teriak Sarah dari bawah sana. "Akbar ... ke mana semua teman-temanku?" Suaranya terdengar tidak teratur, Anya sadar kalau Sarah masih dalam keadaan mabuk. "Mama memanggilmu!" ucap Anya dengan menyibakkan tubuh Anya.&
Bagi Mira, perasaan Kaisar itu masih abu-abu. Saat dia menginginkan jawaban, kaisar tidak juga memberikannya jawaban yang pasti. Dia pernah mengatakan suka, dia pernah mengatakan kalau dia tidak akan melepasnya, tapi kadang-kadang Kaisar terlihat tidak memperdulikannya. Pria itu sedang masuk ke dalam ruangan di mana pengemudi mobil itu tengah dirawat. Saat dia masuk, rupanya yang menabrak Mira itu adalah pria yang pernah dia hajar di dalam rumah Regan. Pria yang mengatakan kalau dia akan memiliki Sarah dan memiliki semua kekayaannya tadi, dan sempat memecahkan botol minuman yang dia gunakan untuk menyerangnya. "Aku ingin dia diproses secara hukum, dan aku akan menyerahkan ini dengan kalian." "Baik, Pak." Beberapa polisi sudah bersiap di dalam kamar pria itu. Satu brogol sudah melingkar di pergelangan tangan pria itu sekarang. Kaisar kembali ke kamar Mira. Dia berjalan dan menyesali apa yang dia lakuk
Kaisar mendekat dengan tatapan menyeringai. Sarah memang ibu dari Regan, tapi dia tidak lagi menghormatinya seperti dulu karena skandal susu itu. Dia berdehem, dengan manatap Sarah tanpa berkedip. "Tebus kebebasannya dengan apa yang anda sembunyikan tentang Nona Anya."Sarah tertawa hambar. Dia melipat kedua tangannya di atas dada dengan menantang Kaisar. "Kau pikir kau bisa mengancamku dengan itu?""Terserah. Saya juga tidak keberatan untuk menjebloskan kalian semua ke penjara. Mungkin Tuan Muda juga akan membiarkannya, karena dia tidak akan suka dengan kabar ini. Pesta miras, mabuk, dan pesta menjijikkan yang dilakukan di rumahnya.""Kau memang licik!"Kaisar mengedikkan bahunya, seolah dia tidak memperdulikan apa pun yang dikatakan oleh Sarah sekarang. "Saya tidak punya waktu untuk menunggu."Sarah terlihat cemas, dia menggigit bibir bagian bawahnya dengan mengedarkan pandangan ke sekeliling, seperti menghindari tat
Karena memang Anya yang bersikeras untuk datang ke salon, Kaisar pun mengiyakan. Lagipula, itu memang hasil kerja kerasnya selama ini, jika Anya harus menutup salon, maka rasanya tidak adil baginya. Saat Akbar hendak mengantarnya pun, dia mengatakan kalau dia masih bisa menyetir sendiri dan menyuruh dia agar tetap di rumah untuk menjaga Sarah yang katanya sedang tidak sehat. Anya benar-benar tidak bisa dikalahkan jika sudah bersikeras. Untuk pertama kalinya Anya datang ke salon setelah lama dia hanya berdiam diri di dalam rumah. Rindu juga dia menginjak lantai salon, mendengar dengungan dari hair drayer, bau obat sampai suara anak buahnya yang selalu membuat telinganya bising. Mobil kuning itu melaju dengan kecepatan sedang, dan ada sedan hitam juga yang mengikutinya di belakang. Itu adalah milik Kaisar, yang sedang mengikutinya hanya untuk memastikan dia sampai di sana tanpa kurang suatu apa pun. Tepat saat Anya memarkirkan mo
Mobil Rendi masih ada, tapi dia tidak menemukan keberadaan pria itu. Entah ke mana, padahal dia juga sudah mencari di sekitar gedung hingga dia pun lelah sendiri. Jika tahu begitu, dia lebih baik pergi sendiri mengunakan mobilnya. Sekarang, dia harus kembali dengan taxi yang mengantarnya. Tidak peduli di mana Rendi saat ini, dia sudah kesal dan tidak ingin mencarinya lagi. Biarkan saja dia mencarinya nanti, jika perlu membuat dia kebingungan seperti yang dia alami tadi. Ponselnya pun tidak dapat dihubungi, dia seperti hilang ditelan bumi. Sekarang, dia malah terjebak macet dan semua itu gara-gara Rendi. Dia menyalahkan pria itu sekarang. Kalau saja dia tidak pergi mencari-carinya, dia pasti bisa pulang lebih awal tanpa harus terjebak macet seperti ini. "Pak, bisa lewat jalan lainnya saja tidak? Saya harus segera sampai." "Di depan ada jalan pintas, Non. Tapi sekarang kendaran di depan tidak bergerak juga." "Ish, m
