"Hentikan Tuan!" teriak Kaisar. Pria itu kembali menahan dada Regan saat dia akan merengsek keluar rumah.
"Hentikan kamu bilang?! Aku sudah kehilangan anakku, dan Anya kritis di rumah sakit. Sekarang kamu menghentikan aku?"
Regan yang hendak melayangkan tangan ke wajah Kaisar itu terlebih dulu ditepis oleh Kaisar. Dia dengan cepat memelintir dan mengunci tangan Regan di belakang tubuhnya.
"Lepaskan Kai! Kamu tidak tau, kamu tidak akan mengerti bagaimana perasaanku. Aku sudah kehilangan anakku, Kai! Aku kehilangan segalanya!"
"Saya tau Tuan. Saya sangat mengerti. Tapi jika anda menghentikan semua ini, semua pengorbanan anda akan berakhir sia-sia. Anda hanya akan mendapat kegagalan total, dan tidak akan mendapatkan apa-apa."
Rasanya lulut Regan lemas tidak bertenaga. Dirinya bersalah, bersalah atas semua hal karena telah meninggalkan istrinya yang tengah hamil.
"Aku merindukannya, aku sangat merindukannya," ujar Regan d
Fanya sudah berhasil melewati masa kritisnya meskipun dia kembali tidak sadarkan diri, tapi dokter mengatakan kalau kondisinya sudah mengalami banyak perubahan.Pagi ini, hanya Akbar yang berada di sana. Atmaja sudah kembali ke kantor, begitu pun dengan Regan dan Kaisar. Tak jarang juga pria itu mengecek keadaan Fanya hingga rasanya sudah terjadwal setiap menitnya.Saat wanita itu mulai mengerjap, Akbar dengan cepat bangkit dari sofa dan menghampirinya. "Nona, akhirnya anda sadar juga," ujarnya lega."Regan mana?""Dia pergi ke kantor dengan Kaisar tadi. Sebentar ya, saya akan memanggilkan dokter." "Aku benar, kan, kalau dia sudah kembali? Rasanya seperti mimpi, aku sempat mengobrol dengannya.""Wajar jika itu terjadi Nona, anda sudah tertidur selama enam hari ini.""Enam?" tanyanya sekali lagi seolah tidak percaya. Bersamaan dengan itu, dokter yang menangani Fanya masuk dengan langkah cepat.
Akhir-akhir ini, apa yang terjadi too much. Hingga aku tidak tahu lagi bagaimana caranya menghibur diri sendiri. Aku hanya ingin menepi, menjauh dari semua hal di sekelilingku yang semakin gila.Aku hanya ingin menghela napas, dan tidak selalu menyalahkan diri sendiri. Aku ingin sehari saja mencintai diri ini. Karena aku tahu, aku layak mendapatkan yang terbaik.Untuk diri ini, terima kasih sudah menjadi orang yang kuat.***Akbar kembali duduk di sisi Fanya. Dia hanya diam, dengan memandangi waanita itu. Mungkin untuk saaat ini lebih baik bagi Akbar untuk tidak membuka suaranya."Akbar," panggil Fanya lirih tanpa menoleh ke arahnya."Iya.""Aku benar, 'kan?""Anda tidak bersalah dalam hal ini. Anda memang berhak marah, bahkan anda boleh menampar Tuan Muda tadi."Dia terlihat tersenyum tipis dan kembali diam. "Iya, ya. Seharusnya aku menamparnya tadi."Baru juga Akba
Sudah satu minggu ini Regan tidak bertemu sama sekali dengan Fanya. Bukan tidak ingin menemui, tapi itu memang kesepakatannya.Pria itu hanya mendengar kabar setiap harinya dari Akbar. Meskipun dirinya kini tinggal dengan Manda, tapi nyatanya mereka hanya satu atap. Tidak pernah sekalipun untuk satu kamar.Regan menegak, saat ia mendengar ponselnya yang berdering atas nama Kaisar. Pria itu dengan cepat menyahutnya dan menarik tombol hijau ke atas setelah memastikan pintu kamarnya terkunci rapat."Halo Kai."" .... ""Aku mengerti, aku juga sudah siap."Setelahnya, kedua bibir Regan tertarik ke atas. Dia melirik ke arah jam dinding kemudian merapikan setelan jasnya tipis-tipis.Langkahnya antusias, menuju kamar Manda dan menggedor pintu itu keras-keras."Masuk saja Re," sahut Manda dari dalam.Sepertinya wanita itu memang sengaja memacing Regan. Bagaimana bisa dia menyuruh R
