“Mungkin suatu hari nanti, aku harus bicara pada Jasmine,” aku mencoba memejamkan mataku. Aku hendak berangkat tidur. Perasaanku memang agak tak enak, mungkin karena memikirkan Jasmine. Namun sepertinya, kantukku jauh lebih menguasai. Aku ingin mengakhiri hari dengan tenang. Sampai jumpa di hari esok.Nyatanya, ketika aku sudah memejamkan mata, aku belum benar-benar tertidur pulas. Semilir AC hanyalah satu-satunya bunyi yang kudengar di telinga. Dalam gelap karena memejamkan mata, benakku rupanya belum ingin beristirahat. Baiklah! Biarkan dia berpikir terlebih dahulu tentang hubunganku dengan Jasmine.Tak hanya itu, biarkan aku juga menambahkan beban pikiranku seputar pernikahan.Entah mengapa, aku jadi teringat dengan pesta perayaan usia pernikahan lima puluh tahun kakek dan nenekku.Dalam beberapa acara perayaan lima puluh tahun pernikahan, aku sering mengkritisi perjalanan kisah panjang pasangan yang sedang merayakan kemeriahan itu. Sebenar
Rambut-rambut Jasmine Si Jempol berjatuhan di sekitar meja rias kamarnya yang serba putih. Tak hanya warna favorit dan hatinya yang berwarna putih, ada dinding kamar, cat lemari pakaian, warna tempat tidur beserta meja rias dan kabinet, pintu, jendela, boneka beruang di pojok kamar, gorden, jam dinding, bingkai-bingkai foto, karpet, sofa kecil, sampai mayoritas pakaian di lemari, semuanya berwarna putih. Kedua orangtuanya, sang pemberi nama ‘Jasmine’ juga tak mengarahkan putri sematawayangnya untuk menggemari warna putih bak warna melati. Sudah digariskan semesta rupanya gadis cantik dan manis ini menyukai warna terang macam putih. Rambut-rambut hitam legam Jasmine berjatuhan di karpet putih kamar. Jasmine yang hendak menggunting helai-helai rambut lainnya sempat melirik sejenak ke arah helai-helai rambutnya yang telah berjatuhan. Air matanya meleleh lagi. Dia bukannya sedih berpisah dengan potongan-potongan rambut itu, melainkan mengenang kisah indah bersama seseorang selama helai-he
“Si Jempol”Jasmine lagi-lagi menghubungiku. Agar Mandy tak menyadarinya, aku masukkan saja ponselku ke dalam tas dan kuaktifkan mode silent. Kurasa semuanya sudah jelas. Aku sudah tak bisa melanjutkan hubungan dengan Jasmine. Dia terus-terusan mendesakku untuk berkenalan dengan kedua orangtuanya. Lebih baik dia mencari laki-laki lain yang memang setuju dengan caranya berhubungan.“Cana, untuk kali ini, kamu tidak boleh menolak untuk minum,” ketika aku memasukkan ponselku ke dalam tas, aku melihat Mandy sudah berdiri di tengah bar. Bentuk, letak, dan interior ruangan pada villa Mandy memang kelewat unik. Dia menaruh mini bar dan lemari kaca berisi gelas-gelas alkohol di pojok ruang tamu. Aku biasanya mendapati mini bar model begini di dekat dapur atauliving room.Melihat bar di ruang tamu villa Mandy, aku jadi teringat denganwinemilik Mandy yang tempo hari aku to
“Cana?! Kamu mau ke mana?” Teriakan Mandy bukanlah penghalangku untuk meninggalkan villanya. Aku memang masih mematung di depan daun pintu ruang tamu, belum membukanya. Akan tetapi, semua ini hanya untuk memastikan apakah Mandy sudah mengenakan kembali kimono handuknya atau belum. Meski sedang menghindarinya dan ingin cepat-cepat pulang kembali, aku masih memperhatikan kondisinya apakah sudah tertutup pakaian atau belum.Aku menoleh ke belakang sedikit. Mandy ternyata sudah menutupi tubuhnya dengan kimono handuk yang tadinya dia jatuhkan ke lantai. “Sampai ketemu lagi, Mandy. Entah di kantor, atau di eventprojek kita,” ucapku seraya hendak menarik gagang pintu.PLAK!“JANGAN SOK KECAKEPAN, DEH, LO!” Mandy masih berteriak.Satu tamparan keras mendarat di pipiku. Aku tak menduga Mandy melakukannya kepadaku. Seumur hidup, aku baru ditampar satu kali oleh wanita. Seorang wanita itu adalah Mandy si Te
