"Bukankah terlalu nyata menganggap semuanya mimpi? Apakah pencapaianmu juga termasuk? Haha, senang mendengarmu mengakui itu."
"Tidak, justru sekarang adalah hidupku yang sesungguhnya."
"Aku tidak peduli. Lepaskan," suruh Elina baik-baik.
"Kau itu sama sepertiku! Jangan munafik!"
"Dari sudut mana? Kita sangat berbeda! Jangan menyamakan sifat kotormu dengan aku yang berusaha menjadi orang baik. Itu tidak pantas diucapkan, tahu tidak!"
Elina membalas kakaknya dengan menarik rambutnya juga.
"Elina!" teriak Elisha nyaring. "Lepas, tidak!"
"Kau dulu lepaskan tanganmu dari rambutku!"
Bradly yang baru keluar lift membelalak kaget melihat aksi pertengkaran saudari kembar di ruang tunggu tamu.
"Hentikan! Kalian ini pimpinan! Kasih contoh yang baik!"
"Aku tidak mau bersikap baik padanya!" jawab Elina.
"Pikirmu aku sudi? Cih!" sahut Elisha.
Pancaran mata mereka berdua terlihat berapi-api.
Tidak bisa
Di malam penuh aura mencekam Griffin, Deva, dan Riana berkumpul di rumah Aira mendengarkan acara horor dari saluran radio bertajuk "Rahasia di Balik Pintu".Aira menyiapkan ubi dan singkong rebus sebagai kudapan tengah malam dengan teh panas untuk teman-teman yang bersantai di ruang tamu."Menurutmu mereka pura-pura atau tidak?" Riana menanyakan pendapat mereka lantaran acara uji nyali yang diadakan di Pulau Marina terkesan berlebihan."Entahlah." Deva tidak begitu peduli selagi menghibur.Griffin menyuarakan pendapatnya. "Bisa iya, bisa tidak." "Dari kita berempat yang pernah ke Pulau Marina cuma Deva," ucap Riana."Serius?" Griffin penggemar berat acaranya sampai bermimpi pergi ke Pulau Marina."Sekadar singgah. Istirahat," jawab Deva berusaha rendah hati.Di belakang terdengar suara tawa yang berasal dari Aira. "Seingatku pulang dari sana kau demam satu minggu karena menantang hantu."Riana ikut tergelak. "Haha, rasakan itu." "Artinya benar banyak hantu di sana... " lirih Griffi
"Andai punya banyak uang... " Helaan napas Griffin mengganggu sekali."Siapa? Kau atau aku?" sahut Aira."Aku.""Kalau punya banyak uang, saran pertama dariku adalah ... Cepat pergi dari pulau ini dan tinggal di tempat layak.""Maka aku akan mengajakmu pergi bersama.""Aku?" Aira tersenyum."Aku tidak bisa hidup tanpamu."Siapa yang tidak salah paham jika pria mengatakan hal itu pada perempuan? Aira salah satunya."Kau bisa urus hidupmu sendiri," dehamnya kikuk."Tidak. Siapa yang nanti memasak dan membangunkan aku selain dirimu?" tutur Griffin menjabarkan maksud pernyataan tak bisa hidup tanpa Aira."Cari saja pembantu!" cetusnya kesal."Memang berapa tarif ke kota? Kalian selalu bilang mahal."Mumpung masih baik Aira memberinya nasihat. "Sampai kapan pun kita tidak bisa ke kota.""Sama sekali?" "Bisa saja ... Tapi selama sebulan kita puasa, mancing dan masak ikan sendiri, airnya ambil dari laut, kayu bakarnya kau yang cari ke dalam hutan."Hidup mereka bahkan sudah sulit tanpa masu
Griffin terbangun setelah bermimpi buruk lagi."Tampaknya ingatanmu mulai berdatangan," kata Aira melihat perkembangan Griffin setiap bangun tidur selalu bilang 'tidak mungkin, tidak'."Aku tidak tahu hanya mimpi atau memang ingatanku. Tapi kalau ingatanku ... Sepertinya jangan terlalu dekat denganku, Aira.""Mimpi apa?" Haris dengan ekpresif menggambarkan mimpinya dengan gerakan tangan antusias. "Dalam mimpiku, ada rumah besar dan banyak perabotan mewah. Lalu, aku sangat jahat.""Jahat seperti apa?" "Aku membentak banyak orang, berdebat dengan perempuan. Lalu tangan ini... " Griffin mengangkat tangannya gemetar."Tanganmu kenapa?" Aira tersenyum melihat betapa menghayatinya dia mendongeng.Griffin menggebrak meja.Brak!"Seperti ini," lanjutnya heran. "Aku sering memukul meja dan mengerang penuh amarah.""Benarkah?" "Aku tidak terlihat arogan dan kasar, kan? Menurutmu bagaimana?" "Pertama-tama, kau tidak harus memercayai mimpimu. Bisa jadi ingatan yang salah. Sebelum ingat kehidu
