Mata Jason tak juga bisa terpejam. Ia masih terngiang perkataan Tamara yang memutuskan untuk rujuk dengan suaminya karena Jason pun telah menikah. Menurutnya itu adil, tetapi tidak bagi pria yang telah menjalin hubungan dengan wanita bersuami itu selama dua tahun ini. Jason tak pernah menganggap pernikahan ini. Ia tak pernah menginginkannya, bahkan berharap sesuatu terjadi agar ia bisa memutuskan ikatan karena paksaan ini. Jason keluar dari kamar, masih pukul dua pagi dan ia merasa kelaparan. Ia menuju ke dapur dan tak menemukan apa pun di sana, kecuali bahan mentah. Ia mengambil sebuah wortel dan mulai memakannya. “Apa yang kau lakukan di sini, Jase?” tanya Emily. Wortel di tangannya nyaris terjatuh dari tangannya, bahkan hampir ia lemparkan pada Emily, saat tiba-tiba gadis itu sudah ada di belakang Jason. “Fuck! Emily, bisakah kau tidak muncul tiba-tiba seperti itu!?” keluh Jason sembari mengelus dadanya. Ia menyembunyikan benda yang sejak tadi berusaha ia makan. “A–apa yang k
Emily dan Jason memutuskan untuk kembali ke Eastonville. Lebih cepat dua hari dari perkiraan. Lagi pula untuk apa berlama-lama, toh mereka tak akan menikmati bulan madu seperti pengantin pada umumnya. Tak akan ada sesi jalan-jalan, berfoto untuk mengabadikan momen, apalagi menikmati malam romantis dan panas sebagaimana seharusnya sepasang suami istri. Itu jelas hanya ada dalam angan Emily. Meski Emily mengakui kalau dirinya belum mencintai Jason, tetapi harapan untuk bisa menikmati manis pernikahan tentu sudah terbayang dalam angannya. Meski yang terjadi justru sebaliknya. “Kau sudah mengabarkan ayah dan ibu?” tanya jason, saat mereka masih berada di pesawat. “Atau aku yang harus menghubungi mereka?” “Tidak perlu. Aku sudah mengatakan pada mereka beberapa hari lalu. Dan kurasa nanti kita menggunakan taksi saja. Mereka tidak mungkin akan menjemput kita, dan Tuan McKennel bilang kalau dia masih ada rapat, jadi tak mungkin Andrew akan menjemput kita.” Jason mengangguk, mengerti. Ia
Emily masih ingin tinggal di kediaman keluarga McKennel, tetapi tidak dengan Jason. Ia justru mengajak Emily untuk mulai menempati rumah itu hari ini. Bahkan semalam mereka tak bisa beristirahat dengan tenang karena bersiap, dan keduanya tertidur di atas satu ranjang, dalam keadaan berpelukan. Hal yang tak mungkin terjadi selama beberapa waktu ke belakang, tetapi nyatanya bisa terjadi dalam semalam. Emily masih tak percaya apa yang baru saja ia alami, terlebih Jason tidak merasa canggung, seolah kedekatannya dengan Emily sudah terjalin sekian lama. Memang begitu kenyataannya, tetapi itu hanya sebagai kakak dan adik. Kini, keduanya telah menginjakkan kaki di dalam sebuah bangunan mewah berlantai dua dengan arsitektur modern dengan perabot lengkap. Emily pertama kali menuju ke ruangan favoritnya, dapur, sementara Jason memeriksa kamar dan kamar mandi mereka. “Em, kemarilah. Lihat ini!” Jason melongok ke luar sedikit agar sang istri mendengar suara panggilannya.Emily yang semula ber
