Karena memang Anya yang bersikeras untuk datang ke salon, Kaisar pun mengiyakan. Lagipula, itu memang hasil kerja kerasnya selama ini, jika Anya harus menutup salon, maka rasanya tidak adil baginya.
Saat Akbar hendak mengantarnya pun, dia mengatakan kalau dia masih bisa menyetir sendiri dan menyuruh dia agar tetap di rumah untuk menjaga Sarah yang katanya sedang tidak sehat. Anya benar-benar tidak bisa dikalahkan jika sudah bersikeras.
Untuk pertama kalinya Anya datang ke salon setelah lama dia hanya berdiam diri di dalam rumah. Rindu juga dia menginjak lantai salon, mendengar dengungan dari hair drayer, bau obat sampai suara anak buahnya yang selalu membuat telinganya bising.
Mobil kuning itu melaju dengan kecepatan sedang, dan ada sedan hitam juga yang mengikutinya di belakang. Itu adalah milik Kaisar, yang sedang mengikutinya hanya untuk memastikan dia sampai di sana tanpa kurang suatu apa pun.
Tepat saat Anya memarkirkan mo
Mobil Rendi masih ada, tapi dia tidak menemukan keberadaan pria itu. Entah ke mana, padahal dia juga sudah mencari di sekitar gedung hingga dia pun lelah sendiri. Jika tahu begitu, dia lebih baik pergi sendiri mengunakan mobilnya. Sekarang, dia harus kembali dengan taxi yang mengantarnya. Tidak peduli di mana Rendi saat ini, dia sudah kesal dan tidak ingin mencarinya lagi. Biarkan saja dia mencarinya nanti, jika perlu membuat dia kebingungan seperti yang dia alami tadi. Ponselnya pun tidak dapat dihubungi, dia seperti hilang ditelan bumi. Sekarang, dia malah terjebak macet dan semua itu gara-gara Rendi. Dia menyalahkan pria itu sekarang. Kalau saja dia tidak pergi mencari-carinya, dia pasti bisa pulang lebih awal tanpa harus terjebak macet seperti ini. "Pak, bisa lewat jalan lainnya saja tidak? Saya harus segera sampai." "Di depan ada jalan pintas, Non. Tapi sekarang kendaran di depan tidak bergerak juga." "Ish, m
Manda masih terisak dengan menundukkan kepala. Dia snagat hancur, dan tidak ada orang lain di sisinya saat ini selain Anya. Wanita yang sangat dia benci, hingga dia pernah berpikir untuk melenyapkannya. "Kalau kamu tidak mau cerita, tidak apa-apa. Aku juga tidak akan memaksamu untuk itu. Hanya saja, jangan menangis lagi! Kau hanya membuatku merasa bersalah." "Kau memang bersalah! Dan kau yang menyebabkan semua ini." Manda menatap Anya marah dengan kedua matanya yang melotot. Bagaimana bisa? Anya saja baru mengetahu malam ini kalau keadaannya seperti itu. Namun, meskipun Manda marah seperti itu, Anya hanya memasang wajah biasa saja seolah dia hanya menganggap apa yang dikatakan oleh Manda itu hanyalah bentuk kesedihannya saja. "Setelah Regan tahu ini bukan anaknya, semua orang membuangku. Lyan tidak menginginkan anak ini, kedua orang tuaku mengusirku, bahkan aku juga ditendang dari manajemen Lyan karena aku menolak untuk menggug
Tidak butuh waktu lama untuk mendapatkan itu, apalagi alamatnya sangat dia kenal. Kasiar melaju dengan kecepatan tinggi, dia melewati semua kendaraan yang berada di depannya seolah jika terlambat sedikit saja maka dia akan menyesal seumur hidup. Tepat di lokasi yang dia tuju, dia melihat mobil kuning yang terparkir di bahu jalan. Kaisar dengan segera menepikan mobil dan berlari masuk ke dalam rumah itu. Langkahnya tertahan di teras, saat dia melihat Anya yang justru sedang makan malam bersama Manda di dalam sana. Memangnya sejak kapan mereka akrab? Kasiar terbengong dengan melangkah masuk perlahan. "Nona?" Anya tersentak kaget, dia mengangkat kepalanya, melihat Kaisar yang sedang berdiri di ambang pintu. "Kai? Kamu, kamu di sini?" "Saya mencari anda di rumah sakit." Anya yang baru sadar tujuan awalnya tadi, dia menepuk jidatnya. "Astaga ... aku lupa kalau aku akan menjenguk Mira tadi. Tunggu, apa mereka masih ada