Selang beberapa hari setelah pertengkaranku dengan Jasmine si Jempol, Mandy si Telunjuk, dan sampai akhirnya membuatku membahas Gwen si Kelingking bersama Keanu di Cosmo King kala penghujung hari, aku mengalihkan banyak waktuku di urusan pekerjaan. Bulan ini banyak yang menyewa sound system dan alat musik di event-event kecil. Memang tak serumit jika mengurus event besar. Namun karena jumlah acaranya yang banyak, aku pun harus membagi banyak tugas kepada beberapa anak buahku. Sampai saat ini, aku memiliki delapan anak buah yang menurutku sebenarnya masih kurang untuk mengurusi lebih banyak event lagi. “Mas Cana, kapan kita follow up pemda lagi?” salah seorang anak buahku mengingatkan salah satu proyek kami ketika memasuki ruang kerja. Aku yang masih bermain video game di ponsel segera mematikannya dan kembali ke dunia realitas. Anak buahku ini membuat benakku mulai bekerja keras. Ada salah satu projek besar pemerintah ibukota yang sedang kugarap bersama para anak buahku. Aku tentu sa
Tragedi yang terjadi beberapa waktu lalu dalam hidup Gwen si Kelingking membuat ‘hubungan’ kami semakin dekat. Karena dianggap sebagai salah satu pihak yang terakhir kali bertemu dengan Bang Phiyink sebelum ajalnya menjemput, aku harus mengikuti beberapa panggilan dari kepolisian. Keteranganku diharapkan dapat menjadi salah satu sumber penyelidikan. Selama aku bolak-balik ke kantor polisi di wilayah utara ibukota tersebut, Gwen si Kelingking selalu menemaniku. “Tolong jangan bilang sama ayah dan ibu kalau saya sering bolak-balik ke kantor polisi,” sebelum aku berangkat dari rumah, sewaktu itu, aku selalu meminta tolong pada orang rumah agar tak perlu mengatakan apa-apa kepada kedua orangtuaku. Pada waktu itu, kedua orangtuaku belum sesering saat ini berada di Perth. Meski begitu, aku tetap merasa tak ditemani di rumah. Lebih jelasnya lagi, tak ada bedanya suasana rumah kala ada orangtuaku atau tidak. Kedua orangtuaku terlalu sibuk dengan urusannya sendiri. Ibuku lebih senang berkumpul
Aku memutuskan untuk menemui Aubree sekitar jam tujuh malam di café bilangan Mega Kuningan. Ada sebuah café masakan Mexico yang sebenarnya berada di gedung perkantoran. Karena firasatku mengatakan jalanan akan macet sekali, aku lebih memilih untuk menggunakan taksi online. Can, gue udah sampai, ya…. Lo mau gue pesenin makanan apa? Baru saja aku turun dari taksi online, Aubree mengirimikuchatyang berisi tawaran untuk dipesankan makanan. Aku jadi terinspirasi untuk menjahilinya. Aku berbohong saja kepadanya dengan mengatakan bahwa kemungkinan aku akan sampai sekitar satu jam lagi. Jadi, biarkan saja dia makan malam terlebih dahulu. Satu jam lagiiiii? Oh MY GOOOOD! “Hihihi,” sambil melangkahkan kaki menuju lobi gedung perkantoran berlantai dua puluh ini, aku cekikikan sendiri karena merasa berhasil membohongi Aubree. “Eh?” namun sepertinya, rasa senangku hanya sesaat. Emang sih ibukota nggak bisa ditebak
"Jadi? Mandy cerita ke elo kalau gue sama dia sempet make outdi villanya? Mak…sudnya dia cerita kayak begitu ke elo itu apa, ya?” selepas mendengar cerita panjang lebar Aubree mengenai Mandy, aku jadi tambah kesal dengan wanita si Telunjuk-ku itu. Lama-lama, aku sungguh-sungguh akan mencoretnya dari kategori lima jari wanitaku. Aku harap, wajahku saat ini pun tak memerah. Aku sebenarnya malu dengan Aubree. Pina Colada yang hendak kuseruput jadi kudiamkan beberapa saat. Aku sejenak mengalihkan wajah ke jendela yang berada di sampingku. Pemandangan gemerlap malam ibukota sampai tak mampu mengalihkan pemikiranku. Jujur saja bahwa aku tercengang. Aku tak habis pikir si Telunjuk Mandy dapat menceritakannya selepas itu kepada seseorang yang bahkan tak dia kenal sebelumnya, yaitu Aubree. Aubree menganggukan kepala. Dia baru saja memindahkan Taco ke piringnya. Jadi, dia berbicara padaku sambil memotong kecil-kecil makanan khas Mexico itu. “Guesih&nbs
Beberapa tahun kemudian:“Would you marry me?” tak terbayang olehku sebelumnya, sepanjang hidupku, bahwa suatu hari ini, aku akan mengajak seseorang untuk melangkah ke tahap baru dari fase kehidupan seorang manusia.Ketika aku melontarkan pertanyaan ini, aku juga tak tahu apakah suatu hari nanti, aku akan mengajukan pertanyaan ini lagi kepada seorang lain?Lika-liku kehidupan yang lebih kuanggap sebagai proses pencarian, bukan permainan. Mungkin caranya untuk sebagian besar orang dianggap permainan, tetapi tidak denganku.Hanya ada satu kata yang bisa kulontarkan kepada mereka yang menganggapnya sebagai suatu permainan.Aku sungguh tak bermaksud.Maka dari itu, aku lontarkan saja satu kata itu.Kata itu berarti adalah….Maaf….Tak mengapa pula jika tak dimaafkan...***The EndLima Jari Playboy….Selesai….
