Hanya dengan sebuah ucapan orang "terkasih" sudah dapat menebak kedatangan Zayn adalah untuk menemui Stela. Roland nengacungkan pistol tepat di kepala Zayn. Tidak tinggal diam, Zayn juga mengambil pistol miliknya dan mengarahkan tepat ke arah Axelle. Zeroun kemudian berdiri dia berkacak pinggang. Meatap ke arah ketiga orang yang tengah menegang tersebut.
"Hentikan!" teriak Zeroun.
Mereka bertiga menoleh ke arah Zeroun. Lelaki tua itu memijat keningnya dengan jemari tangan kanan. "Apa yang kalian lakukan pagi-pagi, ingin sok kuat dengan mengintimidasi?" pekik Zeroun. "Kalian semua duduk!" perintahnya kemudian.
Zayn menyembunyikan kembali pistol di balik jas yang ia kenakan. Begitu juga dengan Roland, Axelle menghela napas berat,
Stela duduk manis setelah menyiapkan sarapan untuk suami dan ayah mertuanya. Ketiga orang tersebut menikmati sarapan dengan nyaman dan juga tenang. Axelle sesekali melirik ke arah sang istri. Betapa manisnya ia kini, mengenakan dress motif sabrina setinggi di bawah lutut, berwarna kuning. Terlihat cerah ceria, sangat kontras dengan kulit putih mulus dan juga rambutnya yang tergerai panjang, indah. Bando warna putih menghias pucuk kepalanya. Axelle seolah melihat putri raja. Rasanya Axelle sudah kenyang hanya dengan menatap sang istri. Leher jenjang dan juga dadanya yang terekspos membuat Axelle menelan saliva. Baru beberapa jam lalu ia merengkuh tubuh mungil itu. Namun, hasrat untuk menyentuhnya kembali lagi.Zeroun menatap sang putra sembari tersenyum simpul. Yah, lelaki tua itu seperti menatap dirinya di masa lalu, masa mudanya dulu. Sikap egois, arogan dan
Mobil mewah itu berhenti tepat di depan sebuah kantor penerbitan. Axelle memberi kode lewat lirikan mata pada Roland. Pemuda yang paham dengan kode tersebut tersenyum. Dia berpamitan keluar dengan berbohong membeli kopi panas di sebuah cafe seberang. Stela tersenyum, wanita muda lugu yang tidak tahu apa-apa itu mengangguk sembari merapikan tas jinjing. Dia mengecek sekali lagi, apakah naskahnya komplit atau ada yang salah. Naskah mentah dari lembaran kertas hvs tersebut, nantinya akan ia berikan pada Arsen atasannya. Axelle mengamati dengan sesekali membelai rambut panjang itu, rasanya bergairah sekali. Meski tidak rela Stela keluar rumah namun, setelah di pikirkan lagi berangkat ke kantor bersama seperti ini sangat menyenangkan. Tangan nakal Axelle meraba dada dan pundak yang tidak tertutup kain. Stela menerimanya dengan senyum, ia kemudian melempar tasnya ke arah samping. Stela merangkul ke leher Axelle. Lelaki itu terkekeh,
Stela tidak pernah membayangkan mendapati dirinya duduk manis di ruangan yang di sebut sebagai kantor. Dia bersama dengan dua orang lainnya di suatu ruangan khusus para ilustrator. Sambutan unik menyapanya. Seorang wanita yang mungkin berusia lebih dari tiga puluh tahu itu menyambut Rere, memberikan bando dengan telinga kelinci, sangat lucu, wanita tersebut bernama Laras. Seorang wanita lagi bertubuh gempal, rambutnya di gelung di belakang. Dia membawakan kue, yang dia kata buatannya sendiri, wanita tersebut bernama Marlin."Selamat datang anak manis, kami yang biasnya menangani dna meneliti naskah komik. Tidak di sangka kami akan kedatangan salah satu komikusnya, cantik lagi," tutur Bu Marlin.Ketiganya bercakap-cakap santai sebelum kembali sibuk ke mejanya sendiri-sendiri. Berkutat dengan
Tatapan mata lelaki itu tidak hentinya mengamati koran lawas yang telah usang. Sudah bertahun-tahun lamanya. Dia beringsut membenarkan duduk yang terasa tidak nyaman. Napas dihela dengan kasar dan berat. Dia meneguk gelas kecil berisi wine di meja kerjanya. Sakit kepala membuat dirinya pening, lelaki tersebut masih melirik sebentar sebelum beralih bangkit dari duduk. Tangannya masih memegang erat gelas wine tersebut. Koran usang itu memberitakan tentang kejadian kecelakaan yang merenggut nyawa sepasang suami istri. Itulah yang menjadi perhatiannya. Ketukan pintu membuat dia menoleh sebentar. Seorang lelaki menyembul masuk ke dalam ruangan. Lelaki paruh baya, dengan set jas warna hitam, dan rambutnya sudah banyak yang beruban. Dia berjalan ke arah meja kerja kemudian meletakkan beberapa dokumen. "Anda masih memikirkan kejadian itu Tuan Zayn?" tanya lelaki itu
Axelle beserta Zeroun tengah berada di ruang kerja Zeroun. Mereka tengah membahas hal penting tentang Zayn dan kemungkinan terburuk, juga mengenai pesta keluarga Marvel untuk menyambut Mirza di keluarga besar Marvel. Pintu di ketuk dari luar, tidak lama kemudian Roland menyembul masuk. Zeroun beserta Axelle menatap keduanya beraamaan. "Tuan," sapa Roland. "Dia sudah datang? Suruh masuk," ucap Zeroun. Roland mengangguk. Dia kembali membuka pintu. Seorang wanita yang Roland temui di lobi kantor tadi dipersilahkan masuk. Zeroun dan Axelle menyambut dengan senyum sumringah, lebih tepatnya terkekeh kecil. "Kalian puas, aku sudah lama tidak berdandan, bagaimana masih Ok?" tanya wanita bertubuh gempal tersebut.