Manda justru tertawa lebar mendengar perkataan Regan. Wanita itu seperti orang tidak waras yang tertawa heboh sendiri."Re ... Re. Jadi kamu bertingkah aneh sejak tadi hanya untuk ini? Apa kamu lupa, kalau kamu tidak akan pernah lepas dariku?""Menjijikkan," lirihnya. "Tapi sekarang tidak lagi, kamu tidak punya apa pun untuk menahanku."Manda meraih tas dan menyahut ponsel dari dalam sana. Matanya melotot saat dia tahu video itu terhapus bahkan setelah ia mencadangkannya."Cepat sekali kamu melakukannya?"Regan berdiri, mencondongkan tubuhnya hingga kepala mereka sangat dekat dengan berkata, "Sekarang, pergilah dari hidupku. Aku tidak sudi untuk melihat wajahmu lagi."Tepat saat Regan baru saja memutar tubuhnya, Manda berkata, "Aku hamil anakmu."Regan berhenti sejenak dan berkata, "Aku tidak akan percaya lagi dengan mulutmu itu.""Kamu hanya mengambil ponselku tadi, tapi ka
Mendengar itu, Regan berdiri dengan berkata, "Jangan bercanda, Kai!""Tidak, saya tidak bercanda. Jika sampai ke tahap ini, saya tidak akan mampu lagi untuk berbohong pada Nona Muda."Kemudian Akbar pun ikut menyahut dari dalam dapur. "Saya juga tidak akan membohonginya lagi, Tuan. Lebih baik anda mengatakannya sendiri. Dan apa pun yang akan dilakukan oleh Nona Muda nanti, saya pikir itulah yang terbaik."Regan kembli terduduk dengan lemas dan mengusap wajahnya. "Aku tidak mampu lagi untuk menyakitinya. Aku yakin, Manda tidak mengandung anakku.""Bagaimana anda bisa seyakin itu?" tanya Kaisar."Aku sangat yakin, dan aku akan mencari tahunya nanti. Aku sering mendengar dia mengangkat telpon tengah malam dan sepertinya dia memang menyembunyikan sesuatu dariku.""Kalau anda bisa seyakin itu, sebaiknya anda melakukannya dengan cepat. Karena jika Nona Muda tersakiti lagi, maka saya yang akan membawanya juh dari anda."Regan kembali berdiri
Regan tersentak, saat melihat Fanya yang membuka matanya lebar. "Nya, kamu ... kamu terbangun?"Wanita itu menelentangkan tubuhnya dengan menghela napas panjang. Matanya berkaca-kaca menatap langit-langit kamar dan kemudian dia berkata, "Re, aku tidak mau ini terjadi. Aku tidak mengerti harus mengatakan apa, aku lelah dengan ini semua.""Tidak Nya, aku ingin kamu tetap bertahan untukku. Aku yakin, kalau aku bisa membuktikanya.""Apa yang mau kamu buktikan? Kalau kamu tidak menghamili dia dan kamu hanya berpura-pura dalam video itu? Memangnya siapa yang akan percaya, Re?""Kamu. Aku tau kalau kamu percaya padaku.""Dan dunia akan tau kalau Manda mengandung anakmu. Lalu, apa gunanya lagi suaraku?""Karena aku tidak butuh suara dunia, aku hanya butuh mendengar suara istriku yang mengatakan kalau dialah satu-satunya.""Aku satu-satunya?" Fanya tersenyum miring dan membelakangi Regan. "Kamu tau, ba