Emily mengerjap saat secercah cahaya mentari menyorot langsung mengenai matanya dari tirai jendela. Di sampingnya, Jason masih terlelap dan memeluknya. Ini bukan mimpi. Meski sekujur tubuhnya terasa remuk redam, tetapi ia bahagia. Jason juga tidak terlihat sibuk sendiri seperti biasanya, karena telepon dan kedatangan Tamara. Artinya dia memang sungguh-sungguh ingin membangun pernikahan yang sesungguhnya bersama Emily. Emily bangkit perlahan, menuju ke dapur untuk menyiapkan makanan untuk sarapan mereka berdua. Jason sudah menyarankan agar mereka bisa memiliki pembantu, tetapi Emily menolaknya. Ia masih bisa melakukan semua seperti saat di rumah Charles dan Emma. Meski ia juga disibukkan dengan pekerjaannya sebagai manajer, tetapi ia yakin masih bisa melakukan kewajibannya sebagai istri. “Selamat pagi,” sapa Jason sembari mengecup pipi sang istri sebelum kemudian membuka lemari pendingin dan mengambil sebotol susu. Ia tuangkan ke dalam dua gelas untuknya dan Emily. “Hey, selamat p
Emily tak peduli andai Jason menganggapnya murahan dan terlalu mudah memberikan cinta. Tidak seperti itu kenyataannya. Emily hanya akan memberikannya pada orang yang memang sudah seharusnya menerima cinta dan pengabdiannya. Siapa lagi kalau bukan Jason yang merupakan suaminya? Bahkan kini keduanya masih mematung dan bungkam, tak ada suara yang terucap. Jason jelas sudah mengatakan pada Emily bahwa ia akan mengusahakannya, tetapi tidak juga dengan cara seperti ini. Ini hanya akan jadi beban baginya. Akan jadi keharusan baginya pada akhirnya. “Aku sudah katakan kalau aku akan usahakan, Em. Kau tak perlu meminta, atau bahkan jangan memaksa. Tidak mudah untuk melepaskan seseorang dari hatimu, terlwbih ini baru berapa hari.” Alasan! Bagi Emily, apa yang baru saja diucapkan oleh Jason hanyalah dalih agar ia tak perlu memenuhi apa yang dia katakan sebelumnya. Meski Emily meminta, memang apa salahnya? Bukankah Jason yang menjanjikannya lebih dulu, hingga Emily melambung tinggi ke angkasa?
Emily sudah berada di kantor dan seharusnya mengurus pekerjaan yang cukup banyak dan membuatnya pening. Namun, sejak tiba di kantor pagi tadi, ia tak bisa berkonsentrasi dengan baik. Kepalanya terasa pening dan membuatnya hanya terbengong sepanjang hari. “Hey ... apa kau baik-baik saja?” tanya Shila yang sudah berada di hadapannya dan memerhatikan sejak tadi dirinya melamun. Emily terenyak dan menggeleng, dengan tujuan memberi jawaban atas pertanyaan Shila sekaligus untuk mengusir pikiran-pikiran mengenai kejadian beberapa hari belakangan. Sikap manis Jason yang berubah brutal saat mengetahui Emily bicara dengan Jared di telepon membuat Emily bingung dan tak bisa mengartikan perasaan apa yang sebenarnya dirasakan oleh lelaki itu terhadapnya. “Ya, aku baik-baik saja. Aku hanya ... Shila—“ Emily tidak melanjutkan kalimatnya, melainkan menatap sahabatnya itu dalam-dalam. Shila segera duduk di hadapan Emily dan menanti wanita itu bicara apa pun yang menjadi beban pikirannya. “Ada apa
Emily hanya bungkam saat dirinya berhadapan dengan Charles dan Emma, setelah Jason melakukan apa yang diancamkannya pada Emily. Ia serius mengenai hal itu, dan meski terdengar kekanakan, Charles justru merasa bangga terhadap putranya. Apa yang dilakukan oleh Jason, seolah merupakan hal yang didambakan oleh Charles sejak awal. Ia yakin, saat ini, rasa cinta dalam hati Jason sudah tumbuh untuk Emily. Namun, Jason tak mau bicara di hadapan Emily. Ia ingin pembicaraan itu dilakukan antar lelaki saja. Pada akhirnya, Emily dan Emma menyiapkan makan malam untuk mereka berlima dan berbincang sendiri, sementara Jason tetap berada di ruang kerja bersama Charles. “Apa yang kau ingin ayah lakukan untuk menanggapi aduanmu itu, hm?” tanya Jason pada sang putra yang jelas akan menjadi penerus bisnis Kennel’z Industry. Sebuah kebanggaan bagi Charles karena salah satu putranya bersedia bahkan antusias untuk memegang tonggak kepemimpinan setelahnya. Charles sudah pernah kecewa sekali saat Jared tid
