Setibanya di Jakarta, Fanya segera naik ke atas tangga. Rasanya punggung dia minta direbahkan dengan kedua tangan dan kakinya yang ingin selonjoran. Karena dalam perjalanan Sarah selalu di dalam kamar, jadi dia tidak punya kesempatan untuk merebahkan tubuhnya sedikit pun.
Sekarang, dia membanting punggung itu dengan keras ke atas ranjang dengan membelai-belai sprei seperti orang yang sudah terlalu lama tidak bertemu dengan kasur."Capek sekali ya," kata Regan yang masuk tiba-tiba dan duduk di sisinya."Mmm ... ayolah! Kenapa kamu harus menanyakannya lagi?" Fanya menjawbanya dengan malas sekali dan memiringkan tubuh membelakangi Regan."Mandi dulu, Nya!""Capek, Re," rengek Fanya yang justru meraih guling dan mendekapnya erat.Tanpa mengatakan apa pun lagi, Regan menyahut guling Fanya dan dan membawa gadis itu di kedua tangan kekarnya. "Bagaimana kalau aku yang memandikanmu, hm?""Re, apa tidak bisa langsung tidur saja? Ini sudah malam sekali,Sebenarnya hari ini banyak sekali yang akan dilakukan oleh Regan. Akan tetapi, pria itu justru tidak juga menegakkan tubuhnya dan tetap di posisi semula. Tubuhnya miring, memeluk Fanya dengan memandangi wajah istrinya. Jari telunjuknya mengelus lembut pipi Fanya dengan sesekali menciuminya. "Re," panggil Fanya dengan manja."Tidurlah, aku tidak akan membangunkanmu." Fanya membuka matanya, menatap Regan yang terus saja memandanginya sejak tadi. Kemudian dia menolehkan kepala melihat jam yang sudah menunjukkan pukul tujuh. "Jam tujuh?" pekiknya dengan panik. Dia dengan segera menegakkan tubuhnya, tapi Regan kembali menarik Fanya ke dalam dekapannya. "Re, sudah pukul tujuh, apa kamu juga tidak mau bersiap ke kantor?" "Memangnya siapa yang akan memarahiku jika aku terlambat datang, hm?" "Ada Mama, gak enak, Re," protes Fanya dengan berusaha menyingkirkan tangan Regan dari atas perutnya. "Memangnya kenapa kalau aku memeluk istriku sendiri?"
Pagi ini mood Fanya benar-benar rusak karena acara makan pagi dengan harus mendengarkan perkataan Sarah yang menyentil telinganya. Sepenjang perjalanan, dia hanya diam dengan memalingkan pandangannya ke luar jendela. Regan menyadari itu, dia meliriknya sekilas dan kembali fokus menatap jalan raya. Hari ini dia memang sengaja untuk membawa mobilnya sendiri. Entah ke mana dia akan membawa Fanya setelah ini, pria itu hanya mengatakan kalau, "Kamu akan mengetahuinya nanti." Lagi pula, Fanya juga tidak bersemangat untuk beradu mulut dengan pria itu, jadi dia memutuskan untuk diam dengan meperhatikan pemandangan dari luar kaca jendelanya. "Sayang," panggil Regan lirih dengan mengelus puncak kepala Fanya. "Jangan terlalu dipikirkan, aku yakin lama-kelamaan, Mama pasti akan menerimamu nanti." "Aku tidak apa-apa, aku mengerti. Mungkin Mama belum dalam kondisi yang stabil." "Semakin kamu mengatakan kalau kamu baik-baik saja, aku semakin yakin kalau dalam kondisi
Tidak ada yang bisa membut Fanya bertahan sampai sejauh ini kecuali hanya Regan. Iya, pria itu satu-satunya yang sanggup membuat dia sampai sejauh ini. Hingga dia terus menebalkan telinga saat ibu mertuanya terus saja mengeluarkan kata-kata yang menyakiti hatinya. Namun, tidak sedikit pun dia menceritakannya pada Regan. Mengingat dia pun semakin sibuk dengan perusahaan yang sudah beralih atas namanya sekarang. Terhitung hanya beberapa jam saja mereka berkomunikasi setiap harinya, karena Regan selalu pulang malam dan meninggalkan jam makan malam bersama. Setiap hari dia hanya makan malam bersama dengan Akbar yang selalu dia seret-seret untuk menemaninya. Seperti saat ini, dia hanya berdua saja dengan Akbar yang padahal Akbar pun sudah selesai makan malam tadi. Tetapi, dia tetap saja mau duduk hanya untuk menemaninya saja. "Regan pulang jam berapa nanti?" tanyanya dengan malas. Dia pun hanya memainkan sendoknya, yang dia putar-putar di atas piring tanpa berniat untuk
