Manik coklat Tauriel berbinar-binar. Dia lega, karena Morie datang membantunya. Dan lebih dari itu, ternyata perempuan bersurai hitam yang jatuh ke laut itu masih bisa selamat.
“Syukurlah kau selamat,” gumam Tauriel.
Morie tersenyum sinis, sambil turun menuju Zayn yang tengah diserang oleh burung phoenix. Tauriel menatap tak percaya, ketika melihat aura-aura sihir hitam yang membungkus temannya itu.
Wajah Morie sangat dingin, dan dalam sekejap membekukan burung berlapiskan api itu dengan satu tangan kanannya. “Terlalu mudah.”
Bagai kerasukan, perempuan bersurai hitam itu tertawa pelan, terbang menuju Tauriel dan Lufhie. Tubuh mungil perempuan bersurai putih itu bergetar, tatkala merasakan energi sihir kejam yang dikeluarkan oleh Morie.
“Apa ini benar Morie?” bantin Tauriel.
“K-kau, pasti ada sesuatu yang merasukimu,” ujar Lufhie gugup ketika merasakan aura yang tak biasa dari elf bersurai hitam
Konsentrasi perempuan bersurai hitam itu terganggu, membuat es-es yang membeku di tubuh Felix pecah. Burung gagah itu bebas, lalu kembali menyerang perempuan bersurai hitam tadi.“Aredel ayo kita harus membantu mereka!”Perempuan bersurai putih itu menganggukkan kepalanya mantap, berusaha kembali menyerang elf kegelapan itu.“Aku harus bisa mengalahkannya, sebelum Aciel datang membantu!” seru Aredel dalam hati.Karena perempuan cantik tersebut takut. Ketika Aciel datang namun Morie masih berada di sini, dia takut kalau Morie akan mencelakai kekasihnya itu.Seluruh elf yang berada di sana datang menyerbu Morie. Dengan segala kekuatan yang mereka miliki, mereka berbondong-bondong membantu Rayzeul yang sedang berhadapan langsung dengan perempuan bersurai hitam itu.SplashSplashMorie sangatlah cepat. Bahkan para elf muda yang menyerangnya itu kesusahan untuk menyerangnya. Seakan sudah san
TapTapTapLangkah kaki besar benda berbadan besi itu cepat. Mereka berlari, membuat elf di sekitar mereka bergidik ngeri. “Ayo Rayzeul!”Aredel bergerak cepat, terbang menjauhi robot-tobot besar berzirah kuning tersebut. “Mau kemana?”“Cari Raja! Sepertinya aku mengerti apa yang dikatakan Tuan Owen,” ujar Aredel setengah berteriak.CtaarCtarrHalilintar-halilintar, tiba-tiba saja keluar dari lengan dan mulut besar robot raksasa tersebut. Aredel berdecih sebal, menatap penuh amarah pada ketiga robot besar tersebut. “Ternyata robot ini belum dikalahkan oleh elf elemen tanah.”“Kita harus mengalahkannya terlebih dulu,” saran Rayzeul.“Aku takut tidak akan cukup waktunya, lihatlah!” ujar Aredel dengan tangan yang menunjuk ke arah Morie.Perempuan bersurai hitam itu tengah tidur, dengan kubah h
ClingSplash splashPerempuan bersurai putih dengan tubuh mungilnya itu melesat cepat ke arah robot berzirah kuning. Dia mengacungkan tangannya ke depan, menarik napasnya dalam-dalam sebelum meluncurkan tornado air.“Argh!”Aredel berteriak kencang, seiring dengan derasnya air yang menyerupai tornado itu. Robot besar berbadan besi itu diam, tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah terkena hamparan air tersebut.“Dia tidak mengeluarkan petirnya,” batin Aciel.Aredel tersenyum senang, kemudian mundur mendekari Aciel yang berdiri di bawah pohon besar. “Kita harus mencari Raja segera!”“Tapi kita harus mengalahkan robot besar itu dulu,” sanggah Aciel.“Tidak bisa. Elemen dia petir, jika bercampur dengan airku akan sangat berbahaya.” Aredel menjelaskan, sambil terus mengamati robot besar yang nampaknya tengah kesusahan.“Kau benar, bisa-bisa k
