Tragedi yang terjadi beberapa waktu lalu dalam hidup Gwen si Kelingking membuat ‘hubungan’ kami semakin dekat. Karena dianggap sebagai salah satu pihak yang terakhir kali bertemu dengan Bang Phiyink sebelum ajalnya menjemput, aku harus mengikuti beberapa panggilan dari kepolisian. Keteranganku diharapkan dapat menjadi salah satu sumber penyelidikan. Selama aku bolak-balik ke kantor polisi di wilayah utara ibukota tersebut, Gwen si Kelingking selalu menemaniku. “Tolong jangan bilang sama ayah dan ibu kalau saya sering bolak-balik ke kantor polisi,” sebelum aku berangkat dari rumah, sewaktu itu, aku selalu meminta tolong pada orang rumah agar tak perlu mengatakan apa-apa kepada kedua orangtuaku. Pada waktu itu, kedua orangtuaku belum sesering saat ini berada di Perth. Meski begitu, aku tetap merasa tak ditemani di rumah. Lebih jelasnya lagi, tak ada bedanya suasana rumah kala ada orangtuaku atau tidak. Kedua orangtuaku terlalu sibuk dengan urusannya sendiri. Ibuku lebih senang berkumpul
Aku memutuskan untuk menemui Aubree sekitar jam tujuh malam di café bilangan Mega Kuningan. Ada sebuah café masakan Mexico yang sebenarnya berada di gedung perkantoran. Karena firasatku mengatakan jalanan akan macet sekali, aku lebih memilih untuk menggunakan taksi online. Can, gue udah sampai, ya…. Lo mau gue pesenin makanan apa? Baru saja aku turun dari taksi online, Aubree mengirimikuchatyang berisi tawaran untuk dipesankan makanan. Aku jadi terinspirasi untuk menjahilinya. Aku berbohong saja kepadanya dengan mengatakan bahwa kemungkinan aku akan sampai sekitar satu jam lagi. Jadi, biarkan saja dia makan malam terlebih dahulu. Satu jam lagiiiii? Oh MY GOOOOD! “Hihihi,” sambil melangkahkan kaki menuju lobi gedung perkantoran berlantai dua puluh ini, aku cekikikan sendiri karena merasa berhasil membohongi Aubree. “Eh?” namun sepertinya, rasa senangku hanya sesaat. Emang sih ibukota nggak bisa ditebak
"Jadi? Mandy cerita ke elo kalau gue sama dia sempet make outdi villanya? Mak…sudnya dia cerita kayak begitu ke elo itu apa, ya?” selepas mendengar cerita panjang lebar Aubree mengenai Mandy, aku jadi tambah kesal dengan wanita si Telunjuk-ku itu. Lama-lama, aku sungguh-sungguh akan mencoretnya dari kategori lima jari wanitaku. Aku harap, wajahku saat ini pun tak memerah. Aku sebenarnya malu dengan Aubree. Pina Colada yang hendak kuseruput jadi kudiamkan beberapa saat. Aku sejenak mengalihkan wajah ke jendela yang berada di sampingku. Pemandangan gemerlap malam ibukota sampai tak mampu mengalihkan pemikiranku. Jujur saja bahwa aku tercengang. Aku tak habis pikir si Telunjuk Mandy dapat menceritakannya selepas itu kepada seseorang yang bahkan tak dia kenal sebelumnya, yaitu Aubree. Aubree menganggukan kepala. Dia baru saja memindahkan Taco ke piringnya. Jadi, dia berbicara padaku sambil memotong kecil-kecil makanan khas Mexico itu. “Guesih&nbs
"Woy, Can! Lo ngelamunin apa?” jentikkan jari Aubree di hadapanku langsung membuyarkan lamunanku perihal Mandy si Telunjuk. Rupanya sejak tadi, aku mengingat Mandy seraya melahap santap malam kali ini. Aku baru sadar jika makananku di piring sudah habis. Begitu pula dengan minumannya. “Lo tuh kayak raganya ada di sini, tapi pikirannya ke mana-mana. Mikirin apa?” lanjut Aubree.Aku mengangkat bahu, “Yaaaa, masih kesel aja sama ceritanya Mandy,”“Oooooh,” Aubree mengangguk-anggukan kepala, “Yaaa mungkin gue cuma bisa ngomong, ya. Gue nggak ada di posisi lo, tapi,” dia menaruh sedikit jeda dalam kalimat yang diungkapkannya, “kalau lo berkenan, gue maumoveobrolan kita ke lain hal. A, atau lo masih mau bahas Mandy?”Aku menghela napas, “Yaaa udah nggak usah bahas Mandy. Lo mau ngomong apa? Mungkin nanti gue bisa ajak ngomong si Mandy un
“I got a man, but I want you I got a man, but I want you And it's just nerves, it's just d*ckMakin' me think 'bout someone newYou know I got so much to sayI try to hide it in my faceAnd it don't work, you see throughThat I just want get with youAnd you're right,” Lagu yang dibawakan Doja Cat dan Weeknd berjudul You Right ini diputar oleh salah satu radio di malam hari ini. Aku yang tengah menyetirkan Aubree sambil mencari tempat asyik untuk wawancara seputar kisah percintaanku jadi mengingat suatu kisah. Kisah tersebut, tak lain dan tak bukan mengenai kisahku bersama kategori lima jari wanitaku. Hal ini dikarenakan, lirik lagu dari lagu yang kudengar saat ini begitu cocok untuk menemaniku menyetir di malam hari ini sungguh sesuai dengan apa yang terjadi di kala itu. Tepatnya, kisah percintaanku dengan si Jari Tengah. Namun, nama dari gadis itu bukanlah Si Jari Tengah Naomi. Aku jadi mempertanyakan kabar dari Tante Venya. Tante Venya… Ya, dia adalah salah satu dari Jari Te