Sengaja sekali Fanya menurunkan baju tidurnya hingga menampakkan bagian pundak. Dia membuka pintu dan berkata, "Manda? Kenapa sepagi ini? Kami baru mau mulai ketiga kalinya."Ada Akbar juga di sana. Dan pria itu sempat tersentak, karena belahan itu hampir menyembulkan kedua barang sensitifnya. Dia mengerjap, dan menundukkan kepala dengan berkata, "Maaf Nona, saya sudah mengusir dia dari tadi. Tapi wanita ini memang tidak waras." Begitu saja, dan dia berbalik meninggalkan mereka.Bisa-bisa matanya meminta lebihdan lebih lagi nanti. Bisa dipastikan, mungkin air liurnya juga akan menetes jika dia tidak berbalik dari sana."Mana Regan?" tanya Manda dengan sedikit mengintip ke belakang tubuhnya."Dia gak mau bukain pintu, soalnya dia belum pakek baju. Bagaimana jika kamu menunggunya satu jam lagi? Nanggung, baru juga mulai.""Menjijikkan," cibir Manda."Menjijikkan?" Fanya melipat kedua tagannya di dada dengan
Manda pulang dengan membawa sebongkah kekesalannnya. Hari ini dia melajukan mobil dengan kecepatan di atas rata-rata dengan sesekali menggebrak setir mobilnya, menuju studio seperti biasa. Tas selempang berwarn merah itu ia lempar dengan membanting tubuhnya ke kursi."Manda!" teriak Ganesha, pria yang menjabat sebagai fotografer yang memegang Manda selama ini. Pria itu mendekat dengan membawa kamera yang ia gantungkan di leher. "Kamu sudah lewat tiga puluh menit untuk pemotretan kali ini. Dan kamu masih bersantai di sini? Pulang saja kamu. Kamu pikir karena kamu terkenl kamu bisa seenaknya sendiri seperti in?""Baru juga sampai.""Itu bukan urusanku. Cepat ganti baju dan selesaikan ini."Baru juga dia hendak bangkit, seorang wanita datang dan mendekat ke arahnya. Dia membungkuk dengan berkata,"Selamat siang, Nona"Manda memandangi wanita yang berdiri dengan memakai blezzer berwana hitam dengan warna span yang senada da
Seiring waktu, semua permasalahan yang mereka lalui terlupakan. Kehidupan terus berjalan dan seolah memberikan dunia baru untuk mereka. Tiba di saat hari yang mereka tunggu, Anya melahirkan dan dia melakukannya secara normal.Regan tidak pernah meninggalkan istrinya, bahkan dia yang menangis saat Anya mengeluh sakit yang luar biasa. Namun, menit kemudian, tangisnya berubah senyum lebar mendengar suara tangisan bayi.“Pak Regan, anak anda laki-laki.” Dokter itu memberikan anak mereka padanya. Dia sangat tampan, tapi wajah Anya mendominasi hingga dia terlihat tampan sekaligus imut di waktu yang sama.Anya menangis bahagia setelah beberapa jam menangis kesakitan. Setelah dibersihkan, mereka pindah ke ruang inap dan bayi itu tidak juga turun dari gendongan Regan. Kaisar yang ingin menggendongnya pun tidak memiliki kesempatan.Di saat itu, pintu ruangan terbuka, Sarah masuk dengan wajah memelas. Sejak dia mendengar jika Anya akan melahirkan, dia se
Jihan membeku, dia merasa sangat kecil di sana. Perlahan, hinaan dari Padmana yang selama ini hanya dia telan bulat-bulat, seolah doa yang menjadi kenyataan. Dia merasa senang sekaligus menangisi dirinya sendri. Bahkan dia tidak pernah merasakan kasih sayang yang seperti itu.Kaisar hanya memandangnya, semakin dilihat Jihan semakin menyedihkan. Jihan memang tidak mengatakan apa pun, tapi kedua mata yang menyorotkan kekosongan di hatinya itu terlihat sangat jelas. Kaisar menjadi gelisah, entah karena apa.Pria itu menyahut botol minum dan meskipun dia menegaknya hingga tersisa setengah, perasaannya masih gelisah. Tubuhnya tergerak untuk mendekat, lalu tiba-tiba mencium bibir Jihan dengan cepat hingga membuat wanita itu terkejut dengan responnya.“Kau hanya membuatku takut dengan ekspresimu yang diam saja. Makanlah, aku akan menyusul Tuan Regan.”Jihan tercengang, sampai Kaisar keluar dari ruangan pun dia masih tidak berkedip.“Kamu
