Cuaca sangat cerah pada hari itu, semilir angin berhembus pelan mengibarkan anak rambut Diandra yang sedang tertidur lelap di pangkuannya. Archand terpesona dengan keanggunan mantan kekasihnya itu. Rasanya seperti sedang menatap boneka Barbie saja, pria itu terus membelai mantan kekasihnya dengan penuh ketulusan. Tiada rasa bosan saat menatap wajah cantiknya itu. Di sisi lain Archand juga bingung dengan perasaannya terhadap Florensia. Apakah dia benar-benar mencintai gadis itu, atau hanya sekedar pelarian saja?
“Sebenarnya siapakah yang aku cinta? Kamu atau Florensia?” tanya Archand kepada dirinya sendiri. Pria itu memijat ujung keningnya dan berusaha berpikir dengan baik. Perasaannya bercampur aduk. Antara bahagia dan sedih bercampur menjadi satu.
“Siapapun yang akan aku pilih nanti, aku berharap semoga pilihanku tak pernah salah. Aku ingin memilih gadis yang tepat untuk aku jadikan pendamping hidupku.” tukas Archand.
*** Sementara Revan dan Florensia maJantung Revan berdetak kencang ketika mendengarkan perkataan yang terlontar dari mulut gadis itu. Dia merasa bahwa dia berbuat hal yang sama terhadap Diandra, seringkali dia bersikap kasar dengan gadis cantik yang merupakan sekretaris pribadinya sendiri. Ingatan Revan langsung tertuju pada Diandra. Revan berpikir bagaimana jika adik Diandra melakukan hal yang sama seperti apa yang akan di lakukan Florensia. “Apakah kamu benar-benar marah kepada atasan kakakmu itu?” tanya Revan. “Apakah kakak tidak melihat raut wajahku saat ini? Aku benar-benar serius dengan ucapanku, Kak!” tegas Florensia. “Aku benci pria yang kasar!” ucap Florensia, tak sadar gadis itu menjatuhkan air matanya. Dia kembali teringat akan masa lalunya, saat dia sedang menjalin asmara dengan kakak tingkatnya sendiri. “Oh, Florensia. Mengapa kamu menangis, apakah aku menyakiti hatimu?” Revan terlihat begitu panik saat gadis cantik itu menangis di hadapannya. “Maafkan aku jika tak sengaj
Archand menatap tajam kepada gadis itu, dengan lembut dia menarik tubuh Florensia agar jatuh dalam dekapannya. Archand mengerti rasa sakit yang di rasakan oleh Florensia, saat mengetahui orang yang di sayangi diperlukan kasar oleh orang lain. “Oke, aku mengerti kamu kecewa. Mungkin saja kamu begini karena kamu masih trauma dan kamu gak suka melihat seseorang yang di perlakukan kasar. Tetapi, apakah dengan membenci kak Revan bisa membuat segalanya berubah? Yang ada kak Revan semakin menyakiti Diandra. Coba kamu pikirkan lagi, Flo.” gumam Archand. “Aku tak peduli Archand, aku tetap membenci kak Revan!” tegas Florensia yang mendorong tubuh Archnad sehingga terlempar jauh di sudut lift. Untung saja mereka hanya berdua di lift itu. Jadi tidak ada seorang pun yang memperhatikan mereka. “Ayolah, Flo. Jangan seperti ini!” tegas Archnad yang sedikit meninggikan nada bicaranya. Archnad bangkit dan mendekati gadis yang sudah mematung memperhatikan ke suatu arah. Tangannya menge