Menceritakan sosok Tante Venya si mantan Jari Tengahku kepada Aubree sesungguhnya bukanlah ide yang baik. Namun, apalah yang harus kulakukan? Aku hanya bercerita berdasarkan urutan wanita yang dekat denganku. Setelah aku patah hati dari kekasih pertamaku di bangku SMA itu, memang hatiku tergerak untuk berdekatan dengan Tante Venya. Aku tak berdalih jika diriku yang waktu itu sedang galau, sehingga dapat terjerat dengan pesona wanita yang jauh lebih tua. Aku menerima bahwa semua lika-liku ini memang terjadi dalam kehidupanku. “Kalau kamu masih berhubungan dengan Venya, saya tidak segan-segan untuk mengadukannya kepada ibumu!” Om Soegandi adalah suami baru Tante Venya. Usia pernikahannya ketika menelepon ponselku baru genap empat bulan. Di usia pernikahannya yang masih seumur jagung, tampaknya masalah sudah datang silih berganti. Aku sendiri harus menerima jika dijadikan kambing hitam atas segala permasalahan yang ada. “Om, siapa sih om yang masih berhubungan sama Tante Venya?!” waktu
Tak ada suara apapun selama aku dan Aubree menyantap sekoteng. Sayup-sayup hanya terdengar alunan lagu The Weeknd dan Post Malone dari radio mobil. Sepertinya Aubree tak tahu bahwa sejak tadi, otakku berpikir bagaimana caranya membuka topik pembicaraan. Untuk orang yang senang berbincang seperti aku, diam adalah sebuah malapetaka.Bukannya aku membela diri, tetapi karena aku tak dapat bertahan dalam diam, aku cenderung menyudahi kondisi hening tersebut. Jika diam yang kurasa karena sedang berada di tempat sepi, aku bisa meramaikannya dengan mendengarkan musik ataubrowsingsegala hal di internet. Akan tetapi, jika diam yang tercipta lantaran merenggangnya hubunganku dengan seseorang, biasanya aku berusaha memperbaiki. Beda kasus jika aku mendapati bahwa konflik akan bertambah luas jika aku memperbaiki hubungan. Biasanya, aku akan mencari keramaian lain yang tak beresiko. Jadi, jika Mandy si Telunjuk dan Jasmine si Jempol masih berhati keras mendiamiku, siap
Kuanggurkan saja Bordeaux 1993 di atas meja bar pribadi apartemen Aubree. Dengan alasan lelah, sedangkan cerita yang hendak disampaikan masih kelewat panjang, aku menyarankan Aubree untuk menyudahi pertemuan dan melanjutkannya di lain kesempatan. Rupanya, Aubree tak ingin seperti itu. Dia ingin menceritakan mantannya malam ini juga. Katanya, mumpung amarahnya sudah terlanjur muncul di permukaan hati. Aku yang tadinya hanya berniat mengantarkannya pulang ke apartemen malah diajak untuk mampir sesaat. Tentu saja, untuk lelaki macam aku begini, mana mungkin menolak? Apalagi, malam ini, aku sudah resmi jadi pasangan Aubree, kan? Atau belum? Mengenai mantan Aubree, sebenarnya dia sudah membuka topik pembicaraan denganku di mobil tadi. Aubree bercerita bahwa mantannya itu sangat membanggakan Aubree di kalangan teman-temannya, tetapi ketika kami sedang kencan berdua saja, Aubree merasa mantannya itu cuek. Tanpa berpikir panjang, aku katakan saja padanya bahwa Aubree hanya alat pamer si m
Beberapa tahun kemudian:“Would you marry me?” tak terbayang olehku sebelumnya, sepanjang hidupku, bahwa suatu hari ini, aku akan mengajak seseorang untuk melangkah ke tahap baru dari fase kehidupan seorang manusia.Ketika aku melontarkan pertanyaan ini, aku juga tak tahu apakah suatu hari nanti, aku akan mengajukan pertanyaan ini lagi kepada seorang lain?Lika-liku kehidupan yang lebih kuanggap sebagai proses pencarian, bukan permainan. Mungkin caranya untuk sebagian besar orang dianggap permainan, tetapi tidak denganku.Hanya ada satu kata yang bisa kulontarkan kepada mereka yang menganggapnya sebagai suatu permainan.Aku sungguh tak bermaksud.Maka dari itu, aku lontarkan saja satu kata itu.Kata itu berarti adalah….Maaf….Tak mengapa pula jika tak dimaafkan...***The EndLima Jari Playboy….Selesai….