“Kakak ….” Aurora menangis. Dia menatap pilu, tubuh kakaknya yang berada di dalam robot tersebut. Irimie menghampirinya, menepuk-nepuk pelan baju perempuan bersurai kuning tersebut. “Dasar tidak berguna! Kau harusnya menuruti perintahku!” Morie marah, dia memperbanyak serangan tornado airnya, hingga membuat kubah pelindung api ini kian menipis. Tiiit Tiiit Robot tersebut berkedip-kedip. Cahaya yang berada di tubuhnya mulai memudar. Tubuhnya mulai terhuyung ke belakang, bersamaan dengan pudarnya kubah api yang dia ciptakan. Brukh “Kakak!” Auro menghampiri robot besar tersebut. Dengan tingkah bar-barnya yang tidak mencerminkan Tuan Putri, Aurora pun menggedor-gedor bahkan menginjak-nginjak kaca hitam yang memenjarakan tubuh Kakaknya itu. “Dasar Kakak tidak berguna, bangunlah atau ku bunuh Kau!” “Dia benar-benar tidak terlihat seperti Tuan Putri,” cibir Rayzeul sambil menggeleng tak percaya. “Haha
Sepuluh menit telah berlalu. Pertarungan semakin sengit, ketika Morie kembali mengeluarkan awan-awan hitam yang dipenuhi oleh petir. Aredel, Rayzeul, dan Ratu sigap langsung membuat kubah pelindung untuk para manusia.Setelah awan-awan badai itu berlalu, tanpa basa-basi lagi Tauriel langsung menyerangnya. Dia terus mengeluarkan cambuk-cambuk tajam anginnya. Hingga tak sengaja mengenai badan perempuan bersurai hitam tersebut.“Kena?!” kaget Rayzeul.“Morie, hanya bisa mengeluarkan satu kali badai petir itu selama lima menit. Setelah itu juga gerakannya melambat. Aku harus menyerangnya sehabis dia menggunakan badai petir atau saat dia melalukan sihir badai petir itu. Karena sihir itu terlihat menggunakan konsentrasi yang sangat tinggi.”“Ayo Aredel kita harus bisa!”Rayzeul kembali melesat cepat, di susul dengan Aredel di belakangnya. Perempuan bersurai putih itu tidak ikut menyerang, melainkan memperhatikan
Mereka berdua tentu saja terkejut. Manik kedua mata mereka bergetar, ketika melihat seorang perempuan bersurai putih tengah terdampar di pinggir pantai. “Tolong,” lirih perempuan cantik bermata hijau itu. Tubuh Raja Morie membeku. Melihat betapa cantiknya perempuan di depannya itu membuatnya terpana. Mata hijaunya yang menawan, surai putih lembutnya yang basah karena laut, serta wajah putih cantik membuat desiran darah di dalam badannya bereaksi sangat cepat. “Nona tidak apa?” tanyanya dengan suara yang sedikit bergetar. Dia gugup. Bahkan kedua pipinya sudah berubah warna menjadi merah muda. Dia benar-benar merasakan seperti apa jatuh cinta pada pandangan yang pertama. “Sepertinya kau bukan orang sini. Dari mana?” tanya Riemora khawatir. “Namaku Aredel. Aku berasal dari Kota Bayaist,” ujarnya dengan wajah sedih. Orang yang mengaku Aredel itu tersenyum kecil. Dia menatap manik biru laut Adelard dalam. Berusaha untu