Jason memandangi Emily yang tengah membereskan ranjang mereka—setelah dirinya membersihkan diri dan siap untuk beristirahat.Hari ini cukup melelahkan bagi dirinya dan Jason, terlebih ketika ia harus menghadapi kecemburuan Jason yang entah bagaimana caranya Emily harus menjelaskan. Lelaki itu tampak manis ketika bersikap over protektif, tetapi sekaligus mengerikan.Emily berbaring membelakangi Jason, ia tidak marah, hanya takut akan reaksi Jason menanggapi keputusan dari Charles yang pada akhirnya disampaikan pada mereka di meja makan.Tepat di hadapan Emily, sekaligus Jared.Untungnya, baik Charles maupun Emma tidak mendengar berita tentang keributan antara Jason dan Jared yang terjadi di kantor. Meski wajah keduanya tampak babak belur, tetapi tak ada satu pun dari orang tua itu yang bertanya.Bisa saja mereka sudah tahu, hanya saja memilih untuk bungkam dan tidak ikut campur.Jason menghadap ke kanan dan kiri, tak bi
Jason dan Emily sedang dalam perjalanan. Di dalam mobil, Emily terus menangis karena tidak menyangka bahwa anaknya masih hidup. Berkali-kali ia menanyakan hal yang sama kepada Jason mengenai Liam dan dijawab dengan jawaban yang sama pula oleh laki-laki itu. Jason mengerti bagaimana keadaan Emily. Dirinya juga rindu dengan Liam, darah dagingnya. Namun, setidaknya ia lega karena Liam sudah berada di tangan yang tepat saat ini. Mobil Jason berhenti di halaman rumah kediaman Charles dan Emma. Langsung saja mereka masuk. Di ruang tamu, semua orang berkumpul. Charles, Emma, Alex, Shila, bahkan Jared—kakaknya ada di sana. Emily lantas menghampiri Emma yang sedang menggendong bayi. Emma yang tahu perasaan Emily pun menyerahkan bayi itu. Dengan perasaan yang sulit dijelaskan serta air mata yang mewakili kebahagiaannya, Emily akhirnya kembali menggendong Liam. Anaknya yang sudah menghilang beberapa waktu. Emily menangis. Shila pun mendekat ke arah sahabatnya dan memeluknya. “Sekarang, Liam
Di tempat yang berbeda, Jason berkali-kali berdecak dan mengumpat karena Alex tidak kunjung datang. Ke mana laki-laki itu, apakah menuntaskan hajat sampai harus bermenit-menit. Jason curiga kalau sebenarnya Alex bukannya ke kamar mandi untuk buang air, tetapi justru bertapa. Jason melihat jam berwarna hitam yang melingkar di tangannya. Jarum panjang jam sudah berganti ke angka empat. Itu artinya sudah lebih dari dua puluh menit laki-laki itu di apartemennya.“Ke mana dia?” gumam Jason.Jason memeriksa ponselnya. Tadi, ponselnya mati jadi tidak bisa digunakan untuk menghubungi Alex. Setelah dicharger di dalam mobil, akhirnya ponselnya menyala. Jason buru-buru mencari kontak nama Alex. Begitu ingin dihubungi, ada tiga pesan muncul dari orang yang ditunggu. Jason membukanya. Ada satu video sedikit panjang di sana. Sedikit curiga, akhirnya Jason memutarnya. Di dalam video itu, ia hanya melihat gambar berwarna putih. Jason mendengus kesal. “Apa yang dilakukan dia sebenarnya.” Baru saja
