Dhava POV
Aku menatap surel email yang lagi terkirim padaku, dan aku mungkin akan menghela nafas lelah untuk kedua kalinya di malam ini. Surel ini membuatku kesal, tidak hanya kesal tapi juga sedikit takut. Tentu saja. Siapa yang tidak akan merasa terancam ketika menerima surel sebuah ancaman pembunuhan? Tidak Ada. Semua pasti akan merasa terancam jika terus-terusan menerima surel seperti ini, sekalipun itu adalah diriku. Pertama kali menerima surel seperti ini, aku mengabaikannya dan tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang serius. Tapi kali ini, setelah menerima email yang ke dua puluh kalinya, aku mulai merasa terusik.
Ketukan di pintu utama membuat perhatianku teralihkan, tatapanku tertuju pada Matthew. Lelaki berambut ikal itu tersenyum konyol di depan pintu sambil menunjukkan sebuah kartu. Keningku berkerut, apa lagi sekarang?
“Aku rasa para gadis seksi itu tidak akan keberatan jika aku membawamu Dhava. Bagaimana? Apa kau ikut denganku malam ini … ralat, kau harus ikut denganku malam ini. Tidak ada penolakan dan tidak ada alasan lagi. Aku sudah melihat semua jadwalmu, tugasmu sudah aku selesaikan dan, kami hanya menunggumu!” Matt sudah masuk lebih dulu dengan tawa menyebalkannya. Berdiri di depanku dengan tatapan menunggu, alisnya yang naik turun membuatku kesal.
“Tidak ada waktu ke club, Matt. Aku harus mengurus pekerjaan untuk besok!”
Wajah Matt langsung berubah menjadi kesal, “Ayolah Dhav, apa yang membuatmu terlihat tidak seperti Dhava yang sejati? Apa karena surel email ini?” tanya Matt menuntut setelah melihat email di layar laptopku yang masih terbuka. Ini juga salahku, aku tidak menutup surelnya dengan cepat dan membuat bocah ingusan satu ini melihatnya.
“Pergilah jika kau tidak ada urusan lagi!”
“Dhav, aku sudah meminta Christian untuk membantu kita. Dia sudah setuju untuk menangani masalah ini, dan selagi tidak ada masalah serius. Kita bisa bersenang-senang di klub malam ini, bagaimana dengan tawaran eksclusifku barusan?Ayolah, wanita-wanita seksi itu pasti bisa mengalihkan perhatianmu. Ayo, cepat!”
Suara musik yang berdetak keras di setiap sudut ruangan membuatku kesal, pertama, aku memang tidak suka suara berisik dan club sudah identik dengan keributan. Aku jadi merasa konyol ketika menyetujui ajakan dari Mattew. Kedua, aku benar-benar tidak menyukai klub dan semua yang tersangkut paut dengannya. Aku hanya tertarik dengan tawaran mengalihkan perhatian dari Matthew tadi, yang nyatanya sama-sekali tidak bekerja.
“Bisa kau tidak menyentuhku, jalang?”
Sosok wanita berpakaian minim yang baru saja menyentuhku langsung tersentak. Tatapannya terkejut ketika mendengarku mengatakan hal barusan. Aku tidak merasa bersalah, mereka memang jalan yang di bayar. Tidak usah muluk-muluk, karena itu memang adalah sebuah kenyataan. Sosok wanita tadi lekas pergi dari sofaku, helaan nafas terdengar dari Mattew yang duduk di depanku dengan 4 wanita berpakaian minim yang duduk di masing-masing sisi tubuhnya. Mengelus setiap inci tubuh Matt dengan gerakan manja. Hal itu membuatku muak. Aku tidak menyukai hal seperti itu, terlalu menjijikkan.
“Ayolah Dhav, kau ini sama sekali tidak mengasyikkan. Kapan kau bisa menikmati sentuhan dari wanita? Kau bahkan tidak pernah menyentuh wanita sejak aku mengenalmu, apa milikmu itu sudah tidak berguna?”