Perempuan bersurai putih itu melesat cepat. Dia sudah bertekad untuk membebaskan Morie dari kurungan yang dibuat Ratu Tauriel.“Aku harus menyelamatkan Aciel! Harusnya aku yang terkena tombak es itu bukannya kau!” teriak Aredel dalam hati.Tubuh mungilnya meliuk-liuk handal. Dengan tekad sekeras baja, dan rasa penyesalan sebesar matahari … Aredel berjanji akan menyelamatkan Aciel.“Aku tidak bisa membiarkan Aciel mati karena kelalaianku,” batin perempuan bersurai putih itu.PyuhHembusan angin tornado tak membuat langkah perempuan cantik itu gentar. Dia mengeluarkan sihir yang baru dia pelajari dari Ratu Tauriel. Yaitu membuat tubuh menjadi tembus apapun. Sehingga tidak ada serangan yang bisa mengenai tubuhnya.Perempuan itu menghembuskan napasnya perlahan. Aliran energi sihirnya yang terasa sejuk mulai menyebar dari atas kepala hingga ke ujung kaki.PyuhDia berhasil.Tor
“Apa itu benar?” tanya Aredel dengan manik hijau yang bergetar. Perempuan bersurai hitam nan anggun dan berwajah tegas itu menghampiri Aciel. Dia berjongkok dan meletakkan tangannya di kening pria bersurai merah itu. Sudut bibirnya naik lalu melirik ke arah Aredel dan Tauriel. “Kalian harus cepat. Waktunya tidak lama lagi,” ujar Nyram dengan wajah datar. Bola mata Aredel membesar. Dia memegang erat kedua tangan Tauriel, sambil berjongkok di depannya. “Aku tidak apa-apa. Tolong berikan saja nyawaku pada Aciel. Aku tidak bisa membiarkannya mati begitu saja.” Tauriel menatap penuh ragu elf yang sudah dia anggap seperti anaknya itu. Dia menggeleng pelan sambil menatap dalam manik hijau Aredel. “Setelah aku pikir-pikir ulang … sepertinya tidak. Apakah kau memikirkan bagaimana nasib ibumu nanti saat mendengarmu koma?” lirih Tauriel. Manik hijau Aredel membulat. “Koma? Jadi kau tidak mati?” tanya Aredel lagi. “Tidak. Tapi kau sulit un
Sejak Aredel kembali, keadaan Aciel dan Rayzeul berubah. Mereka nampak lebih semangat, dan sering tertawa bersama. Kekhawatiran mereka akan keadaan perempuan bersurai putih itu menghilang. Karena dia telah kembali, dan bahkan sudah melakukan banyak hal berempat. Seperti berjalan-jalan, mencari sesuatu yang aneh di hutan, atau mencoba penemuan baru Rayzeul. Pip Pip Pip “Dalam hitungan ketiga … dia akan meledak. Satu dua ….” Dor Semua orang bertepuk tangan. Termasuk Aciel dan Aredel. Mereka layaknya kedua orang tua yang bangga saat melihat Rayzeul dan Irimie sedang mendemontrasikan alat buatan mereka. “Mereka keren!” seru perempuan bersurai putih itu dari kejauhan. “Mereka pasti berhasil! Kalau begitu ayo!” Grep Pria bersurai merah itu menarik tangan Aredel. Dia tertawa, seraya membawa perempuan cantik bersurai pendek itu ke suatu
Satu bulan kemudian.Hari-hari yang dijalani Aciel sangat berat.Bukan hanya tentang Aredel yang belum kembali, tapi juga tentang pekerjaannya yang bertambah. Akibat adanya perang kemarin, banyak sekali pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.Misalnya mengembangkan senjata baru, mini jet untuk perang, dan menjinakan robot-robot perang kemarin agar bisa digunakan kembali.Tentu saja dia tidak sendiri melakukan hal itu. Bersama dengan timnya yang lain, dan Irimie serta Rayzeul yang membuat amunisi-amunisi seperti bom.Dar “Dasar ahli kimia menyebalkan! Sudah aku bilang jangan coba-coba dulu dengan senjata itu!”Aciel berteriak marah. Lantaran pistol gel merahnya meledak begitu saja ketika Irimie dan Rayzeul menambahkan sesuatu.“Kita kan sedang ingin mencoba! Siapa tahu berhasil bukan?” tanya Irimie kesal.“Lihat … apakah itu berhasil? Kau membuatnya menjadi potongan be
