[Mas. Apa kabar?]
[Sudah sampai mana?]
[Apa masih jauh?]
[Mas, balas, dong.]
[Mas ....]
[Ya Allah .... Balas, dong ....]
[Aku rindu ....]
Aku mengusap setitik bening yang mencoba menyeruak dari sudut mata.
Kurang lebih dua minggu sudah Mas Kusuma berangkat. Dua Minggu itu pula aku menahan rindu yang teramat berat. Mas Kusuma tidak bisa dihubungi. Ponselnya tidak aktif karena masih dalam perjalanan di atas kapal. Tidak ada signal seluler apalagi internet di sana.
Setiap hari, entah berapa puluh pesan yang aku kirim, baik pesan singkat seluler maupun chat pada aplikasi hijau di handphone-ku.
Sudah tak terhitung pula berapa kali aku mencoba melakukan panggilan untuknya, dan semua selalu berakhir dengan kecewa.
Nomor yang anda tuju
Aku tercenung beberapa lama mendengar pertanyaan laki-laki itu. Satu bulan setengah aku kembali ke sekolah ini, Ilham secara terang-terangan menjauh. Ia tidak mau bicara padaku. Jangankan bicara, menyapa pun tidak mau.Saat pertama kali mengajar kembali, semua rekan sejawat mengucapkan selamat atas pernikahanku dengan Mas Kusuma. Namun, Ilham tidak. Ia justru menghilang dari ruang guru.Pernah aku menyapanya sekali, mengajaknya bicara untuk memperbaiki silaturahmi yang terputus, tetapi berakhir dengan rasa malu sebab tidak sedikit pun ia menggubris. Sejak saat itu aku tidak pernah menyapanya lagi, kecuali jika nanti dia yang menyapa terlebih dahulu.Setelah semua perubahan sikapnya itu, hari ini dia akhirnya bicara, tetapi untuk menanyakan hal yang tidak seharusnya."Karena ... dia jodohku," jawabku setelah berpikir beberapa lama. Jujur saja, aku bingung untuk menjawab apa. 
PoV Ilham"Cie cie yang lagi rindu. Tak sudah sudah memandangi foto."Suara Bu Irene menarik perhatianku. Refleks kualihkan netra untuk mencari keberadaannya. Ternyata dia sedang menggoda Anin."Ish. Ganggu saja," balas Anin.Ibarat ada luka menganga di hatiku, kemudian tersiram air garam.Perih!Aku tidak bisa menyembunyikan rasa sakitnya saat melihat rona merah begitu saja mendominasi wajah perempuan yang pernah dekat denganku, yang sampai saat ini masih sangat kucintai, Anindyaswari.Anin tampak begitu malu saat Bu Irene menangkap basah dirinya yang mungkin sedang memandangi foto-foto Kusuma, suaminya.Aku dapat melihat begitu banyak cinta di mata Anin yang kini dia berikan untuk Kusuma. Itu membuatku sakit.Kedua tanganku mengepal geram. Aku cemburu.
MESKIPUN JAUH"Tidak!" jawabku tegas, "Aku tidak mungkin mengkhianati suamiku. Aku sangat mencintainya dan dia pun sangat mencintaiku."Setelah mengucapkan kalimat itu, aku bergegas menuju kelas, meninggalkan Ilham yang tampak gusar dan tidak terima dengan jawabanku.Tidak perlu membahas hal ini lebih lama. Tidak ada gunanya. Mungkin mulai saat ini aku harus menghindari Ilham.Usai jam mengajar, aku segera pulang, memilih tidak mampir ke kantor demi menghindari Ilham. Semua perangkat pembelajaran kubawa ke rumah.Untuk saat ini, lebih baik aku menjaga jarak dengan laki-laki itu, agar dia merasa tidak ada harapan untuk memulai lagi hubungan kami yang memang sudah berakhir.Aku segera memacu sepeda motor dengan cepat meninggalkan lingkungan sekolah. Hari ini jam mengajarku full sampai akhir. Nadin pasti sudah menunggu di rumah.