Jason tidak menghiraukan ucapan Alex. Tadi, di rumah Alex, Jason sempat berdebat sengit dengan pria itu. Shila bahkan sampai harus melerai. Karena ucapan wanita itu, Jason memilih keluar dan pulang ke apartemennya untuk mengambil sesuatu. Dia akan bersiap untuk menemui Jeffry. Siapa yang menyangka kalau ternyata Alex mengikutinya. Hingga akhirnya, laki-laki itu menghadang di depan pintu apartemen miliknya. “Minggir!” ucap Jason yang ke sekian kalinya namun tidak juga mendapatkan respon dari Alex. Alex menggeleng. “Kau mau mendapatkan masalah lain? Kalau sampai terjadi sesuatu pada Jeffry, maka dia bisa saja mengelak atas semua tuduhan,” jelas Alex. Wajah laki-laki itu terlihat sangat serius. “Lalu, kau mau aku hanya diam sementara dia berhasil membuat Emily menjadi korban kekerasan fisik dan seksualnya. Kau mau aku tetap diam dan membiarkan dia terbahak keras di ranjang rumah sakit?!” sorot mata Jason penuh kobaran api amarah.Alex bahkan sampai menunduk karena tidak kuat menatap
Shila menggigit bibir dan meremas jemarinya. Jantungnya berdetak kencang karena sejak tadi dua orang yang ia tunggu tidak kunjung keluar daei bangunan megah itu. “Mereka sebenarnya sedang mencari apa? Kenapa lama sekali? Apakah jangan-jangan mereka ketahuan lagi?”Pikiran buruk mengenai dua sahabatnya langsung terbayang. Namun, Shila segera menepis pikiran buruk itu agar tak menjadi sugesti baginya.Jantungnya nyaris mencelus ketika mendengar suara berisik di sampingnya. Ia mengira salah seorang pengawal berhasil mengetahui keberadaannya. Namun, jauh dari dugaan karena Jason dan Alex-lah yang datang. Shila yang semula tak berani bergerak dan hanya mematung di tenpat, menghampiri dua lelaki itu setelah memastikan bahwa mereka adalah kawan-kawannya. “Apakah kalian baik-baik saja? Kalian berhasil?”Jason mengangguk. “Sepertinya keberuntungan sedang berpihak. Kita berhasil mendapatkan rekamannya.” Jason mengambil flashdisk yang ia simpan dan menunjukkannya pada Shila. Wanita itu menghel
Tiga orang yang baru saja datang dipersilakan duduk oleh seorang pria yang mengenakan jas berwarna hitam. Pria yang berumur sekitar empat puluhan itu tampak masih bugar, walau rambutnya memutih di beberapa bagian.“Jadi, apa rencanamu?” celetuk Jason sembari melihat-lihat dokumen di hadapaannya. “Kau belum mengenalkan mereka padaku.” timpal Mark yang bergantian menatap Alex dan Shila. "Kuharap kalian tidak tersinggung. Aku tidak bisa mengatakan langkahku pada orang asing, karena ijni menyangkut nyawa seseorang. Bukan begitu?""Kau benar. Perkenalkan, aku Alexander Danison, sahabat Emily."Mark menyambut jabatan tangan itu ramah dengan senyum terkembang. "Oh, Tuan Danison. Bagaimana mungkin aku tidak mengenalimu. Seorang pengusaha besar dan selevel dengan Jeffry Allen. Kuharap aku tidak salah.""Kau terlalu berlebihan, Tuan Jefferson." Alex membalas sambutan Mark dengan sikapnya yang rendah hati. Ia lantas menoleh pada Shila. "Ini Shila Andreas. Ia juga sahabat Emily." "Hmm ... aku j
Ide yang Jason lontarkan lantas membuat ketiga orang menaruh perhatian penuh pada Tamara. Mulai sekarang, Jason yang akan mengambil alih penyelidikan wanita itu. Sementara, Alex dan Shila akan mencari sesuatu soal Jeffry. Keduanya bertekat akan membuat laki-laki itu membayar atas apa yang dilakukan pada sahabatnya. “Aku akan pulang ke rumah,” ucap Jason setelah merancang rencana di kepalanya“Untuk apa?” kening Shila berkerut. “Bagaimana dengan Tamara? Bukankah kau mau menyelidikinya sendiri?” “Memang. Tapi, aku akan minta bantuan orang tuaku untuk menghubungi detektif Jefferson. Kemarin aku belum sempat bertemu dengan mereka.” “Baiklah. Pulang saja, kita berdua nanti akan mencari informasi soal Jeffry.”“Bagus. Kalau begitu, aku akan mengunjungi kwdua orang tuaku. Kalian urus dengan baik dan kabari aku perkembangannya.” Alex dan Shila mengangguk sebagai respon atas ucapan Jason yang layaknya seorang pimpinan. Jason pamit dan segera menuju ke kediaman orang tuanya. Ia tak sempat
