Share

Bab 21

Author: Ratu As
last update Huling Na-update: 2024-04-03 07:29:57
"Gandra?" Garwita kaget melihat Gandra dan Kala ada di depan rumah Ray. "Mas Kala?" lirihnya.

Ray melihat dua lelaki beda usia itu menanti Garwita, lalu dia balik menoleh pada Garwita yang masih mematung.

"Gandra, sini!" panggil Ray dengan suara serak sambil melambaikan tangan takut anak itu tak dengar.

"Om Kala, aku turun dulu ya?" pinta Gandra lalu menghampiri ibunya dan Ray. Sementara Kala masih berdiam di tepi jalan. Kali ini dia merasa sangat canggung, apalagi sikap Garwita yang terkesan cuek. Padahal, biasanya kalau Garwita melihatnya pulang akan berteriak antusias bahkan kegirangan seperti anak kecil.

"Tuan, aku pamit," ucap Garwita setelah Gandra dan Ray saling memeluk dan saling salam tinju dengan kepalan tangan. Mereka berdua tampak sangat akrab.

Ada rasa aneh yang Kala lihat pada lelaki di kursi roda itu, kenapa memakai pakaian serba tertutup di dalam rumah, bahkan memakai masker dan mantel jaket.

Kala bersedekap dengan mata melihat ke arah mereka, dari adegan yang disugu
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • Lima Tahun Tanpa Nafkah   Bab 22

    Braaak!Cara terakhir agar Topan tahu kondisi tuannya adalah dengan mendobrak pintu. Pintu terbuka lebar, terlihat jelas Ray yang jatuh dari kursi roda lalu melempar apa saja yang bisa digapai tangannya. Telapak tangannya sampai berdarah karena tergores serpihan gelas. "Anda baik-baik saja, Tuan?" Sigap Topan memapah Ray dan mendudukkannya ke ranjang. Sayangnya lelaki itu justru marah dan langsung mengusir Topan lagi."Pergi dan tutup pintunya!" teriak Ray dengan mata nyalang dan menunjuk ke arah pintu. Topan bisa lihat darah segar yang menetes dari telapak tangan Ray. Tapi tak ingin dia semakin marah membuat Topan hanya bisa menghela napas lalu keluar. *** Di lain tempat, Gandra sudah tertidur pulas sementara Garwita tak bisa tidur terlebih Nanto pulang dan dia memanggil-manggil Garwita untuk menyuruhnya membuat minuman. Mau tak mau wanita muda itu berjalan ke dapur dan menyeduh kopi untuk Nanto. Ijah yang kelelahan sudah tertidur di dipan depan dengan TV yang masih menyala. "Ini

    Huling Na-update : 2024-04-03
  • Lima Tahun Tanpa Nafkah   Bab 23

    "Saya tahu kamu sedang tidak baik-baik saja." Ray menggenggam tangan Garwita, dengan sopan Garwita meminta Ray melepaskan tangan itu. Dia merasa tak nyaman juga tak seharusnya disentuh oleh seorang lelaki. "Maaf, Tuan, masalah pribadi. Ndak ada kaitannya dengan pekerjaanku di sini, jadi maaf aku tak bisa bercerita apa pun." Garwita melangkah, melepaskan jemarinya dari tangan Ray yang terhempas lemas. Sikap Garwita tak ada yang salah, tetapi cukup membuat Ray tahu diri dan sadar jika sekarang hubungan mereka hanya sebatas majikan dan pembantu. Garwita tak mungkin dengan sadar mau jujur cerita banyak hal tentang urusan pribadinya. Ray memanggil Topan untuk membantunya duduk di kursi roda. Dia ingin mandi dan berendam air hangat. Sementara Garwita mulai membersihkan kamar yang berantakan dengan cepat karena waktunya bekerja pada juragan Jarwo sebentar lagi.***Garwita sudah berusaha mengayuh sepeda sekencang mungkin, sayangnya sampai di kebun tetap telat. Apesnya ada juragan Jarwo ya

