Bab 3 Kenapa kau tega Mas
Aku tau, Dita masih kecewa. Memang semenjak aku mengandung sikap mas Gani pada dita pun sudah kembali seperti semula. namun walaupun begitu, tetap saja ada perbedaan sikap mas Gani pada Dita ketika ada mba Rahma dan saat mba Rahma telah tiada.
Ingin aku menegur mas Gani dan meminta mas Gani untuk lebih memerhatikan Dita. Namun sayang, aku tak punya keberanian untuk mengatakannya. "Dita, bagaimana jika setelah memeriksa dede bayi kita pergi ke taman untuk membeli ice cream," ucapku pada Dita yang masih menunduk. Mendengar ucapanku, seketika Dita mengangkat kepalanya. "Bolehkan aku memakan ice cream Bunda?" tanyanya. Gadis kecil yang bulan depan akan genap berusia 6 tahun itu tampak bersemengat ketika mendengar kata ice cream.Selama ini, mendiang mba Rahma dan mas Gani sangat memantau semua makanan yang masuk kedalam tubuh Dita. Mas Gani dan mba Rahma melarang Dita makan sembarangan dan termasuk melarang makan ice cream, permen, coklat dan lain-lain. Itu sebabnya Dita amat bersemangat kala aku mengajaknya makan ice cream."Tapi, hanya satu kali ini saja oke kau makan ice cream," ucapku. Dita pun tersenyum dan mengangguk.Saat siang hari, aku dam Dita sudah bersiap untuk pergi kerumah sakit. Karena kali ini aku mengajak Dita, aku pun memesan taxi online.30 menit kemudian, kami pun tiba di rumah sakit harapan Bunda. Aku pun segera berjalan kearah pendaftaran, sedangkan Dita duduk di kursi tunggu di belakangku."Maaf, Sus. Apa dokter Sarah sudah datang?" tanyaku pada suster yang sedang duduk dimeja pendaftaran. "Dokter Sarah sudah tidak praktek di sini, Bu. Beliau digantikan oleh dokter Gani," jawab si suster tersebut. Deg.Jantungku berpacu lebih cepat saat suster menyebutkan dokter Gani. Aku menggeleng samar, tak mungkin dokter Gani yang suster sebutkan adalah mas Gani suamiku.Tapi, karena aku terlanjur penasaran aku pun memutuskan pada suster tentang dokter Gani."Maaf, Sus. Apa Suster tau dokter Sarah pindajl ke rumah sakit mana?" tanyaku berbasa-basi. Tentu saja aku tak bisa menanyakan dokter Gani secara terang-terangan."Dokter Sarah sudah pindah keluar negeri bersama suaminya, Bu. Tapi ibu tenang saja, dokter Gani pun sama bagusnya dengan dokter Sarah," jawab suster tersebut sambil tersenyum."Oh jadi, dokter Gani baru, ya, Sus praktek di rumah sakit ini ?" tanyaku senatural mungkin."Ia, Bu. Selain praktik di rumah sakit ini, dokter Gani pun praktik di rumah sakit Mitra Keluarga."Deg.Mendengar suster menyebutkan nama rumah sakit Mitra keluarga, aku terpaku.Jadi benar, dokter Gani adalah mas Gani suamiku. Tidak, aku tidak boleh memeriksanya di sini aku harus mencari rumah sakit lain.Saat aku berbalik untuk mengajak Dita pergi dan mencari rumah sakit lain, Dita yang sedang duduk langsung bangkit dari duduknya. Ketika aku ingin menghampiri Dita, Dita malah berteriak."Ayah!" teriak Dita saat melihat mas Gani yang sepertinya baru saja melakukan tindakan operasi. Saat sudah didepan mas Gani, Dita langsung memeluk lutut mas Gani, terlihat jelas bahwa Dita merindukan ayahnya.Kening mas Gani mengkerut saat melihat putrinya ada di rumah sakit. Mas Gani pun mengedarkan pandangannya kesana kemari.Saat mas Gani melihatku, dia langsung menatap tajam padaku. Aku yang ditatap seperti itu langsung menghampiri Dita dan mas Gani."Sayang, ayah sedang praktek. Kita tunggu disana, ya." Aku menunjuk kursi tunggu dan berusaha membujuk Dita agar Dita mau melepaskan pelukannya dari kaki mas GaniDita mendongak melihat kearah mas Gani. Tak ada senyum atau ucapan saat Dita menatapnya. Dita yang melihat ekspresi ayahnya yang datar langsung melepaskan pelukannya dari kaki mas Gani. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Dita berjalan dan duduk di kursi yang aku tunjuk tadi. Aku pikir, mas Gani akan peka saat melihat reaksi putrinya yang pasti kecewa padanya. Namun aku salah, mas Gani malah masuk ke ruangannya tanpa membujuk atau menghampiri Dita. Beberapa orang yang sepertinya sedang menunggu antrian, terlihat memperhatikan interaksi antar aku, Dita dan mas Gani.Seketika aku merasa malu, kami bagai orang yang tak dianggap oleh mas Gani. Mas, kamu telah mematahkan semangat dan kepercayaan diri putrimu sendiri. Kenapa kau tega, Mas?Aku pun berjalan menghampiri Dita dan duduk di sebelahnya."Dita!" panggilku lirih.Dita menangkat kepalanya dan menatapku."Ayo kita pergi, Sayang," ucapku pada Dita. Holla, Mak. Jangan lupa subs, ya. šššBab 4 Ketakutan DitabAuthor POV."Tapi, bunda, kan, belum di periksa oleh ayah?" Tanyanya polos saat Mahira mengajaknya pergi.Mahira tersenyum sambil mengelus rambut anak tirinya. "Di sini terlalu banyak pasien yang mengantri untuk diperiksa ayah, jika kita menunggu, mungkin akan selesai sore dan dan kita tak akan sempat untuk makan ice cream di taman, jadi bagaimana jika kita memeriksa dede bayi di klinik dekat taman," jawab Mahira. Dia teringat ada klinik di dekat taman. Karena tak mungkin pergi kerumah sakit lain, Mahira pun memutuskan untuk memeriksa kandungannya ke klinik dekat taman saja.Mendengar kata ice cream, Dita kembali bersemangat. "Ayo, Bun. Kita kesana." Dengan antusias Dita bangkit dari duduknya disusul Mahira yang juga ikut bangkit dari duduknya. Mereka pun bergandengan tangan dan keluar dari rumah sakit. Ā°Ā°Ā°Dan kini, Mahira dan Dita sudah duduk di kursi taman, mereka sedang menunggu ice cream pesanan Dita tiba. Sebelum ke taman, Mahira terlebih dulu singgah di
Saat mobil Gani sudah pergi, beruntung taxi yang online yang dipesan Mahira datang. Mahira pun dengan cepat naik ke mobil, dia menyuruh supir menjalankan mobilnya dengan cepat. Di dalam mobil, Mahira merasa sangat gelisah. Dia meremas tangannya, tubuhnya mengeluarkan keringat dingin, Mahira sungguh takut Gani akan melukai Dita. Tanpa Mahira sadari, obat dan Vitamin yang dia bawa terjatuh dari tasnya. Setelah sampai dan membayar taxi online, Mahira dengan cepat turun dari mobilnya. Dia berjalan setengah berlari, dia mengabaikan kondisinya yang sedang mengandung. Saat dia sudah masuk, dia melihat Dita sedang duduk di sofa sambil menangis sesegukan, sedangkan mas Gani berdiri di depan Dita dengan berkacak pinggang. "Mas!" Teriak Mahira saat Gani sepertinya akan membuka mulut untuk memarahi Duta. Mendengar suara Mahira, Dita buru-buru bangkit dari duduknya dan langsung berlari menghampiri Mahira. Dengan celat, Dita bersembunyi di belakang tubuh Mahira karena masih takut oleh Gani."