“Apa dia gay sayang?” bisik salah satu jalang yang bersama dengan Matt. Lelaki itu hanya tertawa lepas, dan disambut oleh para jalang lainnya. Aku hanya berdecak kesal, apa yang diragukan dariku? Aku hanya tidak suka disentuh sembarangan gadis.
“Maafkan aku lama, Matt, Dhav. Apa kalian sudah bersenang-senang cukup lama?”
Sosok lelaki berpakaian hitam hitam, dengan topi dan masker yang menutupi wajahnya duduk di sebelahku. Matt langsung mengusir para wanitanya itu begitu sosok tadi datang. Aku tidak menyahut, hanya duduk dengan diam, menatap seluruh isi ruangan yang dipenuhi dengan asap. Suara teriakan ada dimana-mana, kepalaku semakin pening.
Aku benci club.
“Hanya aku saja Christ, kau bisa tahu apakah Dhava menikmatinya atau tidak dari ekspresi wajahnya!”
Christian terkekeh begitu mendengar Matt mengeluarkan hujatannya padaku. Hey, lagipula itu bukan salahku jika tidak bisa menikmati suasana ribut ini.
“Apa dia menyakiti hati para wanita tadi juga?”
“Dia bahkan mengatakan mereka jalang, padahal gadis tadi hanya menyentuh lengan Dhava saja dan itupun karena aku yang menyuruhnya. Aku sudah sengaja menyewa gadis terbaik di klub ini untuk menggoda Dhava, tapi uangku sia-sia karena Dhava sudah lebih dulu membuat gadis itu menangis!”
“Apa aku salah? Lagipula siapa yang menyuruhmu melakukan tindakan bodoh itu. Aku tidak butuh jalangmu itu, mereka berpindah pindah dalam waktu cepat. Aku tidak ingin terinfeksi penyakit karena melakukan seks bebas. Point besarnya, aku tidak menyukai para jalang itu!” jelasku, menjawab pernyataan Matt yang menggebu-gebu tadi.
“Itu tetap sama saja, Dhav. Sudah, tidak usah mengelak lagi, dan bayar kerugiaanku tadi!”
“Siapa yang menyuruhmu?” seruku kesal
“Sudahlah Matt, dari awal aku juga sudah bilang bahwa ini tidak akan berhasil. Kau saja yang tetap keras kepala untuk membawa Dhava kemari dengan embel-embel namaku. Kau sudah tahu dari awal bahwa ini tidak akan berhasil!” Christian menatap Matt dengan bahunya yang terangkat dan wajah pasrah.
“Apa yang kau lakukan di tempat ini? Bukankah kau sedang menyelidiki kasus?”aku menatap Christian
“Tidak usah berbicara di tempat ini, mari ke ruanganku!”
“Ruanganmu?” seruku dengan bingung. Setahuku Christian tidak punya ruangan di tempat seperti ini
“Terkadang, ruangan yang paling aman tersembunyi di tempat yang paling tidak aman, Dhav. Kemari dan ikut denganku, jangan terlalu mencolok, Matt, kau lebih baik menyusul nanti saja agar tidak terlalu kelihatan. Kau sudah pernah menuju markasku bukan?”
Matt mengangguk, lalu dia sudah memanggil para jalangnya itu kembali. “Bisakah aku datang terlambat? Aku ingin bermain dengan mereka lebih dulu, sudah satu bulan aku tidak mendapatkan servis seperti ini!”
“Boleh, jika kau ingin keluar dari perusahaanku besok!” seruku lalu pergi menyusul Christian
Matt berteriak tidak terima, aku tidak peduli dan tetap mengikuti Chris. Kami memasuki sebuah ruangan, beberapa orang berbadan besar menjaga tempat itu dan juga menahan kami. Namun begitu Chris memberikan tanda pengenalnya, para lelaki berbadan besar dan kekar itu lekas memberi kami jalan. Tidak lupa Christian juga memberitahukan bahkan akan ada satu lagi yang ikut dengan kami. Sangat bertepatan dengan Matt yang sudah berada di belakang kami, tatapannya terlihat kesal.