“Aredel! Hei bangun! Kau tidak bisa meninggalkanku!”Suara teriakan pria bersurai merah itu menggema di medan pertempuran.Dia putus asa. Terus menerus meneriaki nama Aredel. Meskipun si empunya hanya bisa diam bergeming. Tanpa menyahut sekalipun.“Kau bilang akan hidup selamanya … tapi kenapa hanya dengan tertusuk pisau saja kau sekarat begini huh?!”Aciel tidak terima. Dia terus menggenggam tangan Aredel yang kini tengah diobati oleh Rayzeul.“Aciel … kau harus menerimanya. Itu bukanlah pisau biasa, pisau it---“ ucapan Ratu Tauriel terputus.“Aku tidak peduli! Seharusnya dia bisa hidup selamanya! Aku mau di---“BughRayzeul meninju pipi Aciel kencang. Pria bersurai merah itu diam, tak bisa berkata-kata. “Dasar sialan! Bisakah kau diam?! Bukan hanya kau yang bersedih di sini! Apakah kau tidak membayangkan bagaimana sedihnya Ibu Aredel?!”
“Aredel … kenapa aku merasa telingaku gatal ya?” tanya Aciel tiba-tiba.“Di sebelah mana?”“Kiri … apakah mungkin?”Aredel tertawa. Dia menidurkan tubuhnya di atas rumput hijau sambil menatap jutaan bintang di langit. “Ada yang membicarakan hal buruk tentangmu.”“Siapa yang berani membicarakanku?!” Aciel kesal. Dia melipat tangannya di dada sambil menatap datar Aredel.“Mungkin Irimie dan Rayzeul sedang membicarakanmu sekarang.” Perempuan bersurai putih itu menarik tangan Aciel lembut. Agar dia berbaring di sebelahnya.“Bagaimana bisa? Ugh aku tidak suka melihat adikku berdekatan dengan Rayzeul!” ujar Aciel kesal sambil merebahkan dirinya di samping Aredel.“Kenapa? Kau cemburu?”“Tidak. Aku hanya takut kalau Irimie akan menyukainya. Bagaimana kalau nanti Rayzeul mengkhianati adikku?” Wajah Aciel nampak kesa
Serpihan bintang langit malam menghiasi latar belakang kedua insan yang tengah bercengkrama, membuat makan malam di pinggir air terjun ini menjadi romantis.Perempuan bersurai putih itu kesusahan. Ini pertama kali untuknya memasakkan sebuah hidangan.Bahkan jika diingat terakhir kali, dia lupa kapan pernah masak.“Aku tidak bisa masak Aciel,” ujar Aredel pasrah sambil terus membersihkan sisik ikan.“Aku tahu. Kalau begitu kau harus belajar masak dengan Irimie.” Aredel menghela napasnya kasar. Mendengar pria bersurai merah itu menjawab sesuatu yang tidak mungkin, terdengar sangat menyebalkan di telinganya.“Dia tidak ada di sini. Bisakah kita langsung meminta saja makanan jadi? Daripada aku harus susah-susah membuatkanmu makanan,” keluh Aredel kesal dengan bibirnya yang mengerucut gemas.“Lihat betapa menggemaskannya dia,” batin pria bersurai merah itu senang.Aciel tertawa lalu menghampi