Emily memang jauh lebih aman berada di mansion Alex. Setelah Shila dan Jason secara bergantian mengunjunginya, hari ini, dikarenakan akhir pekan, keempatnya berkumpul dan membahas mengenai Liam.Jason yang semula memang curiga pada Tamara, memutuskan membiarkan wanita itu untuk tinggal di apartemennya bersama Aaron. Namun, dengan adanya Emily di kediaman Alex, Jason harus bolak-balik apartemen dan rumah Alex untuk memastikan Emily benar-benar dalam keadaan baik-baik saja.Bagaimanapun, ia tak mengenal Alex dan lagi pula Alex adalah pria yang dulu sangat dekat dengan Emily. Bahkan sampai kini Jason tidak rela menerima kenyataan itu.“Aku tidak bisa mengatakan apa pun selain satu hal, aku tengah mengawasi seseorang yang mungkin akan memberi titik terang pada kita mengenai Liam,” ucap Jason sembari memeriksa berkas-berkas tentang pelaporan yang diajukan olehnya pada pihak kepolisian. “Mereka tidak bergerak sama sekali. Lihatlah!”Alex tampak
Tamara baru saja selesai membersihkan diri dan tak juga menwmukan Jason pulang ke apartemennya. Ia menunggu Jason yang juga sama sekali tidak menghubungi. “Ke mana Jason sebenarnya? Dia bahkan tidak meneleponku seharian.” Tamara memberengut dan menuju meja riasnya. Ia melihat pantulan dirinya sendiri. Tamara melihat seorang wanita cantik dengan guratan senyum yang menawan. Ia menyukai bentuk wajahnya. “Tak heran banyak pria menggilaimu, Tamara. Kau memang memesona,” pujinya pada diri sendiri. Mengenang banyak lelaki yang masuk dalam hidupnya, Tamara hampir tidak percaya kalau dirinya sempat menjalin hubungan dengan Jared. Semua bermula dari kehadirannya di kediaman McKennel dan dirinya tak menemukan Jason di mana pun. Lalu ketika sedang berjalan-jalan di dalam rumah keluarga McKennel, ia menemukan sosok yang dikenalnya, tengah berada di dalam ruangan yang asing baginya.Tamara kala itu masuk dan mengunci pintu. Ia lalu mendekap tubuh Jared dari belakang serta memberikan sentruhan se
Jeffry tak pedulikan ponselnya yang terus berdering. Ia terus menyumpah serapah Emily. Wanita itu berani sekali menusuknya. Jeffry mengabari dua penjaga untuk membantu. Tidak butuh waktu lama akhirnya anak buahnya menemukan Jeffry yang masih berada di ranjang dengan pisau menancap di tubuhnya. Salah satu penjaga memanggil ambulans. Sekitar lima belas menit kemudian, ambulans tiba dan membawa Jeffry ke rumah sakit. Laki-laki itu bersumpah akan membuat Emily merasakan penderitaan yang jauh lebih menyakitkan daripada sebelumnya. Karena perempuan itu, ia sampai masuk ke tempat yang sangat dibencinya. ***Di lain tempat, Emily berhasil sampai di telepon umum. Ia pun menghubungi Alex dan menceritakan garis besar tentang kondisinya saat ini. Tentu saja, Alex terkejut ketika mendengar penuturan Emily. Meski larut, Alex segera melajukan tunggangannya membawa Emily ke mansionnya. Alex juga menghubungi Shila untuk datang begitu juga dengan Jason. Kini, mereka bertiga ada di kediaman Alex. Sh