Regan memang sudah terbangun dari sepuluh menit yang lalu, tapi dia juga tidak ingin beranjak, maupun beralih dari posisinya. Memandangi wajah Anya yang tertidur lelap di atas lengannya itu hal yang Regan sukai. Apalagi saat melihat dia yang meringkuk di dalam pelukannya.Ragan suka itu, Regan suka Anya yang berlindung di bawahnya. Dia merasa digantungkan oleh Anya dan dia merasa dibutuhkan oleh istrinya. Sayang sekali, dia pun juga sangat berat untuk meninggalkan dia hari ini. Bukan hanya hari ini, jika nanti dia akan meninggalkannya lagi, itu menjadi hal yang tidak akan pernah mudah untuknya.Tangannya mulai bekerja, menyusuri wajah Anya dengan begitu lembut. Menyelipkan rambut wanita itu ke belakang telinga dan mencium keningnya. Tidak puas hanya sekali cium, Ragan megulangnya sekali lagi, dua kali hingga dia terus mengulang-ulangnya untuk membangunkan dia. Bukan hanya dikening, sekarang dia beralih ke pipi sampai leher."Re!" protes Anya de
Anya sampai tertegun dengan perlakuan Regan, hingga matanya terus saja mengikuti mobil yang sudah keluar dari gerbang rumahnya. Berat sekali, jika dia bisa mengucapkan mungkin dia akan berkata, "Jangan pergi, aku membutuhkanmu di sini."Hanya saja, dia tahu kalau itu tidak akan mungkin terjadi. Pekerjaan suaminya itu sangat menumpuk sekarang, dan dia tidak akan egois hanya menyuruh Regan berdiam diri menemaninya.Saat dia hendak berbalik, dia baru sadar, kalau ternyata Kaisar berdiri di sisinya. Keningnya berkerut, dengan kedua alisnya yang saling bertaut. "Kai? Kamu bukannya ... kamu tidak pergi?""Tidak.""Kenapa kamu tidak ikut dengan suamiku?""Karena saya punya tugas lain.""Apa?""Mengurung anda.""Hah?"Kaisar menolehkan kepalanya, dia tersenyum tipis, sangat tipis sekali bahkan kalian tidak akan bsia membedakan mana senyumnya dan mana saat dia mengatupkan mulu
Kaisar tetap melajukan mobilnya dengan tanpa membuka mulut sedikit pun. Tidak peduli, Anya di belakangnya yang tengah merajuk sekarang. Wanita itu terus saja memalingkan pandangan ke jendela dengan menatapnya kosong. Dia sama sekali tidak tega jika melihat kondisi Manda yang seperti itu. Memang benci, tapi dia juga waita di mana dia juga pernah hamil. Sampai akhirnya dia kembali menoleh ke arah Kaisar dengan memajukan tubuhnya, nyaris kepala mereka sejajar sekarang. "Kai, kenapa kamu tadi lama sekali?" "Karena saya masih berbicara dengan dokter." "Ya aku tau ... maksudnya, apa yang kamu bicarakan?" "Tentang kesehatan anda." Sejak tadi Kaisar menjawab tanpa menoleh sedikit pun. Jawabannya juga datar dan singkat sekali, membuat Anya gemas ingin mencubiti tubuh pria itu. "Kenapa kamu tidak katakan yang jelas saja? Kamu sudah tau maksudku bukan?" "Saya akan mengatakannya dengan jelas, jika anda bertanya dengan jelas juga." "Ish, menyebalkan seka
