Axelle mulai panik, dia mencengkeram rambutnya merasa frustrasi. Tidak pernah dia sangka, jika dia begitu mencintai Stela sedalam ini. Membuatnya terus berpikir seperti orang tidak waras. Marah secara tiba-tiba seperti yang baru saja dia lakukan hanya karena Stela tidak dapat dihubungi. Lelaki tersebut baru saja keluar dari lift, berjalan menuju lobi diikuti Roland. Pemuda tersebut menatap heran sang atasan, dia tersenyum melihat tingkah aneh Axelle, tuannya sedang cemburu buta tidak beralasan. Axelle melirik ke arah sang asisten tersebut, dia mengernyitkan kening. Tatapan tajam, dahinya berkerut membuat kedua alis menyatu.
“Aku tahu kau sedang menertawakanku Roland,” keluh Axelle, ekspresi menahan tawa itu, membuatku ingin mencekikmu,” lanjut Axelle berkeluh.
Kali ini Roland benar-benar terbahak tidak dapat menahannya lagi, “Astaga Tuan, Anda sedang cemburu,” ujar Roland masih terkekeh.
&nb
Hay, jangan lupa tinggalkan jejak komentar, terima kasih sudah membaca Love Sugar Daddy, jangan lupa mampir ke Godaan Memikat, sudah up juga ya 😘
Stela menyeruput es cappuccino dalam kemasan hingga suaranya terdengar nyaring, baik Axelle maupun yang lain menatap ke arah wanita itu. Hah! Stela mendesah merasakan tenggorokan yang kini terasa segar, menikmati sensasi manis segar minuman yang masuk ke dalam tenggorokannya. Saat ini mereka tengah duduk di bawah pohon rindang, di mana seorang pedagang es kemasan cup menjajakan dagangannya di pinggir trotoar. Axelle langsung melotot ke arah ketiga lelaki yang memandang wajah sang istri, Joy, Mirza juga Roland langsung mengalihkan pandang. “Si maung tengah tidak ingin pasangannya kita lirik,” sindir Joy. “Kau benar, tatapan Matanya itu mengisyaratkan seperti, ‘akan aku cungkil matamu jika menatapnya’ bukankah begitu,” timpal Mirza menatap ke arah Joy. “Benar sekali,” ujar Lily. Ro
Cinta itu juga telah tertanam di benak Stela, siapa sangka kebersamaan mampu membuatnya hanyut dalam pesona Axelle. Meski pada awalnya dia pernah jatuh cinta kepada Mirza. Yah, bukankah cinta pertama memang akan sangat sulit untuk bersatu. Masa lalu tinggal masa lalu, kini Stela hidup dengan penuh rasa syukur. Berdampingan dengan orang yang mencintai dirinya, terlebih lagi Stela pun mencintai sang suami. Stela memeluk Freya, sedang Axelle menaruh bunga tersebut di teras rumah Zayn. Freya melirik sebentar lalu tersenyum. Memandang wajah lelaki yang dulu sempat membuatnya seperti orang bodoh. Melakukan hal yang terbilang cukup jahat, mengintimidasi wanita mungil yang kini menjadi anak tirinya. Ah, takdir yang unik bukan. Sampai di kediaman Zayn, Axelle turun, berjalan sebentar menuju bagasi mobil yang dinaiki Roland juga Joy, untuk mengangkat dua pot bunga mawar warna kuning dan putih. Kedatangan d
Freya tersenyum, nampaknya sang putri salah sangka terhadapnya, tentu Freya tahu seluk beluk tentang gadis manis yang dekat dengan putranya. Awal mengetahui kedekatan Mirza dan juga Lily, Freya sempat bingung. Berkat Zayn yang menawarkan bantuan untuk menyelidiki gadis tersebut, Freya lumayan lega. Lily salah satu anak buah Olivia, sedikit dia tahu dunia hitam yang digeluti sang suami maupun Olivia. Zayn meyakinkan jika wanita tersebut adalah hasil didikan Olivia, maka Mirza salah satu lelaki yang akan beruntung, mereka bisa memimpin perusahaan nantinya secara bersamaan. “Kau khawatir aku akan menolaknya, Sayang?” tanya Freya menatap dalam iris mata Stela. Stela mengangguk malu, “Ah, mama seperti dukun yang tahu apa saja,” kata Stela. Freya menghela napas dalam, “Aku hanya butuh melihat wanita yang dekat dengan putraku, apa pun hasilnya nanti, tentu aku, Marvel juga