Beberapa tahun silam.Siapa yang akan berani mengganggu ketenangan Olivia, dia akan mati. Bahkan suami yang ia cintai juga dibunuh karena penghianatan. Perselingkuhan yang dilakukan suaminya tidak termaafkan. Dia tidak menyukai pengkhianatan sekecil apapun. Olivia lebih bengis dari yang terlihat. Pembunuh berdarah dingin, seorang wanita kepala gangster kota B. Sosok misterius dunia hitam sebagai Miss. Olf. Pemikiran keji itu sempat goyah kala berhadapan dengan Zeroun. Keduanya bekerja sama di bidang yang berbeda. Perbedaan yang begitu erat menyatukan. Zeroun bersua dengannya di sebuah bar. Dengan kabar burung yang beredar. Zeroun mencari sosok Miss. Olf, tujuannya satu. Ingin menjadi penguasa yang tidak terkalahkan. Harta berlimpah membuat Zeroun lebih berhati-hati, dia ingin memiliki pengawal untuk kenyamanannya. Sempat Zeroun pasrah,sekian banyak uang yang dilontarkan keluar namun keber
Terkejut, sudah pasti Stela masih terbatuk meninggalkan kerumunan para penggosip tersebut. Dia berjalan ke ruangannya kemudian menyambar tas selempang miliknya. Diatur napas berulang kali dengan menghela dan mengembuskan. Stela nampak menyisir rambut panjanhnya. Lalu merapikan meja kerja. Setelah di rasa rapi, wanita muda tersebut mengecek seluruh barang bawaan di dalam tas. Semua sudah komplit, dia beranjak keluar. Saat bersamaan dari arah luar Laras dam juga Marlin masuk ke dalam ruangan."Kau sudah hendak pulang, Sayang?" tanya Laras."Iya Bu Laras, saya sudah hayis pulang," jawab Stela."Hati-hati di jalan Nak," ujar Marlin. Stela mengangguk.Dia bergegas
Langkah kakinya mantap, menapaki lantai yang penuh sesak. Hiruk pikuk dan kerumunan orang seolah tidak menjadi penghalang. Dengan keren dia menarik tubuh Stela ke dalam dekap pelukan. Langkah panjangnya mantap menghindar, menyeret tubuh mungil Stela untuk menjauh tanpa kendala. Lampu hias gantung dengan kaki enam, dimana ada kristal yang menjuntai-juntai dengan indah besar dan elegan bergaya klasik. Brak! Praang! Lampu mewah tersebut jatuh tepat di samping Stela dan pria tersebut. Semua yang berada di pesta berteriak histeris. Kegaduhan pun terjadi. Stela yang hampir saja celaka, tubuh rapuhnya bergemetar hebat. Terkejut, sudah pasti, jantungnya meletup-letup berdebar. Wajahnya memerah seketika, bukan lantaran jatuh cinta pada si penolong. Namun, dia sungguh ketakutan dengan insiden yang baru saja hampir mencelakainya
Novel Baru Judul : Jaran Goyang Ratu Rengganis "Berikan aku ragamu, maka akan aku kabulkan segala keinginanmu, Rengganis.” Suara melantun itu membuat wanita berparas rupawan yang dipanggil Rengganis, menengadah dari posisi bersimpuh, menatap sosok wanita setengah tembus pandang yang melayang di hadapannya dengan kabut tebal menyelimuti tubuh wanita itu. Manik hitam segelap malam milik Rengganis terlihat basah, memancarkan kesedihan yang begitu dalam. Debu dan kotoran tebal menghiasi wajahnya, menunjukkan betapa tersiksa dan terabaikan dirinya untuk waktu yang cukup lama. Melihat keterpurukan Rengganis, wanita itu menyeringai, kakinya turun menapak tanah. “Aku bisa membantumu membalaskan dendam, entah kepada jalang bernama Madhavi … ataupun bajingan yang kau panggil Kakang Prabu Abra itu.” Rengganis mengepalkan tangan, membayangkan wajah kedua orang yang membuat hidupnya terasa bak neraka. Namun, melihat kabut hitam yang menyelimuti wanita di hada