ZrasshHujan turun di seluruh Kerajaan Cartenzeul. Seperti tanda berkah dan kesedihan karena perang balas dendam ini telah berakhir. Mereka semua yang berada di medan perang satu persatu kembali, ke rumah mereka masing-masing.“Kau akan pulang ke kerajaan elf?” tanya Irimie sok akrab dengan Rayzeul.Pria bersurai putih itu mengangkat bahunya cuek. “Entahlah. Aku juga tidak tahu harus ke mana sekarang. Aku ingin kembali ke rumahku di Hutan Lhokove tapi rasanya malas.”“Bagaimana kalau kau tinggal di sini? Aku dengar kau mempunyai kemampuan kimia yang hebat? Kau bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dengan kemampuan itu di kerajaan kami.”Seseorang dari belakang berbicara.Perempuan anggun bersurai kuning keemasan tersenyum ramah. Menatap pria bersurai putih itu lembut.“Tuan Putri ingin merekrutku?” tanya Rayzeul tanpa basa-basi.Putri yang kerap disapa Aurora itu mengangg
Sesaat setelah Aredel mengucapkan kata-kata itu. Mulut Tauriel terbuka.Dia ikut bernyanyi, bersama para peri dengan bahasa kuno yang tidak Aredel mengerti.Cahaya terang mulai kembali keluar dari lingkaran sihir di bawah mereka.SplashDan sesaat setelah cahaya itu redup, Aredel pingsan. Dia terbaring lemas di sebelah kekasihnya, Aciel.Kedua tangan Ratu nampak sibuk. Tangannya bergerak, menyentuh dada Aredel dan Aciel.Cahaya berwarna biru muda keluar dari dada Aredel.Suara nyayian Tauriel dan para peri terdengar semakin ramai. Cahaya tersebut terbang, melayang halus di udara.Para peri yang menari itu nampak bahagia sambil menyentuh cahaya berbentuk bulat itu. Mereka membawa cahaya itu hingga mendarat tepat di dada Aciel.“Bagus … empat kali lagi,” batin Tauriel.Mereka melakukan hal tersebut berulang kali, hingga akhirnya sampai di ketiga kalinya.Para peri berhenti menyanyi
“Apa itu benar?” tanya Aredel dengan manik hijau yang bergetar. Perempuan bersurai hitam nan anggun dan berwajah tegas itu menghampiri Aciel. Dia berjongkok dan meletakkan tangannya di kening pria bersurai merah itu. Sudut bibirnya naik lalu melirik ke arah Aredel dan Tauriel. “Kalian harus cepat. Waktunya tidak lama lagi,” ujar Nyram dengan wajah datar. Bola mata Aredel membesar. Dia memegang erat kedua tangan Tauriel, sambil berjongkok di depannya. “Aku tidak apa-apa. Tolong berikan saja nyawaku pada Aciel. Aku tidak bisa membiarkannya mati begitu saja.” Tauriel menatap penuh ragu elf yang sudah dia anggap seperti anaknya itu. Dia menggeleng pelan sambil menatap dalam manik hijau Aredel. “Setelah aku pikir-pikir ulang … sepertinya tidak. Apakah kau memikirkan bagaimana nasib ibumu nanti saat mendengarmu koma?” lirih Tauriel. Manik hijau Aredel membulat. “Koma? Jadi kau tidak mati?” tanya Aredel lagi. “Tidak. Tapi kau sulit un
Perempuan bersurai putih itu melesat cepat. Dia sudah bertekad untuk membebaskan Morie dari kurungan yang dibuat Ratu Tauriel.“Aku harus menyelamatkan Aciel! Harusnya aku yang terkena tombak es itu bukannya kau!” teriak Aredel dalam hati.Tubuh mungilnya meliuk-liuk handal. Dengan tekad sekeras baja, dan rasa penyesalan sebesar matahari … Aredel berjanji akan menyelamatkan Aciel.“Aku tidak bisa membiarkan Aciel mati karena kelalaianku,” batin perempuan bersurai putih itu.PyuhHembusan angin tornado tak membuat langkah perempuan cantik itu gentar. Dia mengeluarkan sihir yang baru dia pelajari dari Ratu Tauriel. Yaitu membuat tubuh menjadi tembus apapun. Sehingga tidak ada serangan yang bisa mengenai tubuhnya.Perempuan itu menghembuskan napasnya perlahan. Aliran energi sihirnya yang terasa sejuk mulai menyebar dari atas kepala hingga ke ujung kaki.PyuhDia berhasil.Tor