Kami memasuki lorong itu, di dalam ada beberapa orang juga. Sepertinya mereka cukup kenal dengan Christ, terlihat dari cara mereka saling menyapa. Lorong semakin gelap dan minim pencahayaan, Chris akhirnya berhenti di depan tembok. Aku mengerutkan kening, jangan bilang Christ salah ambil lorong dan malah tersesat, atau dia ingin menggunakan sebuah pintu rahasia yang tersembunyi di balik lorong? Aku sering menonton Harry Potter dan mereka sering menggunakan pintu tersembunyi di dalam tembok.
Christ menatap sekitarnya lebih dulu, lalu dia meraba-raba tembok.
“Matt, bantu aku mendorong tembok ini!”
Matt berjalan melewatiku, lalu dia menekan sebuah tombol yang ada di sebelah kiriku. Christ dan Matt mendorong tembok itu. Perlahan tembok itu terbuka, kami lekas memasuki ruangan di balik tembok itu dan mereka kembali menutup tembok itu.
“Dhav, kau tidak bisa membantu kami?” seru Matt dengan kesal
“Kalian tidak memintanya!” seruku, lalu berjalan mendekat dan membantu mendorong tembok itu.
Begitu tembok itu tertutup kembali, Matt menghela nafasnya panjang sembari menatapku. “Dasar batu, bagaimana mungkin kau bisa berhubungan dengan wanita jika kau tidak punya inisiatif lebih dulu? Ingat Dhav, wanita tidak ingin ditanya atau bertanya. Mereka lebih suka inisiatif meskipun itu salah!”
“Siapa yang membahas wanita sekarang? Aku tidak membicarakan makhluk itu sekarang, Matt!”
Matt menggelengkan kepalanya sambil menatapku, Christ juga terlihat sama, hanya saja dia tidak terlalu mengekspresikannya. Kami kembali berjalan memasuki lorong yang lebih luas, namun sedikit menurun. Apa kami memasuki sebuah lorong? Dugaanku benar ketika Christ membuka sebuah pintu, dengan anak tangga yang menyambut kami. Sebuah ruangan besar menyambut kami setelah memasuki ruangan itu
Ada beberapa orang di sana, menatap kami yang baru saja masuk. Aku menatap ke bawah, masing-masing tembok ada CCTV yang mengawasi.
“Dhav!” seru Christ yang sudah berada di bawah
Aku lekas turun, mengikuti Christ yang masuk lagi ke dalam sebuah ruangan. Aku rasa itu adalah ruangan pribadinya. Pintu segera tertutup begitu kami masuk dan duduk di sofa. Christ sedang mengerjakan sesuatu dengan datanya. Entah apa apa yang dilakukan oleh lelak itu di mejanya.
“Tunggu sebentar, aku harus memanggil Max kemari!”
Christian keluar dari ruangan, dan kembali dengan sosok lelaki bertubuh kecil dan kurus. Seperti kekurangan gizi. Dia ikut bergabung dengan kami, meja yang tadinya kosong langsung terisi oleh beberapa komputer.
“Dia Max, dia adalah team andalanku!”
“Andalan?” seruku, menatap Christian tidak yakin. Apa dia sedang bercanda mengatakan bahwa sosok lelaki kurus itu adalah team andalannya?
“Jangan suka menilai seseorang dari tampilan mereka, Dhav. Aku pernah melihat mereka bekerja, Max adalah yang terbaik!”
“Matt benar!” dukung Christ
Aku hanya bisa menatap mereka dengan datar, lalu duduk di sofa sembari menatap apa yang akan mereka lakukan. Sesekali aku juga melihat pekerjaan Max, tangannya mengetik keyboard dengan begitu lancar, seolah kode-kode yang ada di depannya bukanlah sesuatu yang sulit. Aku jadi sedikit percaya apa yang dikatakan oleh Matt dan Christ begitu melihat keahlian Max sendiri. Tapi ini belum keputusan final, aku masih harus tahu apa tujuan Christ membawaku kemari.