Mobil Kaisar kembali hening. Saat dia menoleh, rupanya Anya sudah tertidur dengan kepalanya yang bersandar di jendela. Kaisar menepikan mobilnya, dia melepas seatbelt lalu mencondongkan tubuh ke arah Anya. Saat dia hendak mengatur jok Anya, wajah mereka sangat dekat sekali hingga jika dia tergelincir sedikit saja mungkin dia akan mencium bibir Anya sekarang. Wajahnya sangat tenang, bekas air mata itu masih terlihat di kedua pipinya, Kaisar merasa kasihan dengan Anya. Mungkin dia sangat rindu sekali dengan Regan saat ini. Setelah posisi Anya terlihat sangat nyaman, dia juga menyahut selimut yang dia simpan di bangku belakang. Dia memang sengaja meletakkan itu, karena Anya tertidur didalam mobilnya sudah bukan hal yang biasa lagi. Baru juga dia akan kembali menginjak gas, ponselnya berdering dengan nama Tuan Muda. Kaisar segera mengangkat itu dan meletakkan earphone wireless di telinga kanan. "Iya, Tuan?" "Di mana A
"Nikahi aku!" ucapnya lantang tanpa memalingkan pandangan sedikit pun dari kedua mata Kaisar.Kaisar terdiam sesaat. Dia pun membalas tatapan Mira dengan lebih intens lagi. Tidak ada keraguan di sana, hanya saja bukan ini yang Kaisar inginkan. Dia akan menikah dan itu hanya atas keinginannya sendiri tanpa paksaan dari siapa pun, termasuk atas tuntutan orang lain."Kenapa, kau tidak bisa membuat keputusan bukan? Itu karena kamu sudah mencintai Anya, dan kamu hanya menutupinya dengan mengatakan kalau kamu mencintai aku.""Tidak ada yang aku tutupi, harusnya kamu tahu itu. Aku akan menikahimu, jika memang sudah waktunya.""Waktunya apa? Setelah kamu akan jatuh lebih dalam lagi dengan mencintai Anya?""Hentikan! Aku tidak suka jika kamu terus mengatakan itu.""Sudahlah, Kai! Aku lelah jika aku hadir hanya untuk kau sakiti. Pergilah, karena aku sedang ingin sendiri.""Baik, itu yang kamu inginkan."
Anya benar-benar melakukan apa yang ingin dia lakukan. Saat dia sedang istirahat makan siang, dia segera pergi ke rumah sakit untuk mengetahui keadaan Mira karena kemarin malam dia sudah melewatkannya."Anya!"Anya menghentikan langkahnya saat dia baru saja berbelok ke arah lorong yang menuju kamar Mira. Di belakangnya, dia melihat seorang lelaki yang berjalan ke arahnya dengan perban di kepalanya.Anya terdiam, dia mencoba mengingat wajah lelaki yang sedang berjalan ke arahnya sekarang. Dia memang tidak mengenalnya, api wajah pria itu tidak asing dan sepertinya dia pernah melihat pria tambun itu."Anda ini ... ah saya ingat. Anda yang mabuk di rumah suaminya waktu itu.""Rupanya kamu melihatnya juga." Pria itu mengulurkan tangannya dengan tersenyum lebar. "Hendra," lanjutnya lagi.Anya menerima uluran tangan itu, menariknya dengan cepat karena sepertinya pria bernama Hendra ini terlihat punya maksud terse