Mahira POV.Walaupun sudah beberapa jam berlalu, tapi ucapan mas Gani masih terus terngiang-ngiang. Bolehkah aku bertanya padamu mas, kenapa kau begitu membenciku? Bukan aku yang menghendaki pernikahan ini, lalu kenapa kau selalu mengagap aku akan menggantikan posisi mba Rahma?Tidak, mas! Aku sama sekali tak pernah mempunyai niat menggantikan mba Rahma.Bahkan hanya sekedar bermimpi saja aku tak berani. Aku pikir, seiring berjalannya waktu kamu akan sedikit membuka hatimu untukku. Namun aku salah, sangat sulit menggapai hatimu. Kau berkata Dita adalah anakmu satu-satunya, seolah menegaskan bahwa anak dalam kandunganku adalah sebuah kesalahan. Kau tidak hanya menyakitiku mas, kau juga menyakiti calon anakku. Kau tau, mas? Aku tulus menyayangi Dita, aku tak pernah menyuruh Dita untuk melupakan mendiang mba Rahma. Bahkan aku tak pernah menyuruh Dita memanggilku bunda.Kau tau Mas, aku selalu merasa bersalah pada Dita karena selalu berpikir kau menjauhi putrimu karena Dita memanggilku
Bab 7 Tegar "Bi, aku mau menemui Dita dulu, nanti aku menyusul, Bi," ucap Mahira saat mereka sudah berjalan.Bi karti yang berjalan di depan Mahira menghentikan langkahnya dan berbalik."Ya sudah, bibi juga akan menyiapkan makan malam," jawab bi Karti.Mahira pun mengangguk dan masuk kekamar Dita. "Dita!" Panggil Mahira saat masuk ke kamar. Dita yang sedang berbaring sambil menonton film kesukaanya menoleh pada Mahira. "Ya, Bunda," jawab Dita. Ia bangkit dari berbaringnya dan duduk dengan kaki menjuntai kebawah. Mahira pun duduk di sebelah Dita, dia memandang lekat putri tirinya. Matanya berkaca-kaca saat mengingat hanya tinggal beberapa bulan lagi dia bersama Dita."Dita kau menyayangi bunda 'kan?" Tanya Mahira. Dita pun mengangguk."Boleh bunda minta sesuatu padamu, Nak?""Bunda minta apa?" Tanya Dita. "Mulai besok, Dita mau, kan, memanggil Bunda, tanteu lagi seperti Dita memanggil Bunda saat masih ada bunda Rahma?" Mahira menahan tangis saat mengucapkan keinginannya pada Dit
Saat dalam perjalanan pulang, Gani teringat makanan kesukaan Dita. Sebagai permintaan maaf pada putrinya. Gani akan membelikan makanan untuk Dita. Gani pun memutuskan untuk berhenti di super market sebelum pulang ke rumah. Dia mengambil keranjang dan melihat-lihat makanan yang akan diambilnya. Saat akan berbelok, Gani menghentikan langkahnya kala melihat Mahira sedang meletakan susunya kembali. Gani mengernyitkan keningnya saat melihat Mahira malah mengambil susu yang murah.Gani masih terdiam di tempatnya. Matanya tak lepas memandang sosok Mahira. Saat Mahira mengelus perutnya. Ada rasa tak biasa dalam hati Gani. Namun, dengan cepat Gani menggeleng samar dan menyangkal prasaan yang berkecamuk dalam dadanya. Saat Mahira mengantri di kasir, Gani terus memerhatikannya. Kening Gani semakin mengkrut bingung saat melihat Mahira mengeluarkan uang receh dari sakunya dan menghitungnya. Tiba-tiba dia teringat selama ini tak pernah ada laporan tentang pengambilan uang dari atm yang di pegan