Kau kira aku adalah jalan pulang, sedangkan aku berpikir bahwa kau adalah persimpangan.Jangan sakit hati dulu dengan kata-kataku barusan!Bisa saja jalan pulang yang terbentang di hadapanmu itu panjang sekali. Sampai-sampai, waktu kita berbincang-bincang akan selalu ada dan bergulir. Kusarankan kau agar memanfaatkan semua kesempatan ini.Sebaliknya, bisa saja persimpangan yang tersaji di hadapanku mengandung jalan buntu di belokannya. Akhirnya, ujung-ujungnya, aku harus kembali lagi ke persimpangan.Asalkan kau sabar-sabar saja jika aku banyak menyapu pandang di persimpangan sana. Aku pasti akan terus memutar-mutarkan tubuhku, sehingga aku tahu apa saja yang ada di sekelilingku. Aku sendiri memberikanmu kebebasan akan itu, meskipun kau tak memanfaatkannya sama sekali.Tak bisa disalahkan juga.Kau terlalu mencintaiku.“Jasmine,” kusentuh pipi Jasmine yang sudah basah karena air mata, “bicara apa kamu barusan?”
Aku mengangkat badanku dari dalam kolam renang. Di hadapanku, masih ada Aubree, Jasmine, Mandy, Naomi, Tira, dan Gwen. Aku sempat menangkap beberapa ekspresi mereka kala aku mengangkat badanku dari dalam kolam renang. Sudah pasti badanku basah dan aku tak bisa merendahkan diri dengan mengatakan bahwa badanku kurang atletis.“Apa maksud kamu membawa mereka semua ke sini?” tanyaku kepada Aubree. Caraku bertanya masih tenang.“Aku tak membawa mereka ke sini, tetapi mereka yang mengikutiku,” tatap Aubree yang sepertinya tidak bohong.“Jadi, kalian semua mau apa ke sini? Mau mengeroyokku?” aku masih tak melontarkan kata-kata dengan kasar. Aku berpikir jika nada bicaraku meninggi sedikit, maka mereka bisa menjadikan satu sifat itu seperti bagian dari sumber kesalahanku.“Aku yang membawa mereka ke sini,” Mandy si Telunjuk mendekatiku seraya melipat kedua tangan di depan dadanya.“Un…tuk apa, ha
“Jadi, kurasa, obrolan kita hanya sampai sini saja,” aku beranjak dari kursi dan membuang pandangan pada Aubree. “Mengapa kamu tak berani mencobanya?”“Aku bukannya tak berani mencoba,” Aku memperhatikan anting bundar Aubree yang terombang-ambing selama Aubree menggerak-gerakan kepalanya kala berbicara denganku. Aku tak bisa memungkiri bahwa dirinya masih menempati posisi teratas bagi hatiku. Aku kelewat mencintainya.“Lantas?” aku betul-betul mengejar argumennya.“Aku belum yakin padamu, Cana,” ucapnya, “selama aku belum yakin denganmu, tetapi kau sudah begitu membutuhkan cinta, aku tak masalah jika kamu ingin mencobanya dengan wanita lain,”“Wanita lain itu siapa?” sepertinya, posisiku yang berdiri, sedangkan Aubree yang duduk cukup mencolok. Aku mendapati beberapa pasang mata dari meja lain, yang rata-rata juga dari sepasang kekasih jadi memperhatikan kami. Dikiranya mu
Waktu yang kunantikan akhirnya menghampiri juga. Di hadapanku, duduklah Aubree beserta dengannotesdan pulpennya. Dia mengatakan bahwa dirinya akan melanjutkan pembahasan mengenailaunchingnovel terbarunya. Tak hanya itu saja. Dia juga melanjutkan risetnya mengenai kisah-kisahku selama menjadiplayboyuntuk kepentingan novelnya tersebut. “Aubree! Jadi? Kamu hubungi aku lagi, karena kepentingan-kepentinganmu ini?” tempat yang dipilih Aubree untuk bicara empat mata denganku malam ini bukan di Cosmo King. Dia memilihkan sebuah café yang begitu tenang, sejuk, dan memperdengarkan lagu-lagu Jazz dispeaker-nya. Aubree mengaduk secangkir teh yang dipesannya dengan kayu manis. Dia belum menjawab pertanyaanku, tetapi senyum lebar terlanjur te
“Saya mau loakin novel-novel yang ditulis penulis Aphrodie. Bisa telepon tukang loak sekarang untuk ambil semuanya di apartemen saya?” Mandy si Telunjuk akhir-akhir ini jarang keluar apartemennya di bilangan Mega Kuningan. Dia sibuk merapikan rak bukunya dan membuang beberapa koleksi bacaannya yang menurutnya tak penting. Beberapa dari bacaan tak penting itu ternyata adalah novel-novel favorit Mandy yang ditulis oleh Aphrodie. Buku-buku itu siap diloakkan dan dia minta tolong asisten rumah tangganya untuk mengenyahkan buku-buku itu dari sini. Asal kau tahu, Aphrodie sesungguhnya adalah novelis kesukaan Mandy si Telunjuk. Menurutnya, Aphrodie tak hanya menuliskan cerita-cerita penuh romantisme dan puitis, tetapi juga nilai humaniora dan wawasan yang begitu luas. Mandy jarang menyukai novel fiksi bergenre romantis. Namun, jika yang menulis adalah Aphrodie, Mandy bisa menghabiskannya dalam waktu kurang lebih seminggu.
