Beranda / Fantasi / Lintas Takdir dan Kutukan / Cahaya di Ujung Kehilangan

Share

Cahaya di Ujung Kehilangan

Penulis: masfaqih625
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-17 06:59:01

Bab 35: Cahaya di Ujung Kehilangan

Angin lembut membawa aroma tanah yang basah setelah pertempuran besar. Langit kembali cerah, dengan matahari yang perlahan muncul dari balik awan. Namun, bagi Kirana, keindahan ini terasa hambar. Tubuh Ananta terbaring kaku di depannya, tak bergerak. Darah mengalir perlahan dari luka-lukanya, menyatu dengan debu dan abu di tanah.

“Ananta…” Kirana berbisik lirih, menggenggam tangan pemuda itu erat-erat. Ia mengguncang tubuh Ananta, berharap ada tanda kehidupan, tetapi tidak ada respons. Air matanya mengalir tanpa henti, jatuh ke tanah yang kini terasa terlalu sunyi.

“Tidak seperti ini. Tidak seharusnya berakhir seperti ini,” pikir Kirana.

Namun, saat harapan hampir sirna, cahaya lembut mulai menyelimuti tubuh Ananta. Cahaya itu bukan berasal dari Pedang Cahaya yang kini redup, melainkan dari dalam dirinya sendiri. Kirana mengangkat kepala, matanya penuh keheranan.

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bayangan di Lorong Gelap

    Bab 36: Bayangan di Lorong GelapLorong yang mereka masuki terasa seperti perangkap tanpa ujung. Langkah Ananta dan Kirana bergema di antara dinding batu yang dingin dan lembap. Cahaya dari Pedang Cahaya Ananta menjadi satu-satunya penerang, memantulkan sinar lembut yang sesekali membentuk bayangan aneh di dinding.“Apakah kau merasa sesuatu mengawasi kita?” tanya Kirana dengan suara bergetar. Ia menggenggam erat busurnya, matanya mengawasi setiap sudut lorong.Ananta mengangguk tanpa menjawab. Ada aura mencekam yang memenuhi lorong ini, seperti nafas dingin yang mengintai setiap langkah mereka.“Berhati-hatilah,” Ananta berbisik. “Tempat ini bukan hanya lorong biasa. Ini seperti hidup… dan menunggu kita membuat kesalahan.”Kirana menelan ludah, mencoba menenangkan dirinya. Tetapi bayangan yang bergerak di sudut matanya membuat rasa takutnya semakin nyata.Serangan dari Kegelapan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Lintas Takdir dan Kutukan   Ujian di Perbatasan Kegelapan

    Bab 37: Ujian di Perbatasan KegelapanLorong itu semakin sunyi, seakan menunggu Ananta melangkah lebih jauh. Setiap langkahnya terasa berat, bukan hanya karena kelelahan fisik, tetapi juga karena tekanan mental yang terus menghantamnya. Cahaya dari Pedang Cahaya yang ia pegang tetap menyala terang, tetapi sinarnya terasa redup dibandingkan kegelapan pekat di sekitarnya."Aku harus menemukan Kirana," gumamnya pelan, lebih untuk meyakinkan dirinya sendiri daripada sekadar berbicara.Namun, sesuatu yang tidak ia duga terjadi. Suara langkah kakinya, yang biasanya bergema di dinding batu, tiba-tiba menghilang. Ananta berhenti, memandangi sekeliling. Lorong itu kini seperti ruang tanpa ujung dan batas, seperti ia berjalan di kehampaan.“Di mana aku?” pikirnya.Tiba-tiba, suara gemuruh keras terdengar dari kejauhan, mengguncang tanah di bawah kakinya. Ananta bersiap, menggenggam pedangnya lebih erat. Suara itu semakin mendekat, s

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Lintas Takdir dan Kutukan   Ujian Sang Penjaga Keseimbangan