Archand menatap gadis itu dengan tatapan gusar, dia merasa sedikit tersinggung dengan ucapan yang di lontarkan oleh Florensia terhadapnya. Archand mengusap wajahnya dengan kasar, rasanya ingin sekali di mencubit gadis yang duduk di sebelahnya itu. Archand berusaha untuk sabar dan tenang menghadapi gadis itu. Apalagi ketika Archand tahu banyak masalah yang sedang menimpa gadis itu, belum lagi urusan pekerjaan. Florensia mengambil alih perusahaan orang tuanya. Meskipun keberatan, tapi Florensia berusaha keras untuk mengelola kembali aset orang tuanya. Diantaranya rumah, perusahaan, butik dan hotel. “Benarkah itu tuan Archand Aldinara Syahdana?” ledek Florensia. “Apa kamu bilang? Jangan memanggilku dengan nama lengkapku!” bentak Archand. “Hanya dia yang boleh memanggilku dengan nama lengkapku?” sambung Archand yang kembali menoleh ke arah gadis itu. Bukannya takut, gadis itu malah menatapnya dengan tatapan tajam dan menggertu dengan bantahan pria di hadapannya itu
Florensia sangat kesal melihat tingkah pria yang duduk di hadapannya itu. Rasanya ingin sekali gadis itu menghajarnya, karena merasa telah di permainkan. Florensia beranjak dari duduknya dan melangkah dengan penuh amarah. Archand tertegun dengan langkahnya itu. Padahal dia berharap Florensia tidak menanggapi ucapannya kala itu. Archand hanya pasrah dan tak meminta gadis itu untuk tetap bersamanya. Begitu juga dengan gadis itu, dia berharap jika Archand kembali menatap langkah kakinya, tapi harapan itu hanya sia-sia saja. Florensia kembali menatap pria itu dengan tatapan yang penuh arti. Dengan rasa gugup Archand segera membuang pandangannya terhadap gadis itu. Saat ingin menghampiri pintu keluar, tiba-tiba mantan kekasih Florensia datang menghampiri. Rian menarik tangan gadis itu dengan kasar. Sehingga membuat Archand marah dan mencoba menarik gadis itu dari genggaman Rian, dengan perasaan marah Rian melayangkan satu tamparan kepada Archand, dengan sigap Florensia segera men
Floresia berusaha mengendalikan perasaannya, agar tak terpesona dengan tingkah Archnad yang terlihat menggemaskan kala itu. Gadis itu takut untuk kembali melabuhkan hatinya kepada pria, termasuk Archand. Florensia takut jika tak bisa berkomitmen dan kembali menyakiti hatinya. Di sisi lain, gadis itu masih tertarik dengan Revan yang tak lain adalah kakak kandung dari pria yang sedang menatapnya dengan penuh kekaguman. “Archnad!” panggil Florensia. “Sudah, Mbak. Mungkin kekasihnya sedang mengagumi kecantikan, Mbak.” Goda pelayan itu yang tersenyum menatap kedua pasangan itu. Mereka terlihat menggemaskan dan juga cocok. Semua mata hanya tertuju pada tingkah mereka kala itu. “Ta–tapi dia bukan kekasih saya, Mbak!” tegas Florensia. “Sudahlah, Mbak. Jangan malu-malu, kalau begitu saya pamit dulu ya, silahkan di nikmati makanan dan minumannya. Selamat berpacaran ya.” ucap pelayan itu yang melangkah kembali menuju dapur. “Kekasih? Kapan pria ten
Gadis itu memukul lengan Archand dengan penuh amarah, sementara Archand hanya tertawa melihat tingkahnya yang lucu. Archand berusaha menggenggam pengelangan tangan gadis itu agar menghentikan pukulannya. Akhirnya, gadis itu pun kelelahan dan menghentikan pukulannya, menyenderkan tubuhnya di sandaran kursi.“Nah, capek juga kan?” tanya Archand tersenyum.“Diam ah, habisnya kamu sih, nyebelin!” tegas Florensia.“Eh, jangan bilang nyebelin terus dong, nyebelin tapi bikin kangen kan? Ayo ngaku! Pasti kamu selalu kangen sama minta ketemuan terus sama aku.” gumam Archand dengan penuh percaya diri. Pria itu menopang dagunya di atas meja dan sibuk menggoda gadis yang kini tengah menyapa sinis kepadanya. Dia tak bosan-bosan menggoda gadis itu.“Apa? Kangen kamu bilang? Ogah!” tukas Florensia yang memeletkan lidahnya, gadis itu tak hentinya bersikap emosi ketika berada di samping Archand.“Jangan bilang o