Setiap hari aktivitas mereka tetap sama. Griffin bermain-main ketika Aira bekerja, kemudian bersama-sama hingga malam.Dikatakan menyulitkan Griffin rasa ia tidak seperti itu sebelum Deva membuatnya sadar. Griffin hidup di atas kehidupan orang yang untuk bertahan hidup saja terkadang butuh berpikir.Kebersamaan, kebahagiaan, dan kenyamanan yang diperoleh Griffin rupanya tidak bisa dibiarkan lebih lama. Sudah saatnya Griffin harus mengingat jati dirinya sebelum menyulitkan mereka."Griffin, kemarin malam aku terbangun dan tidak melihatmu tidur di sini. Apa kebiasaanku berpindah padamu? Jalan-jalan tengah malam di laut."Griffin memikirkan apa yang harus ia ingat sejak pertama kali terbangun di pulau setelah fakta dan mimpi samar."Griffin," panggil Aira lagi.Aira menyetarakan tingginya di hadapan Griffin yang duduk memejamkan mata.Griffin menghembuskan pelan napasnya sebelum membuka mata.Ketika bertatapan mereka sama sekali tidak terkejut saking kebiasaan berhadap-hadapan jarak dek
Ujug-ujug Bradly masuk mengganggu ketenangan tidur Elina di ruang kerja."Kau tidak punya tata krama atau memang suka mengganggu aku?" cecar Elina.Bradly langsung memeluk Elina yang masih duduk di kursinya, dia tersenyum bahagia sekaligus lega sampai sulit diutarakan lewat kata-kata."Hei, Bradly.""Akhirnya... ""Akhirnya apa?" Elina tak paham."Haris ditemukan."Elina mendorong dada Bradly, bertanya sekali lagi apa benar Haris sudah ditemukan."Kau yakin? Haris? Haris, kakakku?"Bradly mengangguk haru. "Ya, kami mendapat informasi dari pegawai yang bekerja di pulau terpencil tempat Haris berada."Saking tak percayanya Elina ternganga. Dia meninju perut Bradly yang terlapisi biru dongker. "Apa kubilang? Haris pasti masih hidup! Sudah bilang Ayah dan Elisha?" "Selain tim, aku baru memberitahumu.""Aku saja yang beritahu mereka." Elina tidak akan lewatkan kesempatan memberi kabar baik baginya namun buruk untuk pendengaran Elisha, juga mimik wajah kaget setengah stroke dari saudari k
Aira memberikan Haris kantong belanja habis dari pasar. "Aku dengar sesuatu yang aneh dalam perjalanan pulang." "Dengar apa?" Haris duduk sila tapi matanya tertutup berpikir semua hal tentang hidupnya sekarang dan nanti."Ada yang mencari Deva di pulau ini. Masalah apa yang dia buat?" Mata Haris terbuka sempurna. "Benarkah?" "Ya. Satu laki-laki dan satu perempuan, mereka terlihat dari kota."Haris bisa tahu pria yang dilihat Aira adalah Bradly. Siapa perempuan yang bersama Bradly? Salah satu dari si kembar? "Mereka bilang apa?" "Mereka cuma bertanya di mana rumah Deva, aku tunjukkan rumahnya."Aira menyentuh rambut Haris. "Rambutmu sudah panjang, Griffin. Mau aku potong seperti semula?"Haris tidak memedulikan rambutnya mau panjang atau pendek. "Baiknya bagaimana?" Dia tetap terlihat tampan dari segi mana pun."Aku rapikan sedikitt, ya?" Haris mengangguk seraya tersenyum. "Ya, aku percaya padamu."Mereka ke belakang memulai pangkas rambut Haris. Tidak mungkin dilakukan di ter