Axelle menoleh ke arah sumber suara, ada Mirza dan juga Marvel. Keduanya berjalan mendekat, Axelle sedikit terkejut, baru saja dia memikirkan anak malang itu kini telah berada di hadapannya beserta sang ayah. Axelle menyalami keduanya, saling bercanda dan juga bertukar kabar. Axelle lalu mengajak mereka menyusuri balkon dan kemudian turun melewati anak tangga menuju taman di samping kediaman megah tersebut. harum bunga mawar menguar tercium ketika mereka berjalan menapaki tanah basah yang baru saja disiram oleh para maid. Bunga-bunga indah tumbuh subur berkat perawatan yang baik pula. Mereka berjalan melewati pohon mangga kenangan. Axelle menoleh ke arah Mirza lalu tersenyum, Mirza yang tidak tahu apa-apa membalas senyuman Axelle seadanya. Mereka kemudian duduk di saung menikmati matahari sore. Warna jingga itu terlihat menenangkan, yah, tenang. Setelah kekacauan yang terjadi selama ini. Ketiga orang yang tengah mengalami hal tidak mengenakkan. Mereka paham
Sampai di rumah Axelle segera memeluk sang istri, dia mengangkat lalu memutar tubuh Stela bersama dengan dirinya. Kebahagiaan tiada tara yang tercurah. Layaknya selongsong kosong kini menumpuk bernas kebahagiaan yang semakin bertambah. Ada benih di dalam rahim sang istri yang harus dijaga kini. Sungguh sesuatu yang sangat tidak terkira. Kembali pada masa lalu pertemuan keduanya yang tidak pernah terduga. Auristela gadis mungil teman anaknya, yah, gadis yang selalu bersama Mirza. Lebih tepatnya, Mirza yang selalu menyeret gadis tersebut ke mana pun dia pergi. Axelle yang awalnya mengira Freya adalah cinta sejatinya, siapa yang menyangka wanita tersebut mengkhianati dan mempermainkan perasaan dirinya juga Marvel Junior, ayah biologis dari Mirza. Hidup layaknya bianglala yang berputar, begitu pula dengan takdir yang semestinya memang harus terjadi. Kehidupan ibarat topeng yang menyembunyikan jati diri. Dunia bawah penuh kekejaman, mem
Rafael tersenyum dengan kebahagiaan yang dirasakan Stela, hasil pemeriksaan menyatakan Stela sehat. Rafael mengernyitkan kening melihat senyum Stela itu berubah sedikit menyeramkan, dia seolah melihat aura Zayn dari dalam diri wanita muda yang duduk manis di hadapannya. Dingin AC tidak membuatnya dingin, Rafa kesulitan bernapas juga mendadak, aura ruangan menyeramkan, keringat dingin mengucur di pelipis. “Ini pasti akan menjadi kejutan bagi Mas Axelle dan juga Papa,” kelakar Stela. “Mereka, mereka pasti akan bahagia,” ujar Rafael terbata. ‘Astaga, kenapa aku jadi segugup ini dengan seorang wanita muda, sangat menyeramkan, apakah semua keturunan darah biru memang memiliki aura mematikan,’ keluh Rafa dalam benaknya sendiri. “Lebih tepatnya mungkin mereka akan terkejut,” ujar Stela. “Apa!” pekik Rafael. “Dokter
Pagi hari ketika bangun tidur, Stela merasa enggan sekali bangkit. Tubuh terasa benar-benar nyeri dan remuk, dia mengamati sekeliling. Sang suami tidak ada di sampingnya, terdengar suara bunyi air di kamar mandi. Wanita muda itu tersenyum lalu meraup wajahnya dengan kedua tangan. Axelle keluar dari kamar mandi dengan keadaan basah dan hanya mengenakan handuk seukuran pinggang. Lelaki tersebut tersenyum sumringah melihat Stela melambaikan tangan. “Selamat pagi, istriku,” sapa Axelle berjalan mendekati ranjang. Lelaki tersebut duduk di samping lalu mengecup kening sang istri dengan sayang. Wajah sang istri nampak lesu dan kelelahan. “Tidurlah lagi jika masih mengantuk!” perintah Axelle mengumbar senyum. Stela menggeleng, dia berusaha beringsut bangkit namun, perutnya terasa nyeri. “Aw!” pekiknya, membuat dirinya meringis, Axelle yang melihat gelagat aneh langsung membantu sang istri duduk. &nb