“Aku tidak akan pergi dan aku akan tidur di sini.” Jihan melengos dan masuk ke kamar mandinya. Selesai mandi, dia terlihat sangat segar dengan rambut yang masih basah.Kemeja yang dia pakai pun sangat longgar dan kebesaran, tapi panjangnya hanya sampai paha dan itu sangat minim. Jika dia mengangkat kedua tangan, maka dia akan mengekspose pahanya yang mulus itu membuat Kaisar berkali-kali memalingkan pandangan.“Kau hanya boleh tidur di sofa.”“Tidak masalah, selagi aku tidak sendri.”Kaisar melempar selimut ke arahnya, dan dia memejamkan mata terlebih dulu. Saat dia pikir Jihan pun sudah mulai tertidur, mendadak kasur yang berada di sisinya tenggelam seperti ada seseorang yang meniduri.“Mau apa kau?” teriak Kaisar, yang mendapati Jihan merayap di sisinya.“Tidakkah kau merasa di sini seram? Mira pasti pernah tinggal di sini. Aku tidak berani di sofa sendirian. Kalau kau tidak menahanku p
“Si- siapa ini?”“Kaisar. Mulai saat ini, jika kau berani mendekati Jihan lagi, aku tidak akan ragu untuk mematahkan semua tulangmu.”“Jihan adalah tunanganku dan apa yang aku perbuat padanya, sama sekali tidak ada hubungan apa pun denganmu.”“Dia bukan milikmu lagi dan sebaiknya kau enyah dari kota ini sebelum aku menyeretmu ke lubang kuburmu sendiri.”Setelah mengatakan itu, Kaisar memutus sambungan dan menyerahkan ponsel ke Jihan dengan entengnya. Jihan tidak mendengar apa jawaban Padmana, tapi yang jelas pria itu pasti ketakutan. Satu-satunya hal yang ditatuti pria itu adalah dia yang kembali dengan Kaisar karena dia tahu jika dia tidak akan mampu melawan pria itu.“Anda membuatku dalam masalah besar.”“Aku sudah menyelamatkanmu dan kau mengatakan aku membawa masalah besar?”“Anda tidak tahu, saya berhutang padanya untuk biaya pengobatan ibu saya di kamp
Anya menyandar di pundak Regan, rasanya sangat nyaman dan tenang. Malam ini, Wira mengendara dengan santai, dan sesekali kedua matanya melirik ke arah spion. Melihat Regan yang memejamkan mata dengan Anya yang memeluknya, hatinya pun ikut bahagia.Sayang sekali, hanya dia yang tersiksa karena sudah melajang cukup lama. Namun, melihat Regan, keinginan untuk memiliki satu wanita dalam hidupnya muncul begitu kuat. Wira sudah lama bekerja dengan Kaisar, menjadi pengawal Regan dan mengikuti dia ke mana pun.Selama hidupnya, dia telah menyaksikan sendiri jika Regan tidak pernah bermain-main dengan wanita. Ada pun Manda, tapi saat itu jusru sang wanitalah yang menjebaknya. Dalam arti, Regan tidak pernah berniat untuk bermain-main dengan istrinya.Wira juga masih mengingat dengan jelas, di mana saat itu Regan kehilangan istrinya selama beberapa bulan dan melihat betapa kacaunya dia. Regan memang sangat arogan waktu itu, pemarah dan terlihat bukan pria yang banyak memili