    Huling Na-update : 2025-03-07
  • Lima Tahun Tanpa Nafkah   Bab 24

    "Biar aku yang antar, Wit. Kamu boleh pulang dulu," ujar Kala meraih nampan yang dipegang Garwita."Ndak papa, Mas, biar aku saja." "Please, biar aku saja. Kamu pulang dulu!" Kala memaksa mengambil alih nampan dan buru-buru membawanya ke depan saung. Sebelumnya dia menatap dalam pada Garwita, tatapan yang sulit diterjemahkan oleh wanita muda itu. "Permisi, Juragan, aku pamit dulu," ucap Garwita melewati saung saat mereka sudah duduk anteng. Juragan Jarwo hanya mengangguk dan tak acuh. Tanpa mengucapkan terima kasih. "Wit, hati-hati!" Pesan Kala sebelum Garwita beranjak. Dia hanya membalas dengan senyuman dan anggukkan. Garwita berlalu, dia mengayuh sepeda pelan. Rasa lemas dan tak semangat membuatnya tak mau melakukan apa pun, lagi-lagi rasa tanggung jawab membuatnya harus tetap datang pada Tuan Rian. Pikiran Garwita melayang jauh, entah kenapa saat mendengar ucapan juragan Jarwo yang menyindir secara tak langsung membuat harga diri dan hatinya seperti teriris-iris. Dalam benakn

    Huling Na-update : 2025-03-07
  • Lima Tahun Tanpa Nafkah   Bab 25

    "Terserah, Juragan saja. Saya usahakan bisa menuruti," balas Nanto lagi. Malam itu, semua serasa berakhir bagi Garwita. Dia tak punya kesempatan untuk memilih jalan hidupnya. Terlintas cara ingin mengakhiri hidup, namun suara Gandra yang pulang dari rumah tetangga membuatnya terlonjak. Ijah sengaja menitipkan Gandra untuk sementara karena tahu kalau obrolan malam ini tak baik didengar anak kecil. Apalagi Garwita sampai menangis. Itu akan membuat Gandra kebingungan. "Ibuuu!" Ulang Gandra karena tadi Garwita tak manyahut. Dengan kasar Garwita mengusap air matanya."Ya, Sayang? Habis main di mana malem-malem?" tanya Garwita mengalihkan perhatian. Nanto dan Ijah sudah berpindah tempat usai juragan Margono pulang. "Di rumah uwa Anis. Tadi main sama Heri," jawab anak itu jujur. Melihat senyum Gandra membuat sudut bibir Garwita ikut tertarik. Anak ini selalu bisa menjadi pelipur lara baginya.***Seperti janji kemarin, Garwita bersiap di pagi buta untuk ke rumah Ray. Gandra masih tertidur

    Huling Na-update : 2025-03-07
  • Lima Tahun Tanpa Nafkah   Bab 26

    "Hey, kalian sedang apa? Jalan pagi? Hah, sama! Gerah sekali rasanya!" kata Kala dengan santai sambil mengibaskan tangannya. Keringat di kening yang membanjir menandakan kalau dia memang habis olahraga. Ray masih terdiam, semantara Garwita menatap aneh pada lelaki sok akrab itu. Dia lalu berdecak. "Tumben, Mas," balas Garwita singkat. Kala merenggangkan otot-otot dengan menggeliat. "Ya, ketimbang enggak ada kerjaan. Kamu libur hari ini?" "Wit, saya ingin pulang," potong Ray ketika Garwita belum menjawab pertanyaan Kala. "Sekarang? Tapi sinar mentari baru terasa hangat, Tuan. Bukannya ini yang ditunggu-tunggu?" ujar Garwita mengingatkan keinginan Ray sebelumnya. Kala tak acuh dengan sikap Ray yang merasa terganggu dengan kehadiarannya. Dia justru senang karena memang itu niatnya. "Kalian ingin pulang? Ayo, kubantu! Kamu pasti capek mendorong ini dari tadi!" Kala mengambil alih kursi roda Ray dan langsung mendorongnya tanpa diminta. Ray ingin menolak tetapi Kala tetap mendorongnya