Assalamu'alaikum Halo, saya author KarRa. Dengan segala kerendahan hati, saya mohon maaf tidak bisa up date untuk beberapa hari ke depan. Baik Love Sugar Daddy mau pun Godaan Memikat. Saat ini author sedang sakit, mohon do'anya agar cepat pulih untuk bisa melanjutkan up date seperti biasanya 🙏 Untuk giveaway menuju akhir Love Sugar Daddy masih berjalan dengan semestinya ya, dan pemenang yang mendapat souvenir akan diumumkan ketika novel tersebut Tamat. Tetap ikuti selalu ya guys, untuk informasi lebih lanjut bisa lihat di akun sosial media author. Add: KarRa atau Follow: @karra_lovely. Sekian dan terima kasih, sekali lagi mohon maaf yang sebesar-besarnya 🙏
Joy mengganti pakaian di kamar mandi. Dia mengingat beberapa serpihan masa lalu, ketika sang ibu menyuruh untuk mencari kebenaran tentang kematian Nyonya Zeroun. Semua bukti tertutup rapat, lebih gila lagi, saat semua ditemukan segalanya mengarah kepada Zayn. Joy yang notabene putra kedua berbeda ibu tersebut, menjelajahi tempat-tempat kumuh, lontang-lantung mirip gelandangan. Hingga takdir mempertemukan dengan Roland, sang sahabat karib, perbedaan kasta tidak membuat mereka saling mendominasi. kerja sama yang baik mampu menumbuhkan terasa kekeluargaan bagi dirinya dan juga Roland. Begitu keras Olivia mendidik putranya agar mampu menjadi pelindung dan calon pemimpin dari dunia bawah yang Olivia geluti. Maut menjadi lawan seimbang bagi Joy yang pernah beberapa kali hampir mati. Bagi orang yang diinginkan, Joy menampakkan sosok lembut, konyol dan baik hati. Namun, bagi lawan, Joy seperti sosok iblis yang siap mencincang habis mangsanya. Lelaki t
Gadis itu meringis kesakitan, hal wajar itu pengalaman pertama baginya. Saat hendak melangkah, jalannya seperti tidak lagi sama, kakinya terbuka cukup lebar, mengangkang. Joy menoleh ke belakang, menatap gadis yang menundukkan kepala dengan kedua tangan bersedekap di perut. Langkah gadis itu seakan rapuh, yah dia yang menggagahi hingga membuatnya kesulitan berjalan. Lelaki tersebut masih memperhatikan langkah wanita muda tadi, merasa sangat lamban. Joy melebarkan mata bergegas meraih tubuh gadis yang hampir tersungkur ke bawah tersebut. “Hati-hati,” ujar Joy. “Terima kasih,” jawab Violet. Joy tersenyum, lelaki tersebut kemudian memapah Violet memasuki sebuah butik. Beberapa pengunjung menatap dengan Joy dengan perasaan terpukau, kagum, dia lelaki tampan mempesona, meski kemeja yang dikenakan terlihat lusuh, berpeluh, dia belum sempat mandi. Beberapa orang wanita saling berbisik, Joy t
Membantai para bawahan Arsen juga membakar ruang yang terhubung ke penjara bawah tanah, menghilangkan jejak. Menutup mulut para maid yang berada di sana dengan mengantongi identitas mereka, mengawasi keluarga masing-masing mereka tanpa terkecuali. Agar semua mulut bungkam, kejam yah satu kata itu yang dapat dikatakan kejam. Bahkan untuk seorang gadis berlesung pipit dengan rambut bergelombang. Iris mata terlihat hitam pekat, kulitnya kuning langsat khas orang pribumi dari kota tersebut. Menatap ke arah Joy dan Roland dengan senyum manis. Joy memandang ke arah Roland mencari jawaban, Roland mengedikkan bahu pertanda tidak tahu menahu. Manis, satu kata yang terlontar dalam pikiran Joy melihatnya. “Ah, maaf, Tuan, bisa saya meminta ijin pulang?” tanya gadis tersebut menundukkan kepala. “Hei, aku sudah katakan dari awal, selama seminggu ke depan kalian masih dalam pantauan kami!” ujar Rolan