Lyan yang tadinya masih berdiri membelakanginya segera berbalik dengan melempar senyum lebar. Tidak sedikit pun Anya ingin membalas senyum itu. Mengingat apa yang dilakukannya pada Manda, membuat dia jengkel sendiri dengan Lyan."Tidak ada. Aku hanya ingin berbicara saja denganmu.""Hmmm."Lyan mendekat ke arah Anya, dia memasukkan ponsel kembali ke dalam saku. "Anya, aku mencintai saudaramu dan aku hanya ingin hidup tenang saja dengannya. Jadi ... aku harap kamu tidak pernah mengungkit masalalu yang sudah aku lupakan."Anya tersenyum miring, dia semakin jijik melihat pria yang di depannya saat ini. "Memang mudah sekali bukan, melupakan apa yang sudah kita lakukan pada orang lain tanpa tahu apa yang akan dialami oleh orang itu.""Nya, aku tidak mau membuat masalah ini semakin panjang. Kamu tau betul kalau dia yang menolakku dan merendahkan aku. Lalu, apa aku salah memilih orang lain sebagai istriku?""Deng
Hari ini gara-gara terlalu memikirkan Lyan dia jadi tidak fokus bekerja. Padahal, masih banyak rancangan pernikahan yang harus dia kerjakan dan sekarang harus menumpuk dan menjadi pekerjaan rumah. Selepas makan malam tadi, dia beralih ke taman belakang dengan membawa semua perlengkapannya. Mira belum bisa dibagi tugas, mengingat dia baru saja pulang dari rumah sakit. Sekarang semua harus dia handle sendiri seperti dulu. Berada di dekat kolam renang dengan gemericik air pun tidak membuat tubuhnya dingin. Malah justru terasa lebih panas dari biasanya. Itu sebabnya dia memilih bekerja di luar dari pada di dalam rumah yang hanya menambah penat. "Bagaimana dengan ditemani ini?" Akbar mendadak muncul di depannya dengan membawa piring berisikan kue di atasnya. Dari aromanya, itu sangat menggiurkan sekali. Coklat, keju, bahkan Anya bisa menebak dua rasa itu sebelum dia melihat kue apa yang dia bawa. "Hmm ... wangi sekali!
Seiring waktu, semua permasalahan yang mereka lalui terlupakan. Kehidupan terus berjalan dan seolah memberikan dunia baru untuk mereka. Tiba di saat hari yang mereka tunggu, Anya melahirkan dan dia melakukannya secara normal.Regan tidak pernah meninggalkan istrinya, bahkan dia yang menangis saat Anya mengeluh sakit yang luar biasa. Namun, menit kemudian, tangisnya berubah senyum lebar mendengar suara tangisan bayi.“Pak Regan, anak anda laki-laki.” Dokter itu memberikan anak mereka padanya. Dia sangat tampan, tapi wajah Anya mendominasi hingga dia terlihat tampan sekaligus imut di waktu yang sama.Anya menangis bahagia setelah beberapa jam menangis kesakitan. Setelah dibersihkan, mereka pindah ke ruang inap dan bayi itu tidak juga turun dari gendongan Regan. Kaisar yang ingin menggendongnya pun tidak memiliki kesempatan.Di saat itu, pintu ruangan terbuka, Sarah masuk dengan wajah memelas. Sejak dia mendengar jika Anya akan melahirkan, dia se
Jihan membeku, dia merasa sangat kecil di sana. Perlahan, hinaan dari Padmana yang selama ini hanya dia telan bulat-bulat, seolah doa yang menjadi kenyataan. Dia merasa senang sekaligus menangisi dirinya sendri. Bahkan dia tidak pernah merasakan kasih sayang yang seperti itu.Kaisar hanya memandangnya, semakin dilihat Jihan semakin menyedihkan. Jihan memang tidak mengatakan apa pun, tapi kedua mata yang menyorotkan kekosongan di hatinya itu terlihat sangat jelas. Kaisar menjadi gelisah, entah karena apa.Pria itu menyahut botol minum dan meskipun dia menegaknya hingga tersisa setengah, perasaannya masih gelisah. Tubuhnya tergerak untuk mendekat, lalu tiba-tiba mencium bibir Jihan dengan cepat hingga membuat wanita itu terkejut dengan responnya.“Kau hanya membuatku takut dengan ekspresimu yang diam saja. Makanlah, aku akan menyusul Tuan Regan.”Jihan tercengang, sampai Kaisar keluar dari ruangan pun dia masih tidak berkedip.“Kamu