Mengorbankan dua nyawa? Regan tertegun sejenak dan pikirannya jatuh pada Manda dan juga anaknya. Dia yang mendesak Manda agar mengatakan semua tentang Lyan, dan apakah itu maksudnya Lyan akan membunuh mereka?Regan menendang tubuh Lyan, hingga dia menggelinding beberapa kali. “Patahkan semua tulangnya hingga dia mati dan buang mayatnya ke laut.”“Baik.” Wira mengeksekusi Lyan dan menyelesaikan tugas Regan dengan sangat ganas.Di samping itu, dia mengambil istrinya dari Kaisar dan membawanya di atas kedua tangan lalu pergi dari gedung itu. Namun, Regan tidak pergi begitu saja. Dia hanya meletakkan Anya di dalam mobil dan kembali keluar untuk menghubungi Sandi.Seharusnya Sandi masih menangani masalah cafe, tapi dalam beberapa sambungan dia juga tidak mendapatkan jawaban atas panggilannya. Regan mengumpat, dan melayangkan pukulan ke udara. Dia sudah meletakkan bodyguard untuk melindungi Manda, tapi Lyan itu sangat licik! Kemungkinan
Mobil yang membawa Anya bergerak dengan cepat sekali, tapi Wira sudah menyambungkan dengan sistem navigasi di mobil dan mereka tidak perlu untuk mencarinya. Mereka pikir Lyan akan membawanya keluar dari Jakarta, tapi ternyata tidak. Mobil mereka berbelok dan menuju ke suatu tempat.Melihat itu, Regan semakin menambah kecepatan, hingga Jihan kehilangan jejak mereka. Kaisar dengan cepat melacak mobil Regan, dan mengikuti rute mereka meskipun sudah tertinggal jauh.Saat Regan tiba di sana, tempat itu merupakan gedung kosong dengan bangunan terbengkalai. Semuanya gelap dan tidak terlihat cahaya apa pun. Meskipun begitu, Regan tidak merasa ragu sama sekali untuk meneruskan langkahnya. Ada Anya yang menunggu untuk diselamatkan di dalam sana.Mereka masuk dengan waspada, berbekal hanya lampu senter di ponsel dan mengarahkan itu segela arah. Awalnya tidak ada yang aneh, hanya saja tepat saat mereka masuk lebih dalam lagi, terlihat Lyan yang berdiri dengan me
“Benar, tampar aku! Tampar!” teriak Mira sekencang-kencangnya. Entah saat ini dia memang sedang menangis menyesal atau masih dengan kepura-puraannya, kedua mata wanita itu mengalirkan air mata. “Aku iri denganmu, aku benci melihat kehidupanmu yang sempurna sedangkan banyak orang yang menderita di bawahmu. Aku benci!”“Jadi kau menyalahkan semua orang yang menderita itu padaku? Apa kau tidak pernah berpikir, jika sikapmu sendiri yang membuat semua orang menjauhimu?”“Kau yang sudah merebut perhatian Kaisar! Kau merebut kasih sayangnya, hingga aku tidak akan pernah menjadi yang pertama baginya. Kau sudah memiliki Regan, dan kau masih serakah dengan merebut perhatian Kaisar! Aku membencimu!”PLAKKSekarang, bukan hanya Anya yang menampar dia, melainkan Akbar yang melakukan itu. “Salah Apa Nona Anya padamu hingga kau berulang kali ingin melenyapkan nyawanya, hah? Apa dia mencoba untuk membunuhmu? Hanya kar
Baru juga mereka masuk, pelayan lelaki itu itu berdiri dan menghadang. “Maaf, Pak, untuk malam ini cafe tidak bisa dipesan karena sudah ada seseorang yang memesan untuk acara penting.”“Tenang saja, aku ke sini tidak untuk menyewa tempat ini. Aku hanya ingin sedikit melakukan renovasi.”“Mungkin kamu lebih butuh ini.” Kaisar menyodorkan pemukul itu ke arah Sandi dan dia dengan senang hati menerimanya.Sekali ayunan, dia memecahkan etalase kaca hingga membuat semua pengunjung ketakutan dan termasuk pelayan juga di dalamnya.“Maaf untuk ketidak nyamanannya, tapi kalian semua bisa pergi dari sini sekarang juga dan tidak perlu membayar makanan yang sudah kalian pesan.” Kaisar berteriak ke arah mereka semua dan di saat itu mereka berlarian sendiri-sendiri.“Pak, apa yang anda lakukan?” teriak salah satu dari pelayannya. Semuanya tampak panik, tapi hanya Kila yang sudah tidak terkejut sama sekal