Perlahan gadis itu membentangkan senyumannya yang sempat terjeda karena kembali mengingat kisah masa lalunya. Florensia tersenyum manis saat Archand menarik sudut bibirnya, memaksanya untuk tersenyum setelah beberapa menit senyuman itu sempat terjeda. Hal itu membuat Archand sangat bahagia setelah memastikan gadis cantik itu tersenyum karena ulahnya, lalu mencubit pipinya yang tirus. “Aduh!” teriak Florensia. “Sakit ya?” tanya Archand dengan ekspresi wajah yang menyebalkan. “Gak, enak!” sahut Florensia ketus. “Udah tahu sakit, masih aja nanya. Udah cepat jalankan mobilnya aku mau pulang, udah capek!” tegas gadis itu dengan menekuk wajahnya. “Hm, oke. Kalau gitu aku lanjutin perjalanan kita.” Pria itu kembali menyalakan mobilnya dan berjalan menuju rumah gadis itu. Beberapa menit lagi, mereka akan tiba, karena rumahnya berada tak jauh di lokasi tersebut. Gadis itu tersenyum saat melihat Archand yang sedang mengelap keringatnya, kare
Diandra duduk di sofa sambil menikmati cemilannya, gadis itu sedang asik menonton drama Thailand kesukaannya. Diandra tersenyum kepada gadis yang sedang berdiri di ambang pintu. Florensia menghampiri kakaknya dan menjatuhkan tubuh di samping kakaknya. Gadis itu mencomot cemilan yang berada di genggaman tangan sang kakak.“Kalau udah nonton drama Thailand, adiknya malah di kacangin.” gumam Florensia yang menekuk wajahnya, gadis itu terus saja memperhatikan tingkah sang kakak saat sedang asik dengan genre drama favoritnya.“Eh, ada yang marah nih.” sahut Diandra yang menoleh ke arah gadis itu.“Enggak marah kok. Cuma lagi lagi sebel aja!” tukas Florensia.“Sebel sama Archand ya? Atau sama Revan?” tanya sang kakak cengegesan.“Dua-duanya! Sama kakak juga!” tegas Florensia yang menatap tajam ke arah sang kakak gadis itu benar-benar penasaran, apa yang menyebabkan Diandra sangat bet
Gadis itu memukul lengan Archand dengan penuh amarah, sementara Archand hanya tertawa melihat tingkahnya yang lucu. Archand berusaha menggenggam pengelangan tangan gadis itu agar menghentikan pukulannya. Akhirnya, gadis itu pun kelelahan dan menghentikan pukulannya, menyenderkan tubuhnya di sandaran kursi. “Nah, capek juga kan?” tanya Archand tersenyum. “Diam ah, habisnya kamu sih, nyebelin!” tegas Florensia. “Eh, jangan bilang nyebelin terus dong, nyebelin tapi bikin kangen kan? Ayo ngaku! Pasti kamu selalu kangen sama minta ketemuan terus sama aku.” gumam Archand dengan penuh percaya diri. Pria itu menopang dagunya di atas meja dan sibuk menggoda gadis yang kini tengah menyapa sinis kepadanya. Dia tak bosan-bosan menggoda gadis itu. “Apa? Kangen kamu bilang? Ogah!” tukas Florensia yang memeletkan lidahnya, gadis itu tak hentinya bersikap emosi ketika berada di samping Archand. “Jangan bilang ogah terus dong, sesekali bilang iya gitu!” titah Archand.