Kau kira aku adalah jalan pulang, sedangkan aku berpikir bahwa kau adalah persimpangan.Jangan sakit hati dulu dengan kata-kataku barusan!Bisa saja jalan pulang yang terbentang di hadapanmu itu panjang sekali. Sampai-sampai, waktu kita berbincang-bincang akan selalu ada dan bergulir. Kusarankan kau agar memanfaatkan semua kesempatan ini.Sebaliknya, bisa saja persimpangan yang tersaji di hadapanku mengandung jalan buntu di belokannya. Akhirnya, ujung-ujungnya, aku harus kembali lagi ke persimpangan.Asalkan kau sabar-sabar saja jika aku banyak menyapu pandang di persimpangan sana. Aku pasti akan terus memutar-mutarkan tubuhku, sehingga aku tahu apa saja yang ada di sekelilingku. Aku sendiri memberikanmu kebebasan akan itu, meskipun kau tak memanfaatkannya sama sekali.Tak bisa disalahkan juga.Kau terlalu mencintaiku.“Jasmine,” kusentuh pipi Jasmine yang sudah basah karena air mata, “bicara apa kamu barusan?”
Aku mengangkat badanku dari dalam kolam renang. Di hadapanku, masih ada Aubree, Jasmine, Mandy, Naomi, Tira, dan Gwen. Aku sempat menangkap beberapa ekspresi mereka kala aku mengangkat badanku dari dalam kolam renang. Sudah pasti badanku basah dan aku tak bisa merendahkan diri dengan mengatakan bahwa badanku kurang atletis.“Apa maksud kamu membawa mereka semua ke sini?” tanyaku kepada Aubree. Caraku bertanya masih tenang.“Aku tak membawa mereka ke sini, tetapi mereka yang mengikutiku,” tatap Aubree yang sepertinya tidak bohong.“Jadi, kalian semua mau apa ke sini? Mau mengeroyokku?” aku masih tak melontarkan kata-kata dengan kasar. Aku berpikir jika nada bicaraku meninggi sedikit, maka mereka bisa menjadikan satu sifat itu seperti bagian dari sumber kesalahanku.“Aku yang membawa mereka ke sini,” Mandy si Telunjuk mendekatiku seraya melipat kedua tangan di depan dadanya.“Un…tuk apa, ha
“Jadi, kurasa, obrolan kita hanya sampai sini saja,” aku beranjak dari kursi dan membuang pandangan pada Aubree. “Mengapa kamu tak berani mencobanya?”“Aku bukannya tak berani mencoba,” Aku memperhatikan anting bundar Aubree yang terombang-ambing selama Aubree menggerak-gerakan kepalanya kala berbicara denganku. Aku tak bisa memungkiri bahwa dirinya masih menempati posisi teratas bagi hatiku. Aku kelewat mencintainya.“Lantas?” aku betul-betul mengejar argumennya.“Aku belum yakin padamu, Cana,” ucapnya, “selama aku belum yakin denganmu, tetapi kau sudah begitu membutuhkan cinta, aku tak masalah jika kamu ingin mencobanya dengan wanita lain,”“Wanita lain itu siapa?” sepertinya, posisiku yang berdiri, sedangkan Aubree yang duduk cukup mencolok. Aku mendapati beberapa pasang mata dari meja lain, yang rata-rata juga dari sepasang kekasih jadi memperhatikan kami. Dikiranya mu
Waktu yang kunantikan akhirnya menghampiri juga. Di hadapanku, duduklah Aubree beserta dengannotesdan pulpennya. Dia mengatakan bahwa dirinya akan melanjutkan pembahasan mengenailaunchingnovel terbarunya. Tak hanya itu saja. Dia juga melanjutkan risetnya mengenai kisah-kisahku selama menjadiplayboyuntuk kepentingan novelnya tersebut. “Aubree! Jadi? Kamu hubungi aku lagi, karena kepentingan-kepentinganmu ini?” tempat yang dipilih Aubree untuk bicara empat mata denganku malam ini bukan di Cosmo King. Dia memilihkan sebuah café yang begitu tenang, sejuk, dan memperdengarkan lagu-lagu Jazz dispeaker-nya. Aubree mengaduk secangkir teh yang dipesannya dengan kayu manis. Dia belum menjawab pertanyaanku, tetapi senyum lebar terlanjur te
“Saya mau loakin novel-novel yang ditulis penulis Aphrodie. Bisa telepon tukang loak sekarang untuk ambil semuanya di apartemen saya?” Mandy si Telunjuk akhir-akhir ini jarang keluar apartemennya di bilangan Mega Kuningan. Dia sibuk merapikan rak bukunya dan membuang beberapa koleksi bacaannya yang menurutnya tak penting. Beberapa dari bacaan tak penting itu ternyata adalah novel-novel favorit Mandy yang ditulis oleh Aphrodie. Buku-buku itu siap diloakkan dan dia minta tolong asisten rumah tangganya untuk mengenyahkan buku-buku itu dari sini. Asal kau tahu, Aphrodie sesungguhnya adalah novelis kesukaan Mandy si Telunjuk. Menurutnya, Aphrodie tak hanya menuliskan cerita-cerita penuh romantisme dan puitis, tetapi juga nilai humaniora dan wawasan yang begitu luas. Mandy jarang menyukai novel fiksi bergenre romantis. Namun, jika yang menulis adalah Aphrodie, Mandy bisa menghabiskannya dalam waktu kurang lebih seminggu.