Seiring waktu, semua permasalahan yang mereka lalui terlupakan. Kehidupan terus berjalan dan seolah memberikan dunia baru untuk mereka. Tiba di saat hari yang mereka tunggu, Anya melahirkan dan dia melakukannya secara normal.Regan tidak pernah meninggalkan istrinya, bahkan dia yang menangis saat Anya mengeluh sakit yang luar biasa. Namun, menit kemudian, tangisnya berubah senyum lebar mendengar suara tangisan bayi.“Pak Regan, anak anda laki-laki.” Dokter itu memberikan anak mereka padanya. Dia sangat tampan, tapi wajah Anya mendominasi hingga dia terlihat tampan sekaligus imut di waktu yang sama.Anya menangis bahagia setelah beberapa jam menangis kesakitan. Setelah dibersihkan, mereka pindah ke ruang inap dan bayi itu tidak juga turun dari gendongan Regan. Kaisar yang ingin menggendongnya pun tidak memiliki kesempatan.Di saat itu, pintu ruangan terbuka, Sarah masuk dengan wajah memelas. Sejak dia mendengar jika Anya akan melahirkan, dia se
Jihan membeku, dia merasa sangat kecil di sana. Perlahan, hinaan dari Padmana yang selama ini hanya dia telan bulat-bulat, seolah doa yang menjadi kenyataan. Dia merasa senang sekaligus menangisi dirinya sendri. Bahkan dia tidak pernah merasakan kasih sayang yang seperti itu.Kaisar hanya memandangnya, semakin dilihat Jihan semakin menyedihkan. Jihan memang tidak mengatakan apa pun, tapi kedua mata yang menyorotkan kekosongan di hatinya itu terlihat sangat jelas. Kaisar menjadi gelisah, entah karena apa.Pria itu menyahut botol minum dan meskipun dia menegaknya hingga tersisa setengah, perasaannya masih gelisah. Tubuhnya tergerak untuk mendekat, lalu tiba-tiba mencium bibir Jihan dengan cepat hingga membuat wanita itu terkejut dengan responnya.“Kau hanya membuatku takut dengan ekspresimu yang diam saja. Makanlah, aku akan menyusul Tuan Regan.”Jihan tercengang, sampai Kaisar keluar dari ruangan pun dia masih tidak berkedip.“Kamu
“Aku tidak akan pergi dan aku akan tidur di sini.” Jihan melengos dan masuk ke kamar mandinya. Selesai mandi, dia terlihat sangat segar dengan rambut yang masih basah.Kemeja yang dia pakai pun sangat longgar dan kebesaran, tapi panjangnya hanya sampai paha dan itu sangat minim. Jika dia mengangkat kedua tangan, maka dia akan mengekspose pahanya yang mulus itu membuat Kaisar berkali-kali memalingkan pandangan.“Kau hanya boleh tidur di sofa.”“Tidak masalah, selagi aku tidak sendri.”Kaisar melempar selimut ke arahnya, dan dia memejamkan mata terlebih dulu. Saat dia pikir Jihan pun sudah mulai tertidur, mendadak kasur yang berada di sisinya tenggelam seperti ada seseorang yang meniduri.“Mau apa kau?” teriak Kaisar, yang mendapati Jihan merayap di sisinya.“Tidakkah kau merasa di sini seram? Mira pasti pernah tinggal di sini. Aku tidak berani di sofa sendirian. Kalau kau tidak menahanku p
“Si- siapa ini?”“Kaisar. Mulai saat ini, jika kau berani mendekati Jihan lagi, aku tidak akan ragu untuk mematahkan semua tulangmu.”“Jihan adalah tunanganku dan apa yang aku perbuat padanya, sama sekali tidak ada hubungan apa pun denganmu.”“Dia bukan milikmu lagi dan sebaiknya kau enyah dari kota ini sebelum aku menyeretmu ke lubang kuburmu sendiri.”Setelah mengatakan itu, Kaisar memutus sambungan dan menyerahkan ponsel ke Jihan dengan entengnya. Jihan tidak mendengar apa jawaban Padmana, tapi yang jelas pria itu pasti ketakutan. Satu-satunya hal yang ditatuti pria itu adalah dia yang kembali dengan Kaisar karena dia tahu jika dia tidak akan mampu melawan pria itu.“Anda membuatku dalam masalah besar.”“Aku sudah menyelamatkanmu dan kau mengatakan aku membawa masalah besar?”“Anda tidak tahu, saya berhutang padanya untuk biaya pengobatan ibu saya di kamp
Anya menyandar di pundak Regan, rasanya sangat nyaman dan tenang. Malam ini, Wira mengendara dengan santai, dan sesekali kedua matanya melirik ke arah spion. Melihat Regan yang memejamkan mata dengan Anya yang memeluknya, hatinya pun ikut bahagia.Sayang sekali, hanya dia yang tersiksa karena sudah melajang cukup lama. Namun, melihat Regan, keinginan untuk memiliki satu wanita dalam hidupnya muncul begitu kuat. Wira sudah lama bekerja dengan Kaisar, menjadi pengawal Regan dan mengikuti dia ke mana pun.Selama hidupnya, dia telah menyaksikan sendiri jika Regan tidak pernah bermain-main dengan wanita. Ada pun Manda, tapi saat itu jusru sang wanitalah yang menjebaknya. Dalam arti, Regan tidak pernah berniat untuk bermain-main dengan istrinya.Wira juga masih mengingat dengan jelas, di mana saat itu Regan kehilangan istrinya selama beberapa bulan dan melihat betapa kacaunya dia. Regan memang sangat arogan waktu itu, pemarah dan terlihat bukan pria yang banyak memili