“Aku tidak akan pergi dan aku akan tidur di sini.” Jihan melengos dan masuk ke kamar mandinya. Selesai mandi, dia terlihat sangat segar dengan rambut yang masih basah.Kemeja yang dia pakai pun sangat longgar dan kebesaran, tapi panjangnya hanya sampai paha dan itu sangat minim. Jika dia mengangkat kedua tangan, maka dia akan mengekspose pahanya yang mulus itu membuat Kaisar berkali-kali memalingkan pandangan.“Kau hanya boleh tidur di sofa.”“Tidak masalah, selagi aku tidak sendri.”Kaisar melempar selimut ke arahnya, dan dia memejamkan mata terlebih dulu. Saat dia pikir Jihan pun sudah mulai tertidur, mendadak kasur yang berada di sisinya tenggelam seperti ada seseorang yang meniduri.“Mau apa kau?” teriak Kaisar, yang mendapati Jihan merayap di sisinya.“Tidakkah kau merasa di sini seram? Mira pasti pernah tinggal di sini. Aku tidak berani di sofa sendirian. Kalau kau tidak menahanku p
“Si- siapa ini?”“Kaisar. Mulai saat ini, jika kau berani mendekati Jihan lagi, aku tidak akan ragu untuk mematahkan semua tulangmu.”“Jihan adalah tunanganku dan apa yang aku perbuat padanya, sama sekali tidak ada hubungan apa pun denganmu.”“Dia bukan milikmu lagi dan sebaiknya kau enyah dari kota ini sebelum aku menyeretmu ke lubang kuburmu sendiri.”Setelah mengatakan itu, Kaisar memutus sambungan dan menyerahkan ponsel ke Jihan dengan entengnya. Jihan tidak mendengar apa jawaban Padmana, tapi yang jelas pria itu pasti ketakutan. Satu-satunya hal yang ditatuti pria itu adalah dia yang kembali dengan Kaisar karena dia tahu jika dia tidak akan mampu melawan pria itu.“Anda membuatku dalam masalah besar.”“Aku sudah menyelamatkanmu dan kau mengatakan aku membawa masalah besar?”“Anda tidak tahu, saya berhutang padanya untuk biaya pengobatan ibu saya di kamp
Anya menyandar di pundak Regan, rasanya sangat nyaman dan tenang. Malam ini, Wira mengendara dengan santai, dan sesekali kedua matanya melirik ke arah spion. Melihat Regan yang memejamkan mata dengan Anya yang memeluknya, hatinya pun ikut bahagia.Sayang sekali, hanya dia yang tersiksa karena sudah melajang cukup lama. Namun, melihat Regan, keinginan untuk memiliki satu wanita dalam hidupnya muncul begitu kuat. Wira sudah lama bekerja dengan Kaisar, menjadi pengawal Regan dan mengikuti dia ke mana pun.Selama hidupnya, dia telah menyaksikan sendiri jika Regan tidak pernah bermain-main dengan wanita. Ada pun Manda, tapi saat itu jusru sang wanitalah yang menjebaknya. Dalam arti, Regan tidak pernah berniat untuk bermain-main dengan istrinya.Wira juga masih mengingat dengan jelas, di mana saat itu Regan kehilangan istrinya selama beberapa bulan dan melihat betapa kacaunya dia. Regan memang sangat arogan waktu itu, pemarah dan terlihat bukan pria yang banyak memili