Stela masih berkutat dengan kertas, dan juga alat tulis lainnya, dia berada di balkon lantai dua kediaman Zeroun. Setelah siang tadi menghabiskan makan waktu di kediaman Zayn, papanya. Stela menutup mata, menerima angin yang berlalu menerpa wajah. Dia tersenyum, mengingat kembali tentang Lily siang tadi, ah, rasanya melegakan. Kedua orang tua Mirza tidak melarang maupun membatasi keinginan Mirza, hanya Zayn dan yang orang tua lain sepakat agar Mirza menuntaskan kuliahnya. Sekarang tinggal Lily apakah dia mau menunggu Mirza atau tidak. Sebuah sentuhan lembut mendarat di pundak Stela, wanita muda yang mengenakan dress setinggi lutut itu tersenyum. Aroma parfum maskulin khas sang suami menyeruak. Kecupan lembut mendarat di pipi Stela. Axelle berjalan satu langkah ke hadapan Stela lalu duduk bersimpu di lantai, merebahkan kepala di paha mulus sang istri. Stela menaruh pensil di atas meja, lalu beralih mengelus rambut Axelle. &n
“Mas!” pekik Stela ketika Axelle menarik lepas celana dalamnya. “Ah!” dia mulai mengerang ketika bibir Axelle menjelajah di area sensitifnya, membuat milik Stela benar-benar basah. “Kita kembali ….” Suara Stela tertahan ketika benda tumpul milik sang suami menyeruak masuk ke dalam miliknya. “Aku sangat menyukai setiap inci tubuhmu, Sayang,” ujar Axelle mengecup bagian perut lalu ke atas dan berlabuh di bibir Stela, mencubit dengan bibir sensualnya. “Kau ingat Sayang,” ujar Axelle menyentakkan miliknya agar masuk semakin dalam. Stela membuka mulut, tubuhnya tersentak. “Pertama kali kita juga melakukan di tempat ini, bukan,” ujar Axelle mulai menggerakkan tubuhnya, mengukung Stela dalam kenikmatan luar biasa. Stela pasrah saja dengan apa yang dilakukan Axelle, mereka menyatu dengan Stela menungging, sunyi sesaat ketika berganti posisi, kemudian terdengar kembali suara erangan menggema di lantai dua be
Lampu berkelap-kelip, kilauan bianglala memancar di bagian open deck terlihat menyala indah, memancar di antara pekatnya langit malam yang menyelimuti. Bintang berkelip malu di atas sana di mana sang candra menyembul, semburatnya, memancar, menghujani lautan, berkilat-kilat di antara desiran air yang nampak menghitam sebagian. Pesta mewah di sebuah kapal pesiar milik keluarga besar Andreas, tengah diselenggarakan, di mana, terdapat kolam renang, ubin kolam berwarna biru seperti laut, air beriak menyilaukan seperti kristal terpancar sorot lampu hias yang menerangi. Desau angin menyapa, dentuman musik, seirama teriakan Disk jockey yang mengumandangkan, sorak-sorai, berteriak lantang semakin menambah riuh lantai bagian atas kapal pesiar tersebut. Stela dan Axelle berjalan menaiki tangga menuju dek terbuka bagian atas, menghampiri Arsen dan Andreas untuk bertegur sapa. Wanita itu nampak cantik dalam balutan dress sifon warna ungu, setinggi l
“Kalian masih semangat!” teriak sang D.J yang merupakan seorang lelaki gagah dengan gaya casual, kaos oblong, celana jeans yang robek bagian lutut. “Mari bersenang-senang!” teriaknya lagi lantang, tangannya terlihat lincah memutar piringan hitam yang berputar. Dentuman musik masih bertalu-talu semakin semarak. Stela menatap ke arah pinggir kolam renang di mana para tamu undangan asik menari-nari seiring musik mengalun. Tua muda bersorak sorai tanpa mengenal usia, asik dalam menggerakkan badan. Stela tertegun, sempat berpikir apakah Axelle dan juga Zayn sang papa juga bertindak demikian ketika menghadiri sebuah pesta bangsawan. Wanita tersebut kembali menatap teman duduknya, melihat gelas yang mirip corong bening, yang dipegang Joy dengan sedikit menggoyangkan, hingga buah kecil yang berada di dalamnya ikut terguncang-guncang, Stela menatap binar. “Joy, air putih itu buat aku,” ujar Stela.