"Terima kasih ya, Mas," tulisku haru. Aku mengirimkan foto dua hadiah yang ia berikan, sebagai tanda bahwa hadiah itu telah aku terima."Sama-sama, sayang. Dihabiskan, ya, buburnya," balasnya."Iya. Meskipun tidak seenak buatan Mas, tapi aku suka karena Mas yang membelikan.""Alhamdulillah jika suka. Hadiah yang satunya suka tidak?""Suuukaaa sangat," balasku dengan menambahkan emoticon hati berjejer.“Alhamdullilah. O, ya. Jangan ngidam yang aneh-aneh dulu, ya. Ngidamnya nanti saja tunggu anak kedua kita. Dirapel juga tidak apa-apa,” pesannya lagi.Aku tertawa kecil membaca permintaannya. Secara ilmiah, ngidam itu memang tidak ada. Namun, menurutku ngidam itu lebih disebabkan adanya perubahan hormon dalam tubuh sehingga terjadi perubahan yang membuat tubuh menjadi tidak nyaman.Misalnya tidak nyaman makan, padah
"Apa ini, Anin!"Sebuah pesan singkat di aplikasi hijau dari Mas Kusuma menyertai foto yang ia kirimkan.Aku tersentak saat foto itu berhasil didownload dan terbuka. Mataku membulat. Belum sempat kuketikkan pesan balasan, panggilan video darinya masuk."Apa itu!" tanyanya gusar. Matanya menatap nanar.“Saya melakukan banyak hal, berusaha agar kamu tetap merasa nyaman selama menjalani kehamilan. Saya ingin kamu merasa saya ada di dekat kamu meskipun jauh. Satu hal yang tidak bisa saya lakukan adalah menemanimu secara langsung saat pemeriksaan kehamilan, tapi bukan berarti kamu harus mencari laki-laki lain untuk menggantikan saya!” Suaranya pelan, tetapi terdengar sangat berenergi dan menusuk.Ia terus menatap dengan wajah dingin dan sorot mata yang tajam penuh angkara murka.“Mas,” panggilku takut. Aku bergidik ngeri memer
Gugur Bunga...Telah gugur pahlawankuTunai sudah janji baktiGugur satu tumbuh s’ribuTanah air jaya saktiLagu gugur bunga mengiringi prosesi pemakaman yang dilangsungkan secara militer. Aku tidak mampu menahan air mata yang memaksa menerabas melalui sudut netra.Tubuhku berguncang, tak sanggup menahan pilu terlebih ketika tembakan kosong dilepaskan di udara, mengiringi langkah setengah tegap para prajurit yang mengiringi keberangkatan peti jenazah dari rumah duka menuju pemakaman.Dia, prajurit yang gugur di medan tugas. Pahlawan bangsa, yang berjuang membela keamanan tanah air. Semoga Allah mengampuni segala dosa-dosamu, menempatkanmu bersama orang-orang yang dimuliakan oleh-Nya.Pratu Yudha Ardiansyah adalah satu pahlawan yang jasanya akan selalu dikenang dalam korp prajurit angkatan darat, juga oleh bangsa Indonesia. Pa
"Mau kemana, Mas?" Aku menatap Mas Kusuma yang berpakaian rapi seperti hendak pergi. Celana panjang jeans berpadu kaos basic grey berukuran pas badan membalut sempurna tubuh atletisnya."Saya mau keluar sebentar, ada janji sama teman," sahutnya.Pukul 10.00 wib. Ia yang sebelumnya sedang mematut diri di depan cermin, melangkah mendekat padaku yang baru saja usai menidurkan Farel."Teman siapa? Ganteng banget mau ketemu teman," balasku cemburu. Rasa itu datang begitu saja, secara tiba-tiba.Laki-laki itu terkekeh. Tangannya seolah refleks mencubit hidungku."Saya hanya pakai baju kaos begini, ganteng apanya?" tanyanya.Aku memerhatikan outfitnya sekali lagi.Iya, sih.Dia hanya mengenakan kaos basic yang super duper simple. Akan tetapi, kenapa justru itu membuatnya semakin ke
Dia mulai melepas baju sendiri, kemudian menurunkan pakaian bagian bawah.Ya Rabb ....Jika tidak KAU kirimkan seseorang untuk menyelamatkanku, tolong kirimkan saja malaikat maut untuk mematikanku saat ini. Hatiku menjerit putus asa.Kupejamkan mata demikian rapat agar tak sedikitpun bayangan tubuh laknat yang menjijikkan itu terekam dalam penglihatanku.Mas Kusuma .... Aku menghadirkan bayang suamiku dalam benak.Maafkan aku, Mas. Aku tidak bisa menjadi istri yang baik untukmu.Aku tidak bisa menjaga kehormatanku.Mungkin kita akan berpisah setelah ini, tetapi bukan karena aku tidak setia. Aku mencintaimu, teramat mencintaimu, Mas.Air mataku mengalir deras. Aku tergugu saat merasakan tangan kotor itu kembali menjamah tubuhku yang penutupnya telah ia koyak. Aku meronta saat bibir terkutuknya