Mengorbankan dua nyawa? Regan tertegun sejenak dan pikirannya jatuh pada Manda dan juga anaknya. Dia yang mendesak Manda agar mengatakan semua tentang Lyan, dan apakah itu maksudnya Lyan akan membunuh mereka?Regan menendang tubuh Lyan, hingga dia menggelinding beberapa kali. “Patahkan semua tulangnya hingga dia mati dan buang mayatnya ke laut.”“Baik.” Wira mengeksekusi Lyan dan menyelesaikan tugas Regan dengan sangat ganas.Di samping itu, dia mengambil istrinya dari Kaisar dan membawanya di atas kedua tangan lalu pergi dari gedung itu. Namun, Regan tidak pergi begitu saja. Dia hanya meletakkan Anya di dalam mobil dan kembali keluar untuk menghubungi Sandi.Seharusnya Sandi masih menangani masalah cafe, tapi dalam beberapa sambungan dia juga tidak mendapatkan jawaban atas panggilannya. Regan mengumpat, dan melayangkan pukulan ke udara. Dia sudah meletakkan bodyguard untuk melindungi Manda, tapi Lyan itu sangat licik! Kemungkinan
Mobil yang membawa Anya bergerak dengan cepat sekali, tapi Wira sudah menyambungkan dengan sistem navigasi di mobil dan mereka tidak perlu untuk mencarinya. Mereka pikir Lyan akan membawanya keluar dari Jakarta, tapi ternyata tidak. Mobil mereka berbelok dan menuju ke suatu tempat.Melihat itu, Regan semakin menambah kecepatan, hingga Jihan kehilangan jejak mereka. Kaisar dengan cepat melacak mobil Regan, dan mengikuti rute mereka meskipun sudah tertinggal jauh.Saat Regan tiba di sana, tempat itu merupakan gedung kosong dengan bangunan terbengkalai. Semuanya gelap dan tidak terlihat cahaya apa pun. Meskipun begitu, Regan tidak merasa ragu sama sekali untuk meneruskan langkahnya. Ada Anya yang menunggu untuk diselamatkan di dalam sana.Mereka masuk dengan waspada, berbekal hanya lampu senter di ponsel dan mengarahkan itu segela arah. Awalnya tidak ada yang aneh, hanya saja tepat saat mereka masuk lebih dalam lagi, terlihat Lyan yang berdiri dengan me
“Benar, tampar aku! Tampar!” teriak Mira sekencang-kencangnya. Entah saat ini dia memang sedang menangis menyesal atau masih dengan kepura-puraannya, kedua mata wanita itu mengalirkan air mata. “Aku iri denganmu, aku benci melihat kehidupanmu yang sempurna sedangkan banyak orang yang menderita di bawahmu. Aku benci!”“Jadi kau menyalahkan semua orang yang menderita itu padaku? Apa kau tidak pernah berpikir, jika sikapmu sendiri yang membuat semua orang menjauhimu?”“Kau yang sudah merebut perhatian Kaisar! Kau merebut kasih sayangnya, hingga aku tidak akan pernah menjadi yang pertama baginya. Kau sudah memiliki Regan, dan kau masih serakah dengan merebut perhatian Kaisar! Aku membencimu!”PLAKKSekarang, bukan hanya Anya yang menampar dia, melainkan Akbar yang melakukan itu. “Salah Apa Nona Anya padamu hingga kau berulang kali ingin melenyapkan nyawanya, hah? Apa dia mencoba untuk membunuhmu? Hanya kar
Baru juga mereka masuk, pelayan lelaki itu itu berdiri dan menghadang. “Maaf, Pak, untuk malam ini cafe tidak bisa dipesan karena sudah ada seseorang yang memesan untuk acara penting.”“Tenang saja, aku ke sini tidak untuk menyewa tempat ini. Aku hanya ingin sedikit melakukan renovasi.”“Mungkin kamu lebih butuh ini.” Kaisar menyodorkan pemukul itu ke arah Sandi dan dia dengan senang hati menerimanya.Sekali ayunan, dia memecahkan etalase kaca hingga membuat semua pengunjung ketakutan dan termasuk pelayan juga di dalamnya.“Maaf untuk ketidak nyamanannya, tapi kalian semua bisa pergi dari sini sekarang juga dan tidak perlu membayar makanan yang sudah kalian pesan.” Kaisar berteriak ke arah mereka semua dan di saat itu mereka berlarian sendiri-sendiri.“Pak, apa yang anda lakukan?” teriak salah satu dari pelayannya. Semuanya tampak panik, tapi hanya Kila yang sudah tidak terkejut sama sekal