Haris mencari celah untuk pergi. Dia sengaja menunggu Aira masuk kamar mandi baru izin keluar.Tidak bisa ditangkis mandinya seorang wanita lumayan lama."Aira! Aku mau pergi sebentar ke rumah Deva!"Iya!" Deva sudah menunggu di depan rumahnya dengan cemas.Haris tidak mengerti apakah bawahannya bodoh tidak tahu antara perintah dengan permintaan.Haris menarik baju Deva. "Aku menyuruhmu mengatakan pada mereka bertemu di dermaga nanti malam. Kenapa kau masih di sini?" "Aku sudah meminta mereka menemuimu di dermaga, Tuan.""Lantas?" "Mereka tidak mau.""Alasannya?"**"Hm ... Begini, anu- ""Begini bagaimana?" sambar Bradly.Deva bukanlah penulis sinetron yang mampu membuat alur cerita Haris meski cerita hidupnya bisa dilirik produser."Siapa yang menyokong hidup Haris selama ini kalau bukan kau?" tanya Elina penasaran.Elina lebih tenang bisa makan hamburger dan ramen dari delivery order lewat helikopter pribadi.Sementara Deva menyusun kata-kata, dia harap Bradly dan Elina percaya
Deva sangat terkejut Aira datang. Kelihatannya dia mendengar separuh pembicaraan.Haris tak bergeming ditanya Aira. Dia adalah orang yang berbeda di depan mereka, tidak bisa menjelaskan situasi kini."Siapa Griffin?" Elina tidak tahu sama halnya dengan Bradly.Sebelum sulit terkendali Deva mengajak, sedikit memaksa Aira keluar selagi berpikir penjelasan yang tepat."Dia, wanita itu?" Elina menganga."Yang mana?" "Deva pernah membawanya ke sini untuk memasak," bisik Elina.Jika Haris disebut Griffin oleh Aira, maka.."Haris, wanita tadi yang menyokong hidupmu selama di sini?" *"Katakan, siapa mereka sebenarnya? Kenapa Griffin mau pergi?" Aira tidak sabar.Deva berhenti di depan rumah. "Mereka mencari anggota keluarga yang hilang. Ingat ada orang yang mencariku di pasar? Mereka mencari Haris, si Griffin. Foto mereka sangat mirip.""Jadi, Griffin adalah Haris yang hilang, begitu?"
Bak melihat meteor berjatuhan. Pekerja di rumah David Liam menganga tatkala mobil menerobos pemeriksaan dan berhenti menimbulkan decit rem mobil. Terlebih lagi setelah tahu siapa yang keluar dari mobil pors*he. Dialah putra tunggal majikan mereka yang cukup lama hilang. Tukang kebun yang sedang menyiram tanaman gagal fokus menyirami teman sendiri. Sapu yang digunakan menyapu daun kering jatuh saking terkejutnya mereka. "Tuan Muda telah kembali!" Mereka terharu sama-sama berbahagia. Haris bukanlah pria yang peduli atas reaksi orang lain. Dia krisis kepedulian. Dibukanya pintu rumah lebar-lebar hingga cahaya matahari masuk dengan bebas. Nampan berisi semangkuk bubur dan air putih di tangan Yuna jatuh usai menoleh tempat adanya bayangan pria yang semakin jelas kemudian membelalakkan mata. "Ha-Haris?" "Tuan Muda!" Pembantu di hadapan Nyonya Yuna membungkuk sembilan puluh derajat menyaksikan kedatangan tuannya. Pria itu sebetulnya tak ingin munafik menyapa penuh kerinduan apalagi
Bradly mengerjap beberapa kali menyesuaikan cahaya yang masuk matanya. Melihat tubuhnya berada di lantai, dia segera bangun dan merapikan bantal serta selimut milik Haris. Ditambah ingatan semalam menghantui pikirannya. Bradly menampar wajahnya sendiri sampai sakitnya tak terasa. "Kau gila, Bradly." Bradly mengucapkan omong kosong, tetapi beruntung tidak mencaci Haris. "Kau sudah sadar?" Haris keluar dari kamar mandi dengan rambut basah memakai kimono menghampiri Bradly. "Ya. Sepenuhnya." Bradly lantas minta maaf. "Maaf semalam aku mengatakan yang tidak-tidak padamu." Haris tidak masalah. "Jangan pikirkan hal itu. Aku baik-baik saja. Setelah melewati banyak hal aku menerima semua perkataan dan perbuatan orang, yang buruk sekali pun." Bradly tetap merasa bersalah. "Aku minta maaf, Haris." "Tidak, tidak. Namun, kau mudah mabuk sekarang. Semalam cuma minum segelas meracaumu sudah ke mana-mana." Gelas bekas mereka minum semalam bahkan masih di atas meja, belum dibersihkan. "Aku