Melihat Anya yang menatapnya seperti itu, akhirnya Kaisar luluh juga. Apalagi melihat puppy eyes-nya yang bulat, menyesal sudah menatapnya. Harusnya tadi dia berpaling saja, meninggalkan dia agar dia tidak luluh seperti ini."Baiklah, hanya untuk di dalam rumah. Tapi jika anda masih melanggar, maka kunci kamar ini akan saya telan.""Kamu mau menelannya? Kenapa kamu tidak menelanku sekalian?""Bisa saja, dan mungkin itu akan terjadi nanti."Kaisar membalikkan tubuhnya, meninggalkan Anya yang terlihat menahan tawanya. Ternyata dia belum juga keluar dari sana, masih dengan menceramahi Akbar dengan ini itu. Semua peraturan berubah mulai saat ini.Tidak ada ke salon, tidak ada keluar tanpa seizinnya, dan jika tentang segala macam makanan, tentu Akbar sudah lebih paham dengan itu. Kaisar tidak perlu menjelaskannya lagi, hanya memastikan kalau semua vitamin harus tepat waktu dan tidak tertinggalkan sekali pun."B
Sore ini juga Kaisar memang akan pergi pulang ke rumah Regan, tapi dia berputar sedikit dan mampir ke salon Anya untuk menemui Mira. Dia menambah kecepatan, bergabung dengn pengendara lain yang semakin menyesakkan jalan raya.Rupanya di depan salon itu masih terlihat sangat ramai sekali, mungkin Mira pun akan sibuk di dalam sana. Kaisar masuk dengan santai, beberapa orang memandang ke arahnya, terutama para pelanggan yang belum pernah melihat dia selama ini.Namun tidak bagi mereka yang sudah biasa melihat Kaisar riwa-riwi di salon itu sekarang. Hanya dulu saja, mereka akan selalu terlihat gugup apalagi kalau sampai mereka melakukan kesalahan.Tanpa dipanggil pun, Mira akan mengerti dan akan meletakkan pekerjaannya sebentar untuk menyusul pria itu."Kenapa, Kai?""Mulai hari ini aku tidak bisa pulang.""Loh!" sahutnya spontan sebelum mendengar alasan dari pria itu."Mulai sore ini aku tinggal di rumah Tuan Muda untuk s
Seiring waktu, semua permasalahan yang mereka lalui terlupakan. Kehidupan terus berjalan dan seolah memberikan dunia baru untuk mereka. Tiba di saat hari yang mereka tunggu, Anya melahirkan dan dia melakukannya secara normal.Regan tidak pernah meninggalkan istrinya, bahkan dia yang menangis saat Anya mengeluh sakit yang luar biasa. Namun, menit kemudian, tangisnya berubah senyum lebar mendengar suara tangisan bayi.“Pak Regan, anak anda laki-laki.” Dokter itu memberikan anak mereka padanya. Dia sangat tampan, tapi wajah Anya mendominasi hingga dia terlihat tampan sekaligus imut di waktu yang sama.Anya menangis bahagia setelah beberapa jam menangis kesakitan. Setelah dibersihkan, mereka pindah ke ruang inap dan bayi itu tidak juga turun dari gendongan Regan. Kaisar yang ingin menggendongnya pun tidak memiliki kesempatan.Di saat itu, pintu ruangan terbuka, Sarah masuk dengan wajah memelas. Sejak dia mendengar jika Anya akan melahirkan, dia se
Jihan membeku, dia merasa sangat kecil di sana. Perlahan, hinaan dari Padmana yang selama ini hanya dia telan bulat-bulat, seolah doa yang menjadi kenyataan. Dia merasa senang sekaligus menangisi dirinya sendri. Bahkan dia tidak pernah merasakan kasih sayang yang seperti itu.Kaisar hanya memandangnya, semakin dilihat Jihan semakin menyedihkan. Jihan memang tidak mengatakan apa pun, tapi kedua mata yang menyorotkan kekosongan di hatinya itu terlihat sangat jelas. Kaisar menjadi gelisah, entah karena apa.Pria itu menyahut botol minum dan meskipun dia menegaknya hingga tersisa setengah, perasaannya masih gelisah. Tubuhnya tergerak untuk mendekat, lalu tiba-tiba mencium bibir Jihan dengan cepat hingga membuat wanita itu terkejut dengan responnya.“Kau hanya membuatku takut dengan ekspresimu yang diam saja. Makanlah, aku akan menyusul Tuan Regan.”Jihan tercengang, sampai Kaisar keluar dari ruangan pun dia masih tidak berkedip.“Kamu