    Huling Na-update : 2025-03-07
  • Lima Tahun Tanpa Nafkah   Bab 27

    Juragan Margono membalik badannya menghadap ke sumber suara. Matanya memincing melihat Ray seolah-olah sedang mengejek. "Ada apa?" balasnya. "Saya akan melunasi hutang Bapak Nanto, tolong biarkan Garwita bebas tanpa beban harus dipaksa menikah." Tawa juragan Margono langsung bergelegar. "Maaf, saya lebih tertarik pada Garwita!" ucapnya dengan gerakan tangan meliuk-liuk seolah sedang menginsyaratkan tubuh Garwita yang molek dengan tatapan mesumnya. Tentu itu semakin membuat Ray geram.Garwita yang merasa dilecehkan dengan kata-kata itu semakin sesenggukkan. Kedua tanganya mendekap dada merasa jijik pada lelaki tua itu. "Dengar! Saya akan membayar berapa pun yang anda mau!" Ray kembali mengajukkan tawaran. Juragan Margono meletakan jemarinya pada dagu sembari berpikir-pikir, lalu mengibaskan tangan, enggan. "Tidak, saya tetap ingin menikahi Garwita!" "Dua kali lipat? Bagaimana?" "Hey, kau tahu berapa hutang Nanto itu?" Juragan Margono mendekat ke arah Ray dan merundukan badannya m

    Huling Na-update : 2025-03-07
  • Lima Tahun Tanpa Nafkah   Bab 28

    "Tenanglah, petir hanya datang sesekali. Hujan pasti sebentar lagi reda." Kala mengusap-usap punggung Garwita yang masih ketakutan dengan penuh perhatian. Dadanya bergemuruh, mungkin mengalahkan gemuruh di langit karena detak jantung yang kian berpacu.Momen ini membuat Kala tersenyum tipis, akhirnya setelah waktu yang cukup lama menguras emosinya karena Garwita bersikap cuek dan terus menjauh. Kini ada kesempatan untuknya dekat lagi. Di tengah hujan begini hanya itu doa yang Kala terbangkan, ingin bersama Garwita."Bagaimana? Kamu bisa merekamnya?" tanya Juleha pada Manda yang mengarahkan kamera ponsel dari dalam mobil ke arah saung."Sut! Diam sebentar ini lagi cari scene yang pas biar terlihat natural!" balas Manda. Istri paling kekinian juragan Margono.Rupanya istri-istri juragan Margono sedari tadi mengawasi Kala dan Garwita yang ada di saung. Mereka ada dalam mobil dan sedang merekam video untuk dibagikan."Sudah?" tanya Juleha lagi. Manda mengangguk, sementara istri pertama m

    Huling Na-update : 2025-03-07
  • Lima Tahun Tanpa Nafkah   Bab 29

    "Saya terima nikah dan kawinnya Garwita binti Nanto Wardaya dengan maskawin tersebut dibayar tunai!" Kala mengikrarkan ijab-kabul dengan sekali napas. Garwita menunduk dengan air mata di pipinya. Dia tak tahu harus bahagia atau bagaimana menyikapi masalah ini. Sekarang, statusnya sudah resmi menjadi seorang istri dari Kalandra. Seperti pengantin pada umumnya, Garwita mencium tangan Kala dengan takzim. Selanjutnya giliran Kala yang mengecup kening Garwita, cukup lama dia menyelipkam doa-doa di sana."Mungkin menikah dengan cara begini terlihat hina. Namun, bagiku semuanya terlihat natural ... terjadi karena takdir Sang Pencipta." Kala menyunggingkan senyum tipis pada istrinya, sementara Garwita hanya diam terpaku. Ijah mengusap-usap pundak anaknya, dia pun ikut menangis dengan pikiran kacau. Tapi tak memperpanjang pikiran negatifnya. Berbeda dengan Nanto usai menikahkan anaknya dia langsung pergi.***Berbekal nekat dan rasa tanggung jawabnya pada Garwita, Kala membawa wanita itu ke