Axelle dan Andreas berjalan beriringan menuruni tangga menuju tempat pesta berlangsung. Axelle berusaha profesional, Andreas juga telah meminta maaf dengan tulus atas hal tidak menyenangkan yang dia lakukan terhadap Joy. Bintang tamu undangan pada pesta yang diselenggarakan lelaki tua tersebut atas saran Arsen kali ini Joy. Sebagai permintaan maafnya. Axelle terlihat mengedarkan pandang, menatap bar yang berada di antara riuhnya pesta. Stela masih duduk manis terlihat kesal, mungkin Joy atau Arsen menjahilinya, begitu pikir Axelle. Bhum! Duar! Duar! Suara ledakan berbunyi sekali, semua orang menjerit, musik dj berhenti mendadak. Argh! Aaaah! Teriakan mereka bersaut-sautan. “Tenang jangan panik, itu kembang api, pertanda acara inti akan segera dimulai.” Suara DJ menenangkan para tamu undangan, alunan musik berganti instrumen romantis. Para hadirin kompak, mereka melongok, menyaksikan kembang api menyala di atas langit hitam pekat.
Novel Baru Judul : Jaran Goyang Ratu Rengganis "Berikan aku ragamu, maka akan aku kabulkan segala keinginanmu, Rengganis.” Suara melantun itu membuat wanita berparas rupawan yang dipanggil Rengganis, menengadah dari posisi bersimpuh, menatap sosok wanita setengah tembus pandang yang melayang di hadapannya dengan kabut tebal menyelimuti tubuh wanita itu. Manik hitam segelap malam milik Rengganis terlihat basah, memancarkan kesedihan yang begitu dalam. Debu dan kotoran tebal menghiasi wajahnya, menunjukkan betapa tersiksa dan terabaikan dirinya untuk waktu yang cukup lama. Melihat keterpurukan Rengganis, wanita itu menyeringai, kakinya turun menapak tanah. “Aku bisa membantumu membalaskan dendam, entah kepada jalang bernama Madhavi … ataupun bajingan yang kau panggil Kakang Prabu Abra itu.” Rengganis mengepalkan tangan, membayangkan wajah kedua orang yang membuat hidupnya terasa bak neraka. Namun, melihat kabut hitam yang menyelimuti wanita di hada
Axelle menoleh ke arah sumber suara, ada Mirza dan juga Marvel. Keduanya berjalan mendekat, Axelle sedikit terkejut, baru saja dia memikirkan anak malang itu kini telah berada di hadapannya beserta sang ayah. Axelle menyalami keduanya, saling bercanda dan juga bertukar kabar. Axelle lalu mengajak mereka menyusuri balkon dan kemudian turun melewati anak tangga menuju taman di samping kediaman megah tersebut. harum bunga mawar menguar tercium ketika mereka berjalan menapaki tanah basah yang baru saja disiram oleh para maid. Bunga-bunga indah tumbuh subur berkat perawatan yang baik pula. Mereka berjalan melewati pohon mangga kenangan. Axelle menoleh ke arah Mirza lalu tersenyum, Mirza yang tidak tahu apa-apa membalas senyuman Axelle seadanya. Mereka kemudian duduk di saung menikmati matahari sore. Warna jingga itu terlihat menenangkan, yah, tenang. Setelah kekacauan yang terjadi selama ini. Ketiga orang yang tengah mengalami hal tidak mengenakkan. Mereka paham