“Aku tidak akan pergi dan aku akan tidur di sini.” Jihan melengos dan masuk ke kamar mandinya. Selesai mandi, dia terlihat sangat segar dengan rambut yang masih basah.Kemeja yang dia pakai pun sangat longgar dan kebesaran, tapi panjangnya hanya sampai paha dan itu sangat minim. Jika dia mengangkat kedua tangan, maka dia akan mengekspose pahanya yang mulus itu membuat Kaisar berkali-kali memalingkan pandangan.“Kau hanya boleh tidur di sofa.”“Tidak masalah, selagi aku tidak sendri.”Kaisar melempar selimut ke arahnya, dan dia memejamkan mata terlebih dulu. Saat dia pikir Jihan pun sudah mulai tertidur, mendadak kasur yang berada di sisinya tenggelam seperti ada seseorang yang meniduri.“Mau apa kau?” teriak Kaisar, yang mendapati Jihan merayap di sisinya.“Tidakkah kau merasa di sini seram? Mira pasti pernah tinggal di sini. Aku tidak berani di sofa sendirian. Kalau kau tidak menahanku p
“Si- siapa ini?”“Kaisar. Mulai saat ini, jika kau berani mendekati Jihan lagi, aku tidak akan ragu untuk mematahkan semua tulangmu.”“Jihan adalah tunanganku dan apa yang aku perbuat padanya, sama sekali tidak ada hubungan apa pun denganmu.”“Dia bukan milikmu lagi dan sebaiknya kau enyah dari kota ini sebelum aku menyeretmu ke lubang kuburmu sendiri.”Setelah mengatakan itu, Kaisar memutus sambungan dan menyerahkan ponsel ke Jihan dengan entengnya. Jihan tidak mendengar apa jawaban Padmana, tapi yang jelas pria itu pasti ketakutan. Satu-satunya hal yang ditatuti pria itu adalah dia yang kembali dengan Kaisar karena dia tahu jika dia tidak akan mampu melawan pria itu.“Anda membuatku dalam masalah besar.”“Aku sudah menyelamatkanmu dan kau mengatakan aku membawa masalah besar?”“Anda tidak tahu, saya berhutang padanya untuk biaya pengobatan ibu saya di kamp
Anya menyandar di pundak Regan, rasanya sangat nyaman dan tenang. Malam ini, Wira mengendara dengan santai, dan sesekali kedua matanya melirik ke arah spion. Melihat Regan yang memejamkan mata dengan Anya yang memeluknya, hatinya pun ikut bahagia.Sayang sekali, hanya dia yang tersiksa karena sudah melajang cukup lama. Namun, melihat Regan, keinginan untuk memiliki satu wanita dalam hidupnya muncul begitu kuat. Wira sudah lama bekerja dengan Kaisar, menjadi pengawal Regan dan mengikuti dia ke mana pun.Selama hidupnya, dia telah menyaksikan sendiri jika Regan tidak pernah bermain-main dengan wanita. Ada pun Manda, tapi saat itu jusru sang wanitalah yang menjebaknya. Dalam arti, Regan tidak pernah berniat untuk bermain-main dengan istrinya.Wira juga masih mengingat dengan jelas, di mana saat itu Regan kehilangan istrinya selama beberapa bulan dan melihat betapa kacaunya dia. Regan memang sangat arogan waktu itu, pemarah dan terlihat bukan pria yang banyak memili