    Huling Na-update : 2025-03-07

Pinakabagong kabanata

  • Lima Tahun Tanpa Nafkah   Bab 37

    "Bagaimana ini, Mas? Lukamu?" Garwita menunjuk wajah Kala."Tenanglah, semua akan baik-baik saja." Kala lalu merapikan penampilannya dan bersiap membuka pintu, begitu juga dengan Garwita yang berada di sampingnya. Saat pintu diketuk, kedua sejoli itu langsung membukanya. Menyambut orang tua Kala dengan senyum seramah mungkin."Pak, Bu, kok ke sini enggak bilang dulu?" ujar Kala lalu mencium tangan mereka. Juragan Jarwo tidak menolak. Dia tetap diam saat tangannya diraih oleh Kala dan Garwita. "Lah, piye? Kan siang tadi Ibu telepon! Katanya mau telepon balik. Tapi Ibu tunggu-tunggu ndak ada tuh panggilan dari kamu!" balas Ambar dengan suara merajuk. Kala terkekeh geli, dia baru ingat. "Silahkan masuk, Pak,Bu ...," kata Garwita mempersilahkan mereka untuk duduk terlebih dulu. Sementara dia berlalu ke belakang untuk membuat minuman.Juragan Jarwo tampak berdeham melihat anaknya, dia sadar akan wajah Kala yang babak belur. "Ya ampun, Le. Wajahmu kenapa?" Ambar yang langsung respek. Di

  • Lima Tahun Tanpa Nafkah   Bab 36

    "Hallo, Le? Gimana kabarmu?" tanya Ambar dari seberang telepon. Usai mendapat perintah dari juragan Jarwo, Ambar langsung menghubungi anaknya.Kala yang sedang berada di jalan melambatkan lajunya. "Baik, Bu, ada apa? Ini Kala lagi di jalan," balas Kala menyelipkan ponselnya ke helm tanpa berhenti dulu, pikirnya nanggung karena sebentar lagi sampai."Oalah, kalau lagi di jalan jangan angkat teleponnya dulu atuh!" balas Ambar khawatir dan urung mengatakan tujuannya telepon.Kala terkekeh-kekeh mendengar suara ibunya. "Ya mau gimana lagi, abis hape geter terus! Ya udah aku lanjut dulu ya, Bu. Nanti kalau sudah berhenti Kala telepon balik!" Kala kembali melanjutkan perjalanan, hari ini dia berniat untuk melamar kerja. Tadi sudah mengajukan surat lamaran ke beberapa sekolah, sementara sekarang dia ingin ke SMK yang memang ada jurusan pertanian di sana. Ya siapa tahu ada lowongan. Kala begitu bersemangat mulai merancang rencana di otaknya untuk masa depan keluarga kecilnya yang mulai dia b

  • Lima Tahun Tanpa Nafkah   Bab 35

    Sejak kejadian malam tadi, Garwita selalu menghindari kontak mata dengan Kala, apalagi jika harus berhadapan dengannya, Garwita akan bicara sambil menunduk. Bukan tanpa sebab, dia malu luar biasa juga jadi cangnggung karena ci*man itu. "Bu, Gandra mau tambah nasi!" pinta anak itu sambil menyodorkan piring. Buru-buru Garwita mengambilkan apa yang Gandra mau. "Aku juga mau!" Kala ikut menyodorkan piring. Garwita ingin meletakan secentong nasi, tapi Kala menarik piringnya dengan jail begitu terus sampai akhirnya Garwita mendongak. "Ish, mau enggak?" tanya Garwita menatap lelaki di samping Gandra dengan kesal. Kala menahan tawa lalu meraih tangan Garwita dan dan meletakan nasi itu pada piringnya. Pada saat Garwita ingin menarik tangannya Kala sedikit menahan membuat mereka saling adu tatap. Bagi Garwita tatapan Kala itu terlihat seperti menyeriangai dan membuatnya ingin selalu waspada. Sekali menatap wajah Kala, Garwita akan terfokus pada bibirnya lalu bayangan yang iya-iya mula