Sampai di rumah Axelle segera memeluk sang istri, dia mengangkat lalu memutar tubuh Stela bersama dengan dirinya. Kebahagiaan tiada tara yang tercurah. Layaknya selongsong kosong kini menumpuk bernas kebahagiaan yang semakin bertambah. Ada benih di dalam rahim sang istri yang harus dijaga kini. Sungguh sesuatu yang sangat tidak terkira. Kembali pada masa lalu pertemuan keduanya yang tidak pernah terduga. Auristela gadis mungil teman anaknya, yah, gadis yang selalu bersama Mirza. Lebih tepatnya, Mirza yang selalu menyeret gadis tersebut ke mana pun dia pergi. Axelle yang awalnya mengira Freya adalah cinta sejatinya, siapa yang menyangka wanita tersebut mengkhianati dan mempermainkan perasaan dirinya juga Marvel Junior, ayah biologis dari Mirza. Hidup layaknya bianglala yang berputar, begitu pula dengan takdir yang semestinya memang harus terjadi. Kehidupan ibarat topeng yang menyembunyikan jati diri. Dunia bawah penuh kekejaman, mem
Rafael tersenyum dengan kebahagiaan yang dirasakan Stela, hasil pemeriksaan menyatakan Stela sehat. Rafael mengernyitkan kening melihat senyum Stela itu berubah sedikit menyeramkan, dia seolah melihat aura Zayn dari dalam diri wanita muda yang duduk manis di hadapannya. Dingin AC tidak membuatnya dingin, Rafa kesulitan bernapas juga mendadak, aura ruangan menyeramkan, keringat dingin mengucur di pelipis. “Ini pasti akan menjadi kejutan bagi Mas Axelle dan juga Papa,” kelakar Stela. “Mereka, mereka pasti akan bahagia,” ujar Rafael terbata. ‘Astaga, kenapa aku jadi segugup ini dengan seorang wanita muda, sangat menyeramkan, apakah semua keturunan darah biru memang memiliki aura mematikan,’ keluh Rafa dalam benaknya sendiri. “Lebih tepatnya mungkin mereka akan terkejut,” ujar Stela. “Apa!” pekik Rafael. “Dokter
Pagi hari ketika bangun tidur, Stela merasa enggan sekali bangkit. Tubuh terasa benar-benar nyeri dan remuk, dia mengamati sekeliling. Sang suami tidak ada di sampingnya, terdengar suara bunyi air di kamar mandi. Wanita muda itu tersenyum lalu meraup wajahnya dengan kedua tangan. Axelle keluar dari kamar mandi dengan keadaan basah dan hanya mengenakan handuk seukuran pinggang. Lelaki tersebut tersenyum sumringah melihat Stela melambaikan tangan. “Selamat pagi, istriku,” sapa Axelle berjalan mendekati ranjang. Lelaki tersebut duduk di samping lalu mengecup kening sang istri dengan sayang. Wajah sang istri nampak lesu dan kelelahan. “Tidurlah lagi jika masih mengantuk!” perintah Axelle mengumbar senyum. Stela menggeleng, dia berusaha beringsut bangkit namun, perutnya terasa nyeri. “Aw!” pekiknya, membuat dirinya meringis, Axelle yang melihat gelagat aneh langsung membantu sang istri duduk. &nb
Assalamu'alaikum Halo, saya author KarRa. Dengan segala kerendahan hati, saya mohon maaf tidak bisa up date untuk beberapa hari ke depan. Baik Love Sugar Daddy mau pun Godaan Memikat. Saat ini author sedang sakit, mohon do'anya agar cepat pulih untuk bisa melanjutkan up date seperti biasanya 🙏 Untuk giveaway menuju akhir Love Sugar Daddy masih berjalan dengan semestinya ya, dan pemenang yang mendapat souvenir akan diumumkan ketika novel tersebut Tamat. Tetap ikuti selalu ya guys, untuk informasi lebih lanjut bisa lihat di akun sosial media author. Add: KarRa atau Follow: @karra_lovely. Sekian dan terima kasih, sekali lagi mohon maaf yang sebesar-besarnya 🙏