Mungkin kau melihatku tak lagi menemukan semarak yang biasanya kutemukan bersamamu di hari-hari yang telah lewat.Aku tak menampik bahwa kau benar.Namun, satu hal yang ingin aku sampaikan kepadamu adalah bahwa aku lebih baik tak lagi menemukan semarak itu dibandingkan harus memasukkanmu lagi di ruangku.Di hari terakhir perpisahan, kau mengatakan padaku bahwa kau akan menungguku sampai aku kembali membuka pintu kebersamaan denganmu lagi.Satu hal yang ingin aku sampaikan kepadamu adalah bahwa setidakenaknya aku di sini, aku tak akan pernah menghampirimu lagi.Jangankan menghampirimu, kau mengetuk pintuku saja mungkin akan tetap kubiarkan masuk, tetapi setelah itu kau punya pilihan untuk keluar lagi.Kau bukan pilihanku untuk mengemis pertolongan. Buat apa menerima kebaikanmu setinggi langit, tetapi setelah itu dihempaskan sampai inti bumi yang kelewat panas? Aku lebih baik berjinjit
“Siapa?! Emma?!” meski sedang berada di sebuahcoffee shopumum yang tentu saja tak akan ada seorang wanita bernama Emma, aku tetap merasa panik kala Gwen si Kelingking menyerukannya dalam nada bicara agak meninggi.Deg!Aku tak percaya jantungku berdetak kencang seketika. Hatiku sepertinya sedang tergantung di sosok bernama Emma yang kutemui semalam dalam pesta pernikahan kawanku. Bisa ditebak bahwa setelah aku ditunjukkan dirinya di pesta oleh temanku, tak ada sesuatu yang aku perbuat padanya. Aku hanya memandangnya dari jauh. Dia cukup cantik, menarik, dan tampaknya menyenangkan jika bisa lebih dekat dengannya. Namun, aku punya alasan hanya memandangnya dari jauh.Dalam kamus seorang laki-laki, ah tunggu! Mungkin bukan seorang laki-laki pada umumnya, melainkan segelintir orang dan salah satunya adalah aku, pada hakikatnya, cinta adalah sebuah sugesti yang dapat diciptakan sendiri oleh tiap insan.Lelaki yang dian
“Untuk Rinka dan Theo, hmm….., selamat menempuh hidup baru,” ucap salah seorang tamu di pertengahan sesi santap malam. “Kau dan aku tercipta oleh waktu. Hanya untuk saling mencintai,” lalu, wanita yang sepertinya adalah adik sepupu Theo itu mulai menyanyi di atas panggung musik. Adik sepupu Theo, si pengantin laki-laki, pada akhirnya mengucapkan selamat di atas panggung lantaran tadi mendapatkan bunga yang dilempar oleh kedua mempelai. Tadinya, aku yang dapat, tetapi karena reaksi orang di sekitarku tampak berlebihan, aku refleks melempar bunga lagi dan ditangkap oleh gadis ini. Sebenarnya, aku tak boleh melemparkannya lagi. Tentunya terkesan kurang menghargai acara. Namun, apa boleh buat? Aku sedang tak minat dengan yang namanya pernikahan. Jika tadi aku mendapatkan bunga itu, maka akan banyak orang yang mendoakanku ke arah sana. Untuk sekarang, aku aminkan saja dulu. Sambil menusukkanpopper cheesedan memasukkannya ke dalam mulut, pikirank