Tanpa sadar, Gani berbalik dan mencekal tangan Mahira kemudian menariknya hingga Mahira berbalik dan kepala Mahira menabrak dada Gani."Apa kau tuli, Hah!" Teriak Gani lagi. Rupanya Gani masih kesal karena Mahira menolak handuk yang diberikan.Mahira yang dari tadi akan kehilangan kesadarannya, merasakan kepalanya berdenyut. Saat Gani menarik tangannya dan membentaknya, lamat-lamat, Mahira merasa pangdangannya menggelap dan detik selanjutnya Mahira tak sadarkan diri."Mahira ... Mahira!" Teriak Gani saat Mahira menutup mata. Seketika, rasa marah dan rasa kesal Gani sirna karena melihat wajah Mahira yang pucat. "Tuan, ada apa?" Tanya bi Karti yang menghampiri Gani. "Ya Allah, Mahira!" Teriak bi Karti yang ikut panik saat melihat Mahira tak sadarkan diri."Bi, tolong ambilkan kotak medis di mobil saya!" Teriak Gani sambil memangku Mahira ala brydal style.Bi karti pun mengangguk lalu berjalan keluar dengan cepat. Sedangkan Gani, saat dia sudah memangku Mahira, Dia membawa Mahira ke k
Bab 10 mari kita bercerai Mas Mahira membuka matanya, betapa terkejutnya dia, saat dirinya yang terbaring dikamar Gani.Ekor mata Mahira melihat kearah bawah dan yang lebih terkejutnya lagi Mahira terbangun menggunakan kemeja milik Gani. Lagi-lagi Mahira terkejut saat Gani memegang perutnya. Gani pun melihat kearah Mahira. Ia tersentak kaget saat Mahira membuka matanya dan melihatnya. Saat mata mereka saling mengunci, Gani dengan cepat menjauhkan tangannya dari perut Mahira. Walaupun Mahira sudah memutuskan untuk menyerah. Namun, ada setitik rasa kebahagiaan muncul di hati Mahira saat Gani yang masih bersetatus suaminya memegang perutnya untuk yang pertama kali. "Jangan salah paham, tadi kamu tak sadarkan diri. Jadi saya menolong kamu atas dasar kemanusiaan," ucap Gani datar dan dingin. Ia berbicara tanpa melihat kearah Mahira. Seketika rasa bahagia yang sempat memghampiri Mahira sirna. Padahal baru beberapa detik lalu dia merasakan sedikit kebahagiaan. Namun, perkataan Gani me
Bab 11 Mahira tegas Ganti terdiam Saat mendengar ucapan Mahira. Gani bagaikan tersambar petir di siang bolong.Tubunya menegang, lidahnya terasa kelu. Ada getaran aneh di hatinya saat Mahira mengucap kata cerai.Setelah lama terpaku, Gani kembali mendapatkan kesadarannya, dia pun berusaha mengendalikan diri. "Mahira, apa kamu berkata begitu untuk mendapat simpati dari saya?" Tanya Gani dengan menatap tajam Mahira dan sorot mata Gani di penuhi ke angkuhan Sungguh, Mahira merasa jengkel pada Gani. dia sudah berbicara panjang lebar. Namun, jawaban Gani membuatnya mengelus dada. Mahira menguatkan dirinya saat Gani menatap tajam padanya. Mahira pikir, ini saatnya membalas semua ucapan Gani dan membuat Gani berhenti menyudutkannya.Mahira menatap Gani dengan tatapan lembut, dia kembali tersenyum sebelum membalas ucapan Gani."Pak, apakah saya yang menghendaki pernikahan ini terjadi?" Tanya Mahira. Tatapan lembut yang tadi dilihatkan pada Gani berubah menjadi tatapan tajam, sorot mata M
Bab 47Gani melongo mendengar ucapan istrinya. Ia menghela napas, menghadapi istrinya harus memiliki kesabaran super extra."Yank, Mas udah mandi, masa bau?""Bukan Masnya. Tapi susu hamilnya!"Gani menghela napas lega, "Kamu ga mau minum susunya?" tanya Gani. Mahira menggeleng."Sini cepet!" titahnya."Bentar Mas simpen dulu ini ke dapur."Setelah menyimpan susu ke dapur, Gani pun kembali ke kamar. Ia melangkahkan kakinya menuju ranjang, lalu membaringkan tubuhnya dan menjadikan paha Mahira sebagai bantalan, dia mengarahkan wajahnya pada perut istrinya dan menciumnya terus menerus."Mas!" panggil Mahira, ia meletakan ponselnya, tangannya mengelus rambut Gani.Gani mengubah posisinya menjadi melihat kearah Mahira, ia mengambil tangan Mahira yang sedang mengelus rambutnya, lalu mengecupnya. "Kenapa?" tanya Gani"Mas aku pengen ngadain resepsi pernikahan kita," lirih Mahira dengan suara pelan. Melihat ponsel dan melihat tentang artikel pernikahan. Tiba-tiba ia ingin mengadakan resepsi.