“Berawal dari kebencian, perlahan hati itu luluh dengan sendirinya. Ketika pertama kali melihatnya bersikap dingin kepadaku, dikarenakan kesalahan masa lalu. Aku pernah mengabaikannya, perlahan aku membopongnya saat tubuhnya hampir sampai di sebuah aspal. Tanpa sengaja aku menatap kedua pupil matanya, dan kulihat ada seberkas cahaya cinta yang masih menyala untukku. Kamu 'tak sendiri masih ada aku yang juga mencintaimu dan akan melabuhkan hati dalam dermaga cintamu.” _Archand Aldhinara Syahdana_ *** Akhirnya momen yang mereka tunggu telah tiba juga, di mana Archand akan memperistri kekasihnya dan siap menjadi suami yang baik untuknya. Tiada keraguan untuk terus melanjutkan kisah asmara yang awalnya menjadi musuh hingga kini menjadi teman hidup. Archand tersenyum saat menantikan kehadiran calon istrinya agar segera hadir dan duduk di sampingnya, karena sebentar lagi ijab kabul akan di mulai. Berawal dari seorang penggemar beratnya, kini gadis itu telah menjadi tem
Malam itu menjadi saksi kebahagiaan mereka di mana mereka sedang menyaksikan percikan kembang api yang menghiasi langit nan kelam. Gadis itu tersenyum bahagia saat menyaksikan momen tersebut, di temani semilir angin yang berhembus meniup anak rambutnya. Gadis itu tampak cantik dengan gaun yang dia pakai, membuat Archand terpesona. Pria itu memeluk kekaishnya dengan erat, dan membisikkan kata-kata romantis. Seketika Florensia tersenyum saat mendengarkan pujian dari tunangannya itu. Dia semakin larut dalam indahnya cinta yang telah di persembahkan oleh kekasihnya, gadis itu tak lelah untuk terus menyampaikan percikan kembang api yang menghiasi langit malam saat itu. Florensia duduk dan menyenderkan kepadanya ke pundak tunangannya itu. Rasanya sangat nyaman apabila berada dalam pelukan seseorang yang di cintainya. “Aku nyaman ketika berada dalam pelukanmu, terima kasih ya Allah. Engkau telah memberikan malaikat terindah untukku. Aku berharap cinta ini akan a
Archand menggandeng tangan Florensia dengan penuh kehangatan, dia menuntun kekasihnya hingga sampai ke atas pentas. Saat itu Arhcand mempersembahkan sebuah lagu untuknya. Hal tersebut membuat kekasihnya sangat bahagia, gadis itu menikmati alunan lagu dengan irama yang mengalun merdu. Dia mengikuti lirik lagu yang di nyanyikan oleh kekasihnya, perlahan gadis itu larut dalam iringan lembut irama.“Mereka sangat cocok sekali.” ucap Diandra yang tersenyum melihat sang adik sedang berduet dengan kekasihnya itu. Diandra larut dalam momen romantis itu, dia menyenderkan tubuhnya ke pundak sang suami. “Iya, Sayang. Mereka sangat cocok seperti pasangan Cinderella.” sahut Revan yang membenarkan perkataan istrinya. “Sayang, aku sangat berterima kasih kepadamu, karena sudah memberikan aku keturunan, semoga anak kita selalu dalam keadaan sehat ya, Sayang. Jangan kandunganmu baik-baik.” titah suaminya. “Sama-sama, Sayang. Kita akan merawatnya bersama ya, rasanya gak
Malam telah tiba, mereka sedang asik mendengarkan alunan musik yang mengalun merdu di telinga, di tambah lagi dengan iringan suara dari seorang vokalis. Diandra menikmati setiap alunan musik yang terdengar merdu di telinganya menambah kesan romantis saat sedang berduaan dengan suaminya. Mereka masih menunggu kehadiran keluarganya, meski mereka memesan meja terpisah. Archand dan Florensia sengaja mengambil meja yang paling pojok agar tak ada seseorang yang akan mengganggu kebersamaan mereka kala itu. Satya hanya memantau dan ikut bergabung bersama keluarga besar Aldhinara. Termasuk kedua orang tuanya. Satya terus menatap tajam kepada Florensia. Pria itu masih susah untuk melupakan gadis incarannya, di sisi lain Satya mencoba melupakan gadis itu karena dia sadar, hubungannya dengan Florensia hanya sebatas teman dia tak mungkin menyakiti sepupunya sendiri. Apalagi mereka telah bersahabat sejak remaja. Tak mungkin Satya tega menikung sahabatnya sendiri. “Ya A