Mengorbankan dua nyawa? Regan tertegun sejenak dan pikirannya jatuh pada Manda dan juga anaknya. Dia yang mendesak Manda agar mengatakan semua tentang Lyan, dan apakah itu maksudnya Lyan akan membunuh mereka?Regan menendang tubuh Lyan, hingga dia menggelinding beberapa kali. “Patahkan semua tulangnya hingga dia mati dan buang mayatnya ke laut.”“Baik.” Wira mengeksekusi Lyan dan menyelesaikan tugas Regan dengan sangat ganas.Di samping itu, dia mengambil istrinya dari Kaisar dan membawanya di atas kedua tangan lalu pergi dari gedung itu. Namun, Regan tidak pergi begitu saja. Dia hanya meletakkan Anya di dalam mobil dan kembali keluar untuk menghubungi Sandi.Seharusnya Sandi masih menangani masalah cafe, tapi dalam beberapa sambungan dia juga tidak mendapatkan jawaban atas panggilannya. Regan mengumpat, dan melayangkan pukulan ke udara. Dia sudah meletakkan bodyguard untuk melindungi Manda, tapi Lyan itu sangat licik! Kemungkinan
Mobil yang membawa Anya bergerak dengan cepat sekali, tapi Wira sudah menyambungkan dengan sistem navigasi di mobil dan mereka tidak perlu untuk mencarinya. Mereka pikir Lyan akan membawanya keluar dari Jakarta, tapi ternyata tidak. Mobil mereka berbelok dan menuju ke suatu tempat.Melihat itu, Regan semakin menambah kecepatan, hingga Jihan kehilangan jejak mereka. Kaisar dengan cepat melacak mobil Regan, dan mengikuti rute mereka meskipun sudah tertinggal jauh.Saat Regan tiba di sana, tempat itu merupakan gedung kosong dengan bangunan terbengkalai. Semuanya gelap dan tidak terlihat cahaya apa pun. Meskipun begitu, Regan tidak merasa ragu sama sekali untuk meneruskan langkahnya. Ada Anya yang menunggu untuk diselamatkan di dalam sana.Mereka masuk dengan waspada, berbekal hanya lampu senter di ponsel dan mengarahkan itu segela arah. Awalnya tidak ada yang aneh, hanya saja tepat saat mereka masuk lebih dalam lagi, terlihat Lyan yang berdiri dengan me
“Benar, tampar aku! Tampar!” teriak Mira sekencang-kencangnya. Entah saat ini dia memang sedang menangis menyesal atau masih dengan kepura-puraannya, kedua mata wanita itu mengalirkan air mata. “Aku iri denganmu, aku benci melihat kehidupanmu yang sempurna sedangkan banyak orang yang menderita di bawahmu. Aku benci!”“Jadi kau menyalahkan semua orang yang menderita itu padaku? Apa kau tidak pernah berpikir, jika sikapmu sendiri yang membuat semua orang menjauhimu?”“Kau yang sudah merebut perhatian Kaisar! Kau merebut kasih sayangnya, hingga aku tidak akan pernah menjadi yang pertama baginya. Kau sudah memiliki Regan, dan kau masih serakah dengan merebut perhatian Kaisar! Aku membencimu!”PLAKKSekarang, bukan hanya Anya yang menampar dia, melainkan Akbar yang melakukan itu. “Salah Apa Nona Anya padamu hingga kau berulang kali ingin melenyapkan nyawanya, hah? Apa dia mencoba untuk membunuhmu? Hanya kar
Baru juga mereka masuk, pelayan lelaki itu itu berdiri dan menghadang. “Maaf, Pak, untuk malam ini cafe tidak bisa dipesan karena sudah ada seseorang yang memesan untuk acara penting.”“Tenang saja, aku ke sini tidak untuk menyewa tempat ini. Aku hanya ingin sedikit melakukan renovasi.”“Mungkin kamu lebih butuh ini.” Kaisar menyodorkan pemukul itu ke arah Sandi dan dia dengan senang hati menerimanya.Sekali ayunan, dia memecahkan etalase kaca hingga membuat semua pengunjung ketakutan dan termasuk pelayan juga di dalamnya.“Maaf untuk ketidak nyamanannya, tapi kalian semua bisa pergi dari sini sekarang juga dan tidak perlu membayar makanan yang sudah kalian pesan.” Kaisar berteriak ke arah mereka semua dan di saat itu mereka berlarian sendiri-sendiri.“Pak, apa yang anda lakukan?” teriak salah satu dari pelayannya. Semuanya tampak panik, tapi hanya Kila yang sudah tidak terkejut sama sekal