  • Lima Tahun Tanpa Nafkah   Bab 34

    Gandra sudah pulang dijemput oleh Topan siang tadi. Anak itu sekarang bermain di kamar Ray, Garwita sudah menahan dan tak memperbolehkannya. Namun, Ray sendiri yang meminta. Dia beralasan sakitnya akan mereda jika melihat anak kecil bermain."Om lagi sakit, ya?" tanya Gandra sambil bermain di lantai. Ray mengangguk dengan senyum ramah. "Hem, besar nanti Gandra mau jadi dokter," ucap anak itu tanpa ditanya."Kenapa?" Ray penasaran dengan alasan Gandra."Ibu bilang, aku anaknya seorang dokter. Ayahku orang yang hebat!" balasnya menirukan cerita yang Garwita buat. Mendengar itu, Ray merasa terharu sekaligus sedih. Anak yang begitu membanggakan ayahnya, nyatanya ayahnya bukanlah seseorang yang patut dibanggakan. Ray menelan ludah dengan berat setiap kali mendengar cerita polos dari Gandra, dari situ dia tahu betapa baiknya Garwita yang selalu menceritakan kelebihan Ray pada Gandra. "Lalu apa lagi, Gandra?" tanya Ray kepo. "Mmm ...." Gandra tampak berpikir. "Kayaknya, ayah itu genten

  • Lima Tahun Tanpa Nafkah   Bab 33

    Kala terdiam menatap Garwita yang begitu dekat dengan wajahnya. Ingin rasanya dia pura-pura khilaf lalu mencium dengan cepat bibir tipis kemerahan yang sekarang terasa sedang menggodanya. Tapi, Kala tak ingin gegabah dan membuat Garwita jadi takut padanya. Kala menggelengkan kepala untuk meredakan rasa nyeri yang sempat hinggap. "Aku tidak apa-apa," balas Kala mencoba terduduk, Garwita mengikuti. "Lagian, pagi-pagi dah iseng!" celetuknya masih kesal dengan candaan Kala. "Ish, siapa yang iseng! Dah ah, yuk bangun kita salat bareng?" ajak Kala kemudian. Dia tak ingin berlama-lama dekat seperti ini dan membuat sesuatu dalam tubuhnya bergejolak dan memanas. ***"Nanti kuantar kamu dulu, baru Gandra ya?" kata Kala perhatian. Garwita yang sedang menyuap makanan langsung mendongak. "Mas, kulihat di samping rumah ada sepeda, apa masih bisa dipake? Kalau bisa, aku ingin memakainya untuk berangkat kerja." Kala mengernyit, mengingat-ingat apa ada sepeda di sana. "Nanti coba ku cek dulu, ya

  • Lima Tahun Tanpa Nafkah   Bab 32

    "Mmm, a--ku tak punya apa pun yang bisa dijadikan jaminan. Bagaimana kalau mulai besok bekerja full di sini? Pagi sampai sore?" tawar Garwita, berharap Ray mau berbaik hati.Ray menggeleng dengan senyum remeh. "Menarik!" jawab Ray singkat. "Selain itu, jemputlah Gandra ketika pulang sekolah dan bawa dia ke sini." "Gandra?" Garwita mengernyit. "Ya, saya ingin punya teman main. Gandra pasti akan jadi teman yang menyenangkan!" balas Ray dengan senyum semringah. Itu membuat Garwita lega juga tak menyangka ada yang begitu menyukai dan menginginkan anaknya."Baik, Tuan." "Oke, pulanglah. Nanti Topan yang akan mengurus semuanya. Tunggu saja kabar dari kami," jelas Ray dengan senyum tulus. Dia pun senang karena akhirnya Garwita meminta bantuan darinya. Ray sangat senang jika merasa dibutuhkan oleh Garwita dan keluagarnya. ***"Ibuuu!" panggil Gandra dari arah jalan. Rupanya Kala sudah menjemput anak itu dan membawanya bersama. Garwita langsung mendekat. "Gandra ikut bersama kita? Bagai