Saat itu jam menunjukkan pukul sembilan pagi, di mana kedua pasangan pengantin tesebut masih betah di dalam kamar. Diandra memandang wajah suaminya dan membalas tatapan lembut wajahnya. Diandra mengagumi ketampanan suaminya itu, wanita itu memeluk erat suaminya untuk mendapatkan kehangatan setelah pagi datang membawa kesejukan.Revan menyadari ada seseorang yang sedang memeluk tubuhnya dengan erat. Pria itu membalikkan tubuhnya dan memeluk tubuh istrinya dengan erat pula. Tak lupa dia mencium kening sang istri. Pria itu tampak bahagia ketika mendapati keberadaan wanita yang sudah sah menjadi miliknya. Saat Diandra ingin mencium suaminya tiba-tiba saja Diandra mual-mual. Wanita itu segera melepaskan pelukan suaminya dan berlari menuju kamar mandi. Hal tersebut membuat Revan bertanya-tanya apakah pertempuran tadi malam telah berhasil? Revan berharap jika istrinya benar-benar hamil. Revan tak sabar untuk segera memiliki momongan.“Kenapa Diandra? Apakah kita s
Akhirnya momen yang yang di tunggu telah tiba, di mana Diandra dan Revan akan melaksanakan ijab kabul. Diandra duduk di meja rias dan menatap wajahnya yang sudah di oles dengan riasan make up. Gadis itu tampak cantik dengan balutan busananya. Kebahagiaan terpancar jelas di wajahnya, jantungnya berdegup cepat saat menyadari momen yang selama ini dia nantikan akhirnya tiba juga. Diandra tersenyum dengan pantulan wajahnya sendiri. Dia mengatakan bahwa dirinya sangat bahagia pada hari itu.“Kak, calon suaminya sudah menunggu di depan. Ayo kita susul dia sekarang!” Florensia sudah berdiri di ambang pintu untuk menjemput sang kakak. Sejenak Dinadra terpana saat melihat penampilan sang adik yang terlihat lebih cantik dari dirinya. Diandra mengangguk dan menuruti perkataan sang adik. Diandra menggenggam tangan Florensia dengan erat dan mengikuti langkah sang adik untuk menuruni anak tangga yang akan membawa mereka ke lantai bawah. Florensia menuntun sang kakak dengan
“Archand!” teriak Florensia. “Apa Sayangku? Kalau kangen gak usah teriak-teriak begitu dong, malu di dengarkan mama. Kalau kamu pengen bareng sama aku, yuk! Kita nikah!” ajak Archand yang memengang kue tart dan lagi dia menempelkan krim itu ke wajah mulus milik kekasihnya. Archand berlari kecil seraya tertawa ketika melihat wajah kekasihnya yang terlihat salah tingkah.“Cie-cie.” sorak Diandra, Renata dan Revan serempak. Mereka menyaksikan dua pasangan yang sedang di mabuk asmara itu. Rasanya bahagia ketika melihat keduanya saling mencintai. Revan dan Diandra tak menyangka bahwa adik-adiknya telah tumbuh dewasa dan mampu saling menjaga layaknya pasangan suami istri. Terkadang ada rasa iri saat menyaksikan kebersamaan mereka. Mereka memotong kue tart tersebut dan memberikannya kepada adik-adik mereka. Revan memberikan kue itu kepada Archand adik kandungnya, begitupun juga dengan Diandra. Dia memberikan kue tart itu kepada Florensia, sebagai tanda sa
Sudah tiga hari Florensia terbaring lemah di rumah sakit, kondisinya sudah mulai pulih dan sudah kembali bertenaga. Florensia sudah bertemu dokter dan sudah di perbolehkan untuk pulang ke rumahnya. Saat itu gadis itu sedang menikmati makanan dari kekasihnya, dia mencicipi makanan itu dengan lahap, karena kekasihnya menyuapinya dengan porsi yang pas. Bagaikan pasangan suami–istri. Begitulah romantisnya kisah cinta mereka. Mereka hanya berdua saja di ruangan itu. Sementara Diandra, Revan dan Renata sedang menyiapkan kejutan di rumahnya. Archand mengecup kening kekasihnya itu. Gadis itu terlihat cantik dengan rambutnya yang terikat. Archand merawatnya dengan penuh perhatian, dia gak meninggalkan kekasihnya di saat sakit sekalipun. Dia tetap mencoba setia dengan kekasihnya itu. Cinta mereka begitu kuat dan saling menaruh rasa percaya terhadap satu sama lain.“Sayang, kamu mau makan apa nanti? Kalau aku ada waktu kita keluar yuk. Sekalian temani Kak Revan dan Diand