Bicara hati ke hati dengan Bramantyo, Clarissa cukup lega. Pria itu memang sangat sayang pad Rosita. Dia bahkan mengatakan tidak berpikir punya anak dengan pernikahannya. Dia hanya ingin berbahagia bersama wanita yang dia cintai. Karena itu dia berjuang sekuat tenaga agar semua yang Rosita perlu terpenuhi. Rosita akan terus sehat dan selama mungkin mereka bsia bersama sebagai suami istri.
"Bantu aku, Clarissa, agar mama kamu mengerti aku sungguh-sungguh sayang dia. Ga ada pikiran aneh-aneh. Serius." Bramantyo menegaskan lagi apa yang dia katakan.
Clarissa tersenyum dan mengangguk. "Oke, Om. Tapi tetap atur waktu ajak mama keluar. Mungkin satu atau dua jam saja seminggu sekali. Kurasa itu cukup buat mama."
"Baiklah, aku akan atur waktu. Thank you. Senang bisa bicara dengan kamu." Bramantyo juga tampak lega.
Mereka menemui Rosita yang sudah masuk ke kamarnya. Adimasta dan Bu Tinah ada di sana. Terdengar tawa riang dari mereka. Adimasta pasti sedan
Wajah Adimasta memerah. Tawa Clarissa sedikit membuat dia malu. Kenapa juga tiba-tiba dia katakan soal anak pada Clarissa? Masih jauh tentu saja bayangan sebuah keluarga untuk Clarissa. Dia gadis bebas. Dia akan melakukan yang dia mau. Berpacaran dan bisa menikmati kasih sayang Clarissa saja, itu sudah sangat bagus. Tapi menikah? Oh-oh, jangan cepat-cepat memikirkannya! "Sorry ..." Adimasta menaikkan kacamatanya, meskipun tidak melorot juga. "Kamu sudah mau punya anak, Pak Adi?" Clarissa masih ingin ngakak mengingat kata-kata Adimasta. "Udah, ga usah dipikir. Aku memang ngaco," timpal Adimasta. Dan saat itu Diaz muncul. Leganya, melihat dia datang. "Di mana istriku?" Diaz bicara dengan cemas pada Clarissa dan Adimasta. Kompak, keduanya menunjuk ruangan di sebelah mereka. Diaz dengan cepat melangkah ke arah pintu, tepat pintu terbuka, seorang perawat keluar dari ruangan itu. Diaz bicara dengan perawat itu, bertanya tentang Anindit
Clarissa benar-benar kesal dengan apa yang dia dengar dari Nena. Selama ini dia sangat yakin Adimasta cowok setia dan jujur. Dia pria yang dapat dipercaya. Karena itu Clarissa tidak lagi menahan hatinya untuk jatuh cinta pada Adimasta. Malam ini semua terbuka di depannya. Adimasta tidak ada bedanya dengan cowok yang lain. Clarissa tidak akan bisa berada di sisinya jika dia mendua. Di belakangnya Adimasta punya rahasia yang harusnya tidak boleh dia lakukan. Jika saling sayang, dia tidak akan mempermainkan perasaan Clarissa. Clarissa tidak mau menjadi wanita lemah dan bodoh seperti mamanya. Jika memang Adimasta tidak bisa mempertahankan hatinya untuk Clarissa lebih baik akhiri saja semuanya. Dia baik-baik saja tanpa Adimasta, kalau sekarang harus melepasnya, dia juga pasti tidak akan apa-apa. "Cukup, cukup sudah. Aku ga mau jadi korban yang selanjutnya. Papa dan mama memang sekarang bahagia bersama pasangan mereka masing-masing, tapi aku tahu betapa sakitnya ke
Dengan hati resah, Adimasta pun menuturkan apa yang terjadi. Beberapa minggu lalu, saat awal-awal Clarissa dan Yenny sibuk dengan persoalan Stemmy, tanpa Adimasta sengaja, dia bertemu dengan Lena di pinggir jalan tidak jauh dari kampus.Gadis tampak kesakitan dan gemetar. Adimasta kebetulan membawa mobil ke kampus hari itu. Dia pakai mobil karena ada survei ke suatu lokasi dengan teman-teman. Saat pulang itulah dia bertemu Lena. Karena kasihan, Adimasta mengantar Lena pulang. Sampai di rumahnya, Lena pingsan. Dari ibu Lena, Adimasta tahu gadis itu menderita penyakit lambung yang parah. Jika lengah sedikit saja, pasti kambuh. Tapi Lena selalu bersemangat dan tidak mau menunjukkan sakitnya. Satu sisi seolah dia melawan keadaannya, tidak peduli. Di sisi lain, dia tidak mau keadaannya menjadi penghalang dia mengerjakan banyak hal yang dia inginkan. Fisik dan keinginan sering bertabrakan. Lena dan ibunya sering berselisih karena itu. "Jadi, ibunya minta
Clarissa melangkah menuju kamarnya. Badannya terasa sakit dari ujung kepala hingga ujung kaki. Lelah dan penat sekali. Pasti karena perjalanan lama dan jauh yang dia tempuh kemarin, lalu dia tidur dengan posisi duduk. Masuk ke kamar, Clarissa segera mandi, membersihkan dirinya. Segar terasa menggantikan semua lesu di tubuhnya. Cukup lama Clarissa di kamar mandi, lebih dari setengah jam. Setelah puas, Clarissa memakai pakaian tidur dan naik ke atas kasur. "Ah, leganya ..." ucapnya lirih. Berbaring di kasur yang empuk, nyaman sekali. Terasa matanya kembali berat. Belum sampai -benar-benar lelap, terdengar bunyi dari perutnya. Sekarang rasa lapar yang mengganggunya. Kesal juga karena ingin tidur saja banyak penghalang. Clarissa kembali bangun, mengambil ponselnya yang ada di atas meja. Dia lebih baik makan baru tidur. Dia akan memesan makanan secara online, praktis. Belum sampai dia tetapkan mau makan apa, pintu kamarnya diketuk. Clarissa m