Mungkin kau melihatku tak lagi menemukan semarak yang biasanya kutemukan bersamamu di hari-hari yang telah lewat.Aku tak menampik bahwa kau benar.Namun, satu hal yang ingin aku sampaikan kepadamu adalah bahwa aku lebih baik tak lagi menemukan semarak itu dibandingkan harus memasukkanmu lagi di ruangku.Di hari terakhir perpisahan, kau mengatakan padaku bahwa kau akan menungguku sampai aku kembali membuka pintu kebersamaan denganmu lagi.Satu hal yang ingin aku sampaikan kepadamu adalah bahwa setidakenaknya aku di sini, aku tak akan pernah menghampirimu lagi.Jangankan menghampirimu, kau mengetuk pintuku saja mungkin akan tetap kubiarkan masuk, tetapi setelah itu kau punya pilihan untuk keluar lagi.Kau bukan pilihanku untuk mengemis pertolongan. Buat apa menerima kebaikanmu setinggi langit, tetapi setelah itu dihempaskan sampai inti bumi yang kelewat panas? Aku lebih baik berjinjit
“Siapa?! Emma?!” meski sedang berada di sebuahcoffee shopumum yang tentu saja tak akan ada seorang wanita bernama Emma, aku tetap merasa panik kala Gwen si Kelingking menyerukannya dalam nada bicara agak meninggi.Deg!Aku tak percaya jantungku berdetak kencang seketika. Hatiku sepertinya sedang tergantung di sosok bernama Emma yang kutemui semalam dalam pesta pernikahan kawanku. Bisa ditebak bahwa setelah aku ditunjukkan dirinya di pesta oleh temanku, tak ada sesuatu yang aku perbuat padanya. Aku hanya memandangnya dari jauh. Dia cukup cantik, menarik, dan tampaknya menyenangkan jika bisa lebih dekat dengannya. Namun, aku punya alasan hanya memandangnya dari jauh.Dalam kamus seorang laki-laki, ah tunggu! Mungkin bukan seorang laki-laki pada umumnya, melainkan segelintir orang dan salah satunya adalah aku, pada hakikatnya, cinta adalah sebuah sugesti yang dapat diciptakan sendiri oleh tiap insan.Lelaki yang dian
“Untuk Rinka dan Theo, hmm….., selamat menempuh hidup baru,” ucap salah seorang tamu di pertengahan sesi santap malam. “Kau dan aku tercipta oleh waktu. Hanya untuk saling mencintai,” lalu, wanita yang sepertinya adalah adik sepupu Theo itu mulai menyanyi di atas panggung musik. Adik sepupu Theo, si pengantin laki-laki, pada akhirnya mengucapkan selamat di atas panggung lantaran tadi mendapatkan bunga yang dilempar oleh kedua mempelai. Tadinya, aku yang dapat, tetapi karena reaksi orang di sekitarku tampak berlebihan, aku refleks melempar bunga lagi dan ditangkap oleh gadis ini. Sebenarnya, aku tak boleh melemparkannya lagi. Tentunya terkesan kurang menghargai acara. Namun, apa boleh buat? Aku sedang tak minat dengan yang namanya pernikahan. Jika tadi aku mendapatkan bunga itu, maka akan banyak orang yang mendoakanku ke arah sana. Untuk sekarang, aku aminkan saja dulu. Sambil menusukkanpopper cheesedan memasukkannya ke dalam mulut, pikirank