Mengorbankan dua nyawa? Regan tertegun sejenak dan pikirannya jatuh pada Manda dan juga anaknya. Dia yang mendesak Manda agar mengatakan semua tentang Lyan, dan apakah itu maksudnya Lyan akan membunuh mereka?Regan menendang tubuh Lyan, hingga dia menggelinding beberapa kali. “Patahkan semua tulangnya hingga dia mati dan buang mayatnya ke laut.”“Baik.” Wira mengeksekusi Lyan dan menyelesaikan tugas Regan dengan sangat ganas.Di samping itu, dia mengambil istrinya dari Kaisar dan membawanya di atas kedua tangan lalu pergi dari gedung itu. Namun, Regan tidak pergi begitu saja. Dia hanya meletakkan Anya di dalam mobil dan kembali keluar untuk menghubungi Sandi.Seharusnya Sandi masih menangani masalah cafe, tapi dalam beberapa sambungan dia juga tidak mendapatkan jawaban atas panggilannya. Regan mengumpat, dan melayangkan pukulan ke udara. Dia sudah meletakkan bodyguard untuk melindungi Manda, tapi Lyan itu sangat licik! Kemungkinan
Mobil yang membawa Anya bergerak dengan cepat sekali, tapi Wira sudah menyambungkan dengan sistem navigasi di mobil dan mereka tidak perlu untuk mencarinya. Mereka pikir Lyan akan membawanya keluar dari Jakarta, tapi ternyata tidak. Mobil mereka berbelok dan menuju ke suatu tempat.Melihat itu, Regan semakin menambah kecepatan, hingga Jihan kehilangan jejak mereka. Kaisar dengan cepat melacak mobil Regan, dan mengikuti rute mereka meskipun sudah tertinggal jauh.Saat Regan tiba di sana, tempat itu merupakan gedung kosong dengan bangunan terbengkalai. Semuanya gelap dan tidak terlihat cahaya apa pun. Meskipun begitu, Regan tidak merasa ragu sama sekali untuk meneruskan langkahnya. Ada Anya yang menunggu untuk diselamatkan di dalam sana.Mereka masuk dengan waspada, berbekal hanya lampu senter di ponsel dan mengarahkan itu segela arah. Awalnya tidak ada yang aneh, hanya saja tepat saat mereka masuk lebih dalam lagi, terlihat Lyan yang berdiri dengan me
“Benar, tampar aku! Tampar!” teriak Mira sekencang-kencangnya. Entah saat ini dia memang sedang menangis menyesal atau masih dengan kepura-puraannya, kedua mata wanita itu mengalirkan air mata. “Aku iri denganmu, aku benci melihat kehidupanmu yang sempurna sedangkan banyak orang yang menderita di bawahmu. Aku benci!”“Jadi kau menyalahkan semua orang yang menderita itu padaku? Apa kau tidak pernah berpikir, jika sikapmu sendiri yang membuat semua orang menjauhimu?”“Kau yang sudah merebut perhatian Kaisar! Kau merebut kasih sayangnya, hingga aku tidak akan pernah menjadi yang pertama baginya. Kau sudah memiliki Regan, dan kau masih serakah dengan merebut perhatian Kaisar! Aku membencimu!”PLAKKSekarang, bukan hanya Anya yang menampar dia, melainkan Akbar yang melakukan itu. “Salah Apa Nona Anya padamu hingga kau berulang kali ingin melenyapkan nyawanya, hah? Apa dia mencoba untuk membunuhmu? Hanya kar
Baru juga mereka masuk, pelayan lelaki itu itu berdiri dan menghadang. “Maaf, Pak, untuk malam ini cafe tidak bisa dipesan karena sudah ada seseorang yang memesan untuk acara penting.”“Tenang saja, aku ke sini tidak untuk menyewa tempat ini. Aku hanya ingin sedikit melakukan renovasi.”“Mungkin kamu lebih butuh ini.” Kaisar menyodorkan pemukul itu ke arah Sandi dan dia dengan senang hati menerimanya.Sekali ayunan, dia memecahkan etalase kaca hingga membuat semua pengunjung ketakutan dan termasuk pelayan juga di dalamnya.“Maaf untuk ketidak nyamanannya, tapi kalian semua bisa pergi dari sini sekarang juga dan tidak perlu membayar makanan yang sudah kalian pesan.” Kaisar berteriak ke arah mereka semua dan di saat itu mereka berlarian sendiri-sendiri.“Pak, apa yang anda lakukan?” teriak salah satu dari pelayannya. Semuanya tampak panik, tapi hanya Kila yang sudah tidak terkejut sama sekal