    Bab 38: Ujian Sang Penjaga KeseimbanganRuangan besar itu berubah drastis. Dindingnya yang semula gelap mulai bersinar dengan pola bercahaya yang rumit. Langit-langitnya tampak tak berujung, dan lantainya kini seperti cermin, memantulkan setiap gerakan Ananta dan Kirana. Di tengah ruang itu berdiri penjaga keseimbangan, makhluk besar dengan tubuh seperti asap berkilauan, bagian cahaya dan kegelapan yang terus bergerak dalam harmoni.“Kalian telah melangkah terlalu jauh,” ujar makhluk itu, suaranya bergema, “tetapi layakkah kalian melangkah lebih jauh?”Kirana menggenggam simbol yang ia bawa, merasakan energi hangat tetapi berat di tangannya. “Jika kau ingin menguji kami, lakukanlah. Kami tidak akan mundur,” katanya dengan suara penuh keyakinan.Ananta mengangkat Pedang Cahaya di tangannya, bersiap untuk menghadapi apa pun yang akan datang. “Kami tidak mencari keseimbangan ini untuk diri kami sendir

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Lintas Takdir dan Kutukan    Jejak Takdir di Balik Portal

    Bab 39: Jejak Takdir di Balik PortalPortal berkilauan itu menghisap Ananta dan Kirana ke dalam pusaran energi yang tak terlukiskan. Dunia seolah membalikkan dirinya sendiri. Mereka merasa melayang di ruang tanpa gravitasi, dikelilingi oleh warna-warna yang terus berubah. Telinga mereka berdengung, dan tubuh mereka terasa ringan, seakan-akan mereka kehilangan wujud fisik.Namun, tiba-tiba, semuanya berakhir dengan keras. Mereka terjatuh di atas lantai batu yang dingin dan kasar. Ruangan itu gelap, hanya diterangi oleh obor-obor kecil di sepanjang dinding.Kirana mengerang pelan sambil bangkit, meraba lengan kirinya yang terasa nyeri. “Di mana kita sekarang?”Ananta berdiri perlahan, matanya memandang sekeliling dengan waspada. “Entah. Tapi kurasa ini adalah bagian dari ujian itu.”Ruangan itu seperti koridor panjang yang menuju ke sebuah pintu besar di ujungnya. Dinding-dindingnya dihiasi ukiran-ukiran an

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Lintas Takdir dan Kutukan   Di Balik Gerbang Takdir

    Bab 40: Di Balik Gerbang TakdirSaat gerbang besar itu terbuka, kilauan cahaya menyelimuti Ananta dan Kirana. Angin lembut menerpa wajah mereka, membawa aroma tanah basah dan bunga liar. Di balik gerbang itu, mereka menemukan dunia yang berbeda—sebuah padang hijau yang luas, dihiasi oleh danau berkilauan di kejauhan, dan pegunungan menjulang tinggi di cakrawala.“Aku tidak menyangka ujian ini membawa kita ke tempat seperti ini,” kata Kirana, mengamati sekeliling dengan hati-hati.Ananta mengangguk. “Jangan tertipu oleh keindahannya. Sesuatu di sini pasti menyimpan bahaya.”Langkah kaki mereka melintasi padang rumput, dan mereka mulai menyadari bahwa tempat ini terasa terlalu sepi. Tidak ada suara burung, tidak ada tanda-tanda kehidupan lain. Hanya angin yang berhembus lembut, menciptakan suasana yang aneh.Di tengah perjalanan, suara samar mulai terdengar—seperti gemerincing logam dan bisikan angin

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Lintas Takdir dan Kutukan   Pendakian ke Puncak Takdir

    Bab 41: Pendakian ke Puncak TakdirLangkah kaki Ananta dan Kirana semakin berat saat mereka menapaki jalur menanjak menuju puncak gunung. Udara semakin tipis, suhu turun drastis, dan angin dingin menyerang tubuh mereka tanpa ampun. Meski begitu, tekad mereka tak goyah. Di kejauhan, puncak gunung tampak bersinar redup, seperti dipeluk kabut emas.“Menurutmu, apa yang akan kita temukan di sana?” tanya Kirana, suaranya sedikit terengah karena pendakian.“Entahlah,” jawab Ananta sambil menggenggam erat gagang pedangnya. “Tapi apa pun itu, kita harus siap.”Jalur yang mereka lewati semakin sulit. Batu-batu licin dan jurang menganga di sisi kanan membuat setiap langkah penuh risiko. Namun, tidak hanya medan yang menjadi tantangan mereka. Di sepanjang perjalanan, mereka mulai merasakan sesuatu—sebuah kehadiran yang tidak terlihat tetapi jelas terasa.“Kau merasakannya?” tanya Ananta sambi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Lintas Takdir dan Kutukan   Puncak Takdir dan Bayangan Kegelapan