Bab 46 Kamu bau "Maksudnya gimana sih, yank?" tanya Gani saat Mahira menyuruhnya memakan bakso, bukankah tadi istrinya yang menginginkannya."Ya, Mas yang abisin. Aku mau ngeliat mas makan bakso," jawabnya sambil menyeruput kembali jus di tangannya. Ia memang ingin bakso. Tapi tiba-tiba ia malah ingin melihat suaminya yang memakan bakso"Yank, kan tadi kamu yang mau. Kenapa sekarang jadi Mas yang harus makan?" tanya Gani, ia berbicara selembut mungkin pada istrinya."Mas, waktu aku hamil Albi, aku ngadepin ngidam aku sendiri. Dulu, waktu awal-awal aku hamil kamu ga pernah perduliin aku, Dulu, waktu aku peng ...." perkataan Mahira terputus saat melihat suaminya mengambil mangkok yang berisi bakso dan langsung menyantap baksonya, ia melihat kearah Mahira dan tersenyum, tapi hatinya ketar-ketir.Bagaimana tidak, selama sebulan ini ia menjadi seorang vegetarian agar hidupnya bertambah sehat, tapi sekarang ....Ah, syudahlah, kebahagian istrinya lebih penting dari apapun sekarang.Mahira
"Sayang, bangun yu ... Ini udah hampir siang. Mas bentar lagi praktek," ucap Gani. Setelah Drama semalam Mahira tak mau melepaskan pelukannya. Pagi ini pun, setelah sholat subuh Mahira ingin kembali tidur dan memeluk suaminya. Mungkin rasa itu terasa lebih manis kala satu bulan ini dia salah sangka pada suaminyaBukannya menjawab, Mahira malah memeluk suaminya semakin erat. "Nanti dulu, masih mau meluk!" Jawabnya sambil memejamkan mata. Ia benar-benar merasa nyaman memeluk suaminya.Gani tersenyum, ia mengelus punggung sang istri. "Kangen ya? karena sebulan kemaren ga meluk Mas?" tanya Gani sambil terkekeh pelan. Pasalnya selama sebulan kemarin, saat dirinya salah sangka pada suaminya, Mahira tak pernah membalas pelukan Gani.Bukannya membalas ucapan suaminya, Mahira membuka matanya, ia mengangkat kepalanya dan langsung mencium pipi Gani, lalu mengecup bibir Gani.Setelah itu, ia menyimpan kepalanya di dada Gani, ia mengusap dada Gani dengan telunjuknya.Mendapat perlakuan begitu dar
Bab 44 Kejutan manis untuk Gani"Ayah, Bunda mana?" tanya Albi saat membuka pintu kamar mandi.Saat ini, Gani berada di belakang pintu kamar mandi dan Mahira bersembunyi dibelakang tubuhnya. Ia sengaja melongokan kepalanya keluar agar Albi tak masuk ke kamar mandi, jadi hanya kepala Gani saja yang terlihat."Albi mau apa nyariin bunda?" tanya Gani."Bunda nyimpen robot Albi, Albi mau nanya di mana bunda nyimpennya," jawab bocah kecil itu."Di kontainer ijo," bisik Mahira di telinga Gani.Gani pun mengangguk."Di kontainer warna ijo." Gani memberitau pada Albi.Karena sudah di beri tau, bocah kecil itu pun pergi tanpa menjawab lagi ucapan sang ayah.Setelah Albi pergi, Gani menutup kembali pintu kamar mandi.Gani pun mengajak Mahira untuk berendam di bathub, lalu mengulangi kegiatan panas mereka.Saat ini, mereka masih berendam di bathube dengan posisis yang berhadap-hadapan. Gani terus menatap wajah Mahira yang sedang tertunduk.Saat dulu pun Mahira sudah cantik, sekarang kencatikann
Bab 43 memadu kasih.Setelah mengucapkan hal yang sebenarnya pada Haikal tentang siapa dirinya, Gani pun keluar dari ruangan di rektur utama.Sedangkan Akbar yang tadi menunggu di luar hampir saja terguling saat Gani membuka pintu.Gani menggeleng meliat tingkah temannya, Gani tau, bahwa temannya menguping pembicaraanya dengan haikal. Gani pun melangkahkan kakinya tanpa mengajak Akbar"Anda akan pulang kembali, Dok?" tanya Akbar dengan memakai bahasa formal karena sudah tau siapa Gani sebenarnya.Tiba-tiba Gani menghentikan langkahnya, ia menoleh ke belakang. "Awas aja kalau lu bocorin apa yang barusan lu denger!" ancamnya pada Akbar, lalu setelah mengatakan itu, Gani pun kembali berbalik dan melanjutkan langkahnya.Gani dilahirkan dari keluarga sultan, jika orang lain lebih memilih meneruskan bisnis keluarga. Namun tidak bagi Gani.Sejak sekolah, ia sudah tertarik dengan dunia kedokteran, Gani pun tak tau kenapa dia bisa lebih memilih jadi Dokter ketimbang melanjutkan bisnis keluarga