  • Lima Tahun Tanpa Nafkah   Bab 31

    "Aku akan ke rumah Tuan Rian, Mas. Sore kemarin dan pagi tadi aku tak datang, mungkin dia akan kebingungan," ujar Garwita sembari mengemasi baju yang ada di rumahnya. Kala duduk di tepi ranjang. "Aku antar," kata Kala kemudian. Dia tak mungkin mencegah keinginan Garwita. "Berapa hutang bapak, Wit?" "Banyak, Mas," jawab Garwita singkat. Dia tak ingin memberi tahu karena takut akan merepotkan Kala. "Seberapa banyak?" desak Kala. "Tujuh puluh lima juta." Garwita menghentikan tangannya dan menatap lurus ke arah jendela. "Jumlah yang sangat banyak, bahkan jika aku menjual rumah dan tanah ini saja tak mungkin cukup." Kala merutuki situasi ini, kenapa di saat Garwita butuh uang dia justru tak punya banyak dan sedang bertengkar dengan bapaknya. Tentu saja, selama ini Kala hidup ditopang dengan kekayaan juragan Jarwo. Jika saat ini dia keluar dari rumah dan bapaknya tak peduli lagi, Kala tak punya apa-apa selain sisa uang yang dia bawa. "Aku akan kerja, Wit." Kala tak bisa bicar

  • Lima Tahun Tanpa Nafkah   Bab 30

    Tidak ada bahan makanan, sementara mereka berdua belum makan sejak siang tadi. Di luar hujan deras. "Mas, mau ke mana?" Garwita melihat Kala yang memegang kunci."Beli makanan, kamu lapar kan?" "Tapi di luar hujan deras, Mas. Ndak papa kalau malam ini kita enggak makan, anggap saja puasa dulu," canda Garwita. Dia tak ingin Kala pergi karena hujan sangat deras, suara gemuruh juga bersahut-sahutan."Tenang, ada payung, kok. Aku coba ke warung depan sebentar ya?" Kala langsung beranjak pergi, memakai payung yang ada di rumah ini. Garwita membuntut lalu menunggu di ruang depan. Sendirian di rumah membuatnya sedikit kikuk, rumah ini masih terasa asing dan menakutkan baginya. Berkali-kali Garwita menelan ludah karena suara gemuruh juga suara aneh yang terdengar dari beberapa ruangan yang terkunci, mungkin seperti suara tikus yang sedang mengacak-acak sesuatu. Garwita menyibak tirai, menatap keluar berharap Kala segera datang. Jarak warung lumayan jauh, mungkin ada dua ratus meter. Braa

  • Lima Tahun Tanpa Nafkah   Bab 29

    "Saya terima nikah dan kawinnya Garwita binti Nanto Wardaya dengan maskawin tersebut dibayar tunai!" Kala mengikrarkan ijab-kabul dengan sekali napas. Garwita menunduk dengan air mata di pipinya. Dia tak tahu harus bahagia atau bagaimana menyikapi masalah ini. Sekarang, statusnya sudah resmi menjadi seorang istri dari Kalandra. Seperti pengantin pada umumnya, Garwita mencium tangan Kala dengan takzim. Selanjutnya giliran Kala yang mengecup kening Garwita, cukup lama dia menyelipkam doa-doa di sana."Mungkin menikah dengan cara begini terlihat hina. Namun, bagiku semuanya terlihat natural ... terjadi karena takdir Sang Pencipta." Kala menyunggingkan senyum tipis pada istrinya, sementara Garwita hanya diam terpaku. Ijah mengusap-usap pundak anaknya, dia pun ikut menangis dengan pikiran kacau. Tapi tak memperpanjang pikiran negatifnya. Berbeda dengan Nanto usai menikahkan anaknya dia langsung pergi.***Berbekal nekat dan rasa tanggung jawabnya pada Garwita, Kala membawa wanita itu ke

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status