    Bab 42: Puncak Takdir dan Bayangan KegelapanLangkah Ananta dan Kirana semakin mantap mendekati puncak gunung. Cahaya keemasan yang menyelubungi puncak semakin terang, tetapi dengan setiap langkah yang mereka ambil, tekanan di udara semakin berat. Ada sesuatu yang menunggu mereka di atas—sesuatu yang besar, kuat, dan penuh misteri.“Semakin mendekat, aku merasa semakin sulit bernapas,” ucap Kirana sambil menyeka keringat di dahinya.“Ini bukan hanya udara tipis,” kata Ananta, matanya menyipit. “Ini adalah energi. Sesuatu di atas mencoba menghentikan kita.”Namun, tekad mereka tak tergoyahkan. Mereka melanjutkan langkah, melewati jalur-jalur sempit yang berbatu. Ketika akhirnya mencapai puncak, pemandangan di depan mereka membuat mereka terdiam.Puncak yang Hilang WaktuPuncak gunung ternyata bukan hanya sebuah dataran kosong. Di tengah-tengahnya berdiri sebuah kuil kuno yang terlihat sepe

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bayangan Pengkhianatan

    Bab 43: Bayangan PengkhianatanSetelah kemenangan mereka di puncak gunung, Ananta dan Kirana melanjutkan perjalanan mereka menuruni lembah yang sunyi. Sinar matahari pagi menyelinap di antara celah pepohonan, membawa sedikit kehangatan setelah malam yang penuh perjuangan. Namun, suasana di antara mereka terasa tegang. Luka Ananta akibat serangan terakhir Sagara belum sepenuhnya pulih meskipun Kirana telah menggunakan sihir penyembuhannya.“Kau seharusnya lebih berhati-hati,” ujar Kirana dengan nada khawatir. Ia terus memandang Ananta yang berjalan dengan terpincang-pincang.“Tidak ada waktu untuk hati-hati saat nyawamu terancam,” jawab Ananta sambil tersenyum tipis. “Aku tidak akan membiarkan siapa pun melukaimu, Kirana.”Namun, Kirana tetap diam. Perasaan bersalah menghantui dirinya. Dia tahu bahwa perjalanan ini semakin berbahaya, dan kini ancaman baru bisa datang dari mana saja—bahkan dari mereka yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19

Bab terbaru

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Rahasia Lorong Kegelapan

    Bab 51 : Rahasia Lorong KegelapanLorong di balik pintu besar itu menyambut Ananta dan Kirana dengan suasana yang dingin dan suram. Batu-batu di sepanjang dindingnya dipenuhi dengan ukiran aneh yang tampak hidup, seolah-olah mata tak terlihat sedang mengawasi mereka. Angin dingin yang bertiup membawa suara bisikan-bisikan samar, membuat bulu kuduk mereka berdiri.“Tempat ini...” Kirana berbicara dengan suara pelan, hampir seperti berbisik. “Rasanya seperti lorong menuju neraka.”Ananta, yang berjalan beberapa langkah di depannya, menggenggam erat pedangnya. Matanya terus mengawasi setiap sudut, waspada terhadap apa pun yang mungkin menyerang. “Aku tidak yakin ini adalah neraka, tapi jelas tempat ini bukan untuk manusia.”Lorong itu terasa tak berujung. Setiap langkah yang mereka ambil hanya membawa mereka lebih jauh ke dalam kegelapan. Namun, tidak ada jalan lain. Pintu di belakang mereka telah tertutup rapat,

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Rencana di Balik Bayangan

    Bab 50 : Rencana di Balik BayanganSetelah kejatuhan Malakar, ruangan ritual yang sebelumnya dipenuhi energi gelap kini terasa hampa. Aroma darah dan debu memenuhi udara, dan lantai berbatu yang retak menjadi saksi bisu pertempuran sengit mereka. Ananta berdiri dengan napas terengah-engah, sementara Kirana bersandar pada tongkat sihirnya untuk menopang tubuh yang kelelahan. Meski mereka berhasil menang, keheningan ini terasa jauh dari sebuah akhir.“Kita harus segera keluar dari sini,” ujar Kirana dengan suara parau. Energi sihir yang ia gunakan untuk menghancurkan lingkaran ritual tadi telah menguras tenaganya.“Tidak,” jawab Ananta tegas, matanya menatap tajam ke arah pintu besar di ujung ruangan. “Masih ada sesuatu di sini. Aku bisa merasakannya.”Kirana mengerutkan alis. “Apa maksudmu?”Ananta menunjuk ke arah dinding-dinding ruangan yang kini dipenuhi simbol-simbol aneh yang bersina