Angin terasa berdesir di hutan kota itu. Daun-daun sedikit berguguran. Dingin menerpa wajah Clarissa. Dia tangkup kedua pipinya, menoleh pada Adimasta. Kekasihnya itu menanyakan hal yang tidak sulit, tapi tidak mudah juga dia jawab, setelah apa yang terjadi di antara mereka. "Kenapa kamu tanyakan itu, Di?" Clarissa malah bertanya balik, karena tidak tahu mau menjawab apa. Kalau Clarissa katakan Adimasta tidak perlu menolong orang lain, jahat sekali hatinya. Jika Clarissa katakan, tentu saja boleh, akan sangat mungkin Adimasta akan begini lagi. Dengan hati terbuka dia akan menolong lagi cewek yang jelas suka padanya. Adimasta memberi harapan untuk mereka mendekat dan meraih hati cowok itu. Clarissa tahu ada cewek-cewek yang tidak peduli kalaupun cowok yang dia sukai punya kekasih, dia akan berusaha mengejarnya, membuat cowok itu lupa kekasihnya. Clarissa ingat dirinya sendiri, begitu memaksa Diaz agar mau menerima cintanya. Seperti tidak ada pria lain saja. Pa
Rumah tampak sepi. Seperti biasanya. Clarissa memarkir mobilnya dan segera masuk ke dalam mencari mamanya. Rosita ada di ruang makan, bersama Bu Tirah, menyiapkan hidangan buat acara istimewa hari itu. "Kenapa Mama ikut masak?" Clarissa tidak mengira malah di hari ulang tahunnya Rosita repot dengan berbagai menu. Harusnya dia duduk manis dan menikmati semuanya. Rosita tersenyum. Dia memeluk Clarissa dan mencium kedua pipi putrinya. "Kangen, kangen kamu, Sayang. Kalau ga ada sesuatu, kamu ga mikir pulang." "Maaf, Ma. Aku ..." Clarissa masih merangkul Rosita, sambil memandang mamanya yang kali ini terlihat segar. "Duduk yuk, kita bicara." Rosita menarik tangan Clarissa dan mengajaknya duduk. Rosita memandang Clarissa lekat-lekat. Dia tahu putrinya sedang galau. Ini kesempatan baik dia bisa bicara dengannya. Bukan hal mudah dia dan Clarissa bisa bersama, apalagi bicara dari hati ke hati. Senang sekali ketika Clarissa mulai bicara dan mengutarakan
Alicia terlihat begitu tegang. Dia mengusap matanya beberapa kali sambil bicara dengan dokter. Diaz yang ada di sebelahnya merangkul bahu Alicia menenangkan wanita itu. Clarissa memang berdiri agak jauh dan tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Hampir yakin, Clarissa merasa kondisi Adimasta cukup parah. Dokter meninggalkan tempat itu, Alicia dan Diaz menoleh pada Clarissa. Dengan cepat Clarissa mendekat. Melihat tatapan keduanya membuat hati Clarissa makin tak tenang. "Adi gimana, Tan?" Clarissa memandang Alicia. Campur aduk rasa hatinya, melihat air mata Alicia kembali menitik. "Dia ... mengalami gegar otak. Dokter masih belum tahu reaksinya seperti apa. Mereka akan pastikan lebih jauh dalam observasi lanjutan. Kita harus memastikan dia bisa mengingat dengan baik atau tidak." Alicia menjawab dengan hati carut marut. Air mata Clarissa langsung meluncur di kedua pipinya. Adimasta, cowok cupu yang sudah merebut hatinya itu kini berjuang dengan
Mata Clarissa basah, dia cepat mengusapnya, tidak ingin Adimasta melihatnya menangis. Adimasta masih bingung dengan dirinya. Ada yang dia ingat, ada yang hilang dan sama sekali dia tidak mengerti pembicaraan Clarissa. Hati Clarissa sedih sekali. Ini situasi yang sangat berat untuk Adimasta. "Kamu pacar aku, kan?" Adimasta memandang Clarissa. Tatapannya penuh cinta, senyum manis tersunggin di bibirnya. Clarissa mengangguk. Dada Clarissa rasanya penuh. Adimasta kekasihnya, dia cinta pemuda baik hati itu. Tapi dia sekarang sedang kacau karena kecelakaan yang dia alami. "Kamu udah daftar masuk PT, kan? Kamu mau kuliah di mana?" Adimasta bertanya lagi. Clarissa mengerutkan keningnya. "Masuk kuliah? Adi ... kita kenal saat sudah mahasiswa." Pikiran Adimasta benar-benar kacau. Clarissa bingung juga bagaimana menghadapi Adimasta. "Oh, masa iya?" Adimasta mengernyit, mencoba mengingat-ingat. "Aku panggil Tante Alicia, sebentar," ujar Cl