Joy mengganti pakaian di kamar mandi. Dia mengingat beberapa serpihan masa lalu, ketika sang ibu menyuruh untuk mencari kebenaran tentang kematian Nyonya Zeroun. Semua bukti tertutup rapat, lebih gila lagi, saat semua ditemukan segalanya mengarah kepada Zayn. Joy yang notabene putra kedua berbeda ibu tersebut, menjelajahi tempat-tempat kumuh, lontang-lantung mirip gelandangan. Hingga takdir mempertemukan dengan Roland, sang sahabat karib, perbedaan kasta tidak membuat mereka saling mendominasi. kerja sama yang baik mampu menumbuhkan terasa kekeluargaan bagi dirinya dan juga Roland. Begitu keras Olivia mendidik putranya agar mampu menjadi pelindung dan calon pemimpin dari dunia bawah yang Olivia geluti. Maut menjadi lawan seimbang bagi Joy yang pernah beberapa kali hampir mati. Bagi orang yang diinginkan, Joy menampakkan sosok lembut, konyol dan baik hati. Namun, bagi lawan, Joy seperti sosok iblis yang siap mencincang habis mangsanya. Lelaki t
Gadis itu meringis kesakitan, hal wajar itu pengalaman pertama baginya. Saat hendak melangkah, jalannya seperti tidak lagi sama, kakinya terbuka cukup lebar, mengangkang. Joy menoleh ke belakang, menatap gadis yang menundukkan kepala dengan kedua tangan bersedekap di perut. Langkah gadis itu seakan rapuh, yah dia yang menggagahi hingga membuatnya kesulitan berjalan. Lelaki tersebut masih memperhatikan langkah wanita muda tadi, merasa sangat lamban. Joy melebarkan mata bergegas meraih tubuh gadis yang hampir tersungkur ke bawah tersebut. “Hati-hati,” ujar Joy. “Terima kasih,” jawab Violet. Joy tersenyum, lelaki tersebut kemudian memapah Violet memasuki sebuah butik. Beberapa pengunjung menatap dengan Joy dengan perasaan terpukau, kagum, dia lelaki tampan mempesona, meski kemeja yang dikenakan terlihat lusuh, berpeluh, dia belum sempat mandi. Beberapa orang wanita saling berbisik, Joy t
Membantai para bawahan Arsen juga membakar ruang yang terhubung ke penjara bawah tanah, menghilangkan jejak. Menutup mulut para maid yang berada di sana dengan mengantongi identitas mereka, mengawasi keluarga masing-masing mereka tanpa terkecuali. Agar semua mulut bungkam, kejam yah satu kata itu yang dapat dikatakan kejam. Bahkan untuk seorang gadis berlesung pipit dengan rambut bergelombang. Iris mata terlihat hitam pekat, kulitnya kuning langsat khas orang pribumi dari kota tersebut. Menatap ke arah Joy dan Roland dengan senyum manis. Joy memandang ke arah Roland mencari jawaban, Roland mengedikkan bahu pertanda tidak tahu menahu. Manis, satu kata yang terlontar dalam pikiran Joy melihatnya. “Ah, maaf, Tuan, bisa saya meminta ijin pulang?” tanya gadis tersebut menundukkan kepala. “Hei, aku sudah katakan dari awal, selama seminggu ke depan kalian masih dalam pantauan kami!” ujar Rolan