Bab 42 I love you mas"Ma-mas," ucap Mahira saat Gani menaruh kembali tangan di pinggangnya."hemm," jawab Gani. Ia semakin mengeratkan pelukannya."Kenapa belum tidur?" tanya Gani lagi. Ia lebih memilih berpura-pura tak menyadari bahwa istrinya kecewa padanya. Meminta maaf pun percuma. Gani tau, istrinya sudah kadung memercayai apa yang di lihat. Menjelaskan pun Mahira akan menganggapnya sebagai omong kosong.Kini Gani hanya perlu lebih menunjukan cintanya, membuat istrinya yakin bahwa cintanya hanya untuk Mahira. Tak ada lagi yang lain di hatinya. Itulah cara Gani meminta maaf dan merebut hati istrinya kembali, membuat amarah istrinya luntur karena cintanya."A-aku mau ke toilet dulu," jawab Mahira. Ia melepaskan tangan Gani dari pinggangnya. Lalu turun dari ranjang dan berjalan ke kamar mandi.Setelah Mahira turun, Gani bangkit dari tidurnya, ia duduk dengan menyenderkan punggungnya kebelakang lalu memanjangkan kakinya. Gani mengucek matanya, rasa lelah sudah menyapanya. Namun, dia
Bab 41 Aku tau kau terlukaSesak, perih dan hancur, itu yang Mahira rasakan saat masuk kedalam ruangan ini.Mahira menelusuri semua ruangan itu, dia tersenyum getir. Serasa ada godam yang menghantam dadanya. Bagaimana tidak, ruangan itu masih sama percis dengan kamar yang di tempatinya dulu.Semua tertata begitu rapih pertanda ruangan itu memang seperti sangat di rawat. Mahira tersenyum getir saat membuka lemari, ternyata di lemari itu masih tersimpan semua pakaian, tas, sepatu dan koleksi milik Rahma.Mahira teringat ketika dulu Gani membentaknya dan memarahinya saat Mahira membuka lemari milik Rahma. Saat itu, Gani berteriak marah pada Mahira dan mengatakan barang-barang milik Rahma lebih berarti dari nyawa Mahira. Sungguh saat ini rasa sakit yang menderanya berkali-kali lipat dari pada saat dulu ia di bentak di caci maki dan hina oleh suaminya.Tak perlu mendengar penjelasan lagi dari suaminya, melihat ruangan ini sudah Lebih dari cukup. Seandainya Gani jujur dari awal tentang pavi
Bab 40 seharusnya aku yang bertanya Setelah Mahira turun dari ranjangnya dan berjalan ke kamar mandi.Gani pun menyusul untuk turun dari ranjang, untuk membangunkan anak-anaknya.Saat Gani akan mengetuk pintu Dita, ternyata Dita sudah membuka kamarnya."Ayah ngapain berdiri disitu?" tanya Dita. Ia baru saja akan turun ke moshola di bawah."Lah, kamu bukannya lagi haid. Kenapa kamu udah pake mukena?" tanya Gani. Ia mengenyit heran saat melihat putrinya sudah memakai mukena."Aku udah bersih, udah beres. Jadi aku udah bisa sholat," jawab gadis kecil tersebut. Ia sedikit risi dengan pertanyaan sang ayah. Tapi tidak dengan Gani. Ia yang berpropesi sebagai dokter kandungan, tentu saja sudah tak aneh dengan pembahasan yang sedang mereka bahas saat ini."Udah ah, aku mau turun kebawah duluan!" seru Dita saat melihat ayahnya akan kembali bertanya.Gani menggeleng melihat tingkah putrinya, ia pun kembali melangkahkan kakinya ke kamar Albi.Ia melihat Albi masih tertidur pulas, Awalnya, Albi m
Bab 39Setelah pulang dari rumah sakit, Gani pun menyusul Dita yang sudah masuk ke kamar, dia ingin berbicara dari hati ke hati bersama putrinya."Dita, boleh ayah bicara?" tanya Gani. Ia melangkahkan kakinya masuk kedalam kamar putrinya.Gadis kecil itu pun mengangguk, Dita yang sedang berada di meja belajar pun bangkit dari duduknya dan mendudukan dirinya di ranjang.Gani pun mengikuti langkah putrinya, melihat Dita yang menunduk. Gani pun menekuk lututnya dan berjongkok di hadapan putrinya. Ia tau putrinya sedang ketakutan, Setelah berjongkok, Gani pun menggenggam tangan Dita."Boleh ayah tanya sesuatu sama kamu?" tanya Gani dengan nada yang super lembut.Gadis kecil itu pun mendongak melihat Gani. "Ayah mau tanya apa?" ucap Dita.Gani mengehela napas sejenak, sebelum berbicara dengan putrinya."Kamu haid udah berapa kali, selama haid berapa hari?" tanya Gani. Ia bertanya dengan lembut. Kali ini dia bertanya layaknya seorang dokter pada pasien. Ia sangat sering mendapat kasus seper