#PresdirTopMirrorHidupKembali40,5k Likes10k comments @karyawanmagangTM : Tuhan memberkati @harisliam_tm. Dia hidup! @gagahy68 : Kalau tidak salah adik tirinya menggembor-gemborkan doa bersama atas kematiannya. Apa ini? Dia senang kakaknya mati padahal masih hidup? Wanita jalang. Enyah kau! @khrkn_lee : @gagahy68 Benar. Aku karyawan Top Mirror menjadi saksi ketidaksopanannya. Dia membuat keributan lalu menjambak presdir baru kami @elinaa.liam kemudian pihak @elinaa.liam meminta maaf. @elisha.liam234 harusnya kau berlutut pada adikmu! @jeremythim : Skandal keluarga apa lagi ini... belum tamat kah? Tidak satu pun dari mereka mendukung perdamaian dunia. @hpbee : @elisha.liam234 yang mengumumkan foto Tuan Haris. Kalian tidak tahu, kan? Jangan seenaknya menghina bos kami! @khrkn_lee : hahaha dasar konyol @hpbee. Perangai buruk bosmu diketahui satu negeri. @tianmori : Siapa wanita di sampingnya? Hoho, apa kekasih baru @harisliam_tm? Semoga dijawab. @fansharis : Mungkin, iya. Mereka
Elisha langsung gemetar diancam langsung oleh Haris, tetapi menutupinya. "Selagi aku bersedia, silakan." **Haris menaruh kasar ponsel di meja lantas menyambar kunci mobil. "Kau mau ke mana?" sahut Aira mencegahnya pergi. "Aku akan membunuhnya kali ini." Bukan omong kosong belaka. Dia bisa membunuh Elisha sekarang supaya memuaskan keinginannya sejak dulu. Mata Haris sangat berapi-api dikuasai amarah. "Temani aku makan dulu!" Entah kenapa Aira bilang begitu selagi berniat mencegah Haris pergi. Aira menahan malu menambahkan, "A-aku jujur be-belum punya uang. Kau punya banyak." Haris menghembuskan napas mengartikan tidak bisa menjawab lagi. "Kau sendiri yang bilang mau mengganti total biaya yang aku keluarkan selama merawatmu." Aira terus usaha membujuk pria itu. "Ayo, aku temani." Aira mengusap pipinya yang sedikit basah dan bisa langsung ceria berhasil meredam kemarahan Haris. Aira memesan burger, pizza, dan soda. Sementara Haris tidak, dia masih kenyang. "Dia tidak akan p
"Sudah temukan Haris?" "Belum. Maaf, Nona." Digenggam pena dengan erat mendengar jawaban asisten tak berguna. Kenzy mengimbuhkan hasil pencarian sehari penuh, "Hanya kartu kreditnya yang terlacak di pusat perbelanjaan kemarin. Sepertinya Tuan Haris disembunyikan oleh seseorang." Tangan perempuan itu bergerak cepat meraih gelas dan melempar ke lantai mengakibatkan pecahan kaca memantul menggores tulang pipinya. Kenzy tidak bergerak sedikit pun. Luka segaris tidak berarti baginya. "Cari lagi!" bentak Elisha. "Baik." Kenzy keluar dari ruangan presdirnya. Sementara Elisha mengobrak-abrik meja yang dipenuhi berkas penting. "Arrrgh!" Dia teriak frustasi. Dalam kecemasan ini Elisha masih butuh jawaban kembarannya. "Elina." Intonasi suaranya melunak. "Apa ini? Berani sekali kau menghubungiku," jawab Elina di seberang sana. "Aku sibuk. Jangan ganggu- " "Aku lihat Haris. Dia sungguh hidup? Dia kembali?" "Kau melihatnya?" Senyum Elina menghiasi wajahnya. "Bagaimana perasaanmu? Kau