“Ahh, sebelumnya aku akan memperkenalkan tempat ini lebih dulu. Tempat ini adalah markas rahasiaku, semua yang tadi kau lihat di ruangan utama adalah anak buahku. Mereka juga sering pergi ke club jika merasa bosan dengan pekerjaan kami. Aku sengaja memilih tempat ini, karena tempat ini yang bertahan sudah hampir satu tahun!”
“Sekitar 11 bulan, Christ!” koreksi Max
“Ahh, benar. Jadi, aku sudah menerima kasusmu dari Matt. Dia bilang kau menerima surel ancaman sudah yang ke-20 kali ini? Benar begitu Dhav? Tapi pertanyaanku, kenapa harus Matt yang memberitahuku, kenapa tidak kau saja? Seolah kita tidak saling kenal jika melalui perantaraan!”
“Aku hanya menunggu apa yang diperbuat oleh pengirim surel itu saja, dan ya selama ini aku masih tidak mendapatkan ancaman serius. Hanya penyerangan biasa saja ketika aku pulang malam hari!”
Christ menghela nafas, “Penyerangan adalah salah satu bentuk ancaman dari mereka, Dhav. Matt sudah memberitahukan padaku mengenai surel itu semenjak kau menerima surel yang sama untuk kelima kalinya. Kami sudah mencari tahu, tapi mereka menggunakan VPN untuk menyembunyikan jati diri mereka. Itu terjadi untuk 5 surel itu, aku sudah mencari tahu surel yang baru saja kau terima. Itu berasal dari sekitar kantormu juga, aku rasa mereka mengintaimu sudah sejak lama, Dhav. Tidak hanya itu, Max….”
“Aku menemukan bahwa karyawanmu juga ada yang menghilang begitu saja, Dhav. Setelah memeriksa jejak mereka, ternyata mereka terbunuh. Seperti apa yang tertulis di surelmu itu, kau jelas tidak akan mengabaikan bahwa karyawanmu yang baru saja kau pecat itu terbunuh!” seru Max
“Tapi aku memecat mereka karena mereka memang melakukan kesalahan, lagipula bagian HDR yang melakukan tugas itu. Apa hubungannya denganku?”
“Benar, mereka memang melakukan kesalahan di perusahaanmu. Tapi apa kau tahu bahwa kesalahan itu dilakukan oleh mereka, atau mereka sengaja dikambing hitamkan? Itu masih kami selidiki untuk saat ini. Point lainnya, memang itu bukan urusanmu. Tapi kami menemukan karyawan yang kau pecat semuanya terbunuh beberapa hari mereka dipecat, pihak keluarga yang mencurigai perusahaanmu. Bisa saja nanti mereka akan dihasut oleh orang yang sengaja melakukan pembunuhan itu. Jika penghasut memiliki kuasa yang lebih besar, maka keadaanmu tidak akan aman. Ini adalah surel yang ke-20, aku takut karyawan yang baru saja dipecat akan mengalami hal yang sama!” jelas Christ sembari menatapku
“Apa ada petunjuk lain selain hal ini, Chirs? Sejujurnya, informasi ini cukup mengejutkanku, seperti dugaanku ketika mendapati kabar mantan karyawanku meninggal setelah hari pemecatan. Aku tidak sengaja mendengarnya dari bagian personalia!”seruku sedikit khawatir
“Kami masih mencari tahu Dhav, tapi untuk meminimalisir. Kami membutuhkan data karyawan dari perusahaanmu, kami sedikit kesulitan untuk meminta ini ke catatan sipil. Para bajiangan itu selalu saja memperlambat urusan penyelidikan, benar-benar ingin membuatku memenggal kepala mereka!” seru Max. Sepertinya dia memang partner dari Chris, raut wajah kesalnya begitu terlihat menakutkan ketika mengatakan hal tadi.
“Matt bisa mengatasi bagian itu, tapi aku curiga dengan seseorang. Dari dulu dia punya niat untuk menghancurkan perusahaanku!”