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Pertarungan Melawan Malakar

    Bab 49 : Pertarungan Melawan MalakarLorong besar itu kini dipenuhi oleh aura kegelapan yang menyesakkan. Ananta dan Kirana berdiri di tengah lingkaran api, menghadapi Malakar, sang tangan kanan Raja Kegelapan. Pedang hitam yang tampak seperti kumpulan bayangan menggeliat di tangan Malakar, sementara senyumnya yang dingin memperlihatkan kesombongannya."Ananta, Kirana," katanya dengan suara yang menggema. "Kalian telah menunjukkan keberanian luar biasa sejauh ini. Tetapi di sini, perjalanan kalian akan berakhir. Pedangku telah menelan jiwa-jiwa jauh lebih kuat dari kalian berdua."Ananta mengarahkan pedangnya ke arah Malakar, matanya penuh dengan tekad. "Kami tidak akan berhenti di sini. Jika kau berpikir kami akan menyerah, kau salah besar!"Kirana, di sisi lain, memegang tongkat sihirnya dengan kedua tangan. Wajahnya serius, dan aliran energi dingin mulai mengelilinginya. "Ananta, kita harus berhati-hati. Aku bisa merasakan kekuatannya. Dia ja

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Lorong Api dan Bayangan

    Bab 48 : Lorong Api dan BayanganLangkah kaki Ananta dan Kirana bergema di sepanjang lorong berliku yang mereka masuki setelah melewati gerbang kedua. Udara di sekeliling mereka terasa berat, dipenuhi bau belerang dan panas menyengat yang membuat setiap tarikan napas terasa menyakitkan. Di kanan dan kiri lorong itu, dinding-dinding berbatu memancarkan cahaya merah samar, seperti ada api yang mengintai di dalamnya."Ini bukan hanya sekadar lorong biasa," kata Kirana sambil memandangi sekeliling dengan curiga. "Aku merasakan aura yang sangat kuat di sini. Ada sesuatu yang mengawasi kita."Ananta menggenggam pedangnya lebih erat. "Kita harus tetap waspada. Tidak ada jalan kembali."Bayangan yang HidupSaat mereka melangkah lebih dalam, suara aneh mulai terdengar, seperti bisikan ribuan jiwa yang menyatu menjadi satu. Cahaya merah dari dinding-dinding lorong semakin terang, dan bayangan mereka sendiri mulai tampak bergerak dengan sendirinya, se

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Jalan Menuju Kehancuran

    Bab 47 : Jalan Menuju KehancuranLangit di atas mereka semakin gelap seiring langkah kaki Ananta dan Kirana mendekati menara Raja Kegelapan. Awan hitam berputar seperti pusaran maut, seolah-olah alam semesta sedang mengawasi perjalanan mereka. Jalan setapak berbatu yang mereka lalui terasa seperti melangkah di atas tulang belulang, dengan setiap langkah membawa mereka semakin dekat pada kegelapan yang tak terbayangkan."Aku bisa merasakan kehadiran mereka," kata Kirana dengan nada waspada. "Pasukan Raja Kegelapan sedang menunggu kita."Ananta menggenggam erat pedangnya yang memancarkan cahaya lembut. "Mereka bisa menunggu selama yang mereka mau. Tapi aku tidak akan berhenti sampai kegelapan ini dihancurkan."Bayangan yang MengintaiSaat mereka melangkah lebih jauh, suasana semakin mencekam. Angin dingin berembus, membawa bisikan-bisikan menyeramkan yang memenuhi udara. Tiba-tiba, dari bayang-bayang pepohonan mati di sekitar mereka, sosok-so