Aira sedikit kurang nyaman dipandang banyak orang gara-gara outfit yang dikenakan Haris lebih mirip penculik. Haris memakai pakaian dan aksesoris serba hitam. Topi, jaket kulit, masker, celana, bahkan sepatu. "Kau yakin mereka tidak curiga?" bisik Aira. "Keturunan konglomerat harus maksimal dalam penyamaran," jawab Haris merasa baik dan nyaman. "Bukan itu." Aira juga tidak tahu dari kapan tangan mereka gandengan. "Kau lebih mirip penjahat yang menculik seorang gadis." "Aku memang menculikmu." Pria itu sama sekali tidak tersinggung malah bangga disebut penculik. "Benar Deva bilang kepalanya belum sembuh," lirih Aira memalingkan muka sekejap. "Apa yang harus kita beli?" "Pertama! Kita ubah penampilanmu dulu. Setuju?" Haris berdecak pelan. "Hei, aku selalu menawan pakai apa pun. Tidak mau. Kalau ada yang mengenaliku di sini bagaimana? Mau tanggung jawab?" "Katamu kau orang kaya." Aira berani mencibir. Haris berkacak pinggang mengira pergaulan Aira sudah tercemar oleh Elina da
Tas branded milik wanita pemarah itu dilempar ke kursi begitu saja usai menghadiri rapat direksi. "Sudah kubilang berkali-kali. Top Mirror tidak akan menerima Elisha bahkan bau tubuhnya sekali pun!" "Sekarang Elisha orang berpengaruh di Logan. Saham Freelist naik dua kali lipat. Kali ini terima saja kunjungannya karena jajaran direksi meminta. Lain waktu Haris pasti turun tangan." "Apa cuma Haris yang mereka takuti?" Luapan amarah Elina mencapai batasnya. "Tidak akan pernah aku izinkan Elina menginjakkan kaki selama aku di sini!" "Lalu, kau mau turun jabatan?" "Lebih baik begitu." "Harga dirimu sangat tinggi, Nona." Bradly akui Elina sangat konsisten dengan keputusannya. "Cepat desak Haris kembali ke kursi itu lagi!" Elina menunjuk kursi bertuliskan nama beserta jabatan Haris yang lama kosong. "Aku muak bekerja keras." Pria itu mengangguk, paham betapa bosan dan ada begitu banyak pertentangan antara pekerjaan dengan hati nurani Elina. Semua orang tahu Elina terpaksa mengganti
Bradly meletakkan dus gawai baru di meja kerja Elina sebagai bentuk kepeduliannya. Waktu itu Elina melempar ponsel sampai terpecah belah. Semua data yang dibuat sebelumnya telah dipindahkan guna memudahkannya. Bradly sedikit mencemaskan Elina sewaktu berada di rumah. Sikapnya dengan Elisha sama buruk. Mungkinkah Haris muncul lebih cepat dari prakiraan? Secara emosional Elina tak ingin kalah dari saudarinya. Berapa kali mereka mencegahnya buka suara, di sana Bradly yakin dia sudah mengumbar pertemuan dengan Haris. "Apa yang harus aku perbuat sekarang?" Selagi memikirkan langkah ke depannya, Bradly dikagetkan dengan suara Elina. "Apa ini? Kau masuk kamar wanita sendirian." Kunci kamarnya ada dua. Satu padanya, satu lagi dipegang Haris. Elina melangkah tanpa alas kaki. Heels yang dipakai saat berangkat berakhir ditenteng. "Wajahmu mengartikan terjadi sesuatu yang kurang baik." Bradly masih berpikir positif barangkali penglihatannya salah. Elina melempar sepatunya dekat tembok
Dalam penantian yang ditunggu akhirnya datang juga. "Nona Elina datang." Penyambutan dari asisten rumah tangga merupakan pertanda Elina memasuki ruang makan keluarga. Tentu ada David sang ayah, Yuna sang ibu, dan Elisha si menyebalkan turut hadir memeriahkan suasana. "Masih ingat rumah rupanya," sindir Elisha. Elina memberi senyum singkat terhadap saudarinya yang berbisik keras juga tak lupa menyapa orang tuanya yang cukup lama ditinggalkan. "Setelah membeli unit apartemen kurasa lebih baik tinggal sendiri sambil bekerja dengan nyaman." "Kalian belum sarapan, bukan? Ayo makan. Masih pagi tunda dulu keributan kalian." David sangat jujur dia ingin makan sampai kenyang, bukan kenyang dulu setelah mereka berdebat. "Baik, Ayah." Elina pandai membaca situasi yang mengharuskannya berperilaku baik. David mengetahui kartu yang dia simpan. Sebelum bocor ke Elisha melalui siapa pun, sebisa mungkin Elina mencegah sang ayah. Kepulangan Haris belum boleh diketahui mereka. Bukan sampai in