“Dia lagi?” seru Matt
“Aku hanya menduga saja Matt, belum tentu juga itu adalah dia, bagaimana jika ini adalah orang lain?”
“Dhava benar, kalau begitu kami akan mencari tahu karyawan yang baru saja kalian pecat. Biasanya kejadiannya berlangsung setelah dua dari dari pemecatan kalian. Kami harus menemukannya secepat mungkin!” Christ lekas bekerja dengan laptopnya
“Kalau begitu, aku pulang lebih dulu Christ. Aku harus memastikan sesuatu lebih dulu, jika ada kabar yang kau dapat. Jangan lupa untuk memberiku kabar!”
“Aku pasti akan segera memberitahumu!”
Aku mengangguk dan segera keluar dari ruangan Christ. Matt mengikuti dari belakang. Sepertinya aku memang tidak boleh menganggap masalah surel itu dengan sepele.
“Pulanglah Jy, aku yakin ibu rindu denganmu. Beberapa hari ini ibu selalu memanggil-manggil namamu!”Jiyan hanya menghela nafas di seberang sana, ini sudah bujukan ke-11 kali dari Dhava. Saudaranya yang selalu membujuknya untuk kembali pulang ke rumah. Sesekali Jiyan tidak mendengarkan ocehan Dhava karena menandatangani beberapa berkas perusahaan.“Jiyan? Kau tidak mendengarku? Jika kau masih sibuk, aku akan menghubungimu nanti saja. Tapi aku mohon padamu, pulanglah dan setidaknya kau harus melihat ibu. Jangan menyesal jika kau sudah tak lagi bisa melihatnya Jy!”“Aku akan mempertimbangkannya Dhav, aku banyak kerjaan. Aku tutup dulu,Bye!”Dhava menatap sambungan telepon mereka yang sudah terputus begitu saja. Jiyan masih tetap sama dan masih tetap pada pendirian gadis itu. Suara teriakan dari dalam ruangan yang beberapa menit ia tinggalkan membuatnya langsung berg
Dhava POVAku menatap surel email yang lagi terkirim padaku, dan aku mungkin akan menghela nafas lelah untuk kedua kalinya di malam ini. Surel ini membuatku kesal, tidak hanya kesal tapi juga sedikit takut. Tentu saja. Siapa yang tidak akan merasa terancam ketika menerima surel sebuah ancaman pembunuhan? Tidak Ada. Semua pasti akan merasa terancam jika terus-terusan menerima surel seperti ini, sekalipun itu adalah diriku. Pertama kali menerima surel seperti ini, aku mengabaikannya dan tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang serius. Tapi kali ini, setelah menerima email yang ke dua puluh kalinya, aku mulai merasa terusik.Ketukan di pintu utama membuat perhatianku teralihkan, tatapanku tertuju pada Matthew. Lelaki berambut ikal itu tersenyum konyol di depan pintu sambil menunjukkan
“Pulanglah Jy, aku yakin ibu rindu denganmu. Beberapa hari ini ibu selalu memanggil-manggil namamu!”Jiyan hanya menghela nafas di seberang sana, ini sudah bujukan ke-11 kali dari Dhava. Saudaranya yang selalu membujuknya untuk kembali pulang ke rumah. Sesekali Jiyan tidak mendengarkan ocehan Dhava karena menandatangani beberapa berkas perusahaan.“Jiyan? Kau tidak mendengarku? Jika kau masih sibuk, aku akan menghubungimu nanti saja. Tapi aku mohon padamu, pulanglah dan setidaknya kau harus melihat ibu. Jangan menyesal jika kau sudah tak lagi bisa melihatnya Jy!”“Aku akan mempertimbangkannya Dhav, aku banyak kerjaan. Aku tutup dulu,Bye!”Dhava menatap sambungan telepon mereka yang sudah terputus begitu saja. Jiyan masih tetap sama dan masih tetap pada pendirian gadis itu. Suara teriakan dari dalam ruangan yang beberapa menit ia tinggalkan membuatnya langsung berg