  • Lintas Takdir dan Kutukan    Langkah Menuju Kematian

    Bab 46: Langkah Menuju KematianLangit di atas mereka dilapisi awan gelap yang berputar perlahan, seperti pusaran yang menelan setiap cahaya yang berusaha menerobos. Menara Raja Kegelapan menjulang di kejauhan, siluetnya begitu besar hingga tampak seperti dinding yang memisahkan dunia.Ananta dan Kirana berdiri di sebuah bukit kecil yang memberikan pemandangan langsung ke medan perang di depan mereka. Di bawah, tanah terlihat mati—kering, retak, dan tak ada tanda-tanda kehidupan. Udara dingin yang menyesakkan membuat mereka merasa seolah-olah memasuki dunia yang sepenuhnya berbeda.“Kita semakin dekat,” kata Kirana sambil memandangi menara itu dengan wajah tegang.“Tapi ini baru permulaan,” balas Ananta, matanya tajam memindai lingkungan. “Pasukan mereka tidak akan membiarkan kita masuk begitu saja.”Jalur BerbahayaMereka mulai melangkah menuruni bukit menuju jalan berbatu yang tampak se

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Kegelapan yang Membelenggu

    Bab 45: Kegelapan yang Membelenggu Suara angin menderu memenuhi udara ketika Ananta jatuh ke dalam jurang bersama Sagara. Dunia di sekitarnya terasa seperti mimpi buruk yang tak berujung. Batu-batu tajam berlalu cepat di sekitarnya, dan di bawah, sungai berwarna gelap tampak seperti lubang tanpa dasar. Dalam beberapa detik yang terasa seperti keabadian, Ananta memusatkan pikirannya, mencoba menemukan jalan keluar dari kejatuhan maut ini. Namun, Sagara, dengan kekuatan barunya, tidak tinggal diam. Ia mencengkeram Ananta dengan kekuatan yang menghancurkan, membuat mereka terus terjatuh dalam putaran yang mematikan. “Aku akan menyeretmu ke neraka bersamaku, Ananta!” Sagara berteriak, suaranya penuh kebencian. Ananta, dengan refleks yang terasah, meraih pedangnya yang hampir terlepas dari genggaman. Dengan satu ayunan cepat, ia menebas lengan Sagara, memaksanya melepaskan cengkeraman itu. Tapi sebelum Ananta sempat bereaksi lebih jauh, tubuhnya menghantam

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Dalam Kepungan Kegelapan

    Bab 44: Dalam Kepungan KegelapanMatahari mulai terbenam di cakrawala, meninggalkan langit yang dilapisi warna oranye dan ungu gelap. Ananta dan Kirana tiba di sebuah dataran tinggi berbatu yang tampak tak tersentuh oleh peradaban. Angin dingin menyapu wajah mereka, membawa bau samar tanah basah. Setelah perjalanan panjang yang melelahkan, mereka memutuskan untuk berhenti dan beristirahat.Ananta menatap cakrawala, pikiran-pikirannya bercampur aduk. Ghara telah mengorbankan dirinya, tetapi Ananta tidak yakin apakah pengorbanan itu cukup untuk mengubah jalannya takdir.“Kita harus bergerak cepat,” ujar Ananta akhirnya, memecah keheningan.“Tapi kau belum pulih sepenuhnya,” balas Kirana, nada suaranya menunjukkan keprihatinan yang mendalam.“Aku tidak punya pilihan. Jika Raja Kegelapan memutuskan untuk menyerang sekarang, kita akan kalah tanpa perlawanan.”Kirana menghela napas. Ia tahu Ana

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bayangan Pengkhianatan

    Bab 43: Bayangan PengkhianatanSetelah kemenangan mereka di puncak gunung, Ananta dan Kirana melanjutkan perjalanan mereka menuruni lembah yang sunyi. Sinar matahari pagi menyelinap di antara celah pepohonan, membawa sedikit kehangatan setelah malam yang penuh perjuangan. Namun, suasana di antara mereka terasa tegang. Luka Ananta akibat serangan terakhir Sagara belum sepenuhnya pulih meskipun Kirana telah menggunakan sihir penyembuhannya.“Kau seharusnya lebih berhati-hati,” ujar Kirana dengan nada khawatir. Ia terus memandang Ananta yang berjalan dengan terpincang-pincang.“Tidak ada waktu untuk hati-hati saat nyawamu terancam,” jawab Ananta sambil tersenyum tipis. “Aku tidak akan membiarkan siapa pun melukaimu, Kirana.”Namun, Kirana tetap diam. Perasaan bersalah menghantui dirinya. Dia tahu bahwa perjalanan ini semakin berbahaya, dan kini ancaman baru bisa datang dari mana saja—bahkan dari mereka yang

DMCA.com Protection Status